Anda di halaman 1dari 13

Ideologi Seni Rupa Indonesia Era 1990-an

Pada Karya Tisna Sanjaya


Anggiat Tornado, H. Dadang Suganda, Setiawan Sabana, H. Reiza D. Dienaputra
Universitas Padjadjaran Bandung
Jl. Raya Bandung Sumedang Km. 21, Jatinangor 45363

ABSTRACT

The 1990s was the spirit of the New Art Movement undeniable as the embryo of the development
of art in the 1990s. Fine art combining all the art that developed (sculpture, painting and printma-
king and performance art) by some of the artists who eventually become aesthetic choice. This re-
search used emic and etic, semiotic and hermeneutic approach. The research result describes Tisna
Sanjaya ideology in the process of creative work tends to raise the issue in this case social critic.Tisna
Sanjaya more knows from the source which was appointed to be the theme of his work. Installation
art and performace art are an art form that is recognized by Tisna that can communicate directly
with the people who were subjected to his art. Tisna Sanjaya as an artist who has the inclination and
ideology, art as follows: a) Awareness of the problems though art can not reply on the matter then
and there, because art takes time to find the answer. b) Representation of the things that happen to be
reported continuously up through artpeople can catch from the issues that are and have happened.

Keywords: Ideology, Art in The 1990’s, Tisna Sanjaya

ABSTRAK

Era 1990-an adalah semangat Gerakan Seni Rupa Baru yang tak dapat dipungkiri sebagai embrio
dari perkembangan seni rupa 1990-an. Seni rupa yang memadukan seluruh seni yang berkembangh
(antara seni patung, seni lukis dan seni grafis dan performance art) berkembang dan mendapat tem-
pat oleh beberapa seniman yang akhirnya menjadi pilihan estetikanya. Penelitian ini menggunakan
pendekatan hermeneutik, semiotik dan etik dan emik.
Hasil penelitian memaparkan ideology Tisna Sanjaya dalam proses kerja kreatifnya cenderung
mengangkat persoalan kritik sosial.. Tisna Sanjaya sebagai seniman yang memiliki kecenderungan
dan memiliki ideologi, seni sebagai berikut: a) Penyadaran terhadap persoalan walaupun seni tidak
dapat menjawab dari persoalan tersebut saat itu juga , karena seni membutuhkan waktu untuk me-
nemukan jawabannya. b) Representasi dari hal yang terjadi yang harus dikabarkan terus menerus
hingga lewat seni orang dapat menangkap dari persoalan yang sedang dan pernah terjadi.

Kata kunci: Ideologi, Seni Era 1990-an, Tisna Sanjaya

PENDAHULUAN liki dua pilihan apa tetap berada pada


status quo, atau sebagai pelopor dari peru-
Setiap zaman selalu melahirkan seni- bahan itu. Pada era perubahan Orde Lama
man-seniman yang kritis terhadap zaman- ke Orde Baru seniman terbelah menjadi
nya. Pada masa perubahan seniman memi- dua antara pro pemerintah Soekarno mau
Panggung Vol. 24 No. 2, Juni 2014 120

pun era transisi (Orde Baru), yang dikenal berwatak Indonesia, dan menganjurkan se-
dengan Lekra vs Manikebu. niman jujur menggambarkan keadaan In-
Lewat karya-karya inilah seniman donesia yang sesungguhnya. Lewat karya-
membuat realita baru, dari hasil studi dan nya Mengatur Siasat (1964), Maka Lahirlah
informasi yang diperolehnya. Diolah ga- Angkatan 66 (1966), serta Suatu Hari tanpa
gasan-gagasan yang dapat menjadi pesan Hukum (1975) lukisan ini yang menggam-
seniman kepada khalayak. Seniman rupa barkan pemberontakan para kuli kontrak
merespresentasikan lewat karya rupanya di Sumatera.
(lukis, patung, grafis, dll.) sastrawan ten- Selanjutnya lahir generasi dimasa ke-
tu saja lewat sajak, novel maupun tulisan kuasaan Orde Baru Gerakan Seni Rupa
dalam bentuk sastra lainnya. Karya lukis Baru (GSRB) pada tahun 1975 yang meru-
Penangkapan Pangeran Diponegoro (1857) pakan salah satu bagian perkembangan
oleh Raden Saleh adalah salah satu bentuk Seni Rupa kontemporer. Lahirnya Gerakan
keberpihakan seniman atas perjuangan Pa- Seni Rupa Baru dipengaruhi oleh tiga fak-
ngeran Diponegoro beserta pengikutnya tor yaitu Peristiwa Malari, Desember Hitam
melawan Hindia Belanda. Peristiwa terse- dan kebijakan depolitisasi yang dikeluar-
but saat Raden Saleh berada di Belanda, kan oleh pemerintah. Peristiwa Malari pada
setelah kembali ke Indonesia Raden Saleh tahun 1974 memberikan dampak diber-
mengumpulkan informasi atas peristiwa lakukannya sejumlah tindakan represif ter-
tersebut. Lukisan yang menggambarkan hadap organisasi dan kegiatan mahasiswa.
Pangeran Diponegoro ditangkap dengan Pernyataan Desember Hitam, merupakan
mudah oleh Jenderal de Kock di mana sebuah reaksi atas kekecewaan seniman
para pengikut Pangeran Diponegoro tidak muda/junior pada keputusan karya yang
membawa senjata, hanya keris dipinggang dijadikan pemenang dalam Pameran Besar
sebagai ciri khasnya Pangeran Diponegoro Bienalle Seni Lukis Indonesia.
datang untuk mengadakan perundingan, Beberapa fenomena di atas dapat di-
yang pada akhirnya gagal. Pangeran Dipo- tarik kesimpulan bahwa Seni Rupa adalah
negoro ditangkap dengan mudah, karena bentuk representasi fenomena yang ter-
Jenderal de Kock tahu musuhnya tak siap jadi di Indonesia. Seni Rupa sebagai media
berperang di bulan Ramadhan. Terlihat untuk mengkritisi kebijakan pemerintah,
Pangeran Diponegoro tetap digambarkan menggambarkan realitas sosial masyarakat
berdiri dalam pose siaga yang tegang. Wa- maupun wujud kekerasan negara terhadap
jahnya yang bergaris keras tampak mena- rakyat. Pengaruh ideologi seniman terlihat
han marah, tangan kirinya yang mengepal jelas pada karya seni yang dibuat. Perbe-
menggenggam tasbih. daan ideologi jelas direpresentasikan pada
Pada generasi nasionalime hadir Sindu- karya seni yang dihasilkan untuk kepenting-
darsono Sudjojono, yang dikenal sebagai an rakyat maupun pasar seni. Ideologi seni-
pelukis yang mengobarkan nasionalisme man yang berbeda di setiap periodisasinya.
sejak pertama kali berkiprah. Kobaran di- Hal ini disebabkan karena cara adaptasi
sertai politik kesenian yang tak henti meng- seniman terhadap kondisi realitas sosial dan
anjurkan lahirnya “kesenian politis”. Itulah pilihan estetik mempunyai ciri khas sendiri.
sebabnya pada tanggal 23 Oktober 1938 S Ideologi seniman dideskripsikan me-
Sudjojono dan kawan-kawan mendirikan lalui kerja kreatif yang dilakukan terus
Persagi (Persatuan Ahli-ahli Gambar Indo- menerus dalam rentang waktu perkem-
nesia), Persagi sangat agresif dan memiliki bangan karya. Beberapa seniman memilih
dasar perjuangan kelas: mencari seni lukis bentuk estetik eksploratif yang memiliki
Tornado, dkk.: Ideologi Seni Rupa Indonesia 121

