Anda di halaman 1dari 5

NAMA : AGATHA MENTARI PANGESTUTI

NIM : 041727377
UPBJJ : 45/YOGYAKARTA

TUGAS 3

1. Jelaskan bentuk sistem hukum di dunia, persamaan dan perbedaannya. 


A. SISTEM HUKUM EROPA KONTINENTAL
1) Pemahaman Tentang Sistem Hukum Eropa Kontinental
Sistem hukum Eropa Kontinental, yang terjemahan harfiahnya adalah sistem hukum sipil,
berkembang atau dianut di Negara Eropa Daratan seperti Jerman, Belanda, Perancis, Italia, Amerika
Latin, Jepang, Thailand dan Indonesia. Sistem hukum Eropa Kontinental ini mengutamakan hukum
tertulis, yaitu peraturan-perundang-undangan sebagai dasar utama sistem hukumya, sehingga sistem
hukum ini disebut juga sistem hukum kodifikasi (codified law). Kodifikasi hukumnya merupakan
kumpulan dari pelbagai kaedah hukum yang ada sebelum masa Yustinianus yang disebut corpus juris
civilis. Dalam perkembangannya, prinsip-prinsip hukum yang terdapat pada corpus juris civilis itu
dijadikan dasar dalam perumusan dan kodifikasi hukum di Eropa daratan. Oleh karena itu, menurut
Romli Atmasasmita, di Negara Eropa daratan suatu undang-undang dianggap sebagai mesin
pembaruan, bukan hanya suatu pencatatan ulang, dan yang menjadi dasar prinsip utama sistem
hukum ini adalah hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan berupa peraturan yang
berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematis, lengkap, dan tuntas dalam kodifikasi.
Sistematis, karena dalam suatu sistem hukum di antara bagiannya yang berupa aturan hukum ini,
tidak boleh ada pertentangan satu sama lain. Lengkap dan tuntas, karena demi kepastian hukum, di
luar kodifikasi itu tidak diakui adanya aturan hukum. Dengan demikian, hakim tidak bebas dalam
menciptakan hukum baru, karena hakim hanya menerapkan dan menafsirkan peraturan yang ada
berdasarkan wewenang yang ada padanya. Putusan hakim tidak mengikat umum, tetapi hanya
mengikat para pihak yang berperkara saja. Jadi, sumber hukum utama dalam sistem hukum
kontinental adalah undang-undang. Pandangan ini menurut Sudarto bertumpu pada anggapan :
Hukum itu berasal dari kehendak mereka yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam Negara, ialah
berasal dari kehendak dari pembentuk undang-undang. Penciptaan hukum di luar pembentukan
undang-undang tidak diakui. Kalau dalam kenyataan ada hukum kebiasaan yang berlaku di samping
undang-undang, maka berlakunya hukum kebiasaan ini didasarkan pada kehendak dari pembentuk
undang-undang, yang dinyatakan secara tegas-tegas atau secara diam-diam. Dalam sistem hukum
Eropa Kontinental, hukum digolongkan menjadi dua bagian utama, yaitu hukum publik dan hukum
privat. Hukum publik mencakup peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang
penguasa/Negara serta hubungan antara masyarakat dan Negara. Yang masuk golongan hukum
publik di antaranya adalah hukum tata Negara, hukum administrasi Negara, hukum pidana. Adapun
hukum privat mencakup peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antar individu dalam
memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Yang termasuk dalam hukum privat, yaitu hukum sipil
(hukum perdata) dan hukum dagang. Keberlakuan sistem hukum Eropa Kontinental di Indonesia
karena berdasarkan kepada asas konkordansi, dimana Indonesia pernah dijajah oleh Belanda,
sehingga hukum Belanda secara otomatis dianut oleh Indonesia setelah merdeka. Namun karena
dinamika kehidupan sosial politik masyarakat yang terus berkembang, sistem hukum Indonesia
mengalami pula perkembangan dengan tidak sepenuhnya terikat pada sistem hukum Eropa
Kontinental. Beberapa komponen sistem hukum Anglo Saxon (Common Law system) diadopsi ke
dalam sistem hukum Indonesia, baik pada subsistem peraturan maupun pada subsistem peradilan.
2) Sistem Peradilan Eropa Kontinental
Dalam sistem peradilan Eropa Kontinental, hakim di dalam melaksanakan tugasnya terikat oleh
undang-undang (hukum tertulis). Oleh karena itu, kepastian hukumnya terjamin dengan melalui
bentuk dan sifat tertulisnya undang-undang. Hakim tidak terikat terhadap putusan hakim sebelumnya,
maksudnya hakim-hakim lain boleh mengikuti putusan hakim sebelumnya pada perkara yang sama,
tetapi bukan suatu keharusan yang mengikat. Hal ini di Indonesia dapat dilihat dalam Pasal 1917
KUH Perdata yang berbunyi :
Kekuatan sesuatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak tidaklah lebih luas
daripada sekadar mengenai soal putusannya. Untuk dapat memajukan kekuatan itu, perlulah bahwa
soal yang dituntut adalah sama; bahwa tuntutan didasarkan atas alas an yang sama; lagi pula
dimajukan oleh dan terhadap pihak-pihak yang sama di dalam hubungannya yang sama pula.
Berdasarkan ketentuan di atas, jelaslah bahwa putusan pengadilan itu hanya mengikat para pihak dan
tidak mengikat hakim lain. Kemudian sistem peradilan Eropa Kontinental tidak mengenai sistem juri.
Tugas dan tanggungjawab hakim tersebut adalah memeriksa langsung materi perkaranya,
menentukan bersalah tidaknya terdakwa atau pihak yang berperkara, dan selanjutnya menerapkan
hukumnya. Hakim di sini bernalar denggan menggunakan metode penalaran deduktif, yaitu bernalar
dari hal-hal yang bersifat umum, kemudian menarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus. Dengan
demikian, hakim bernalar dari ketentuan yang umum untuk diterapkan pada kasus in-konkreto yang
sedang diadili.

