Anda di halaman 1dari 7

PENGANTAR ILMU HUKUM/PTHI

Oleh
Juanto Andhika
030824882
TUGAS III
1. Uraikan apa yang dimaksud dengan perbuatan pidana serta sebutkan unsur-
unsurnya.
2. Sebutkan jenis-jenis hukuman yang dikenal.

JAWABAN

1. A. Perbuatan Pidana
Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang
hukum pidana sering mempergunakan istilah delik. Tindak pidana merupakan
suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum,
sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri
tertentu pada peristiwa hukum pidana. Tindak pidana mempunyai pengertian
yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum
pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan
ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai
sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.
Prof. Moeljatno, SH, yang berpendapat bahwa tindak pidana adalah
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang mana disertai
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar
larangan tersebut.
Prof. DR. Bambang Poernomo, SH, berpendapat bahwa perbuatan pidana
adalah suatu perbuatan yang oleh suatu aturan hukum pidana dilarang dan
diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Tindak pidana merupakan bagian dasar dari pada suatu kesalahan yang
dilakukan terhadap seseorang dalam melakukan suatu kejahatan. Jadi untuk
adanya kesalahan hubungan antara keadaan dengan perbuatannya yang
menimbulkan celaan harus berupa kesengajaan atau kelapaan. Dikatakan
bahwa kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa) adalah bentuk-bentuk
kesalahan sedangkan istilah dari pengertian kesalahan (schuld) yang dapat
menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana adalah karena seseorang
tersebut telah melakukan suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum
sehingga atas perbuatannya tersebut maka dia harus bertanggung jawabkan
segala bentuk tindak pidana yang telah dilakukannya untuk dapat diadili dan
bilamana telah terbukti benar bahwa telah terjadinya suatu tindak pidana yang
telah dilakukan oleh seseorang maka dengan begitu dapat dijatuhi hukuman
pidana sesuai dengan pasal yang mengaturnya.
B. Unsur-unsur Tindak Pidana
Unsur formal meliputi :
 Perbuatan manusia, yaitu perbuatan dalam arti luas, artinya tidak
berbuat yang termasuk perbuatan dan dilakukan oleh manusia.
 Melanggar peraturan pidana. dalam artian bahwa sesuatu akan dihukum
apabila sudah ada peraturan pidana sebelumnya yang telah mengatur
perbuatan tersebut, jadi hakim tidak dapat menuduh suatu kejahatan
yang telah dilakukan dengan suatu peraturan pidana, maka tidak ada
tindak pidana.
 Diancam dengan hukuman, hal ini bermaksud bahwa KUHP mengatur
tentang hukuman yang berbeda berdasarkan tindak pidana yang telah
dilakukan.
 Dilakukan oleh orang yang bersalah, dimana unsur-unsur kesalahan
yaitu harus ada kehendak, keinginan atau kemauan dari orang yang
melakukan tindak pidana serta Orang tersebut berbuat sesuatu dengan
sengaja, mengetahui dan sadar sebelumnya terhadap akibat
perbuatannya. Kesalahan dalam arti sempit dapat diartikan kesalahan
yang disebabkan karena si pembuat kurang memperhatikan akibat yang
tidak dikehendaki oleh undang-undang.
 Pertanggungjawaban yang menentukan bahwa orang yang tidak sehat
ingatannya tidak dapat diminta pertanggungjawabannya. Dasar dari
pertanggungjawaban seseorang terletak dalam keadaan jiwanya.

Unsur material dari tindak pidana bersifat bertentangan dengan hukum, yaitu
harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sehingga perbuatan yang tidak
patut dilakukan. Jadi meskipun perbuatan itu memenuhi rumusan undang-
undang, tetapi apabila tidak bersifat melawan hukum, maka perbuatan itu bukan
merupakan suatu tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana dalam ilmu hukum
pidana dibedakan dalam dua macam, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif.
Unsur objektif adalah unsur yang terdapat di luar diri pelaku tindak pidana. Unsur
ini meliputi :
 Perbuatan atau kelakuan manusia, dimana perbuatan atau kelakuan
manusia itu ada yang aktif (berbuat sesuatu), misal membunuh (Pasal
338 KUHP), menganiaya (Pasal 351 KUHP).
 Akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik. Hal ini terdapat dalam delik
material atau delik yang dirumuskan secara material, misalnya
pembunuhan (Pasal 338 KUHP), penganiayaan (Pasal 351 KUHP), dan
lain-lain.
 Ada unsur melawan hukum. Setiap perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan pidana oleh peraturan perundang-undangan hukum
pidana itu harus bersifat melawan hukum, meskipun unsur ini tidak
dinyatakan dengan tegas dalam perumusan.

