Petunjuk
1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.
NIM :042889611
UPBJJ-UT : JAKARTA
1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada
laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal
ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan
aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan
tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik
yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka
B. Norma hukum memiliki aturan pasti sedangkan norma sosial tidak tertulis
atau secara lisan
Sumber : https://guruppkn.com/perbedaan-norma-hukum-dengan-norma-sosi
3. A. kehidupan bermasyarakat tidak hanya diatur oleh hukum akan tetapi harus
berpedoman juga kepada agama,moral,kesopanan dan kaidah sosial
lainnya.Hukum erat hubungannya dengan kaidah sosial.hukum sebagai kaidah
sosial tidak lepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat.Hukum
adat adalah aturan tidak tertulis yang hidup didalam masyarakat adat suatu
daerah dan akan tetap hidup selama masyarakat masih memenuhi hukum
adat yang telah diwariskan kepada mereka dari para nenek moyang sebelum
mereka. Oleh karena itu, Keberadaan hukum adat san kedudukannya dalam
tata hukum nasional tidak dapat dipungkiri walaupun hukum adat tidak
tertulis dan berdasar asas legalitas adalah hukum yang tidak sah.Hukum adat
akan selalu ada dan hidup didalam masyarakat.hukum adalah hukum yang
benar-benar hidup dalam kesadaran hati nurani warga masyarakat yng
tercermin dalam pola-pola tindakan mereka sesuai dengan adat-istiadatnya
dan pola sosial budayanya yang tidak bertentangan dengan kepentingan
sosial.
Komponen ketiga adalah budaya hukum, the legal culture, system-their beliefs,
values, ideas, and expectation. Budaya hukum adalah sikap manusia terhadap
hukum dan sistem hukum, kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya.
Kultur atau budaya hukum berupa sikap tindak masyarakat beserta nilai-nilai
yang dianutnya. Atau dapat juga dikatakan, bahwa budaya hukum adalah
keseluruhan jalinan nilai sosial yang berkaitan dengan hukum beserta sikap
tindak yang mempengaruhi hukum, seperti adanya rasa malu, rasa bersalah
apabila melanggar hukum dan sebagainya.
Sumber :https://www.metrokaltara.com/8788-2/
Setiap RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan naskah akademik, kecuali untuk
RUU anggaran pendapatan dan belanja negara, RUU penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (“Perpu”) menjadi UU, serta RUU
pencabutan UU atau pencabutan Perpu.[3]
RUU dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau Badan
Legislasi.[4]
RUU yang diajukan oleh presiden diajukan dengan surat presiden kepada pimpinan
DPR dan usulannya berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.[5]
Materi muatan RUU yang diajukan oleh DPD serupa dengan yang dapat diajukan
oleh presiden yang telah diterangkan di atas. RUU tersebut beserta naskah
akademiknya diajukan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR.[6]
Pembicaraan tingkat I dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat
Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus.[8]
Kegiatan dalam pembicaraan tingkat I meliputi pengantar musyawarah,
pembahasan daftar inventarisasi masalah, dan penyampaian pendapat mini.[9]
penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD,
dan hasil pembicaraan tingkat I;
pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota DPR secara
lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan
RUU yang telah mendapat persetujuan bersama DPR dengan presiden diserahkan
kepada presiden untuk disahkan menjadi UU dengan dibubuhkan tanda tangan,
ditambahkan kalimat pengesahan, serta diundangkan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.[12]
Sumber :https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt506c3ff06682e/pembuatan-undang-
undang/
C. masyarakat yang tidak setuju dengan adanya RUU karena tidak sejalan atau
bertentangan dengan kehendak masyarakat melakukan unjuk rasa dan menolak
RUU tersebut.