Metode sumsumtie menurut Marwan Mas :

Suatu upaya memasukkan peristiwa ke dalam peraturannya yang banyak dilakukan dalam perkara
pidana. Suatu peristiwa hukum dicarikan rumusan peraturan perundang-undangan yang dilanggar
laksana mencocokkan sepatu dengan kaki pemakainya. Namun metode sumsumtie agak sulit
diterapkan oleh hakim di Indonesia pada perkara perdata, akibat masih banyak peraturan hukum
perdata yang tidak tertulis.

B. SISTEM HUKUM ANGLO SAXON (COMMON LAW SYSTEM)


1) Pemahaman Tentang Sistem Hukum Anglo Saxon
Adapun sistem hukum Anglo Saxon ini berkembang dari Inggris menyebar ke Negara-negara
Amerika Serikat, Canada, Amerika Utara, dan Australia. Dalam sistem hukum ini sumber utamanya
adalah putusan hakim/pengadilan atau yurisprudensi. Putusan hakim mewujudkan kepastian hukum,
melalui putusan hakim itu prinsip dan kaedah hukum dibentuk dan mengikat umum.
Selain keputusan hakim, juga kebiasaan dan peraturan tertulis yang berbentuk undang-undang dan
peraturan administrasi Negara diakui juga, sebab pada prinsipnya terbentuknya kebiasaan dan
peraturan tertulis itu bersumber dari putusan pengadilan. Namun demikian, putusan
hakim/pengadilan, kebiasaan, dan peraturan hukum tertulis itu tidak tersusun secara sistematis,
lengkap dan tuntas dalam kodifikasi seperti yang terjadi dalam sistem hukum Eropa Kontinental.
Dalam sistem hukum Anglo Saxon ini, hakim mempunyai peranan besar dalam menciptakan kaedah
hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakat. Hakim juga mempunyai wewenang yang sangat
luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru
yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk memutuskan perkara yang sejenis.
Oleh karena itu J.B. Daliyo menegaskan : Hakim terikat pada prinsip hukum dalam putusan
pengadilan yang sudah ada daru perkara-perkara sejenis (asas doctrine of precedent). Namun bila
dalam putusan pengadilan terdahulu tidak ditemukan prinsip hukum yang dicari, hakim berdasarkan
prinsip keadilan, kebenaran dan akal sehat dapat memutuskan perkara dengan menggunakan metode
penafsiran hukum. Melihat kenyataan bahwa banyak prinsip hukum yang timbul dan berkembang
dari putusan hakim untuk suatu perkara atau kasus yang dihadapi, maka sistem hukum Anglo Saxon
disebut juga case law. Sistem hukum ini dalam pembagian hukumnya juga terdiri atas hukum publik
dan hukum privat. Hukum publik menurut sistem hukum ini pengertiannya hampir sama dengan
pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Eropa Kontinental. Adapun hukum privat menurut
sistem hukum Anglo Saxon lebih ditujukan kepada kaedah hukum tentang hak milik (law of
property), hukum tentang orang (law of persons), hukum perjanjian (law of contract) dan hukum
tentang perbuatan melawan hukum (law of torts) yang tersebar di dalam peraturan tertulis, putusan
hakim, dan kebiasaan.
2) Sistem Peradilan Anglo Saxon
Pada sistem pengadilan Anglo Saxon (Common Law), sistem peradilannya menganut sistem juri di
