Anda di halaman 1dari 8

Soal 1

ESSAY
SENIMAN DAN KEKUATAN IMAJINASINYA

Seniman adalah istilah subyektif yang merujuk kepada seseorang yang kreatif, inovatif,
atau mahir dalam bidang seni. Penggunaan yang paling kerap adalah untuk menyebut orang-
orang yang menciptakan karya seni, seperti lukisan, patung, seni peran, seni tari, sastra, film
dan musik. Seniman menggunakan imajinasi dan bakatnya untuk menciptakan karya dengan
nilai estetik. Ahli sejarah seni dan kritikus seni mendefinisikan seniman sebagai seseorang yang
menghasilkan seni dalam batas-batas yang diakui.
seni sarat dengan imajinasi. Imajinasi inilah kekuatan atas pengetahuan teknologi
informasi yang dapat dilakukan masa lalu masa kini bahkan masa depan. Kekuatan imajinasi
digunakan untuk menyederhanakan, membuat model, menjabarkan bahkan mendetailkan
semua bs dilakukan. Seni sebagai jembatan peradaban dan solusi atas berbagai kebuntuan
kehidupan merupakan sesuatu yg solusi atau setidaknya jalan tengah untuk win win solution.
Seni dalam gerak, kata, nada suara, rupa yg dpt diperformancekan dimana saja untuk apa saja.
Dari kritik hingga humor yg menghibur dapat diwadahi dalam seni. Membangkitkan minat seni
dan melahirkan seniman seniman berkualitas diperlukan adanya literasi seni.
Kinteks literasi seni dalam hal ini adalah untuk merubah mind set. Membangkitkan untuk
memahami, menghayati, mampu mentransformasikan dalam karya. Seni tanpa imajinasi mati
atau bukan seni itu sebatas memindahkan sesuatu atau fenomena dalam media seni. Seni
membutuhkan kemampuan dalam bidang simbol dan pemaknaan. Menunjukkan atau mengurai
makna di balik suatu fenomena. Memberikan pesan moral hingga etika atas hidup dan
kehidupan. Memberikan pencerahan hingga menghibur atau membuat solusi bagi jiwa atau
setidaknya dalam hati.
Seni memerlukan kepiawaian membangun atau menunjukkan sesuatu yg ikonik dari yg
realis hingga abstrak. Dapat berupa karikatural hingga yg kartunal. Walaupun seni seringkali
dilakukan di alam bawah sadar atau melepas belenggu ataupun memerdekakan namun passion
atas seni sbg produk tetap akan menunjukkan benang merahnya yaitu kemanusiaan dan
peradaban. Seni dan senimannya akan saling berkaitan menjadi refleksi atas peradaban dan
political will. Tatkala dalam kondisi sehat maka seni dan senimannya akan kuat. Demikian
sebaliknya tatkala lemah seni dan senimannya berkutat bukan pd peradaban tetapi sebatas
saling serang dan mengurusi hal hal yg jauh dr peradaban yg berarti jauh dari smart. Art refleksi
smart merupakan suatu tanda bahwa manusia senantiasa berpikir untuk menunjukkan
eksistensinya. Untuk terus bertahan dan bahkan tumbuh dan berkembang.
Pada saat ini, berbagai macam jenis seni, baik itu seni pertunjukan maupun seni rupa
banyak muncul di ranah publik. Terlebih lagi pasca pandemi Covid-19, seperti saluran air yang
jebol dari bendungannya. Lebih dari dua tahun para seniman harus menahan diri untuk
berekskresi. Manakala keran tersebut sudah dibuka, ekspresi mereka dapat terlampiaskan
dengan maksimal.
Namun, apabila diamati dengan jeli, warna seni yang ditampilkan dalam proses
perjalanan waktu, masih banyak karya yang belum menunjukkan karya inovasi. Mereka masih
terus melanjutkan karya seni terdahulu, hanya dipoles di berbagai elemen, agar tidak
menunjukkan kesamaan dengan karya seni yang sudah diciptakan sebelumnya. Sebagai contoh,