risiko radikal terhadap apresiasi masyara- dalam konteks ruang lingkup permasalah-
kat. Risiko yang disebabkan perubahan an yang menjadi kajiannya (Rohidi, 2011:
cara pandang terhadap seni yang begitu 61). Pendekatan penelitian yang digunakan
cepat dan menyeluruh, serta tidak diba- yakni hermeneutik; etik dan emik; semiotik.
rengi oleh sosialisasi terhadap kerja kreatif
seniman pada masyarakat. Ideologi sosial Pendekatan hermeneutik
politik seniman terus direproduksi seni-
man melalui karya seni yang dihasilkan. Re- Pada dasarnya, hermeneutika beru-
produksi ideologi ditentukan oleh pilihan saha memahami apa yang dikatakan de-
objek, tema dan sistem berpikir seniman ngan kembali pada motivasinya atau ke-
terhadap kondisi sosial politik Indonesia. pada konteksnya. Namun belakangan ini,
Tidak hanya persoalan teknis semata, atau ia mencoba menggerakkan bersama-sama
pun struktur permukaannya saja tetapi deep dua wilayah teori pemahaman, yaitu per-
structure yang berkaitan dengan elemen-e- soalan tentang apa yang terlibat dalam
lemen pendukung reproduksi lainya seper- peristiwa pemahaman sebuah teks, dan
ti latar belakang seniman baik secara ideo- persoalan tentang pemahaman itu sendiri,
logi maupun kreativitas menjadi elemen dalam pengertian yang sangat fondasional
pembentuk reproduksi ideologi tersebut. dan “eksistensial” itu sendiri.
Tujuan Penelitian adalah mengetahui Cara kerja hermeneutika pada dasarnya
kondisi objektif ideologi sosial politik Seni semua objek itu netral, sebab objek adalah
Rupa kontemporer Indonesia dan meru- objek. Arti atau makna diberikan kepada
muskan beberapa ciri yang spesifik dari objek oleh subjek, sesuai dengan cara pan-
ideologi sosial politik pada Seni Rupa kon- dang subjek. Untuk dapat membuat inter-
temporer Indonesia dengan mengambil pretasi, lebih dahulu harus memahami atau
satu kasus seniman yaitu Tisna Sanjaya. mengerti. Mengerti dan interpretasi me-
nimbulkan lingkaran hermeneutik. Mengerti
secara sungguh-sungguh hanya akan dapat
METODE berkembang bila didasarkan atas pengeta-
huan yang benar.
Sebagai mana juga penelitian pada ilmu Definisi lain, hermeneutika adalah
pengetahuan sosial akhir-akhir ini, peneli- metode atau cara untuk menafsirkan sim-
tian seni seharusnya tidak bersifat eksklu- bol berupa karya seni untuk dicari arti dan
sif. Bahwa penelitian ini harus menyajikan
suatu karakteristik yang bersifat eklektik,
pengadopsian berbagai metode, pendekat- A

an pada pemerolehan informasi, pemilihan


B
penstrukturan, analisis, penilaian, penya- C

jian dan komunikasi. Masalahnya adalah A D A

tidak mungkin paradigma yang berbeda-


beda dapat menjadi satu, atau mungkin
suatu paradigma baru sebagai suatu revo- A

lusi dapat terintegrasi dengan paradigma


lama. Penggabungan dua atau lebih disip- Keterangan gambar:
lin ilmiah menjadi satu yang dapat mewu- A. Disiplin Ilmu
B. Teori dan konsep yang relevan
judkan sebuah metodologi baru, dimung-
C. Metode
kinkan kehadirannya sepanjang relevan D. Masalah
Panggung Vol. 24 No. 2, Juni 2014 122

maknanya, metode ini mensyaratkan ada- serta membandingkannya dengan budaya


nya kemampuan untuk menafsirkan masa lain. Dengan demikian maka pendekatan
lampau yang tidak dialami, kemudian di etik bersifat lebih objektif, dapat diukur
bawa ke masa depan. Dengan demikian, dengan ukuran dan indikator tertentu.
hal yang penting disini adalah hermeneu-
tika merupakan proses mengubah sesu-
Pendekatan Semiotik
atu atau situasi ketidaktahuan menjadi
mengerti melalui pemahaman atas sebuah
Pendekatan melalui semiotik adalah
karya seni.
metode untuk menganalisa karya Seni
Rupa yang terlihat pada gambar, bentuk
Pendekatan Etik-Emik dari hasil karya seniman.

Pendekatan Emik Denotes


Emik (native point of view) mencoba
B-u-t-t-e-r-f-l-y (Word) Objek
menjelaskan suatu fenomena dalam ma- Signified
Signifier
syarakat dengan sudut pandang masyara-
kat itu sendiri. Dalam peneliti memang di- Signifies
haruskan untuk terlibat dalam kehidupan
masyarakat yang menjadi objeknya untuk
periode yang cukup lama. Di sana dia akan
mengamati apa yang terjadi, mendengar
apa yang dikatakan orang-orang, mengaju- B-u-t-t-e-r-f-l-y
(Word ) (Concept)
kan pertanyaan, mengumpulkan data apa
pun yang tersedia dan menjelaskan ma-
salah yang menjadi perhatiannya.
Pendekatan emik dalam hal ini me- Prinsip Semiotika digambarkan di ba-
mang menawarkan sesuatu yang lebih wah ini:
objektif. Karena tingkah laku kebudayaan
memang sebaiknya dikaji dan dikategori- Penanda (signifier): Segala Petanda (signi-
sesusatu yang bersifat ma- fied): Konsep
kan menurut pandangan orang yang dikaji terial/perseptual yang ber- mental atau
itu sendiri, berupa definisi yang diberikan potensi sebagai pembawa makna dari
oleh masyarakat yang mengalami peristiwa makna penanda
itu sendiri. Bahwa pengkonsepan seperti itu
perlu dilakukan dan ditemukan dengan cara
menganalisis proses kognitif masyarakat
yang dikaji dan bukan dipaksakan secara et- ‘c i n t a’
nosentrik, menurut pandangan peneliti.

