Anda di halaman 1dari 9

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXA (THE)


SEMESTER 2022/23.1 (2022.2)

Nama Mahasiswa : SUHERI

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 042427975

Tanggal Lahir : 02 Januari 1982

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4204/HUKUM ADAT

Kode/Nama Program Studi : 311/ILMU HUKUM

Kode/Nama UPBJJ : 17/JAMBI

Hari/Tanggal UAS THE : SABTU, 24 DESEMBER 2022

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman
ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran
akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN,KEBUDAYAAN
RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan
Mahasiswa Kejujuran
Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : SUHERI


NIM : 042427975
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4204/HUKUM ADAT
Fakultas : FHISIP
Program Studi : ILMU HUKUM
UPBJJ-UT : JAMBI

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE
pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam
pengerjaan soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya
sebagai pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan
tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui
media apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan
akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi
akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.

KUALATUNGKAL, SABTU, 24 DESEMBER 2022


Yang Membuat Pernyataan

SUHERI
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

JAWABAN
1. A.
Hukum adat adalah aturan kebiasaan manusia dalam hidup bermasyarakat. Sejak manusia
itu diturunkan Tuhan ke muka bumi, maka ia memulai hidupnya berkeluarga,
bermasyarakat, dan kemudian bernegara. Sejak manusia itu berkeluarga mereka telah
mengatur hidupnya dan anggota keluarganya menurut kebiasaan mereka.
Maka dilihat dari perkembangan hidup manusia, terjadinya hukum itu mulai dari pribadi
manusia yang terus berkembang menjadi kebiasaan dan kebiasaan menjadi adat dari suatu
masyarakat. Lambat laun masyarakat atau kelompok-kelompok masyarakat menjadikan
adat itu sebagai adat yang seharusnya berlaku bagi semua anggota masyarakat, sehingga
menjadi “hukum adat” . Jadi hukum adat adalah adat yang diterima dan harus dilaksanakan
dalam masyarakat bersangkutan.

Proses terbentuknya hukum adat menurut Soerjono Soekanto dibagi menjadi 2 aspek yaitu:
A. Aspek Sosiologi
Pada prinsipnya manusia tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan manusialainnya
karena manusia adalah makhluk sosial dan miliki naluri. Karena hidupmanusia
membutuhkan manusia lainnya maka setiap manusia akanberinteraksi dengan manusia
lainnya, dari interaksi tersebut melahirkanpengalaman. Dari pengalaman ini akan dapat
didapati sistem nilai yang dapatdianggapsebagaihalyangbaikdanhalyangburuk.Dari
Sistem nilai ini akan melahirkan suatu pola pikir / asumsi yang akanmenimbulkan suatu
sikap yaitu kecendrungan untuk berbuat atau tidakberbuat. Bila sikap ini telah mengarah
kecendrungan untuk berbuat maka akantimbulah perilaku.Interaksi - pengalaman -nilai -
pola berpikir - sikap - perilaku - kebiasaanKumpulan prilaku-prilaku yang terus
berulang-ulang dapat dilahirkan /diabstraksikan menjadi norma yaitu suatu pedoman
prilaku untuk bertindak.Norma-norma tersebut dapat dibagi menjadia. Norma Pribadi
yaitu kepercayaan dan kesusilaanb. Norma Antar Pribadi yaitu kesopanan dan hukum
(sanksinya memaksa)

B. Aspek Yuridis

Aspek ini dilihat dari tingkat sanksinya. Bentuk konkret dari wujud prilakuadalah cara
yang seragam dari sekumpulan manusia misalnya cara berjual beli,cara bagi waris, cara
menikah, dsb. Bila ada penyimpangan ada sanksi namumlemah. Dari cara tersebut akan
terciptanya suatu kebiasaan, dan sanksi ataspenyimpangannya agak kuat dibanding
sanksi cara/usage. Kebiasaan yangberulang-ulang dalam masyarakat akan lahir standar
kelakuan atau moresdimana sanksi atas penyimpangan sudah menjadi kuat. Dalam
perkembanganstandar kelakuan atau mores ini akan melahirkan Custom yang terdiri
dariAdat Istiadat dan Hukum Adat, dan sanksinya pun sudah kuat sekali.Interaksi -
pengalaman -pola berpikir - nilai - sikap - perilaku – kebiasaan.

