Anda di halaman 1dari 5

Soal

1. Kasus Baiq Nuril (BN)


Baiq Nuril merupakan mantan tenaga honorer di SMAN 7 Mataram. Ketika masih
bertugas di SMAN tersebut Baiq Nuril sering mendapatkan perlakuan pelecehan dari M
yang merupakan Kepala Sekolah SMA tersebut. BN ditelepon oleh M yang kemudian
menceritakan pengalamannya berhubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istrinya.
Merasa tidak nyaman dengan hal tersebut dan untuk membuktikan bahwa dirinya tidak
terlibat hubungan gelap seperti yang dibicarakan orang sekitarnya, BN merekam
pembicaraannya. Bukan atas kehendaknya, kemudian rekaman tersebut menyebar, sehingga
M melaporkannya dengan tuduhan pelanggaran Pasal 27 ayat (1) UU ITE.
Pada Putusan Pengadilan Negeri Mataram No 265/Pid.Sus/2017/ PN. Mtr, BN
dinyatakan bebas karena tidak terbukti memenuhi unsur “tanpa hak mendistribusikan atau
mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen
elektronik yang bermuatan pelanggaran kesusilaan.” Sebab, bukan BN yang melakukan
penyebaran konten tersebut, melainkan pihak lain. Atas putusan tersebut Jaksa Penuntut
Umum mengajukan kasasi.
Petikan Putusan Kasasi dengan Nomor 574K/Pid.Sus/2018 menyatakan BN dan
Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6
(enam) bulan dan pidana denda sejumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan
ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan
selama 3 (tiga) bulan”
Salah satu pertimbangan putusan MA atas kasus BN bahwa Penjatuhan pidana dalam
perkara a quo diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi Terdakwa pada khususnya
maupun masyarakat Indonesia pada umumnya agar dapat lebih berhati-hati dalam
memanfaatkan dan menggunakan media elektronik, terlebih lagi yang menyangkut data
pribadi seseorang ataupun pembicaraan antar personal, dimana pemanfaatan dan
penggunaannya harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.
(Sumber : https://news.detik.com/berita/d-4614866/membaca-lagi-pertimbangan-ma-
memenjarakanbaiq-nuril-selama-6-bulan).
Pertanyaan:
Mengacu pada pertimbangan putusan MA yang disebutkan di atas, Berikan pendapat
saudara dikaitkan dengan fungsi hukum law as a tool of social engineering!
Jawab:
Hukum berfungsi sebagai alat untuk mengubah masyarakat sebagaimana yang disebut
oleh Roscoe Pound a tool of social engineering. Perubahan masyarakat memang diperlukan
dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan, perubahan yang mengikuti perkembangan
zaman dan teknologi. Dalam menghadapi perkembangan zaman, hukum berperan penting
kdalam rangka menciptakan ketertiban dan keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat.
Penggunaan hukum sebagai alat rekayasa sosial dimaksudkan agar perubahan-perubahan
yang terjadi dalam masyarakat dapat dikontrol agar dapat berjalan dengan tertib dan teratur.
Peran hukum sebagai sarana rekayasa sosial tidak bisa beryalan di Indonesia karena
dalam perspektif pemerintah, hukum masih dilihat sekedar sebagai peraturan atau
ketentuan-ketentuan yang merupakan produk dari lembaga legislasi.Hukum dibuat untuk
mendukung tugas pemerintah untuk melaksanakan pembangunan. Melalui perspektif ini,
maka penyusunan aturan hukum tidak berbasis pada nilai-nilai masyarakat plural.
Pembuatan aturan hukum hanya berdasarkan perspektif deduktif (logika deduktif) berbasis
tradisi sistem hukum civil law. Hukum sebagai sarana rekayasa sosial akan dapat dijalankan
apabila pembuatan aturan hukum memperhatikan hukum adat yang tumbuh di masyarakat.
Pemerintah harus memberikan ruang untuk berkembangnya hukum adat dan menjadikannya
sebagai bagian dari sistem hukum nasional dan menjadi nilai yang mendasari penyusunan
hukum nasional.

2. Sejumlah mahasiswa dan masyarakat adat Toraja membentangkan spanduk dan bendera saat
menggelar aksi di depan gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Selasa, 28 Juli 2020. Mereka
mengenakan pakaian adat dan sebagian lainnya berkostum hitam tanda berkabung dan
protes keras atas putusan MA yang berimplikasi akan dirampasnya tanah adat Lapangan
Gembira dan SMA Negeri 2 Rantepao, Toraja Utara oleh pihak dari luar masyarakat adat
Toraja.
Sumber : https://foto.tempo.co/read/82165/kasus-sengketa-tanah-adat-mahasiswa-dan-
masyarakattoraja-geruduk-ma#foto-2

