Anda di halaman 1dari 22

NAMA : AGNES DWI RIATUN

NIM : 1801853

PSR-B

1. SENI RUPA MODERN DAN KONTEMPORER


A. SENI RUPA MODERN
Seni rupa modern terlahir akibat adanya dorongan untuk tetap menjaga
nilai estetik yang terus terancam oleh beragam permasalahan. Seni rupa modern
melahirkan “Conceptual Art “ atau “Seni Konseptual”. Conceptual Art adalah
suatu usaha menempatkan ide, konsep, dan gagasan sebagai masalah utama dalam
menciptakan karya seni. Adapun bentuk objek dan material yang menjadi unsur
seni rupa hanya dianggap sebagai efek samping dari konsep tersebut.
Di masa lalu, pada masa kekaisaran yang absolut dan masa keemasan
agama di barat, seni rupa yang menonjol adalah jenis kesenian yang megah,
kolosal, lukisan dinding yang besar dan arsitektur istana dan gereja yang megah
dan mewah. Patung-patung yang dipahat juga memiliki ukuran yang besar dengan
material yang tidak murah (marmer, dll). Sehingga karya tidak mungkin dibuat
sendiri secara indepen oleh Seniman. Hanya seniman dengan koneksi tertentu
yang disponsori atau diberi komisi oleh institusi yang mapan yang karyanya
diakui oleh public seni. Sehingga institusi-institusi (kerajaan, gereja, kaum
bangsawan) tersebutlah yang mengarahkan kemana arah dunia melaju. Hal itu
juga membuat karya seni memiliki kepentingan khusus untuk mendukung institusi
tersebut.
Pecahnya Revolusi Perancis pada tahun 1789 adalah titik akhir dan
kekuasaan feodalisme. Pengaruhnya terasa juga di bagian-bagian dunia lain,
Kawasan Barat utamanya. Revolusi ini juga ternyata tidak hanya memberikan
perubahan kehidupan sosial dan politik saja, tatapi juga berpengaruh pada dunia
seni. Karena dengan berakhirnya masa feodalisme, berakhir juga pengaruh
kerajaan dan institusi unggul lain atas kehidupan dan perkembangan seni.
Eropa dan Amerika adalah pelopor lahirnya seni modern. Hal ini
ditegaskan oleh Rosenberf, dalam Dharsono (2004:222) bahwa:
Pengertian “modern” dalam terminologi seni rupa tidak bisa dilepaskan dari
prinsip modernisme atau paham yang mendasari perkembangan seni rupa modern
dunia sampai pertengahan abad ke-20. Seni rupa modern dunia memiliki nilai-
nilai yang bersifat universal. Dari penafsiran seorang pelukis Jerman yang pindah
ke Amerika Serikat sesudah Perang Dunia ke II, Hans Hofmann menyatakan
hanya seniman dan gerakan di Eropa dan Amerika yang mampu melahirkan seni
rupa modern, konsepsi poros Paris-New-York sebagai pusat perkembangan seni
rupa modern.
Seni modern lahir dari dorongan untuk menjaga standar nilai estetik yang
kini sedang terancam oleh metode permasalahan seni. Modernisme meyakini
gagasan progres karena selalu mementingkan norma kebaruan, keaslian dan
kreativitas. Prinsip tersebut melahirkan apa yang kita sebut dengan “Tradition of
the new” atau tradisi “Avant-garde”, pola lahirnya gaya seni baru pada awalnya
ditolak, namun akhirnya diterima masyarakat sebagai inovasi terbaru.
Seni modern dengan melahirkan Conceptual Art/ Seni Konseptual merupakan
gerakan dalam menempatkan ide, gagasan atau konsep sebagai masalah yang
utama dalam seni. Sedangkan bentuk, material dan objek seninya hanyalah
merupakan akibat/efek samping dari konsep seniman.
Walapun kita sering menggunakan istilah seni rupa modern prinsip modernisme
tak pernah sungguh-sungguh berakar.
B. SENI RUPA KONTEMPORER
Kontemporer berasal dari kata “Co” bersama dan “tempo” waktu dan
dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti “pada waktu yang sama”,
“semasa”,”pada masa kini”,”dewasa ini/kekinian”. Jadi seni rupa kontemporer
ialah cabang seni rupa yang terpengaruh oleh dampak modernisasi , tidak terikat
oleh zaman dan selalu mengikuti trend yang berlaku pada saat itu seiring
berjalannya waktu.
Di Indonesia istilah kontemporer pertama kali muncul di tahun 70’an.
Tokoh yang pertama kali menggunakan istilah kontemporer adalah Gregorius
Sidharta Soegijo (Yogyakarta, 30 November 1932 – Surakarta, 04 Oktober 2006)
untuk menamai karya seninya . Beliau adalah seniman yang berkecimpung di
dunia seni patung dari indonesia, bahkan karya nya sudah mendunia salah satu
karya nya yang terkenal ialah “Tangisan Dewi Betari” dan “Tonggak Samudra.
Sejak saat itu istilah kontemporer banyak digunakan oleh Pematung Terkenal
Asal Indonesia untuk menamai karya-karya mereka serta seringkali diperbarui
dan disesuaikan dengan perkembangan yang ada.
Istilahkontemporer di Indonesia berkembang beriringan dengan semakin
banyaknya teknik dan medium yang dimanfaatkan untuk produksi suatu karya
seni, juga karena sudah menjadi suatu percampuran atanra praktik dari disiplin
yang berbeda, pilihan artistik, dan pilihan presentasi karya yang tidak terpaku
dengan batas-batas ruang dan waktu. Penafsiran yang berbeda tentang praktik seni
kontemporer di Indonesia adalah: Dihilangkannya pemisah antar berbagai
kecenderungan artistik, penandanya dengan meleburnya batas-batas antara seni
rupa, teatrer, tari dan musik. Terjadinya intervensi terhadap disiplin ilmu sains
dan sosial, utamanya yang dicetuskan sebagai pengetahuan populer atau
pemanfaatan teknologi yang terbarukan.
Istilah ini sering dianggap dapat menyertai sebutan seni visual, musik, tari,
dan teater. Walaupun Di negara-negara barat, istilah Contemporary Art lazim
dipakai untuk menyebut praktik seni visual sesuati dengan kebutuhan aktivitas
museum ataupun lembaga pencetus nilai seperti galeri seni dan balai lelang.
Dalam seni rupa Indonesia, istilah kontemporer keluar pada sekitar tahun 70-an.
Tokoh yang awalnya memakai istilah kontemporer adlah Gregorius Sidharta,
beliau memakai istilah ini untuk sebuah judul pameran seni patungnya.
Dari waktu itu, istilah kontemporer seringkali digunakan dalam karya seni
yang perkembangannya dengan pembaharuan. Tokoh yang memakai istilah
kontemporer ini antara lain Christo, Saptoadi Nugroho, Jim Supangkat, Dadang
Christianto, FX. Harsono, Heri Dono, Eddie Hara, Tisna Sanjaya, AGus Suwage,
Nindityo, Arahmaiani, Tita Rubi, Mella Jaarsma dan lainnya. Tokoh-tokoh
tersebut tergabung dalam gerakan Seni Rupa Baru Indonesia.