Kesimpulan Jadi, hukum adat menurut pandangan para tokoh walaupun berbeda, tetapi
maksud para tokoh seperti Van Vollenhoven, Ter Haar itu sama. Merekamemandang
hukum adat itu sebagai tingkah laku manusia yangmempunyai sanksi dalam keputusan -
keputusan yang bertujuan untukmendapatkan keadilan dalam tingkah laku manusia yang
harusditemukan dan diberlakukan dalam hukum adat Indonesia dan hukumadat pun
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

mempunyai kaitan dengan hukum agama, walaupun hukumagama tidak mempunyai


pengaruh yang besar terhadap hukum adatkarena terdapat perbedaan antara hukum adat
dan hukum agama.Masyarakat hukum adat itu diakui oleh UUD 1945 dan masyarakat
hukumadat ada sebelum Negara ini berdiri.

B.
Hukum adat adalah aturan tidak tertulis yang hidup di dalam masyarakat adat suatu daerah
dan akan tetap hidup selama masyarakatnya masih memenuhi hukum adat yang telah
diwariskan kepada mereka dari para nenek moyang sebelum mereka.
Oleh karena itu, keberadaan hukum adat dan kedudukannya dalam tata hukum nasional
tidak dapat dipungkiri walaupun hukum adat tidak tertulis dan berdasarkan asas legalitas
adalah hukum yang tidak sah. Hukum adat akan selalu ada dan hidup di dalam masyarakat.
Hukum Adat adalah hukum yang benarbenar hidup dalam kesadaran hati nurani warga
masyarakat yang tercermin dalam pola-pola tindakan mereka sesuai dengan adat-
istiadatnya dan pola sosial budayanya yang tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional. Era sekarang memang dapat disebut sebagai era kebangkitan masyarakat adat
yang ditandai dengan lahirnya berbagai kebijaksanaan maupun keputusan. Namun yang tak
kalah penting adalah perlu pengkajian dan pengembangan lebih jauh dengan implikasinya
dalam penyusunan hukum nasional dan upaya penegakan hukum yang berlaku di
Indonesia.

2. A.
Hukum waris adat tidak mengenal “Legitie Portie” atau bagian mutlak tetapi meletakkan
kerukunan pada proses pembagian serta dengan memperhatikan keadaan istimewa tiap
ahli warisnya.

B.
Perlindungan hukum hak waris anak angkat ialah melalui proses dari pada pemberian
warisan tersebut dilakukan sewaktu pewaris masih hidup dan disaksikan oleh beberapa
orang saksi, diantaranya : Dua orang dari pihak keluarga pewaris, Pemekel (kepala dusun),
Seorang pemuka agama atau lebih.14 Dan apabila pewaris meninggal dunia tanpa
meninggalkan wasiat apapun, maka pembagian harta warisan untuk para ahli waris dan
anak angkatnya dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum adat yang berlaku, dimana
bagian untuk anak laki-laki 2 bagian (sepelembah) dan bagian untuk anak perempuan 1
bagian (sepersonan). Kedudukan anak angkat tersebut dalam hukum waris adat sasak
disejajarkan atau disamakan kedudukannya dengan anak angkat karna hal tersebut
merupakan suatu ketentuan yang dijalankan secara turun temurun dan merupakan awig-
awig yang tidak tertulis. Dari penjelasan ini jelaslah bahwa hak mewaris anak angkat
menurut Hukum Waris Adat Sasak diperlakukan sama dengan anak kandungnya.
Sumber :
https://fh.unram.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/SAGIFUL-UMMUR-D1A016286.pdf
UKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

3. A.
Hak Ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat,
yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya, yang sebagai
telah diuraikan hak ulayat ditegaskan oleh G. Kertasapoetra dan kawan-kawan dalam
bukunya Hukum Tanah, Jaminan UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah merupakan
pendukung utama penghidupan dan kehidupan masyarakat yang bersangkutan sepanjang
masa.
Kewenangan dan kewajiban tersebut masuk dalam bidang hukum perdata dan ada yang
masuk dalam bidang hukum publik.
Kewenangan dan kewajiban dalam bidang hukum perdata berhubungan dengan hak bersama
kepunyaan atas tanah tersebut. Sedangkan dalam hukum publik, berupa tugas kewenangan
untuk mengelola, mengatur dan memimpin peruntukan, penguasaan, penggunaan, dan
pemeliharaannya ada pada Kepala Adat/Tetua Adat.

B.
Pengaturan hak atas tanah merupakan salah satu kewajiban negara untuk mengaturnya demi
terwujudnya kepastian hukum serta terjaganya hak-hak masing-masing pihak. Selain
kepastian hukum, aturan hukum yang ada dalam negara ini juga memberikan perlindungan
hukum bagi pengakuan hak-hak warga negaranya.