untuk seni pertunjukan tradisional, belum memunculkan karya inovasi. Seperti Topeng Ireng,
Grasak, Kuda Kepang, Kobro Siswo, wayang, sendratari, ketoprak, dan sebagainya. Karya-
karyanya belum menggigit dan menyita perhatian publik. Karya yang disajikan hampir sama
dengan yang pernah ditampilkan sebelumnya. Demikian juga untuk seni pertunjukan lain
termasuk seni rupa.
Menyikapi hal tersebut, kiranya perlu dikembangkan potensi imajinasi yang dimiliki oleh
masing-masing individu sebagai penciptanya. Pada dasarnya implikasi imajinasi adalah format
gambaran atau ide sehingga memunculkan konsep pengetahuan. Imajinasi dapat dikonotasikan
sebagai proses untuk membangun kembali persepsi dari sesuatu objek atau mengkolaborasikan
daya cipta atau khayalan.
William Blake, pelukis dan penyair abad ke-19 dari Inggris berasumsi, bahwa imajinasi
membawa ranah manusia ke pembebasan jati diri dan keselamatan sejati. Bukan sekadar
menciptakan karya seni, imajinasi juga memiliki potensi menciptakan berbagai konsep
pembangunan dan pengembangan suatu bangsa. Kemampuan manusia untuk
mengkolaborasikan imajinasi adalah hal yang sangat penting, karena hal tersebut merupakan
hasil dari segala kesadaran manusia terhadap realitas kehidupan.
Imajinasi dapat mengerucut sebagai hasil abstraksi terhadap segala data yang diterima
dalam pengalaman hidup. Resultan dari proses integrasi antara emosi dan kognitif yang lalu
terwujud berupa citra atau simbol. Adapun ranah imajinasi yang tertuang dalam karya seni
merupakan kiat yang membawa manusia untuk melakukan proses penciptaan dengan segala
tekniknya. Dapat diyakini, semua aspek seni hadir dalam setiap aspek penciptaan, mulai kiat-
kiat manusia dalam mempertahankan kehidupannya hingga terobosan dalam bidang sains dan
teknologi, termasuk dampak-dampak yang menyertainya.
Pada dasarnya kekuatan imajinasi yang dimiliki masing-masing pribadi baik sebagai
seniman atau pribadi, akan dapat berkelanjutan bila diikuti aksi nyata untuk membuahkan suatu
karya. Imajinasi tanpa aksi nyata ibaratnya hanya suatu obsesi atau halusinasi saja. Oleh karena
itu, imajinasi perlu diikuti dengan suatu kiat untuk melakukan proses kreatif. Dalam aspek seni
tari, kekuatan imajinasi akan membuahkan rangsang ide untuk melakukan eksplorasi,
menyusun kinestetik (gerak tari), komposisi tari, pengolahan musik, pola lantai, sampai
menghasilkan suatu bentuk karya tari, baik karya tari dramatik (bercerita) maupun non
dramatik (tanpa cerita).
Contoh konkretnya, bila koreografer ingin menggarap tari bertemakan relief Candi
Borobudur Romansa Manohara, yaitu kisah cinta antara Pangeran Sudhana dengan Putri
Manohara. Tentunya koreografer harus melakukan eksplorasi, melihat dan mempelajari detail
reliefnya. Kisah Romansa Manohara tersebut dapat diamati mulai dari panel 1-20 yang terletak
di lantai satu, arah timur selatan pada dinding dalam deret bawah.
Adapun tindakan eksplorasi tersebut merupakan hasil dari pengolahan ranah imajinasi
koreografer. Apabila ranah imajinasi koreografer tidak terbangun, karya yang disajikan akan
monoton, layaknya naskah tekstual saja. Oleh karena itu, proses kreatif para seniman perlu
diimbangi dengan kekuatan imajinasi agar karya yang dihasilkan dapat memiliki jiwa, bukan
hanya sekadar keindahan estetika saja, namun mengandung nafas spiritual yang menunjukkan
ciri spesifik dari karya yang dihasilkan.