mana hakim bertindak sebagai pejabat yang memeriksa dan memutuskan hukumnya, sementara juri
memeriksa peristiwa atau kasusnya kemudian menetapkan bersalah atau tidaknya terdakwa atau
pihak-pihak yang berperkara.
Dalam sistem peradilan Common Law ini hakim diikat oleh asas precedent (asas stare decisis)
atau the binding force of precedent, berarti putusan hakim terdahulu mengikat hakim-hakim lain
untuk mengikutinya pada perkara yang sama. Hakim dalam melakukan penalaran dengan
menggunakan metode induktif, yaitu cara bernalar dari hal-hal yang khusus, kemudian menarik suatu
kesimpulan yang bersifat umum. Dalam hal ini hakim mendasarkan putusannya pada kasus in-
konkrito (aturan khusus) yang berlaku khusus kemudian dijadikan aturan umum yang akan berlaku
sebagai precedent bagi hakim lainnya pada perkara yang sama.
Kemudian Curzon L.B. menjelaskan :
Esensi dari asas the binding of precedent bagi hakim, mengakibatkan hakim akan mampu lebih cepat
mengambil putusan dan menerapkan suatu aturan hukumnya yang layak bagi putusannya. Asas ini
merupakan kewajiban primer bagi hakim, yaitu kewajiban tradisional hakim untuk memberikan
keadilan bagi pihak-pihak yang berperkara dengan mencarikan aturan hukum yang relevan
melalui binding precedent.
Hakim dalam sistem peradilan Common Law dalam menilai fakta kasus dengan menggunakan
metode analogi, yang membandingkan antara peristiwa yang sama, atau mempersamakan suatu
peristiwa yang sejenis atau sama. Preseden ini berbentuk sebagai suatu lembaga, terdiri atas sebagian
besar hukum yang tidak tertulis (unstatutery law = unwritten law = ius nonscriptum) melalui putusan
hakim.

PERBEDAAN DAN PERSAMAAN SISTEM HUKUM EROPA KONTINENTAL DAN ANGLO SAXON
Jika dianalisis uraian di atas, antara sistem hukum Eropa Kontinental dengan sistem hukum Anglo Saxon
terdapat perbedaan yang mendasar, yaitu sebagai berikut.

1. Pada sistem hukum Eropa Kontinental dasarnya didominasi oleh hukum tertulis (peraturan perundang-
undangan) sebagai sumber hukumnya. Adapun pada sistem hukum Anglo Saxon pada umumnya didominasi
oleh hukum tidak tertulis (asas stare decisis) melalui putusan hakim/yurisprudensi sebagai hukumnya.
2. Pada sistem hukum Eropa Kontinental terdapat pemisahan yang secara jelas dan tegas antara hukum
publik dan hukum privat, sedangkan pada sistem hukum Anglo Saxon, tidak ada pemisahan secara jelas dan
tegas antara hukum publik dengan hukum privat.

Di samping perbedaan kedua sistem hukum di atas, ada juga persamaannya, yaitu kedua-duanya tetap mengenal
adanya pemisahan kekuasaan dari semua lembaga Negara, sebagaimana dimaksud dalam teori pemisahan
kekuasaan. Kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan tersendiri terpisah dari kekuasaan eksekutif dan legislatif.

Sedangkan dalam hal sistem peradilan, antara sistem peradilan Eropa Kontinental dan Anglo Saxon, dapat
dilihat perbedaan yang prinsipiil, yaitu sebagai berikut.

