Anda di halaman 1dari 6

SENI INSTALASI

Seni instalasi (installation = pemasangan) adalah seni yang memasang, menyatukan, dan
mengkontruksi sejumlah benda yang dianggap bisa merujuk pada suatu konteks kesadaran
makna tertentu. Biasanya makna dalam persoalan-persoalan sosial-politik dan hal lain yang
bersifat kontemporer diangkat dalam konsep seni instalasi ini.
Seni instalasi dalam konteks visual merupakan perupaan yang menyajikan visual tiga
dimensional yang memperhitungkan elemen-elemen ruang, waktu, suara, pooja.
PERKEMBANGAN kesenian dengan berbagai ragam bentuk kreasinya, memang
selalu tak berimbang dengan tingkat apresiasi masyarakatnya. Terlebih lagi dalam
perkembangan kesenian di luar seni-seni tradisional, yang memang telah menjadi bentuk
baku dan telah lama.
Paling tidak, dalam masyarakat Indonesia kebanyakan, apa yang disebut dengan seni modern,
atau yang kini banyak diistilahkan dengan seni kontemporer, tetaplah merupakan sesuatu
yang asing. Alih-alih menyebutnya sebagai karya seni yang menerbitkan rasa keindahan, tak
jarang karya seni itu justru mendatangkan rasa bingung. Pada bagian mana indahnya?
Banyak pendekatan yang tersedia untuk melihat persoalan jarak antara apresiasi masyarakat
dan perkembangan karya seni. Dari mulai sosiologi seni, antropologi budaya, sejarah seni,
teori kesenian hingga kaitannya dengan politik kebudayaan negara. Persoalan apresiasi seni
masyarakat adalah persoalan yang menjadi "lingkaran setan" dalam perkembangan kesenian
di Indonesia. Persoalan yang akhirnya turut mempengaruhi makna keberadaan karya seni dan
para seniman di tengah masyarakatnya.
Seni Instalasi
Demikian pula dengan seni instalasi. Seperti juga happening art atau performance art,
instalasi adalah sebuah bentuk karya seni yang lebih banyak membuat masyarakat
kebanyakan merasa bingung ketimbang mampu menikmatinya, lebih lagi mengapresiasi dan
mendapatkan suatu makna di dalamnya.
Seni instalasi kerap dipahami tak lebih dari sekadar pemandangan benda-benda yang
dipajang dengan cara yang ganjil. Dari mulai ranjang bayi yang diberi rantai, mesin jahit
yang berputar dengan jarum yang patah, hingga botol-botol kecil yang berisikan cairan dan
ditulisi "sperma" serta di baringkan di atas tanah yang penuh dengan pecahan kaca.
Mungkin dengan cepat kita berpikir, kalau hanya bikin kayak begitu semua orang juga bisa!
Dengan kata lain, kita akan lebih mudah menikmati keindahan sebuah patung dan relief, atau
pesan semangat dari sebuah monumen ketimbang berhadapan dengan sebuah karya instalasi

yang hanya membuat kening berkerut. Jangankan melihat bentuknya sebagai sebuah karya
seni, mendengar namanya pun orang lebih banyak menghubungkannya dengan PLN!
Seperti artian harfiahnya (asal kata installation = pemasangan), seni instalasi memang
merupakan seni yang memasang, menyatukan, dan mengkontruksi sejumlah benda yang
diangkap bisa merujuk pada suatu konteks kesadaran makna tertentu. Biasanya makna dalam
persoalan-persoalan sosial-politik.
Seni instalasi dalam konteks fenomena perkembangan kesenian, merujuk pada perkembangan
seni rupa kontemporer yang tumbuh di negara-negara Barat sejak sekira periode 1970-an,
meski gejala itu telah muncul pada pertengahan tahun 1960-an. Seni instalasi dalam sejumlah
hal senantiasa dihubungkan dengan perkembangan filsafat dan teori pemikiran post-modern.
Sebuah teori pemikiran yang merupakan perlawanan atau sikap kritis terhadap modernisme
yang dianggap terlalu memuja ilmu pengetahuan dan sains, universalisme, serta mengabaikan
lokalitas dan kemajemukan.
Modernisme yang memitoskan rasio dianggap telah menjurumuskan umat manusia pada dua
perang dunia yang menyesangsarakan.
Post-modern sebagai filsafat pemikiran akhirnya banyak mempengaruhi berbagai
perkembangan kebudayaan, termasuk seni rupa. Dengan formalisme yang menjadi
puncaknya --yang melulu hanya memikirkan pencarian bentuk-bentuk keindahan seperti pada
gaya lukisan abstrak-- sehingga seni dipahami sebagai sesuatu yang otonom dan universal,
lepas dari hubungannya dengan agama, tradisi, dan sosial-politik; modernisme dianggap telah
menjauhkan seni dengan konteks realitas masyarakatnya.
Di lain pihak, modernisme telah menyebabkan seni menjadi terkotak-kotak, seperti seni lukis,
seni patung, seni grafis. Dan inilah yang lalu ditolak oleh seni-seni post-modern. Pencarian
bentuk yang indah dan identifikasi-identifikasi seni tidak lagi menjadi perhatian. Bagi seniseni post-modern, soalnya sekarang adalah bagaimana merepresentasikan seluruh gagasan
dan mengkomunikasikannya pada publik.
Maka, seni-seni post-modern pun melabrak seluruh konvensi-konvensi seni modern. Dalam
seni rupa, melukis bukan harus selalu di atas kanvas, melainkan juga bisa di atas aspal,
bahkan kenyataan itu sendiri adalah kanvas yang bisa dilukisi. Demikian dengan seni patung
yang melulu harus menggunakan bahan tanah liat, tapi juga tubuh si seniman itu sendiri.
Dengan kata lain, seni post-modern telah melenyapkan batas antara seni lukis, keramik,
patung, grafis, bahkan batasan antara seni rupa, musik, sastra, tari, dan teater, Seni bagi
mereka telah menjadi keseluruhan yang sifatnya total.
Perkembangan di Indonesia