Pendekatan Etik
tanda
Etik, menurut Duranti (1997: 172) meng-
acu pada hal-hak yang berkaitan dengan Ada empat prinsip dasar yang analisis
budaya yang menggambarkan klasifikasi semiotik teks sebagai berikut: 1) Makna
dan fitur-fiturnya menurut temuan peneliti. tidak melekat pada objek, dan benda ti-
Pendekatan Etik menganalisa perilaku atau dak berarti oleh sendirinya sendiri. Arti-
gejala sosial dari pandangan orang luar nya, lebih dibangun oleh pengamat yang
Tornado, dkk.: Ideologi Seni Rupa Indonesia 123

kompeten, yaitu oleh subjek yang mampu HASIL DAN PEMBAHASAN


memberikan bentuk untuk objek. 2) Semio-
Asal Mula Ideologi Secara Umum
tika memandang teks, teks, sebagai unit
otonom, yaitu salah satu yang koheren se- Kata ideologi berasal dari dua suku
cara internal, kemudian memulai dengan kata: Idea dan logos, yang secara sederhana
ide/makna eksternal pada teks dan menun- dapat diartikan sebagai aturan atau hukum
jukkannya bagaimana tercermin di dalam- tentang ide. Pengertian ideologi menurut
nya, suatu pendekatan yang masih banyak Plato (429-347 SM) dalam Takwin (2003)
diadopsi dalam dunia akademik, analisis adalah kebenaran sejati, dimana manusia
semiotik dimulai dengan studi karya seni terdiri dari badan dan jiwa, dan kedua hal
yang sebenarnya, struktur teks menun- tersebut secara substansial berbeda satu
jukkan bagaimana makna dibangun dan sama lain, mengenali kebenaran sejati, ma-
apa maknanya. Semiotik menjadi analisis, nusia harus kembali ke ‘dalam diri’, meng-
metode penemuan dan merupakan alat gali jiwa serta menemukan kebenaran.
berharga bagi mereka semua yang terlibat Karena jiwa mengandung pengetahuan
dalam penelitian. 3) Semiotika berpendapat yang benar (episteme), mengenali kebenar-
bahwa struktur cerita atau semua yang an sejati. Lebih lanjut Takwin (2003 : 12 - 13)
mendasari wacana naratif, bukan hanya mengatakan:
apa yang dikenal umumnya sebagai cerita,
yang mendasari wacana politik, sosiologis Pengertian ideologi sebagai kebenaran se-
jati menjadi dasar ideologi dalam arti posi-
dan hukum. Bahkan dapat lebih jauh me- tif yang secara kasar dapat disimpulkan
ngatakan bahwa naratif sangat mendasari sebagai perangkat nilai dan aturan atau hu-
kum yang dipercayai dapat membantu ma-
konsep kebenaran. 4) Gagasan semiotika nusia menjalani hidupnya. Pendekatan ini
tingkat makna, sebuah teks harus dipelajari menekan bahwa manusia tinggal menganut
pada tingkat yang berbeda kedalamannya, nilai dan mengikuti aturan-aturan itu agar
dapat menjalani hidupnya dengan baik.
dan tidak hanya pada tingkat permukaan.
Mengingat prinsip-prinsip ini, maka lebih Secara sederhana, John M. Echols dan
lanjut analisis semiotik dibantu oleh skema Hasssan Shadily mengemukan istilah ideo-
atau model yang penerapannya memberi- logi dalam bahasa Indonesia adalah analog
kan kontribusi makna teks decoding. dengan istilah ideology dalam bahasa Ing-
Secara skematik sistem kerja pendekat- gris, yang berarti adicita. Sedangkan dalam
an dan teori yang dilakukan digambarkan kamus besar bahasa Indonesia, ideologi di-
sebagai berikut: artikan sebagai berikut:

Suatu kumpulan konsep bersistem yang di-


jadikan asas pendapat (kejadian) yang mem-
berikan arah dan tujuan untuk kelangsung-
an hidup 2. Cara berpikir, himpunan, ide,
norma, nilai, kepercayaan dan keyakinan
(Weltanschauung) yang dimiliki seseorang
atau sekelompok orang yang menjadi dasar
menentukan sikap terhadap kejadian dan
problem politik yang dihadapinya dan yang
menentukan tingkah laku politiknya.

Dua pengertian umum yang diambil


dari dua kamus yang berbeda, dapat di-
simpulkan berbeda, tapi bila diambil dari
kedekatannya kita dapat menyimpulkan
Panggung Vol. 24 No. 2, Juni 2014 124

