Anda di halaman 1dari 7

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2022/23.1 (2022.2)

Nama Mahasiswa : ---

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : ---

Tanggal Lahir : ---

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4204 / HUKUM ADAT

Kode/Nama Program Studi : 311/ ILMU HUKUM

Kode/Nama UPBJJ : ---

Hari/Tanggal UAS THE : Sabtu, 24 Desember 2022

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
Surat Pernyataan
Mahasiswa
Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama Mahasiswa : ---

NIM : ---

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4204 / HUKUM ADAT

Fakultas : FHISIP (FAKULTAS HUKUM)

Program Studi : ILMU HUKUM

UPBJJ-UT : ---

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada
laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal
ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala indakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan
aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan
tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta indakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik
yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.

Tanah Grogot,

Yang Membuat Pernyataan


1. A. Perjalanan sejarah berlakunya hukum di Indonesia mencatat bahwa banyak para ahli hukum
justru mempelajari hukum adat sebagai hukum yang hidup di masyarakat Indonesia. hukum Adat
adalah hukum yang mencerminkan kepribadian dan jiwa bangsa, maka diyakini bahwa sebagian
pranata hukum Adat sebagian tentu masih relevan menjadi bahan dalam membentuk sistem
hukum Indonesia. Hukum Adat yang tidak lagi dapat dipertahankan akan senyap dengan
berjalannya waktu, sesuai dengan sifat hukum adat yang fleksibel dan dinamis (tidak statis). Hukum
adat tersebut berkembang mengikuti perkembangan masyarakat dan tradisi rakyat yang ada.
Hukum adat merupakan endapan kesusilaan dalam masyarakat yang kebenarannya mendapatkan
pengakuan dalam masyarakat tersebut. Dalam perkembangannya, praktik yang terjadi dalam
masyarakat hukum adat keberadaan hukum adat sering menimbulkan pertanyaan-pertanyaan
apakah aturan hukum adat ini tetap dapat digunakan untuk mengatur kegiatan sehari-hari
masyarakat dan menyelesaikan suatu permasalahan-permasalahan yang timbul di masyarakat
hukum adat. Sementara itu negara kita juga mempunyai aturan hukum yang dibuat oleh badan
atau lembaga pembuat undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya. Antara
hukum adat dengan hukum negara mempunyai daya pengikat yang berbeda secara konstitusional
bersifat sama tetapi terdapat perbedaan pada bentuk dan aspeknya. Namun, keberadaan hukum
adat ini secara resmi telah diakui oleh negara, akan tetapi dengan penggunaan yang terbatas.
Merujuk pada pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang mana menyebutkan: “Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang” . Pengambilan bahan-bahan Dari hukum
adat dalam penyusunan hukum nasional pada dasarnya seperti: Penggunaan konsepsi-konsepsi dan
asas-asas hukum dari hukum adat untuk dirumuskan dalam nor- ma-norma hukum yang memenuhi
kebutuhan masyarakat masa kini dan mendatang dalam rangka pembangunan masyarakat yang
adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan lembaga- lembaga hukum
adat yang dimodernisasi dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman, tanpa menghilangkan ciri dan
sifat-sifat kepribadian bangsa Indonesia. Memasukkan konsepsi-konsepsi dan asas-asas hukum adat
ke dalam lembaga- lembaga hukum baru dan lembaga-lembaga hukum dari hukum asing yang
dipergunakan untuk memperkaya dan mengembang- kan hukum nasional, agar tidak bertentangan
dengan Pancasila dan UUD 1945. Di dalam pembinaan hukum harta kekayaan nasional, hukum adat
merupakan salah satu unsur, sedangkan di dalam pembinaan hukum kekeluargaan dan hukum
kewarisan nasional, sebagai intinya. dengan terbentuknya hukum nasional yang mengandung
unsur-unsur hukum adat, maka kedudukan dan peranan hukum adat itu telah diserap di dalam
hukum nasional.
B. Hukum adat selain dapat digolongkan berdasarkan keragaman sebagaimana terdapat dalam
lingkungan-lingkungan hukum (rechtskring), juga dapat dilihat dari perspektif lain, yakni dari bidang
kajian, yaitu hukum adat mengenai tata susunan warga (hukum tata negara), hukum adat
mengenai hubungan antar warga (hukum perdata), dan hukum adat tentang delik (hukum pidana).
Berdasarkan hal tersebut dan untuk mengkaji hukum adat yang masih relevan, digunakan sebagai
sumber pembentukan hukum nasional. hukum adat pada hakikatnya adalah merupakan
pencerminan daripada Pancasila itu sendiri dalam bidang hukum. Dan hukum adat senantiasa akan
tumbuh dan berkembang di atas konsep dasar Pancasila itu juga, Pancasila yang juga telah diterima
sebagai landasan falsafah negara dan masyarakat Indonesia. Hukum adat berkembang seirama
dengan perkembangan kehidupan dan pandangan masyarakatnya, berjalan ses- uai dengan irama
jalannya perubahan perasaan hukum dan keadilan masyarakat tersebut karena wajib mampu
menampung serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan kesadaran hukum
rakyatnya yang berkembang maju disegala bidang.