Referensi :
Feldman, Edmund Burke. (1967). Art As Image and Idea (Terjemahan Sp Gustami). New
Jersey: Prentice-Hall Inc.
Hidayat, Medhy Aginta. (2012). Menggugat Modernisme: Mengenali Rentang Pemikiran
Postmodern Jean Baudrillard. Yogyakarta: Jalasutra.
Sarte, Jean-Paul. (2016). Psikologi Imajinasi. Yogyakarta: Penerbit Narasi dan Pustaka
Promethea
Sucitra, I Gede Arya. (2013). Pengetahuan Bahan Lukisan, Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta
Tedjoworo, H. (2009). Imaji dan Imajinasi: Suatu Telaah Filsafat Postmodern. Yogyakarta:
Kanisius.
Soal 2

Karya yang dipilih :

Author : Lucy Wang

Alasan saya memilih karya ini adalah karena pameran karya ini menggambarkan Seruan untuk
kesadaran dan tindakan lingkungan telah diberi suara baru dalam instalasi seni yang memukau
secara visual. pameran seni temporer ini membenamkan para tamu dalam perjalanan multi-
indrawi yang menyoroti masalah-masalah ekologis yang mendesak dengan karya seni yang
hidup yang dirancang dengan bahan-bahan yang dapat digunakan kembali dan dapat digunakan
kembali
Soal UTS Mind Map
Mind Mapping Hirerarki gereja
Soal UTS Refleksi
Gereja
Gereja telah ada sejak jaman rasul-rasul mendapatkan perintah dari Tuhan untuk
menyebarkan kabar sukacita dan menjadikan semua bangsa sebagai muridNya. Gereja mula-
mula saat itu merupakan sekumpulan orang percaya yang bersekutu untuk beribadah kepada
Tuhan. Dengan adanya perkembangan gereja yang semakin luas pada setiap jamannya, maka
kemudian gereja dibagi kedalam wilayah-wilayah dan tempat yang tetap untuk beribadah, dari
hal itu kemudian berkembanglah pengertian akan sebuah gereja, berbagai pengertian dan
pemaknaan tersebut sebenarnya menuju kepada esensi yang sama secara non fisik mengenai
arti gereja tersebut. Dalam perkembangannya, secara fisik orang mengenal gereja sebagai
sebuah bangunan tempat umat Kristiani berkumpul untuk beribadah. Sebenarnya bangunan
Dewan Kardinal
Kongregasi- Kongregasi
Vikjen, Sekret, Ekonom, Dewan Pastoral, Komisi, Dewan Imam, Dewan Penasehat
PASTOR PAROKI
Pastor Pembantu, Diakon, DPP