lebih berkonotasi politik. Dalam ilmu sosi- Penelitian ini menjelaskan ideologi da-
al, ideologi lebih sering diidentifikasikan pat disamakan dengan pendapat Selinger
dengan usaha nyata seorang atau sekelom- (2003: 132-133) sebagai berikut:
pok pemimpin untuk memajukan bangsa-
nya atas “pegangan”, paham atau pemikir- Sebuah Ideologi adalah kumpulan keper-
cayaan dan ketidakpercayaan (penolakan)
an tertentu. Ideologi mewarnai pemikiran yang diekspresikan dalam kalimat-kalimat
politik, kaidah hukum kebiasaan, serta adat yang bernilai, kalimat-kalimat permohonan
masyarakat. dan pernyataan eksplanatoris ...... (Ia) dibuat
untuk memberikan basis permanen yang
Kesimpulannya, kita memahami ideo- relatif bagi suatu kelompok masyarakat un-
logi yang lebih cenderung berkonotasi tuk membenarkan kepercayaan pada norma
moral dan sedikit bukti faktual serta rasio-
politik merupakan satu bentuk, atau sesu- nalisasi berbasis kesadaran diri yang ber-
atu yang diperjuangkan dalam berpolitik. talian dengan legitimasi implementasi dan
Suatu bangsa memiliki ideologi yang diba- preskrips teknis yang dimaksudkan untuk
menjamin tindakan yang ditampilkan demi
ngun dan dicita-citakan, bagaimana negara perlindungan, reformasi, deskruksi atau
tersebut dapat terus eksis dalam kelang- rekonstruksi dari tatanan yang ada.
sungan kehidupannya. Takwin (2003: 2-3),
memetakan ideology, sebagai berikut: Antoine Destertt de Tracy (1754-1836)
pada akhir abad 18, adalah tokoh yang per-
1.“Sebagai ideologi, komunisme sudah tama menggunakan istilah ideologi dalam
mati”. 2. “Kita harus selalu berpegang ilmu pengetahuan, atau yang disebut de-
pada ideologi Pancasila”. 3. “Mereka yang
menyerukan perdamaian manusia tetapi ngan pengetahuan ide-ide, yang mengarah
menginjak-injak hak-hak asasi manusia bu- pada garapan dan upaya penetapan asal
kan penyeru kebenaran, yang mereka seru- mulanya ide-ide. Ideologi sebagai ilmu
kan adalah ideologi”. 4. “Ilmu pengetahuan
telah menjadi ideologi karena mengklaim pengetahuan dikembangkan penuh seba-
mengetahui sesuatu yang tidak diketahui- gai konsep, berkembang selama abad 19.
nya”. 5. “Mari bangkitkan ideologi kelas ter-
tindas untuk membebaskan diri dari segala
Ideologi adalah berpikir tentang yang lain,
macam penindasan”. 6. “Komunikasi antara berpikir tentang orang lain selain dirinya.
orang tua dengan anak seringkali menjadi De Tracy secara tegas menyebut ideologi
ideologi karena orang tua meletakkan diri-
nya pada posisi di atas anak”. 7. “Hubungan dan mencoba memaparkannya secara sis-
sosial antar anggota masyarakat bukanlah tematik. lebih jauh Takwin (2003 : 15), me-
sesuatu yang alamiah tetapi hasil sejarah. ngatakan:
Hubungan macam itu merupakan penga-
ruh ideologi”.
.......... pernyataan nomor 1- 2, pengertian John Locke (1632-1704), Etienne Bonnot de
ideologi merujuk pada ideologi negara, ter- Condillac (1715 – 1780) dan Antoine Destrutt
diri dari prinsip-prinsip yang berperan se- de Tracy (1754-1836) tercatat sebagai pelo-
bagai dasar sekaligus tujuan negara. Pada por kajian ini. Ketiganya sama-sama setuju
nomor 3 – 4, istilah ideologi mengarah pada bahwa informasi dari lingkungan yang di-
pernyataan-pernyataan atau pengetahuan- peroleh benak dari hasil pencerapan inde-
pengetahuan yang tidak sesuai dengan rawi diubah menjadi ide-ide tertentu dan
kenyataan. Pernyataan nomor 5 menunjuk- akhirnya membentuk kesadaran manusia.
kan penggunaan kata ideologi yang meru- Dengan dasar pengertian ini, ideologi di-
juk pada sekumpulan kepercayaan untuk pandang sebagai faktor penentu kesadaran.
memotivasi kelas atau kelompok guna
melakukan pembebasan bagi dirinya. Pada Di satu sisi, ‘ideologi’ digunakan para
pernyataan nomor 6, istilah ideologi meru- penulis sebagai sebuah istilah yang murni
juk pada ketidakseimbangan kedudukan
antara dua belah pihak yang berkomuni- deskriptif: sebagai sistem berpikir, sistem
kasi. Sedangkan pengertian ideologi pada kepercayaan, praktek-praktek simbolik
pernyataan nomor 7, menunjuk ideologi
sebagai proses naturalisasi hal-hal non-ala-
yang berhubungan dengan tindakan so-
miah. sial dan politik. Dan secara konsep sering
Tornado, dkk.: Ideologi Seni Rupa Indonesia 125

dipahami secara berbeda-beda, baik dalam Telaah Ideologi Seniman Era 1990-an
pengertian orang awam (common sense),
Perkembangan seni rupa 1970-an
maupun dalam pemakaian di dunia keil-
di Indonesia banyak dikaitkan sebagai
muan. Sesekali disebut sebagai “jalan ke-
‘kunci’ perkembangan dari seni rupa era
benaran” yang menyerupai firman, di sisi
1990-an, munculnya Gerakan Seni Rupa
lain ideologi dianggap sebagai gambaran
Baru {GSRB) memberikan warna terhadap
palsu tentang dunia, ia menjadi guiding
perkembangan sejarah seni rupa modern
principle suatu masyarakat atau bangsa dan
Indonesia saat ini, walaupun gerakan ini
mengantarkannya kepada suatu tatanan
dimulai dengan kecurigaan dan menjadi
obsesif (misalnya kesetaraan manusia, ke-
obyek cemoohan, yang mengawali dari
adilan dan kemakmuran).
pengakuan dan eksistensi keberadaan-
Secara umum lebih jauh pengertian ide-
nya. Tapi gerakan tersebut juga ikut mem-
ologi menurut Carlton Clymer Rodee, dkk
pelopori bangkitnya semangat pluralisme
dalam buku Pengantar Ilmu Politik (1995:
dalam seni rupa Indonesia. Perkembangan
155):
itu dominan mempengaruhi perjalanannya
Kumpulan gagasan yang secara logis seni rupa era setelahnya. Karya-karya seni
berkaitan (idealogic), dan yang mengiden- rupa kontemporer yang berkembang sejak
tifikasi prinsip-prinsip atau nilai-nilai yang
memberi keabsahan bagi institusi politik
era kelahiran GSRB sebagian mengandung
dan perilaku. Ideologi dapat digunakan kritik sosial, politik, dan ekonomi, menjadi
untuk membenarkan status quo, atau mem- karya tersebut sulit mendapatkan tempat
benarkan usaha mengubahnya (dengan
atau tanpa kekerasan) dalam pameran-pameran bergengsi.
Tema yang dominan pada perupa In-
Sebagai perbandingan antara kedua donesia di era 1990-an adalah masalah-ma-
pendapat di atas, dapat kita sederhanakan salah sosial dan masyarakat. Pokok pikiran
bahwa kategori ini dapat dimasukkan pada seniman melihat kecenderungan tema yang
kriteria yang kesatu dan ketiga. Ideologi mereka angkat adalah; mengomentari,
lebih jauh memiliki fungsinya, seperti yang menghadirkan, merespon atau menunjuk-
diungkapkan oleh Soerjanto Poespowar- kan sikap terhadap tema yang diangkat
todjo (Oetojo Oesman dan Alfian, 1991: (ideologi), dimana praktek seni rupa seba-
48): gai sebuah aktivitas untuk menggambar-
kan atau menghadirkan berbagai peristiwa
1. Struktur kognitif, ialah keseluruhan pe- yang dianggap menjadi ‘persoalan’ ma-
ngetahuan yang dapat merupakan lan-
dasan untuk memahami dan menafsirkan syarakat. Perseoalan-persoalan yang men-
dunia dan kejadian-kejadian dalam alam jadi kritikan dalam realitas di Indonesia tak
sekitarnya. 2. Orientasi dasar dengan mem- lepas dari perkembangan yang terjadi se-
buka wawasan yang memberikan makna
serta menunjukkan tujuan dalam kehidup- lama ini, kekerasan yang dilakukan pihak
an manusia. 3. Norma-norma yang menjadi negara terhadap rakyat, ketidakadilan, Ko-
pedoman dan pegangan bagi seseorang
untuk melangkah dan bertindak. 4. Bekal
rupsi, kekerasan militer dalam kehidupan
dan jalan bagi seseorang untuk menemu- masyarakat, agama, dan lain lain. Seniman
kan identitasnya. 5. Kekuatan yang mampu menggambarkan semuanya sebagai upaya
menyemangati dan mendorong seseorang
untuk menjalankan kegiatan dan mencapai untuk menyuarakan dan membela ketidak-
tujuan. 6. Pendidikan bagi seseorang atau adilan tersebut (Nurdian Ichsan, 2002), dan
masyarakat untuk memahami, menghayati menjadikan tema sebagai persoalan seni-
serta memolakan tingkah lakunya sesuai
dengan orientasi dan norma-norma yang man itu sendiri, praktek seni rupa menjadi
terkandung di dalamnya. bahasa ungkapan persoalan-persoalan in-
Panggung Vol. 24 No. 2, Juni 2014 126