Meskipun Undang-undang Dasar 1945 telah menegaskan keberadaan masyarakat


hukum adat. Dalam Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 sebagai hasil amandemen kedua
menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia, yang diatur
dalam undang-undang. Namun, masih terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak
masyarakat hukum adat oleh negara, terutama hak ulayat, seperti contoh kasus di atas.
Pertanyaan:
1) Mengapa masih terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat hukum
adat oleh negara, terutama hak ulayat, meskipun telah ada ketentuan Pasal 18B ayat (2)
UUD 1945 yang memberikan jaminan hak konstitusional masyarakat hukum adat ?
Silakan dianalisis kelemahan dari ketentuan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945!
Jawab:
Merujuk pada pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dimana menyebutkan "Negara
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang- undang" yang
berarti bahwa negara mengakui keberadaan hukum adat serta konstitusional haknya
dalam system hukum Indonesia.
Polemik yang sering timbul adalah dalam hal pengakuan hak ulayat atau
kepemilikan hak atas tanah. Hak ulayat yaitu hak penguasaan atas tanah masyarakat
hukum adat yang dalam ketentuan peraturan perundang-undangan diakui oleh negara
dimana dalam teorinya hak ulayat dapat mengembang (menguat) dan mengempis
(melemah) sama juga halnya dengan hak- hak perorangan dan ini pula yang merupakan
sifat istimewa hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum adat, "semakin kuat
kedudukan hak ulayat maka hak milik atas tanah itu semakin mengempis tetapi apabila
semakin kuat hak milik itu maka keberadaan hak ulayat itu akan berakhir". Dengan telah
diakuinya hak-hak kesatuan masyarakat hukum adat tetapi mengapa masih banyak
permasalahan itu terjadi di daerah-daerah Indonesia. Banyak penggunaan tanah ulayat
yang berakhir sengketa karena tidak sesuai dengan seharusnya.

2) Kaitkan tanggapan anda bahwa pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat hukum adat
oleh negara tidak terlepas dari pengaruh politik hukum masa kolonial yang dicantumkan
dalam Algemene Bepalingen, Reglemen Regering dan lndische Staatregeling
Jawab:
Istilah Hukum Adat bukanlah rangkai-an istilah hukum dan istilah adat melainkan
sebagai terjemahan dari buatan orang Belanda yang disebut “ADAT RECHT”. Istilah
Adat Recht ini pertama kali dikemukakan oleh Snouck Horgronje yang merumuskan
Hukum Adat sebagai “ Adat Die Recht Gevolgen Herbeb” yang artinya Adat yang
mempunyai sanksi hukum. Jadi perkataan Hukum mengandung pengertian bahwa
apabila dilanggar maka akan timbul sanksi, sedangkan perkataan ‘adat’ merupakan
kebiasaan. Sedangkan dikalangan rakyat biasa “ The Man of The Street” sejak zaman
Hindia Belanda dulu bahkan sebelumnya tidak dike-nal istilah Hukum Adat dan Adat
Recht, yang dimengerti adalah istilah hukum dan adat. Apabila ditanyakan kepadanya,
bagaimana adatnya di daerah ia tentang perkawinan, maka akan diterangkan rentetan
upacara-upacara dalam peresmian suatu perkawinan. Misalnya (di Jawa Tengah) upacara
menginjak telur, membersihkan kaki, duduk bersama mempelai laki-laki dan perempuan
dan seterusnya. Begitu pula halnya ditanyakan adatnya suatu daerah dalam memotong
padi, dalam hal ini diterangkan upacara-upacara memotong padi, misalnya sesaji-sesaji
atau kenduri yang diadakan penduduk dan upacara-upacara setelah memotong padi,
misalnya mengadakan tari-tarian yang dijalankan muda-mudi di desa yang bersangkutan.
Dan pada waktu itu belum dikenal istilah Hukum Adat yang merupakan terjemahan dari
Adat Recht sehingga pemerintah Belanda dalam penyebutan resmi di dalam peraturan
perundang-undangan yang dikeluarkannya selalu menyebutkannya dengan istilah-istilah
seperti tersebut diatas. Sedangkan istilah Adat Recht itu dalam peraturan perundang-
undangan Belanda baru muncul pada tahun 1929 yaitu dalam : Indische Staatsregeling
(I.S) pasal 134 ayat (2) mulai berlaku tahun 1929” Sejak itu pada tahun 1929 Pemerintah
Belanda memulai istilah Hukum Adat atau Adat Recht dengan resmi di dalam peraturan
perundang-undangan yang di-keluarkannya.

3. (1) A (pria) menikah dengan B (wanita) pada tahun 2000 dan telah dikaruniai seorang anak
laki-laki (D) dan dua orang anak perempuan (E dan F). Pada tahun 2020, A meninggal dunia,
istrinya yaitu B telah meninggal dunia terlebih dahulu pada tahun 2015. Pada saat A
meninggal dunia, Bapak (X) dan Ibu (Y) dari A masih hidup.
Tentukan:
a. Siapa yang menjadi ahli waris dari A.
b. Besarnya bagian warisan dari masing-masing ahli waris.
Jawab:
a. Yang menjadi ahli waris dari A yaitu seluruh anak anaknya, yaitu D, E, F
b. Besarnya bagian warisan dari masing masing ahli waris yaitu sama rata
(2) A menikah dengan B dan memiliki 1 orang anak laki-laki (C) yang menikah dengan D.
D masih memiliki seorang ibu yang bernama Z. Dari pernikahan C dan D diperoleh 3 orang
anak yaitu E (anak laki-laki), F dan G (anak perempuan).
Pertanyaan:
a. Pada saat A meninggal dunia, tentukan siapa saja yang dapat menjadi ahli waris dari A!
b. Tentukan siapa yang bukan menjadi ahli waris A dan berikan alasan atas jawaban anda!
Jawab:’
a. Yang menjadi ahli waris dari A yaitu C karena C merupakan satu satunya anak yang
dimiliki oleh A.
b. Yang bukan ahli waris dari A yaitu D, dan Z karena mereka bukan merupakan keluarga
kandung dari A

Referensi:
Darmodiharjo, Darji dan Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1995.
Irma Devita Purnamasari. Kiat-Kiat Cerdas, Mudah dan Bijak Memahami Masalah hukum
Waris. (Bandung: Penerbit Kaifa), 2012.
Lily, Rasjidi, Filsafat Hukum: Apakah Hukum /tu?' CV. Remadja Karya, Bandung, 1988.

Anda mungkin juga menyukai