Pengaturan tanah ulayat telah disebutkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang berbunyi dengan mengingat
ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa
itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada,
harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan Nasional dan Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang
dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
Dalam tingkat peraturan pelaksananya telah disahkan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang merupakan perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, akan tetapi dalam Peraturan Pemerintah ini tanah ulayat
tidak termasuk obyek pendaftaran tanah, hal ini dikaitkan dengan Pasal 9 ayat (1) dan (2)
Peraturan Pemerintah ini yaitu ayat (1) bahwa obyek pendaftaran tanah meliputi: a. Bidang-
bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak
pakai, b. Tanah hak pengelolaan, c. Tanah wakaf, d. Hak milik atas satuan rumah susun, e.
Hak tanggungan, f. Tanah negara. Ayat (2) bahwa dalam tanah negara sebagai obyek
pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan
dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah negara dalam daftar tanah.
Dalam hal ini, kepastian hukum bagi tanah ulayat dalam pendaftaran tanah tidak ada. Haknya
dihormati akan tetapi dalam tataran pelaksananya berupa bukti sertifikat sebagai proses
pendaftaran tanah tidak diakui. Sehingga tanah ulayat masyarakat adat antara hidup dan
mati. Hal ini tentu amat disayangkan karena masih banyak tanah ulayat masyarakat adat
diberbagai daerah di Indonesia apalagi di daerah Provinsi Sumatera Barat.

BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

pada tanggal 24 Juni 1999 telah disahkan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak
Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Dalam Pasal 1 ayat (2) disebutkan bahwa tanah ulayat
adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat
tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan masyarakat hukum adat sesuai pasal 1 ayat (3)
adalah sekelompok orang yang terik at oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama
suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.
Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya, bahwa tanah ulayat bukan merupakan obyek
pendaftaran tanah, akan tetapi berdasarkan ketentuan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 pada Pasal 4 ayat (1) dan (2) ini menyebutkan
tanah ulayat dapat dikuasai oleh perseorangan dan badan hukum dengan cara didaftar
sebagai hak atas tanah apabila dikehendaki oleh pemegang haknya yaitu warga masyarakat
hukum adat menurut kententuan hukum adatnya yang berlaku. Kemudian oleh instansi
pemerintah, badan hukum atau perseorangan bukan warga masyarakat hukum adat yang
bersangkutan bisa menguasai tanah ulayat setelah tanah tersebut dilepaskan oleh
masyarakat hukum adat itu atau oleh warganya sesuai dengan ketentuan dan tata cara
hukum adat yang berlaku.
Pemerintah Daerah Sumatera Barat telah mensahkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008
tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya. Sebagai daerah yang masih banyak tanah
ulayatnya tentu dibutuhkan peraturan daerah agar tidak terjadi konflik antar masyarakat
mengenai tanah ulayat ini.
Masyarakat minangkabau mempunyai tataran hukum adat yang berbeda dengan daerah lain
atau suku lainnya. Di Sumatera Barat ada wilayah yang disebut nagari, berdasarkan
ketentuan perda ini pasal 1 ayat (5) yang dimaksud dengan nagari adalah kesatuan
masyarakat hukum adat dalam Provinsi Sumatera Barat yang terdiri dari suku dan kumpulan
suku mempunyai wilayah dengan batas-batas tertentu.
jenis tanah ulayat bagi masyarakat minangkabau dibagi 4 sesuai dengan Pasal 5 Perda ini
yaitu tanah ulayat nagari, tanah ulayat suku tanah ulayat kaum dan tanah ulayat rajo. Dalam
Pasal 1 perda ini diterangkan bahwa Tanah ulayat nagari adalah tanah ulayat beserta sumber
daya alam yang ada diatas dan didalamnya merupakan hak penguasaan oleh ninik mamak
kerapatan adat nagari (KAN) dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
masyarakat nagari, sedangkan pemerintahan nagari bertindak sebagai pihak yang mengatur
untuk pemanfaatannya. Tanah ulayat suku adalah hak milik atas sebidang tanah beserta
sumber daya alam yang berada diatasnya dan didalamnya merupakan hak milik kolektif
semua anggota suku tertentu yang penguasaan dan pemanfaatannya diatur oleh penghulu-
penghulu suku. Tanah ulayat kaum adalah hak milik atas sebidang tanah beserta sumber
daya alam yang berada diatasnya dan didalamnya merupakan hak milik semua anggota kaum
yang terdiri dari jurai/paruik yang penguasaan dan pemanfaatannya diatur oleh mamak
jurai/mamak kepala waris. Tanah ulayat rajo adalah hak milik atas sebidang tanah beserta
sumber daya alam yang berada diatasnya dan didalamnya yang penguasaan dan
pemanfaatannya diatur oleh laki-laki tertua dari garis keturunan ibu yang saat ini masih hidup
disebagian nagari di Provinsi Sumatera Barat.
Memang dalam masyarakat hukum adat minangkabau, penghulu dan mamak kepala waris
punya kedudukan penting. Sehingga mereka mempunyai amanah untuk menjaga dan
memelihara serta memanfaatkan tanah adat kaumnya untuk kebaikan mereka bersama.

BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Dan yang paling utama, tanah bagi masyarakat minangkabau lambang harga diri dan lambang
kehormatan kaum adatnya, keluarganya dan sukunya. Dan ini yang akan menjadi bencana
sengketa konflik tanah ditingkat horizontal apabila penguasaan tanah adat oleh pihak-pihak
lain diluar masyarakat hukum adat minangkabau dilakukan dengan cara penghilangan status
tanah adat itu sendiri, bahkan sekarang ini banyak tanah ulayat sudah menjadi tanah milik
pribadi-pribadi atau individu-individu dan badan hukum.
Sehingga dapat disimpulkan, kedepannya tanah ulayat hanya sekedar nama saja atau sebatas
bahan kajian dan penelitian tanpa memiliki status kepastian hukum yang jelas dan akan
hilang perlahan-lahan dari bumi Minangkabau di Sumatera Barat. Dan ini tentu tidak
senyawa dengan amanat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria.

4. A.
Pengakuan tentang hukum adat ayat 2 Pasal 18B UUD 1945 menyebutkan bahwa, Negara
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-undang. Pengakuan
dan penghormatan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hakhak
tradisionalnya tersebut atau pengakuan yang bersifat semu, secara filosofis mengandung
konsekwensi pengakuan dan penghormatan seluruh tatanan dan institusi (termasuk
peradilan) yang ada dan dimiliki oleh masyarakat hukum adat1 . Ketentuan Pasal 5 ayat
(1)Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, meletakan dasar eksistensi hukum pidana adat. Hal tersebut diatas
menunjukan bahwa keberadaan masyarakat adat dan hukum yang mengaturnya yaitu
hukum adat (hukum tidak tertulis) diakui dan mempunyai kedudukan serta dijamin oleh
konstitusi.

Dalam penyelesaian perkara pidana melalui pendekatan restoratif, suatu konflik atau
kerusakan yang timbul akibat tindak pidana adalah dipandang sebagai suatu konflik yang
terjadi dalam hubungan antara anggota masyarakat yang harus diselesaikan dan dipulihkan
oleh seluruh pihak secara bersama-sama. Lingkaran berpusat kepada keseimbangan
terhadap korban untuk berperan dalam proses penyelesaian tindak pidana.

Mark Umbreit dikutip Rufinus, menjelaskan bahwa: Restorative justice is a “victim-centered


response to crime that allows the victim, the offender, their families, and respresentatives of
the community to address the harm caused by the crime”.

Daly, menjelaskan bahwa konsep Umbreit tersebut memfokuskan kepada memperbaiki


kerusakan dan kerugian yang disebabkan oleh tindak pidana yang harus ditunjang melalui
konsep restitusi yaitu mengupayakan untuk memulihkan kerusakan dan kerugian yang
diderita oleh para korban tindak pidana dan memfasilitasi terjadinya perdamaian .

Kemudian Tony Marshal, menjelaskan pula bahwa sebenarnya keadilan restoratif adalah
suatu konsep penyelesaian suatu tindak pidana tertentu yang melibatkan semua pihak yang
berkepentingan untuk bersama-sama mencari pemecahan dan sekaligus mencari
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

penyelesaian dalam menghadapi kejadian setelah timbulnya tindak pidana tersebut serta
bagaimana mengatasi implikasinya di masa datang.

Toni Marshal dalam tulisannya Restorative Justice an Overview, dikembangkan oleh Susan
Sharpe dalam bukunya berjudul, Restorative Justice a Vision For Hearing and Change, yang
mengungkapkan lima (5) prinsip kunci dari restorative justice, yaitu :
a Restorative Justice mengandung partisipasi penuh dan konsensus;
b Restorative Justice berusaha menyembuhkan kerusakan atau kerugian yang ada
akibat terjadinya tindak kejahatan;
c Restorative Justice memberikan pertanggung-jawaban langsung dari pelaku secara
utuh;
d Restorative Justice mencarikan penyatuan kembali kepada warga masyarakat yang
terpecah atau terpisah karena tindakan criminal;
e Restorative Justice memberikan ketahanan kepada masyarakat agar dapat
mencegah terjadinya tindakan kriminal berikutnya.