dividual yang mengungkap eksistensi, latar Kecenderungan dengan tema sosial


belakang dan kenyataan yang diterima oleh politik inilah yang membuat karakter Tisna
seniman, berusaha merepresentasikan per- Sanjaya mendapat tempat yang berbeda
soalan dirinya selaku subyek-obyek dalam dengan seniman lainnya.
lingkungan. Tahun 1990-an karya seni rupa
adalah sebuah representasi, adalah bentuk
pernyataan kembali realitas, melalui cara Tisna Sanjaya dan Seni Grafis
yang khas.
Seni grafis adalah disiplin seni rupa
yang ‘digeluti’ secara formal dan men-
Latar Belakang Tisna Sanjaya dalam, dimulai di ITB yang terus dilanjut-
Setelah menyelesaikan kuliah di Studio kan di Hochschule füf Bildende Kunste
Seni Grafis ITB [1986], Tisna terlihat sangat (HBK) Jerman, secara formal ketika di Jer-
produktif dalam memulai karyanya seba- man Tisna mendalami dengan kedisiplinan
gai seniman, ia juga aktif dalam mengikuti yang sangat tinggi, barangkali ini adalah
beberapa pameran tunggal maupun berke- bukti semangat bangsa Jerman yang me-
lompok. Tidak saja oleh keaktifan dan ke- lekat padanya. Jerman yang dikenal dengan
produktifan Tisna yang menjadi perkem- kedisiplinan dan ketelitian membuat Tisna
bangan seninya, tapi perhatian dan ulasan larut dalam pendidikan grafis dengan khu-
para pengamat terhadap karya-karyanya suk (ritual). Bila kita tidak memiliki kedi-
menjadi kematangan dalam melakukan siplinan yang tinggi di Jerman, kita akan
proses kreatif. Dan selanjutnya ia semakin selalu menjadi beban orang lain. Bagaima-
menjadi perhatian para kritikus dan peng- na kita dalam menggunakan studio untuk
amat seni rupa di Indonesia. Saat puncak- mencetak hasil kerja grafis bila kita tidak
puncaknya rezim Orde Baru berkuasa di memanfaatkan waktu yang telah dijadwal-
bawah pimpinan Presiden Soeharto, Tisna kan sebelumnya. Hal inilah yang membuat
mengungkapkan kritikan-kritikan dengan Tisna begitu sadar akan fungsi ketetapan
‘terbuka’, dengan menggunakan bahasa dalam melakukan proses kreatifnya dalam
visual dan juga bahasa verbal dalam be- grafis. Ketekunan menarik garis dan meng-
berapa karya, lihat pada karya Quo Vadis olah ketepatan asam membuat pekerjaan
Indonesia, 1993; Apakah Kesenian Bisa me- ini seperti dikerjakan dengan berulang-
nolong Dunia, 1993; Hari Ini Berteriak Besok ulang dengan manual, Tisna selalu meng-
Lupa, 1997; Lengser Keprabon, 1997; Aura ungkapkan dan menyamakan seperti pe-
Ideology, Aura Artist, 1995; Thinking with the kerjaan yang dilakukan Ayahnya sebagai
Knee, 1998-1999], hal ini jauh dari pilihan pedagang ayam di Pasar Baru Bandung.
seniman saat itu. Hal inilah membuat Tisna
………… Demikian mendalam kecintaan
berbeda dengan seniman seangkatan de- Ayah pada pekerjaan manual ini, seperti
ngannya. Ia begitu dikenal oleh pengamat para pembuat keris, pengukir, pelukis ba-
tik, pekerja batu penyair …. Puluhan ta-
internasional sebagai seniman yang mem- hun Ayah melakukan hal yang sama, tiap
bawa kecenderungan sosial politik saat itu, saat terjadi proses pendalaman yang sama,
Setiawan Sabana (2002: 276): sebuah sikap ritual yang terjadi pada per-
jalanan Ayahku dengan memilih, meraba,
memotong, menjual, membeli, berdo’a…..
Tisna melakukan terobosan dengan mendo- (Tisna Sanjaya, “Katakan Meskipun Pahit
brak tradisi formalisme seni rupa ITB yang dan berdo’alah”, 1998 : 21)
menjadi ciri seni rupa Bandung, dengan
memulai membuat karya-karya bercorak
realistik dengan tema permasalahan sosial Tidak tanggung-tangung di awal Tisna
politik di Indonesia memulai menggarap grafis, ia begitu ter-
Tornado, dkk.: Ideologi Seni Rupa Indonesia 127

