KULIAH TUGAS 2
Terdapat perbedaan dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sebelum dan
sesudah amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Sebelum Amandemen,
Presiden diangkat serta diberhentikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) sementara setelah amandemen, Presiden diusulkan oleh partai politik dan
dipilih secara langsung oleh rakyat. Perbedaan lainnya, Sebelum amandemen
tidak ada batasan bagi Presiden untuk dipilih kembali bahkan tidak memiliki
batasan dalam menjabat sehingga bias menjabat seumur hidup. Sementara setelah
amandemen, Presiden hanya bisa menjabat sebanyak 2 periode.
Sebelum amandemen, Presiden memiliki hak prerogatif yang sangat besar karena
memegang semua kekuasaan atas kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, serta
kekuasaan yudikatif. Setelah amandemen, terdapat pembagian kekuasaan dimana
Presiden memegang kekuasaan eksekutif yang mana memiliki tugas menjadi
kepala pemerintahan serta kepala Negara. Kemudian Kekuasaan Legislatif dan
kekuasaan Yudikatif diserahkan kepada lembaga Negara yang lainnya .
Sebelum amandemen, Pasal 7 UUD 1945 berisi bahwa presiden dan wakilnya
memiliki masa jabatan selama lima tahun. Apabila telah selesai, dapat dipilih
kembali tanpa ada batasan berapa kali periode diperbolehkan menjabat. Bunyi
teks asli sebelum ada revisi seperti ini: Pasal 7 Presiden dan Wakil Presiden
memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih
kembali.
Pasal 7 kembali mengalami perubahan dalam amandemen ketiga pada 2001. Ada
tambahan isi dalam Pasal 7 yang termuat melalui Pasal 7A, 7 B, dan 7C.
Sementara untuk Pasal 7 yang utama, isinya masih seperti pada amandemen
pertama dan tidak direvisi. Di Pasal 7A disebutkan bahwa Presiden dan Wakil
Presiden dapat diberhentikan MPR atas usul DPR jika melakukan pelanggaran
tertentu. Sementara itu, pada Pasal 7B dijelaskan tentang tata cara eksekusi usulan
pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden oleh DPR, yang nantinya melibatkan
Mahkamah Konstitusi. Terakhir, Pasal 7C menegaskan, Presiden tidak memiliki
kewenangan untuk membubarkan DPR.
Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR selaku pemegang
kekuasaan negara tertinggi. Pemberhentian tersebut tidak serta merta bisa
dilakukan oleh MPR, tetapi melalui sebuah mekanisme yang ditentukan secara
implisit di dalam UUD 1945.
Lembaga DPR yang menjadi bagian dari MPR memiliki fungsi yang sangat
menentukan dalam pemberhentian Presiden tersebut. DPR memiliki fungsi
pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahan. Apabila DPR
menganggap bahwa Presiden telah melakukan pelanggaran terhadap haluan
negara yang ditetapkan oleh UUD 1945 atau oleh MPR, maka DPR dapat
mengusulkan kepada MPR untuk mengadakan Sidang Istimewa meminta
pertanggungjawaban kepada Presiden. Keberadaan DPR dalam menggunakan
kewenangannya untuk mengontrol dan mengawasi jalannya pemerintahan tersebut
merupakan bagian dari mekanisme check and balances antara Presiden dan DPR.
Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan
terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk
memeriksa, mengadili dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaan hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya,
atau perbuatan tercela dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
2. Urgensi pengaturan periodisasi masa jabatan Presiden dan wakil presiden di Indonesia
masa periode jabatan presiden diindonesia adalah 5 tahun dengan maksimum 2 periode
masa jabatan
Para pihak dalam kasus ini adalah Badan Hukum yang berasal dari negara yang berbeda,
yaitu:
Penggugat adalah Sunsun Machinery Co. Pte. Ltd. Badan Hukum yang didirikan dan
dibentuk berdasarkan hukum Vietnam dan berkedudukan di Kota Hanoi mengekspor
mesin kapal ke Indonesia.
Tergugat adalah PT. Bola Balaship, Badan Hukum yang didirikan dan dibentuk
berdasarkan hukum Indonesia
Dalam perjanjian jual beli ini ternyata Tergugat melakukan wanprestasi (tidak memenuhi
prestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata) berupa kewajiban untuk
pembayaran atas pembelian barang (mesin pabrik dan spareparts). Dengan demikian
dapat dikualisifikasikan bahwa perkara ini masuk dalam lingkup hukum perdata
internasional.
Mengingat bahwa perkara sebagaimana tersebut di atas termasuk dalam lingkup hukum
perdata internasional, maka Titik Taut Primer merupakan aspek hukum yang perlu
ditelaah lebih lanjut. Titik Taut Primer adalah fakta-fakta dalam perkara atau peristiwa
hukum, yang menunjukkan bahwa peristiwa tersebut mengandung unsur-unsur asing,
sehingga peristiwa hukum yang dihadapi dapat disebut atau digolongkan sebagai
peristiwa hukum yang termasuk dalam ruang lingkup hukum perdata internasional.
Titik Taut Sekunder yang dominan untuk menunjuk ke arah lex cause tersebut. Dalam
menentukan lex cause, maka bila perkara dikualifikasikan sebagai perkara tentang:
(1) status benda, maka lex causenya adalah hukum dari tempat di mana benda
terletak/berada (lex situs). Dalam perkembangan hukum perdata internasional, asas ini
hanya cocok untuk benda tidak bergerak (immovables), sedangkan untuk benda-benda
bergerak digunakan asas lain yaitu asas mobilia sequntuur personam. Berdasarkan asas
ini maka hukum yang mengatur adalah hukum dari tempat pemilik benda bergerak
tersebut;
(2) Status orang, maka lex cause yang harus digunakan adalah hukum dari tempat di
mana orang atau subjek hukum itu berkediaman tetap (lex domicili) atau
berkewarganegaraan (lex patriae);
(3) status badan hukum, maka lex cause yang harus digunakan ukurannya tidak
ditentukan oleh domisili, melainkan berdasarkan lokasi badan hukum yang bersangkutan;
(4) status perbuatan-perbuatan hukum, maka lex cause yang harus digunakan adalah
hukum dari tempat di mana perbuatan itu dijalankan (lex loci actus).
3. 1. Asas kepastian hukum merupakan suatu asas yang menurut Gustav Radbruch
termasuk ke dalam nilai dasar hukum. Asas ini pada pokoknya mengharapkan dan
mewajibkan hukum dibuat secara pasti dalam bentuk yang tertulis.
2. Asas kecermatan dimaksudkan sebagai asas yang mengandung arti bahwa suatu
Keputusan dan/atau Tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang
lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan Keputusan dan/atau
Tindakan sehingga Keputusan dan/atau Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan
matang.
Asas kecermatannya