Anda di halaman 1dari 3

TUGAS 3 MATA KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA

UNIVERSITAS TERBUKA

Nama : Ahmad Sarkawi

NIM / TM : 042352973 / 2020.2

Jurusan : S-1 Ilmu Komunikasi

Fakultas : Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Soal dan Pembahasan

Hakim tunggal sidang praperadilan kasus Komjen Budi Gunawan terhadap KPK, Senin
(16/2), memutuskan bahwa penetapan Budi sebagai tersangka kasus korupsi oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum. Terhadap putusan
tersebut, banyak pihak yang mengomentari bahwa Hakim telah melampaui kewenangannya
dalam memutus perkara praperadilan tersebut.

Pertanyaan :

Silakan dianalisis dan kemukakan pendapat anda :

1. Mengapa dikatakan bahwa Hakim tersebut telah melampaui kewenangannya dalam


memutus perkara praperadilan tersebut.? Silakan ditanggapi dengan menggunakan
ketentuan Pasal 77 KUHAP !
2. Bagaimana jika putusan tersebut ditetapkan pasca adanya Putusan MK Nomor
21/PUU-XII/2014 Tentang Pengujian Undang-Undang (UU) 8/1981 tentang Kitab
Hukum Acara Pidana (KUHAP) ?

Jawaban :

1. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP yang menjadi objek


praperadilan adalah: “Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan
memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini
tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan
atau penghentian penuntutan, ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang
yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Hakim tersebut telah melampaui kewenangannya dalam memutus perkara
praperadilan karena tidak sesuai dengan dengan ketentuan yang diatur dalam
undang-undang ini tentang bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan
pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
2. Keputusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2014 merupakan
kemajuan dalam hukum acara pidana yang semakin melindungi hak asasi
manusia. Hal ini sejalan dengan tujuan diundangkannya Kitab Undang undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan lembaga praperadilan yang melindungi
hak asasi manusia dalam hal ini hak asasi tersangka/terdakwa, utamanya hak
atas kebebasan (right to liberty) dan hak-hak yang merupakan turunan dari hak
kebebasan. Bahwa hak asasi tersangka dalam lembaga praperadilan tidak
dapat dilepaskan dari pemuatan prinsip-prinsip hukum (the principle of law)
yang dianut oleh KUHAP yang tiada lain bertujuan untuk menjamin
penegakan hukum dan hak asasi manusia yang telah digariskan baik dalam
landasan konstitusional/UUD 1945 maupun dalam Undang Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Ahli hukum pidana Prof. DR.Andi
Hamzah, SH berpendapat bahwa keputusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014
tanggal 28 April 2014 sudah melanggar asas/prinsip legalitas, dimana
seharusnya hanya yang tertera di dalam KUHAP saja yang sah yang diatur
sebagai obyek praperadilan. Mengacu pada asas legalitas, maka tidak
dimasukkannya penetapan tersangka dalam obyek praperadilan adalah
merupakan wewenang pembentuk undang-undang/legislatif untuk
merevisinya. Tidak dimasukkannya ketentuan tersebut tidak serta merta
menjadikan pasal 77 KUHAP bertentangan dengan konstitusi/UUD 1945;
Walaupun sudah ada ketentuan perundang-undangan yang menjadi
landasan/petunjuk hakim dalam memutus gugatan praperadilan yang berkaitan
dengan penetapan tersangka dalam bentuk putusan MK Nomor
21/PUU-XII/2014 tentang Penetapan Tersangka Sebagai Obyek Praperadilan,
namun pada kenyataannya tidak serta merta hakim merujuk pada putusan MK
tersebut. Hakim tetap menggunakan keyakinan hakim yang difasilitasi
undang-undang yang merujuk/berpedoman kepada Undang-Undang No. 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, disamping 2 (dua) alat bukti yang
ada. Undang-undang membolehkan hakim dengan keyakinannya melakukan
penemuan hukum (rechtvinding) selama pokok gugatan praperadilan belum
diatur; dan menurut hakim, KUHAP belum mengatur penetapan tersangka
sebagai obyek praperadilan. Seiring semakin meningkatnya permohonan
praperadilan atas penetapan tersangka yang berdasarkan ketentuan pasal 77
KUHAP bukan merupakan obyek praperadilan, tetapi berdasarkan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2014
tentang Penetapan Tersangka Sebagai Obyek Praperadilan, masuk ranah
obyek praperadilan maka diperlukan kearifan untuk menetapkan acuan yang
dijadikan dasar hukum diterima atau ditolaknya permohonan praperadilan atas
penetapan tersangka ini dengan tetap memperhatikan batasan-batasan
mengenai praperadilan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku dan perkembangan dinamika masyarakat.
Berkaitan dengan pelaksanaan prosedur penyidikan oleh penyidik
secara cermat, obyektif dan bertanggungjawab sesuai ketentuan perundang-
undangan yang berlaku/KUHAP sebagaimana diuraikan di atas, penyidik
Kejaksaan RI berpedoman pada petunjuk teknis (juknis) Surat Edaran Jaksa
Agung RI Nomor: SE-021/A/JA/09/2015 tanggal 2 September 2015 tentang
Sikap Jaksa Menghadapi Praperadilan Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi.
Bahwa untuk mengantisipasi permohonan gugatan praperadilan oleh tersangka
dan penasihat hukum tersangka, maka penyidik agar mengutamakan dan wajib
mempercepat proses penyidikan perkara pokok sampai dengan berkas perkara
dilimpahkan dan mendapatkan penetapan hari sidang sebelum permohonan
praperadilan diputus oleh hakim praperadilan. Dengan telah dilimpahkannya
perkara pokok dan mendapat penetapan hari sidang maka permintaan
praperadilan menjadi gugur. (Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP).

Sumber Referensi :

https://www.kejaksaan.go.id/unit_kejaksaan.php?idu=28&idsu=35&id=4185

Anda mungkin juga menyukai