1. Pada sistem peradilan Eropa Kontinental tidak menggunakan juri, sehingga tanggungjawab hakim adalah
memeriksa kasus, menentukan kesalahan, dan menerapkan hukumnya serta menjatuhkan putusannya. Adapun
pada sistem peradilan Anglo Saxon menggunakan juri yang memeriksa fakta kasusnya, kemudian menetapkan
kesalahan, dan hakim hanya menerapkan hukum kemudian menjatuhkan putusan.
2. Pada sistem peradilan Eropa Kontinental di mana hakim tidak terikat atau tidak wajib mengikuti putusan
hakim sebelumnya dalam perkara yang sama. Adapun pada sistem peradilan Anglo Saxon di mana hakim
terikat pada putusan hakim sebelumnya dalam perkara yang sama dengan melalui asas  the binding force of
precedent.
3. Pada sistem peradilan Eropa Kontinental dalam perkara perdata saja yang melihat adanya dua pihak yang
bertentangan, yaitu penggugat dan tergugat dan pada perkara pidana keberadaan terdakwa bukan sebagai
pihak penentang. Adapun pada sistem peradilan Anglo Saxon menganut pula asas adversary system, yaitu
memandang bahwa di dalam pemeriksaan peradilan selalu ada dua pihak yang saling bertentangan baik dalam
perkara perdata maupun dalam perkara pidana.

C. Sistem Hukum Sosialis

• Sistem hukum sosialis berasal dari hukum Uni Soviet yang dikembangkan sejak 1917, dimana pada
tahun ini terjadi Revolusi Oktober yang mengakhiri pemerintahan kerajaan Rusia. Hukum ini
mengalami penyebaran melalui politik demokrasi rakyat ke Negara-negara di Eropa dan Asia. Pokok
sistem hukum sosialis adalah hukum yang dijiwai ajaran Marxis-Lenimisme yang dianut oleh para
pakar hukum di Uni Soviet serta ajaran meterialisme dan teori evolusi dimana dikatakan bahwa
materi merupakan satu-satunya benda nyata di dunia ini.

• R. Sardjono mengemukakan bahwa hukum di Negara sosialis dimaksudkan untuk membangun


masyarakat baru, untuk menunjang terjadinya masyarakat baru sesuai dengan ajaran Marxisme yang
fundamental berlainan dengan keadaan sebelumnya dimana faktor ekonomi merupakan faktor utama
dan faktor penentu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam arti bahwa segala sesuatunya
harus tunduk kehendak penguasa yang bertugas memimpin transformasi dari susunan masyarakat
lama kearah terciptanya masyarakat baru yang dijiwai oleh ajaran komunis yang mengutamakan asas
kolektivitas dalam bentuknya yang mutlak. Akibatnya hubungan individu menjadi berkurang sebab
semuanya menjadi publik. Yang diutamakan adalah kepentingan umum dan kepentingan Negara.

• Dalam hukum sosialis, hukum merupakan suatu alat untuk menekan kelas tertindas yaitu kepentingan
dan ketidakadilan. Hukum yang adil berarti menyerukan suatu ideologi. Fungsi hukum sosialis bukan
untuk mengekspresikan konsep keadilan tertentu, tetapi mengorganisasi kekuatan-kekuatan ekonomi
bangsa dan mentransformasikan tingkah laku dan sikap warga Negara. Dengan demikian Negara-
negara yang menganut sistem hukum sosialis ini hanya mengenal konsep hukum publik sedangkan
hukum privat tidak ada.

D. Sistem Hukum Adat

• Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan
negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan-
peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran
hukum masyarakatnya. Peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat
memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Penegak hukum adat adalah pemuka adat
sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat
untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera.

• Hukum adat di Indonesia terdiri dari berbagai macam hukum adat, menurut Puchta, murid von
Savigny hukum adat yang semacam ini tidak dapat dijadikan hukum secara nasional hanya sebagai
keyakinan bagi masyarakatnya masing-masing, nilai-nilainya juga tidak dapat dimasukkan di dalam
sistem hukum nasional, kecuali hukum adat yang di miliki, diyakini dan diamalkan secara terus
menerus oleh bangsa atau masyarakat nasional dapat dijadikan hukum secara nasional setelah melalui
proses pengesahan di lembaga legislatif dan atau eksekutif, dan nilai-nilainya dapat dimasukkan ke
dalam sistem hukum nasional

2. Sistem hukum manakah yang berlaku di Indonesia, jelaskan


Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat.
Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada hukum Eropa, khususnya
dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan
Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia
menganut Islam, maka dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan,
kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam
perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari
masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

SUMBER : MODUL PENGANTAR ILMU HUKUM ISIP4130

Anda mungkin juga menyukai