2. A. hukum waris adat adalah peraturan-peraturan yang mengatur proses peralihan harta kekayaan
baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dari pewaris kepada ahli waris. Harta warisan
menurut hukum waris adat adalah bukan semata- mata yang bernilai ekonomis tetapi termasuk
juga yang non ekonomis, yaitu yang mengandung nilai-nilai kehormatan adat dan yang bersifat
magis religius. sehingg apabila ada pewaris wafat maka bukan saja harta warisan yang berwujud
benda yang akan diteruskan atau dialihkan kepada para waris tetapi juga yang tidak berwujud
benda. Berdasarkan pengaruh dari prinsip garis keturunan yang berlaku pada masyarakat itu
sendiri, maka yang menjadi ahli waris tiap daerah akan berbeda. Masyarakat yang menganut
prinsip patrilineal seperti Batak, yang merupakan ahli waris hanyalah anak laki-laki, demikian juga
di Bali. Berbeda dengan masyarakat di Sumatera Selatan yang menganut matrilineal, golongan ahli
waris adalah tidak saja anak laki-laki tetapi juga anak perempuan. Masyarakat Jawa yang menganut
sistem bilateral, baik anak laki-laki maupun perempuan mempunyai hak sama atas harta
peninggalan orang tuanya. Hukum waris adat tidak mengenal azas “legitieme portie” atau bagian
mutlak sebagaimana hukum waris barat dimana untuk para waris telah ditentukan hak-hak waris
atas bagian tertentu dari harta warisan sebagaimana diatur dalam pasal 913 BW. Hukum waris adat
juga tidak mengenal adanya hak bagi waris untuk sewaktu-waktu menuntut agar harta warisan
dibagikan kepada para waris sebagaimana disebut dalam alinea kedua dari pasal 1066 BW. Akan
tetapi jika si waris mempunyai kebutuhan atau kepentingan, sedangkan ia berhak mendapat waris,
maka ia dapat saja mengajukan permintaannya untuk dapat menggunakan harta warisan dengan
cara bermusyawarah dan bermufakat dengan para waris lainnya.