Unsur lain yang menentukan sifat tindak pidana


Ada beberapa tindak pidana yang untuk mendapat sifat tindak pidanya itu
memerlukan hal-hal objektif yang menyertainya, seperti penghasutan (Pasal 160
KUHP), melanggar kesusilaan (Pasal 281 KUHP), pengemisan (Pasal 504
KUHP), mabuk (Pasal 561 KUHP). Tindak pidana tersebut harus dilakukan di
muka umum.
 Unsur yang memberatkan tindak pidana. Hal ini terdapat dalam delik-
delik yang dikualifikasikan oleh akibatnya, yaitu karena timbulnya akibat
tertentu, maka ancaman pidana diperberat, contohnya merampas
kemerdekaan seseorang (Pasal 333 KUHP) diancam dengan pidana
penjara paling lama 8 (delapan) tahun, jika perbuatan itu mengakibatkan
luka-luka berat ancaman pidana diperberat lagi menjadi pidana penjara
paling lama 12 (dua belas) tahun.
 Unsur tambahan yang menentukan tindak pidana. Misalnya dengan
sukarela masuk tentara asing, padahal negara itu akan berperang
dengan Indonesia, pelakunya hanya dapat dipidana jika terjadi pecah
perang (Pasal 123 KUHP).

Tindak pidana juga mengenal adanya unsur subjektif, unsur ini meliputi :
 Kesengajaan (dolus), dimana hal ini terdapat di dalam pelanggaran
kesusilaan (Pasal 281 KUHP), perampasan kemerdekaan (Pasal 333
KUHP), pembunuhan (Pasal 338).
 Kealpaan (culpa), dimana hal ini terdapat di dalam perampasan
kemerdekaan (Pasal 334 KUHP), dan menyebabkan kematian (Pasal
359 KUHP), dan lain-lain.
 Niat (voornemen), dimana hal ini terdapat di dalam percobaan atau
poging (Pasal 53 KUHP)
 Maksud (oogmerk), dimana hal ini terdapat dalam pencurian (Pasal 362
KUHP), pemerasan (Pasal 368 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP),
dan lain-lain
 Dengan rencana lebih dahulu (met voorbedachte rade), dimana hal ini
terdapat dalam membuang anak sendiri (Pasal 308 KUHP), membunuh
anak sendiri (Pasal 341 KUHP), membunuh anak sendiri dengan
rencana (Pasal 342 KUHP).

2. Pada dasarnya, di Indonesia secara umum, dikenal sekurang-kurangnya 3 (tiga)


jenis sanksi hukum yaitu Sanksi Hukum Pidana, Sanksi Hukum Perdata, dan
Sanksi Administrasi/Administratif
A. Sanksi Hukum Pidana
Dalam hukum pidana, Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) membagi hukuman dalam dua jenis, yakni hukuman pokok dan
hukuman tambahan:
1. Hukuman pokok terbagi menjadi:
i. Hukuman Mati
Setiap orang memang berhak atas kehidupan,
mempertahankan kehidupan, dan meningkatkan taraf
kehidupannya sebagaimana termaktub dalam Pasal 28A
Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”). Akan tetapi, hak
tersebut dapat dibatasi dengan instrumen undang-undang.
Hukuman mati dijatuhkan pada perkara pidana tertentu, salah
satunya adalah perkara narkotika sebagaimana disebut dalam
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Sedangkan tata cara pelaksanaan hukuman mati diatur
dalam Undang-Undang No. 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan di
Lingkungan Peradilan Umum dan Militer (UU 2/PNPS/1964) yang
antara lain mengatur bahwa pelaksanaan pidana mati yang
dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau
peradilan militer dilakukan dengan ditembak sampai mati.
Penjelasan lebih lanjut mengenai hukuman mati dapat Anda
simak dalam artikel Pelaksanaan Hukuman Mati Kejahatan
Narkotika.
ii. Hukuman Penjara
Pidana penjara adalah pidana pokok yang dapat
dikenakan untuk seumur hidup atau selama waktu tertentu.
Pidana penjara selama waktu tertentu yaitu antara satu hari
hingga dua puluh tahun berturut-turut (Pasal 12 KUHP) serta
dalam masa hukumannya dikenakan kewajiban kerja (Pasal 14
KUHP). Pidana penjara dikenakan kepada orang yang
melakukan tindak pidana kejahatan.
iii. Hukuman Kurungan
Hukuman penjara maupun kurungan, keduanya adalah
bentuk pemidanaan dengan menahan kebebasan seseorang
karena melakukan suatu tindak pidana sebagaimana dijelaskan
dalam Pasal 22 KUHP. Pidana kurungan dikenakan kepada
orang yang melakukan tindak pidana pelanggaran (lihat buku
ketiga KUHP tentang Pelanggaran), atau sebagai pengganti
pidana denda yang tidak bisa dibayarkan [Pasal 30 ayat (2)
KUHP].
iv. Hukuman Denda
Hukuman denda dikenakan terhadap pelanggaran yang
diatur dalam undang-undang. Berdasarkan Pasal 30 ayat (2)
KUHP, jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana
kurungan.
v. Hukuman Tutupan
Pidana tutupan merupakan salah satu bentuk pidana
pokok yang diatur dalam Pasal 10 KUHP. Penambahan pidana
tutupan ini didasarkan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 1946 tentang Hukuman Tutupan (UU 20/1946).
2. Hukuman tambahan terbagi menjadi:
a. pencabutan beberapa hak yang tertentu;
b. perampasan barang yang tertentu;
c. pengumuman keputusan hakim.
Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 misalnya, diatur juga mengenai hukuman tambahan lainnya
selain dari 3 bentuk tersebut, seperti: pembayaran uang pengganti yang
besarnya sama dengan harta benda yang dikorupsi, penutupan
perusahaan, dan sebagainya. Pada prinsipnya memang pidana
tambahan tidak dapat dijatuhkan secara berdiri sendiri tanpa pidana
pokok oleh karena sifatnya hanyalah merupakan tambahan.