persona dengan teknik etsa dan akhirnya ia dan Performance art, Tisna sangat berbeda
mendalaminya semangat “ritual”. Dengan memperlakukan media tersebut bila kita
semangat ritual yang konsisten ia lakukan membandingkan dengan seni grafisnya,
di Jerman. Dengan bukti ia masih mening- seni grafis dilakukan dengan penuh per-
gal seratus lebih master plat etsa grafis hitungan dan tekun dan kedisiplinan yang
tersimpan di HBK Jerman. Tanpa melihat tinggi. Ia menganggap Performance art se-
karya - karya Tisna kebelakang kita akan bagai media yang bisa berkomunikasi lang-
sepotong-sepotong menilai karya Tisna, sung dan berinteraksi dengan masyarakat.
seperti yang ditulis oleh Asmudjo Jono Iri- Bahkan penonton sering dilibatkan secara
anto, (Katalog, 1997: 10) langsung dalam performance artnya. Dengan
aktif melibatkan masyarakat atau masuk
Makin ke sini Tisna sepertinya makin meng-
abaikan teknik dalam karya-karyanya. Jika ke ruang publik, maka masyarakat yang
kita tidak melihat karya-karya lamanya nis- semula sungkan berinteraksi dan berkomu-
caya kita dapat terjebak dalam penilaian nikasi dengan seniman beserta karya Insta-
bahwa karya-karyanya sekarang seperti
karya pemula dalam teknik etsa. Bisa jadi lasi dan Performance art Tisna dilakukan de-
dia takut terperosok dalam manerisme, ngan cara seolah-olah ‘semaunya’. Ia dapat
apalagi setelah banyak suara menempat-
kanya sebagai master teknik etsa dalam
melakukan dengan proyek yang berbeda
seni grafis di Indonesia. tapi dengan media yang sama ditambah-
kan lagi media yang baru. Ia menyusun be-
Sebagai penggrafis yang handal Tisna berapa karya diinstal menjadi karya baru.
sangat berbeda dengan pegrafis lainnya, Misalnya Visit Indonesia Year (1999) ditam-
terutama terletak dari sikap “easy going”nya bahkan beberapa media karya Berpikir de-
sebagai penggrafis, (Asmudjo Jono Irianto). ngan Dengkul (Thingking with the Knee) yang
Jika kebanyakan pegrafis masih berteriak- akhirnya menjadi karya Seni Memasak Ta-
teriak soal eksistensi seni grafis, hal itu tidak han Busuk (2000), begitu juga karya ini di-
menjadi persoalan dan tidak relevan bagi tambahkan lagi menjadi The Special Prayer
Tisna. Baginya grafis adalah salah satu me- for Death (2003 – 2004).
dium di samping media yang lain. Yang pen-
ting apapun pilihan itu disertai penguasaan
teknisnya. Bukan demi penonjolan teknik Analisis Ideologi Seni Rupa Tisna Sanjaya
itu sendiri, tetapi sebagai jalan memudah-
kan dan mengoptimalkan realisasi. Dalam penciptaan karya seni Tisna
Sanjaya berangkat dari permasalahan yang
diamatinya sehari-hari, dari permasalahan
yang terdekat (keluarga) sampai persoalan
yang lebih luas. Persoalan yang membuat
Tisna Sanjaya, Instalasi, dan Performance
art nuraninya terketuk yang menimbulkan
rasa kecewa, atau kemarahan akibat melihat
Untuk mengkategorikan Tisna Sanjaya perlakukan pemerintah atau kelompok-ke-
dalam seni rupa modern sangatlah tidak lompok tertentu yang memiliki kekuasaan
tepat bila kita menggunakan parameter sehingga menciptakan ketidakstabilan. Ke-
modernisme Barat, karena karyanya tidak selurahan permasalahan tersebut diekspre-
ditujukan untuk menggubah dan mem- sikan ke dalam kerja seni.
persoalkan bentuk untuk menggapai esen- Pada karya performance-art dan instalasi
si rupa, seperti yang menjadi titik tujuan Visit Indonesia Years (1999), Tisna menampil-
seni rupa modernis. Pada karya instalasi kan dengan media campuran, ada yang
Panggung Vol. 24 No. 2, Juni 2014 128

berupa billboard. Terdapat gambar Tisna annya. Tisna mencoba pengunjung untuk
menggunakan baju korpri (pegawai negeri merenungkan arti dari kekerasaan yang
sipil) bersama keluarga, istri dengan meng- begitu lama, yang akhirnya menjadi bagian
gunakan seragam kerja dan ketiga anaknya dari kehirupan itu sendiri. Bau Jengkol dan
yang menggunakan seragam sekolah SD. bau tulang binatang menyatu dalam ruang
Di bawah disusun baju kaos kuning dan serta musik dan goyang dangdut melupa-
baju ABRI. Billboard tersebut mirip papan kan bau semuanya. Rakyat telah disihir
iklan proyek yang biasa ditampilkan oleh oleh hiburan yang membuat mereka lupa
pemerintah masa Orde Baru. Latar be- disaat yang bersamaan tak dapat lagi men-
lakang billboard dan kaos-koas yang dijajar- cium kebusukan yang ada. Inilah metafor
kan tersebut pun bergambarkan peman- yang dihadirkan Tisna tanpa disadari oleh
dangan yang eksotis ala Mooi Indie, dengan pengunjung yang juga banyak dihadiri se-
nama-nama tempat kekerasan yang terjadi niman. Kita tak dapat mengkritisi kehidup-
di Indonesia (Ambon, Sampang, Aceh, an itu sendiri. Lebih jauh lagi karya-karya
Semanggi, Sambas, dan lain lain). Dalam Tisna terasa ‘melawan arus’, ia seperti se-
teknik pengerjaan Tisna dalam instalasi se- ngaja untuk larut dalam penggarapan yang
lalu dibantu oleh pihak-pihak yang ‘tepat’ ‘subyektif’, dalam tulisan Asmudjo Jono
dalam pengerjaannya, misal untuk insta- Irianto (katalog, 1997 : 11)
lasi ini Tisna dibantu oleh pembuat lukisan
pemandangan ala Mooi Indie dari desa ………… karya-karya telah menunjukkan
ke arah berkarya telah melewati persoal-
Jelekong. Dalam melakukan performance- an-persoalan keindahan rupa, bentuk dan
art Tisna mencelupkan kaos-kaos tersebut teknik, hal ini tidak untuk mengatakan
ke dalam dandang di atas kompor dengan karyanya kehilangan kualitas estetis. Seba-
liknya penggarapan spontan yang cende-
air yang mendidih dengan warna kuning. rung emosianal dan jujur menghadirkan
Di sampingnya Emak (orang yang mem- kekuatan individual dalam karya mere-
ka, menunjukkan personal style. Sesuatu
bantu keluarga Tisna) memasak jengkol. Di yang menggembirakan, pada saat mulai
saat yang bersamaan musik dangdut terus merebaknya kembali gaya-gaya yang streo-
mengalun yang dibawakan oleh seorang pe- type karena tuntutan pasar.
nyanyi dangdut diiringi oleh musik karaoke
Pada karya The Special Prayer for the
sambil bergoyang, pengunjung yang dihi-
Death (Do’a Khusus Bagi yang Mati), yang
bur oleh musik dangdut larut dalam joget.
saat penulisan ini, begitu kontroversial di
Sambil menyanyi sesekali penyanyi ikut
berbagai media massa. Bermula dari pa-
mengaduk-aduk kaos-kaos yang di dalam
meran yang diselenggarakan oleh Komu-
dandang. Di tempat yang tak jauh terdapat
nitas Gerbong Bawah Tanah, di Babakan
bingkisan yang dibungkus rapi (seperti
Siliwangi yang di awal tahun 2004. Karya
bingkisan parcel) yang diisi dengan tulang
itu dibakar oleh Satuan Polisi Pamong Praja
binatang (sapi, ayam) yang mulai mem-
(Satpol PP) pada tanggal 5 Februari 2004,
busuk. Setelah lama mengaduk-aduk dan
dengan alasan yang dikemukan oleh Dada
menumbuk jengkol Tisna mengambil kaos-
Rosada sebagai walikota Bandung dengan
kaos yang telah dicelupkan, diperas. Kaos
pertimbangkan karena tempat tersebut
tersebut tetap berwarna kuning walaupun
dinilai kumuh dan banyak sampah, dan
ada sebagian kuning terlihat muda. Kaos
yang menjadi pertimbangan karya seni in-
yang bermotif loreng tentara pun tampak
stalasi itu karena adanya teks yaang sero-
berwarna kuning. Dapat ditafsirkan bahwa
nok serta menyudutkan pihak TNI. Bahwa
bila kekuasaan yang begitu lama tak akan
karya Tisna itu memang layak untuk di-
mudah menghilangkan secara keseluruh-
bakar. Soalnya instalasi tersebut jelas-jelas
Tornado, dkk.: Ideologi Seni Rupa Indonesia 129