Dengan demikian konsep restoratif terhadap penyelesaian tindak pidana merupakan konsep
penyelesaian secara bersama-sama yang menghadirkan para pihak baik korban serta pelaku
serta melibatkan masing-masing pihak keluarga melalui perwakilan atau pendampingan
pihak ketiga untuk melakukan proses perdamaian, dengan mengembalikan keadaan yang
timbul seperti kerusakan dan kerugian yang diderita oleh korban.

Restorative Justice pada prinsipnya merupakan suatu sistem penyelesaian sengketa di luar
peradilan dengan menggunakan cara mediasi atau musyawarah dalam mencapai suatu
keadilan yang diharapkan oleh para pihak yang terlibat dalam hukum pidana tersebut yaitu
pelaku tindak pidana (keluarganya) dan korban tindak pidana (keluarganya) untuk mencari
solusi terbaik yang disetujui dan disepakati para pihak.

Konsep dasar pendekatan restoratif dengan maksud untuk mengembalikan keadaan yang
timbul oleh korban sehingga rasa perasaudaraan antara masing-masing pihak terajut
kembali, telah berlangsung di Indonesia sejak sebelum penjajah kolonial Belanda sampai
dengan masa penjajahan. Hal tersebut dianut hingga sekarang melalui dan terdapat pada
hukum adat.

Pendekatan restoratif di Indonesia melalui hukum adat merupakan nilai-nilai budaya


beragam yang hidup dan dipelihara hingga sekarang ini. Sebagai negara yang beraneka
ragam budaya dan adatnya melalui semboyang Bhineka Tunggal Ika, maka segala perbedaan
tidak perlu dipertetangkan tetapi segala sesuatunya melalui musyawarah. Hukum adat yang
tidak tertulis dianut seyognyanya bisa menjadi rujukan atau sumber hukum nasional.
Pendekatan konsep restoratif memberi pemahaman bahwa sebagai pihak yang mengalami
kerugian atau kerusakan akibat tindak pidana yaitu korban, memiliki hak sepenuhnya untuk
ikut dalam proses penyelesaian sengketa. Proses tersebut bertujuan untuk menciptakan
keadaan seperti semula yang timbul melalui jalur musyawarah untuk mencapai perdamaian.
Dengan demikian konsekwensinya bahwa perbuatan tindak pidana bukan lagi dengan

BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

pendekatan sanksi oleh negara, tetapi perbuatan tindak pidana dapat dipulihkan dengan
pendekatan musyawarah sanksi berupa denda atau lainya.

KESIMPULAN

Penyelesaian perkara pidana melalui hukum adat merupakan proses penyelesaian perkara
diluar peradilan yang terdiri dari dari pertama, sistem mediasi dengan pendekatan konsensus
melalui musyawarah. Kedua, sistem restoratif justice sistem penyelesaian perkara dengan
maksud untuk mengembalikan keadaan yang timbul oleh korban sehingga rasa
perasaudaraan antara masing-masing pihak terajut kembali.

Dari sistem tersebut menghasilkan kesepakatan kesepakatan yang bersifat win-win solution ,
dijamin kerahasiaan sengketa para pihak, dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal
prosedural dan administratif, serta menyelesaikan masalah secara komperhensip dalam
kebersamaan dan tetap menjaga hubungan baik.

B.
Sudah karena pertama, keberadaaan peradilan adat di Gampong dipandang oleh masyarakat
sebagai alternatif awal dan memiliki potensi positif ditengah semakin banyaknya masalah
berupa pelanggaran ringan yang bisa diatasi oleh masyarakat tanpa harus pergi ke aparat
penegak hukum. Adanya peradilan adat tidak hanya meringankan beban tugas pengadilan
dan mengurangi akumulasi kasus, namun juga membantu warga negara mengakses
perlindungan hak mereka.

Kedua, terdapat 2 model penyelesaian sengketa yang lazim diberlakukan masyarakat di


gampong-gampong di Aceh sampai dengan saat ini, model pertama adalah model
penyelesaian sengketa yang sederhana dengan keterlibatan Geuchik yang sangat aktif untuk
menyelesaikan sengketa diantara masyarakat, model kedua adalah pelibatan unsur Tuha
Peut Gampong secara keseluruhan untuk menyelesaikan sengketa dan pola penyelesaiannya
juga dilakukan dengan model menyerupai persidangan formil dan merujuk kepada pedoman
peradilan adat yang diterbitkan oleh Majelis Adat Aceh.

Anda mungkin juga menyukai