B. Mengangkat anak pada hakikatnya adalah suatu perbuatan pengambilan atau pengangkatan
anak orang lain yang dimasukkan kedalam keluarganya sendiri, sehingga dalam hal ini antara anak
angkat dengan orang tua angkat akan timbul suatu hubungan kekeluargaan yang sama layaknya
seperti orang tua dengan anak kandungnya. Masyarakat adat Sasak adalah masyarakat yang
menganut sistem kekerabatan patrilineal dimana seorang wanita yang dinikahi oleh seorang laki-
laki yang akan menjadi suami istri, istrinya tersebut akan masuk ke dalam keluarga suaminya,
demikian pula dengan anak-anak yang dilahirkannya. Sistem patrilineal ini membawa kedudukan
bahwa seorang laki-laki menjadi utama, anak laki-laki akan meneruskan keturunan keluarga
tersebut, berbeda halnya dengan anak perempuan apabila ia menikah kelak maka ia akan
mengikuti suaminya dan masuk ke lingkup keluarga suami. Sebagian besar masyarakat Sasak
mengikuti hukum Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Hadist. Karena mayoritas Suku Sasak
beragama Islam, banyak masyarakat Sasak yang menggunakan hukum Islam untuk membagi
warisan. Hal ini pernah dijelaskan oleh Van den Berg dan Salmon Keyzer dalam teorinya Receptio in
Complexu yang mengungkapkan bahwa adat-istiadat dan hukum adat suatu golongan hukum
masyarakat adalah receptio (penerimaan) seluruhnya dari agama yang dianut oleh golongan
masyarakat itu. Dalam hal ini, Suku Sasak secara mayoritas beragama Islam dan menggunakan
hukum Islam untuk membagi warisannya. Jika menurut hukum adat yang lama dalam masyarakat
adat Sasak, anak wanita hanya berhak mewarisi harta benda seperti piring, gelas, pakaian, dan
segalama macam bentuk prabotan rumah serta tidak berhak untuk mewaris barang-barang tidak
bergerak seperti tanah, maka kini dalam perkembangannya sudah diakui dimana kedudukan wanita
sebagai ahli waris dan berhak pula memperoleh harta warisan peninggalan orang tuanya bersama-
sama dengan saudara laki-lakinya. hak mewaris anak angkat di dalam pewarisan menurut hukum
adat Sasak adalah sebagai ahli waris orang tua angkatnya. Keadaan ini tidak berubah apabila
setelah diadakan pengangkatan anak dilahirkan anak kandung. Di dalam beberapa kasus yang
peneliti temukan dilapangan ditemukan setelah mengangkat anak mereka mempunyai anak
kandung, maka anak angkat tetap sebagai ahli waris orang tua angkatnya. anak angkat berhak
mewarisi harta orang tua angkatnya, yang dalam hal ini semua harta pewaris termasuk harta
pusaka (harta pusaka yang dimaksud dalam hal ini adalah tanah pusaka, keris, cincin), dan anak
angkat tidak bisa mewaris harta orang tua angkatnya apabila harta tersebut merupakan “harta doe
tengaq” karna didalam harta tersebut masih terdapat hak – hak para saudara pewaris. Selain itu
anak angkat juga berhak mewarisi harta orang tua kandungnya, karna pengangkatan anak pada
masyarakat adat sasak merupakan pengangkatan anak yang tidak memutuskan hubungan
kekeluargaan antara anak angkat dengan orang tua kandungnya.
3. A. Kewajiban Publik adalah sesuatu yang berkaitan dengan hak-hak publik seperti kewajiban
mematuhi hukum pidana. sedang Kewajiban Perdata adalah menganai hal hal yang berkaitan dari
dari hak-hak perdata seperti kewajiban dalam perjanjian. kewenangan dalam hukum perdata
membahas mengenai Kecakapan bertindak maupun kewenangan bertindak, keduanya berkaitan
dengan peristiwa melakukan tindakan hukum. Tindakan hukum merupakan peristiwa sehari-hari,
dalam kehidupan bermasyarakat mengadakan hubungan dengan anggota masyarakat yang lain.
Karena tindakan hukum merupakan tindakan yang sehari-hari dilakukan oleh manusia, maka perlu
pengaturan tentang kecakapan dan kewenangan bertindak. Pasal 1329 BW mengatakan bahwa
pada asasnya setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali undang-undang
menentukan lain. sedangkan dalam Sebagai konsep hukum publik, wewenang (bevoegdheid)
dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechsmacht), dimana konsep tersebut diatas,
berhubungan pula dalam pembentukan besluit (keputusan pemerintahan) yang harus didasarkan
atas suatu wewenang. Dengan kata lain, keputusan pemerintahan oleh organ yang berwenang
harus didasarkan pada wewenang yang secara jelas telah diatur, dimana wewenang tersebut telah
ditetapkan dalam aturan hukum yang terlebih dulu ada.