Banyak pendapat yang menyebut bahwa seni instalasi adalah bagian yang tak terpisahkan
dari seni post-modern. Gejala kemunculan seni instalasi mulai dikenal di Indonesia paling
tidak sejak munculnya apa yang disebut dengan Gerakan Seni Rupa Baru pada tahun 19751979, yang bertujuan meruntuhkan definisi seni rupa yang terkungkung oleh seni patung,
lukis dan seni grafis, serta anti elitisme, seperti tampak karya-karya mereka, termasuk dalam
bentuk seni instalasi.
Perdebatan para seniman tentang seni post-modern dan seni instalasi mulai muncul pada
tahun 1993-1994. Diawali dari perdebatan tentang apakah seni instalasi identik dengan seni
rupa post-modern atau bukan, keberadaan seni instalasi lebih jauh kemudian dipertanyakan.
Namun lepas dari itu maraknya seni instalasi dalam praktik-praktik kesenian di berbagai kota,
menjadi soal tersendiri dalam hubungannya dengan apresiasi masyarakat. Terlebih tak jarang
karya-karya itu dipamerkan di ruang-ruang publik.
Apakah seni instalasi itu sebenarnya? Apakah setiap orang bisa membuat seni instalasi?
Kedua pertanyaan itu memerlukan penjelasan yang lebih panjang. Namun yang jelas, seni
instalasi tidaklah cukup hanya sekadar dilihat dari pajangan bentuknya. Sebab, ia menyimpan
wacana pemaknaan, hubungannya dengan suatu konteks, termasuk dengan konteks biografi si
seniman itu sendiri.
Secara bentuk, setiap orang mungkin bisa membuatnya, tapi belum tentu ketika dilakukan
pembacaan pada wacana pemaknaan, konteks dan hubungan benda-benda itu dengan biografi
dirinya.
"Seni instalasi tidak bisa kita cari dalam budaya dan seni tradisional masyarakat Indonesia,
karena ia berasal dari paradigma dan teks budaya yang berbeda, yakni masyarakat postkolonial di Barat ," ujar kritikus seni Aminudin Th.Siregar.
Nah, kalau begitu, rasanya cukup jelas, mengapa seni instalasi sulit diapresiasi oleh
masyarakat awam. Tapi sebagai sebuah karya seni, ia bukan berarti lalu harus ditolak.
Seni Instalasi (Instalation) berkembang sejak tahun 1970an. terutama di Amerika Serikat dan
Eropa para penggiatnya diantaranya adalah Joseph Beuys (German) Daniel Buren (Perancis),
Hans Haacke, Robert Irwin dan Judy Pfaff. Seni instalasi juga tumbuh di Indonesia dan mulamula muncul pada saat gerakan seni rupa baru yang muncul pada 1975. saat itu, ada
keinginan dari para pemuda, seperti Fx Harsono, Hardi B Muni Ardi, Nyoman Warta dan Jim
Supangkat untuk menampilkan karya yang tidak lagi tersekat. pada masa kini seni instalsi
digiatkan oleh para perupa seperti heri Dono, Tisna Sanjaya , dadang kristanto, krisna murti,
Kandur manik dan Teguh Ostenrik. Trisna Sanjaya Melalui Seni Instalasinya yang berjudul

pohon tidak tumbuh tergesa menanam seribu pohon mahoni dibandung dan solo sebagai
bentuk daya kritisnya selaku perupa atas kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak
pada kelestarian lingkungan.

Tokoh-Tokoh
Tokoh :
pooja
Vito Acconci
Gustavo Aguerre
Artur Barrio
Sylvie Blanger
Maurice Benayoun
Guillaume Bijl
Christian Boltanski
Christoph Bchel
Stefano Cagol
Janet Cardiff
Marco Casagrande
The Chapman Brothers
Bruce Charlesworth
Judy Chicago
Christo and Jeanne-Claude
Anne Cleary
Denis Connolly
Mark Divo
Pascal Dombis
John Duncan (artist)
Leif Elggren
Olafur Eliasson
Shahram Entekhabi
Ingrid Falk
John Fekner
James Robert Ford
Ignazio Fresu
Bernhard Gal
Valery Grancher
Ann Hamilton
Mona Hatoum
Carl Michael von Hausswolff
Gottfried Helnwein
Robert Irwin
Mark Jenkins
Ilya Kabakov
Kazuo Katase
Jonathon Keats

Mike Kelley
Ed Kienholz
Meeli Kiva
Barbara Kruger
Janis Kounellis
Wolfgang Laib
Matthieu Laurette
Lennie Lee
Richard Long
Mary Lucier
David Mach
John K. Melvin
Annette Messager
Youri Messen-Jaschin
Orlando Mohorovic
Cornelia Parker
Judy Pfaff
Liz Phillips
Arne Quinze
Maria Reidelbach
Rene Rietmeyer
Ken Rinaldo
Don Ritter
David Rokeby
Sandy Skoglund
Patrice Stellest
Nathaniel Stern
Sarah Sze
Massimo Taccon
Yoko Terauchi
James Turrell
Camille Utterback
Bill Viola
Banks Violette
Matej Andraz Vogrincic
Zbigniew Wsiel
Elisabeth Wierzbicka Wela
Krzysztof Wodiczko
Muhammad Arif Maimun (Cumun)
Wardy

Anda mungkin juga menyukai