menghina TNI. Menghina TNI berarti meng-


usik benteng negara. Lebih jauh dalam si-
aran pers yang ditandatangani oleh Kepala
penerangan Komando Dareah (KODAM)
III/Siliwangi Letkol. Drs. Bambang Siswoyo
(HU. Pikiran Rakyat, 24 Februari 2004):

…… benda-benda yang dianggap sampah


dan dibakar oleh Satuan Polisi Pamong
Praja (SATPOL PP) Kota Bandung – na-
mun diklaim sebagai karya seni oleh Tisna
Sanjaya – adalah semacam baliho seder- Art and Football for Peace
hana tersebut dari papan bilik itu memuat
tulisan kurang senonoh dan melecehkan
institusi TNI. Di sana tertulis “WC untuk
ABRI [Angkatan Bersenjata Republik Indo-
nesia] Berak’s Rp 200, -, Kencing Rp 150, -,
Ng’loco Rp 225,-, ………… sebuah hal yang
wajar tulisan tersebut dimusnahkan. “Siapa
akan berpandangan sama bahwa tulisan
itu bukanlah suatu karya seni dan tidak
mengekspresikan semangat estetika dan
pedagogis. Pesan yang terkandung adalah
pelecehan dan penghinaan.

Peristiwa tersebut juga memancing


kontroversial di antara seniman dalam Sketsa Instalasi Art and Football for Peace
tulisannya (Kompas Minggu 29 Februari
2004, “Reflesi ‘Instalasi Obong’ Tisna San-
jaya) Agus Dermawan T, yang pernah me- dengan militerisme menegakkan keinginan
nyaksikan karya tersebut saat dipamerkan penguasa dengan kesewenang-wenangan.
pada CP Open Bienal 2003 di Galeri Nasio- Dengan terjadinya peristiwa pembakaran
nal Jakarta, mengatakan seoranga Tisna ini sebagian besar seniman ikut prihatin
Sanjaya yang berpendidikan seni secara atas peristiwa yang terjadi, di Jakarta seni-
formal membuat karya yang buruk rupa, man yang mengatasnamakan Solidaritas
nilai yang kacau menyenikan sampah. Tapi Seniman Seluruh Indonesia berkumpul di
Agus Dermawan T tidak menjelaskan lebih Bundaran Hotel Indonesia, untuk mendu-
jauh apa yang dimaksud dengan hal terse- kung upaya Tisna Sanjaya untuk menem-
but di atas. Hal inilah yang memacu kon- puh jalur hukum, Goenawan Muhammad
troversial di antara seniman. Berbeda de- seorang budayawan yang juga wartawan
ngan yang diungkapkan oleh FX Harsono senior Indonesia membacakan pernyataan
(Kompas Minggu 15 Februari 2004), secara keprihatinan, statement berbunyi:
jujur, karya Tisna bukanlah instalasi yang
sangat konseptual seperti karya Damien PERNYATAAN KEPRIHATINAN
Hirst atau Kelompok Ruang Rupa. Karya
Satpol PP dan Kodim 0618 BS Kota Ban-
Tisna juga sama sekali tidak mengidentifi- dung mengakui pembakaran karya seni
kasikan sedikit pun terhadap citraan yang Tisna Sanjaya di kawasan Babakan Siliwa-
ngi pada Tanggal 5 Februari 2004.
berbau sampah. Karya Tisna boleh dibilang Dalam siaran pers, Pangdam III/Siliwangi
sebagai instalasi formal. Lebih jauh lagi FX Mayjen TNI Iwan Ridwan Sulandjana me-
Harsono melihat apa pun yang terjadi pada negaskan, pembakaran terhadap karya seni
Tisna Sanjaya itu karena di dalamnya ter-
peristiwa ini kapitalisme bergandengan dapat tulisan yang menghina TNI.
Panggung Vol. 24 No. 2, Juni 2014 130