B. Sanksi Hukum Perdata


Dalam hukum perdata, bentuk hukumannya dapat berupa:
1. Kewajiban untuk memenuhi prestasi (kewajiban);
2. Hilangnya suatu keadaan hukum, yang diikuti dengan terciptanya suatu
keadaan hukum baru.
Dalam praktiknya, hakim yang mengadili dan memutus perkara perdata
juga dapat menghukum pihak yang berperkara berupa:
1. Pembayaran ganti rugi materiil;
2. Pembayaran ganti rugi immateriil.
Dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebut bahwa
tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang
(pihak) lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu
mengganti kerugian tersebut.

C. Sanksi Administrasi/Administratif
Sanksi administrasi/administratif adalah sanksi yang dikenakan
terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan undang-undang yang
bersifat administratif. Pada umumnya sanksi administrasi/administratif berupa:
1. Denda;
2. Pembekuan hingga pencabutan sertifikat dan/atau izin;
3. Penghentian sementara pelayanan administrasi hingga
pengurangan jatah produksi;
4. Tindakan administratif.

D. Hukuman Cambuk dalam Qanun Aceh


Qanun Aceh adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan
daerah provinsi yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan
masyarakat Aceh. Demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 21 Undang-
Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (“UU 11/2006”). Salah
satu hukuman yang dikenal diatur dalam Qanun Aceh adalah hukuman cambuk
yang dapat dilihat dalam Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor
13 Tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian).
Adanya UU 11/2006 memang memberikan kewenangan yang luar biasa
kepada pemerintahan aceh untuk membentuk qanun. UU 11/2006 ini juga yang
menjadi landasan sehingga di dalam Qanun, bisa dibuat adanya hukum pidana
baru, hukum acara pidana baru, serta Mahkamah Syariah.

E. Gijzeling (Paksa Badan)


Gijzeling atau paksa badan diartikan sebagai penyanderaan.
Berdasarkan Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana diubah dengan Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa,
penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung
pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.
Pemerintah dapat menerapkan gijzeling pada fiskus berkategori
tertentu. Berdasarkan UU tersebut, pemerintah bisa memaksa wajib pajak
dengan menerbitkan surat seketika dan sekaligus, atau surat paksa dan surat
perintah penyitaan, termasuk surat perintah penyanderaan. Pasal 33 ayat
(1)UU 19/1997 menyebutkan, penyanderaan dapat dilakukan terhadap
penanggung pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya seratus
juta rupiah dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi pajak.

Referensi:
 BMP ISIP4130 – Pengantar Ilmu Hukum/PTHI
 https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt54890ad57c011/hukum
an-hukuman-yang-dikenal-di-indonesia
 http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-tindak-pidana-dan-
unsur.html
 http://artonang.blogspot.com/2014/12/pengertian-tindak-pidana-unsur-
unsur.html

Anda mungkin juga menyukai