B. Ter Haar dalam Warman (2010:50) menyatakan bahwa hak ulayat di Sumatera Barat memiliki
sifat ‘mengembang-menguncup’. Apabila di dalam suatu wilayah masyarakat hukum adat memiliki
hukum adat dan pemangku adat yang kuat maka keberadaan hak ulayat juga semakin kuat
(mengembang) sedangkan apabila di dalam suatu wilayah masyarakat hukum adat memiliki hukum
adat dan pemangku adat yang semakin melemah dan tidak lagi diakui oleh masyarakat hukum adat
maka keberadaan hak ulayat juga semakin lemah (menguncup). Menyikapi hal tersebut,
Pemerintah Daerah menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 6 Tahun 2008
tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya, mengatur kepastian hak yang secara jelas mengakui
hak masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayat mereka. Di dalamnya tertuang tentang jenis,
kedudukan, fungsi dan penguasaan tanah ulayat. Penguasaan tanah ulayat belum jelas dan tidak
memiliki landasan hukum yang kuat sebelum diterbitkan Perda tersebut. Perda tersebut
diharapkan dapat mengurangi sengketa- sengketa atau konflik tanah adat. Selanjutnya pengakuan
terhadap kelangsungan hak-hak masyarakat hukum adat atas sumber daya alam yang belum
terlindungi, diakomodir melalui Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Penetapan Hak Komunal atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat dalam Kawasan
Tertentu (Permen ATR 9/15). Dilihat dari lain sisi, Permen ATR 9/2015 ini dapat diterapkan dalam
hal penetapan hak adat yang berdimensi privat seperti tanah ulayat kaum di Minangkabau
4. A. Pendekatan restoratif di Indonesia melalui hukum adat merupakan nilai-nilai budaya beragam
yang hidup dan dipelihara hingga sekarang ini. Sebagai negara yang beraneka ragam budaya dan
adatnya melalui semboyang Bhineka Tunggal Ika, maka segala perbedaan tidak perlu
dipertetangkan tetapi segala sesuatunya melalui musyawarah. Hukum adat yang tidak tertulis
dianut seyognyanya bisa menjadi rujukan atau sumber hukum nasional. Pendekatan restoratif di
Indonesia yang sudah ada dan mengakar dalam hukum adat, Soepomo menjelaskan bahwa
Terhadap delik-delik yang terutama hanya melukai kepentingan golongan famili atau kepentingan
orang seorang dengan tidak membahayakan keseimbangan hukum persekutuan desa pada
umumnya, maka petugas hukum (kepala adat, hakim) hanya akan bertindak jikalau diminta oleh
pihak yang terkena itu. Dalam hal demikian seringkali pihak yang terkena diberi kesempatan untuk
berdamai (rukunan) dengan pihak yang melakukan delik. Dalam hal demikian uang denda atau
pembayaran kerugian dari pihak yang melakukan delik tidak masuk kas negera melainkan diberikan
kepada pihak yang terkena. Dalam proses penyelesaian perkara pidana melalui pendekatan
restoratif, individu- individu dituntut untuk berperan aktif dalam pemecahan masalah dan neg ara
ditempatkan sebagai pihak yang harus memberi dukungan bagi individu-individu atau masyarakat
yang mempunyai keinginan untuk menyelesaikan konflik yang dialaminya. Dalam pandangan
restoratif sebenarnya individu-individulah yang harus memainkan peran dan tanggung jawabnya
dalam pemecahan konflik secara kolektif dan bukan dibebankan kepada Negara, Negara dianggap
tidak mempunyai suatu peran eksklusif atau dominan dalam proses penyelesaian tersebut.

B. Ditilik dari aspek historis, konflik atau perselisihan telah lama bersemayam dalam masyarakat
Aceh. Hai ini dikarenakan keanekaragaman puak atau kaum pendiri masyarakat ini. Bagi
masyarakat adat gampong, kekeluargaan merupakan prinsip utama dalam musyawarah peradilan
adat Aceh. Ketika persoalan dan peristiwa hukum terjadi dalam masyarakat, selalu diupayakan
penyelesaiannya dengan cara kekeluargaan dan mengutamakan prinsip keiklasan antar sesama
mereka. penyelesaian sengketa/perselisihan telah dikukuhkan secara tegas dalam Qanun Aceh
Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat. Dalam Pasal 13 qanun
tersebut jelas disebutkan terdapat 18 jenis sengketa/perselisihan yang dapat diselesaikan secara
adat.

Anda mungkin juga menyukai