gereja tersebut merupakan representasi makna dari gereja sebagai jemaat yang
dinaunginya. Tetapi kemudian pada perkembangan selanjutnya gereja hanya dianggap sebagai
sebuah bangunan saja, dan hanya sedikit orang yang mengetahui makna dan arti dari gereja
yang sebenarnya.
Gereja yang sudah ada sejak berabad-abad lamanya telah memiliki banyak sekali
perkembangan, dari hal tersebut maka sangatlah mungkin terjadi pergeseran-pergeseran
makna, tata cara bahkan esensi gereja itu sendiri. Dari perjalanan perkembangan gereja tersebut
didapat beberapa pergeseran makna yang sebenarnya bukan merupakan makna yang
sesungguhnya dari gereja, tetapi hal ini telah ada dan mengakar pada masyarakat diseluruh
dunia bahkan kemudian lebih dikenal sebagai arti sebenarnya mengenai gereja.
Gereja sebagai Kerajaan menunjukkan sifat pemerintahan dalam gereja, pemerintahan
gereja itu bersifat monarkhi absolut maksudnya hanya ada satu raja yaitu Kristus (Matius
28:28). Seperti pada suatu sistem kerajaan yang didalamnya terdapat raja, rakyat, hukum,
teritori, hukuman bagi yang melanggar dan berkat bagi yang taat, begitulah gereja digambarkan
secara rohani. Bentuk suatu kerajaan didasarkan pada tatanan hirarki dengan raja sebagai
hirarki tertinggi, sehingga dalam Gereja posisi Tuhan adalah raja, yang ditinggikan oleh rakyat
(umatnya).
Gereja secara keseluruhan adalah membawa umat manusia untuk berkumpul bersama
sebagai keluarga Allah1 . Seperti selayaknya sebuah keluarga, disini gereja digambarkan
memiliki keterkaitan hubungan antar anggotanya seperti hubungan satu sama lain dalam
keluarga sebagai saudara. Dengan baptisan air dan roh yang seturut dengan Firman Allah
(Yohanes 3:3) jemaat dilahirkan dengan pemberitaan injil yang menjadikan setiap jemaat
merupakan satu keluarga. Gereja disebut keluarga Allah, menunjukkan hubungan yang tidak
terpisahkan satu sama lain, tidak merasa asing antara satu dengan yang lain. Dalam keluarga,
anggota merasa terbebas dari tekanan, dan memiliki ikatan yang kuat.
Salah satu makna Gereja yang mengubah hidup saya yaitu saat saya masih berumur 15
tahun saya sudah aktif di Gereja dan turut mengikuti kegiatan-kegiatan seperti seminar dan
melakukan pelayanan juga saat hari ibadah berlangsung. Saat itu hidup saya seperti anak kecil
yang hanya merasakan kegembiraan dan hati yang senang. Pada dasarnya saya memang sangat
menyukai menari dan bernyanyi, disisi lain jadwal latihan sangat padat sehingga kadang
berbenturan dengan jadwal sekolah saya tetapi saya terus taat akan pelayanan yang sudah
dijadwalkan meski saya tergolong masih muda. Saya pun ditetapkan menjadi ketua penugas
LCD, singer dll tetapi peran utama saya adalah penari Tamborine, acara besar seperti Natal dan
Paskah pun saya pasti tampil sampai kepada gereja-gereja di luar kota. Tetapi seiring
berjalannya waktu, bertambah usia juga saya jadi merasa sibuk akan dunia sendiri dan tidak
seaktif dahulu. Saya pun pindah ke gereja punya saudara saya karena mengikut keluarga,
disitu saya mulai dari 0, tidak ada tanggung jawab apa-apa hanya sebatas jemaat biasa, karena
kesibukan sekolah yang mulai serius sampai pada kuliah. Hidup saya memang berjalan terus
tetapi ada perubahan yang saya pikir mulai saya sadari, hidup saya kosong dan hampa
walaupun selalu ke Gereja setiap hari Minggu saja. Sangat berbeda ketika saya dulu sangat
aktif di Gereja bisa setiap hari ke Gereja untuk latihan dan kegiatan Gereja lainnya. Sekarang
saya menyadari arti dari Gereja yaitu bukan sekedar untuk beribadah lalu pulang, tetapi
kedekatan dengan Tuhan dan kesanggupan talenta yang kita miliki untuk kita persembahkan
pada Tuhan, karena kita tidak bisa dapat membalas kasih Tuhan yang luar biasa. Sekarang saat
saya sudah mengerti apa arti dari Gereja ,saya pun mulai mengajar Tamborine di Gereja
saudara saya, bagaimanapun caranya saya harus mengusahakan yang terbaik sama seperti di
Gereja lama yang saya dulu aktif. Saya harus memulai dan mencari berkat Tuhan lewat
panggilannya untuk mengajar Tamborine.
Terimakasih.

Referensi:
John Powell, SJ, Visi Kristiani – Kebenaran yang Memerdekakan Kita, Kanisius, Yogyakarta,
1997, hal. 192.
Laksmi Kusuma Wardani, Simbolisme Liturgi Ekaristi Dalam Gereja Katolik – Sebuah
Konsepsi dan Aplikasi Simbol, Dimensi Interior, Vol.4, No.1, Juni 2006, hal. 18.

Anda mungkin juga menyukai