Berdasarkan peristiwa tersebut di atas, Tisna sangat terlibat dalam komunitas sosi-
kami – seniman dan pekerja seni di seluruh al di sekitarnya dan mempraktekkan seni
Indonesia menyatakan: sebagai bagian kehidupan sehari-hari. Bagi
1. Peristiwa ini sebagai suatu preseden dia “kesenian adalah kehidupan itu sendi-
buruk bagi dunia seni di Indonesia, sebagai ri” selain menjadi advokasi politik. Ba-
bentuk tekanan terhadak hak kebebasan nyak karyanya mengkritik sistem repressif
berekspresi. pemerintah Indonesia serta mempertanya-
2. Memprihatinkan tindakan pelecehan kan posisi seniman bersikap kritis dalam
aparat pemerintah dan militer atas suatu masyarakat.
karya seni
3. Memprihatinkan tindakan sewenang- Pada pengantar pameran dengan tajuk
wenang yang nyata-nyata meremehkan
supremasi hukum di Indonesia dengan tin- Jeprut (Football, Demokrasi Jengkol, Lodong for
dakan main hakim sendiri Peace) Aminudin TH. Siregar:
4. Memperihatinkan upaya menyudutkan
seniman dengan menghasut masyarakat,
Bagi Tisna, sejarah hitam yang tercangkok
yang merupakan warisan cara-cara Orde
di benak kita adalah teladan. Tempat dia
baru.
mencari komitmen sosial politik dan me-
5. Menolak adanya supremasi lain – se-
mainkannya sebagai analogi-analogi. Tentu
lain hukum – yang berlaku di Indonesia
kita ingat, paket karya Visit Indonesian Years
Jakarta, 26 Februari 2004
tidak saja propaganda dari pemerintah, na-
Solidaritas Seniman Seluruh Indonesia
mun merupakan analogi kemakmuran, ke-
amanan kegemahripahan, terlepas dari niat
Peristiwa tersebut sebagian pengamat mendatangkan modal ke Indonesia. Tisna
seni beranggapan kemunculan seni rupa menganalogikan paket tersebut sebagai
permainan sejarah, mungkin juga cita-cita
kembali, saat-saat ini seni rupa diperbin- utopis bangsa Indonesia. Bahwa ada peris-
cangkan secara luas. Diadakan diskusi tiwa Aceh, Sampang, maluku dan seba-
khusus tentang pembakaran tersebut oleh gainya yang belum selesai tentunya bisa
dianggap sebagai bagian dari cita-cita terse-
Dewan Kesenian Jakarta di Taman Ismail but. Pergeseran citraan Tisna terhadap pa-
Marzuki Jakarta pada tanggal 10 Maret ket ‘Kunjungan Wisata Indonesia’ itu tidak
2004, para pembicara Prof. Dr. Yusril Ihza semata penghancuran terhadap citraan ver-
si pemerintah yang canonic tapi lebih pada
Mahendra (Menteri Kehakiman dan HAM),
penggelaran analogi lain yakni: bangsa
Abdul Rahman Saleh (Anggota Mahkamah yang buas, biadab, barbar, perampok, mu-
Agung), Goenawan Mohammad (Budaya- nafik, berbudaya dangkal, bodoh, bersolek
penuh gincu, konsumtif. Persis mengulang
wan) dan Tisna Sanjaya. Tanggal 17 Maret
kembali gambaran stereotip para orientalis
2004 di Galeri Soemardja diselenggarakan terhadap Timur.
diskusi yang sama dengan para pembicara;
Dr. M. Dwi Marianto (Kritikus seni / Dosen Sebagai seorang seniman Tisna Sanjaya
ISI Yogyakarta), FX Harsono (Seniman/ Kri- adalah sosok yang ingin terus melakukan
tikus seni), Miranda Risang Ayu, SH. MA kerja kreatifnya dalam dunia seni rupa, ia
(Dosen.Unpad Bandung), Drs. Yasraf Amir menyadari akan banyak yang halangan
Piliang MA dan Aminudin Th Siregar, yang akan terjadi terhadap bentuk pilihan
S.Sen. (Kritikus seni / Dosen ITB). seninya, seperti yang diungkapkan oleh Ja-
Tapi Tisna Sanjaya telah memilih me- kob Sumardjo (2000: 80);
nempuh jalur hukum untuk menyelesaikan
persoalan, dengan didampingi beberapa Seorang yang kreatif adalah seorang yang
berani menghadapi resiko, yaitu resiko ber-
pengacara, yang sebelum telah ‘siap’ untuk
hasil atau tidak berhasil dalam pencarian
mendamping pada proses hukum. Sampai sesuatu yang belum ada, juga resiko dito-
tulisan ini dibuat berkas perkaranya masih lak oleh lingkungannya apabila kreativitas-
nya berhasil. Dalam sejarah banyak contoh
berada ditangan pihak kepolisian.
bagaimana manusia kreatif, manusia pene-
Dalam katalog Recent Art from Indonesia, mu, mengalami nasib malang, diejek, di-
AWAS! Alexandra Kuss (1999: 43), meng- singkirkan, dipenjara dihukum bakar oleh
zamannya
ungkapkan:
Tornado, dkk.: Ideologi Seni Rupa Indonesia 131

PENUTUP Nurdian Ichsan


2002 Thesis: Seni Rupa Masa 1990-an, Ka-
Tisna Sanjaya percaya bahwa di dalam jian Seni Rupa dari Sudut Medan
karya seni terkandung nilai-nilai yang Sosial Seni yang Mengalami Peru-
mampu menciptakan perubahan, meski- bahan Ruang Mediasi, ITB.
pun tidak secara langsung, tetapi diakui-
nya bahwa karya seni merupakan instru- Rodee, Carlton Clymer, dkk
men penting dalam sebuah perubahan 1995 Pengantar Ilmu Politik. Erlangga
kebudayaan. Ia pun percaya seni rupa pun
memiliki nilai penyadaran bagi masyara- Setiawan Sabana
kat. Perubahan bukan semata-mata sebagai 2002 Spiritual Dalam Seni Rupa Kontem-
tujuan. porer di Asia Tenggara: Indonesia,
Malaysia, Thailand, dan Filipina se-
bagai wilayah Kajian, Disertasi, ITB.
Daftar Pustaka

Bagus Takwin
2003 Akar-akar Ideologi. Yogyakarta: Jala- Sumber lain:
sutra
Katalog Jeprut: Football Print, Demokrasi
Jakob Sumardjo Jengkol, Lodong for Peace, Bentara Budaya
2000 Filsafat Seni. Bandung: ITB Jakarta, 2003

M. Echols, John dan Hassan Shadily, Makalah, Artikel


1994 Kamus Bahasa Indonesia – Inggris. Seni Rupa yang Berpihak, FX. Harsono,
Jakarta: Gramedia. 2004

Anda mungkin juga menyukai