Ciri-ciri dari seni rupa kontemporer adalah sebagai berikut:


 Tidak terpaku dengan aturan atau pakem seni rupa zaman dahulu
 Perkembangannya sesuai dengan zaman
 Tidak ada pemisah antara berbagai disiplin seni
 Batas antar seni lukis jadi melebur, seni patung, seni grafis, anarki, omong kosong
sampai aksi politik.
 Memiliki gairah dan nafsu moralistik
 Peminatnya cenderung media massa
 Biasanya dijadikan komoditas pewacanaan
2. SEJARAH SENI (LUKIS, PATUNG, GRAFIS, TEKSTIL, KERAMIK dan
SERAT) BESERTAN SENIMANNYA
a) SENI LUKIS
Seni lukis adalah salah satu cabang dari seni rupa. Dengan dasar pengertian
yang sama, seni lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh dari
menggambar. Seni lukis modern Indonesia dimulai dengan masuknya penjajahan
Belanda di Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa Barat pada zaman itu ke
aliran romantisme membuat banyak pelukis Indonesia ikut mengembangkan aliran
ini.
Raden Saleh Syarif Bustaman adalah salah seorang asisten yang cukup
beruntung bisa mempelajari melukis gaya Eropa yang dipraktikkan pelukis
Belanda. Raden Saleh kemudian melanjutkan belajar melukis ke Belanda,
sehingga berhasil menjadi seorang pelukis Indonesia yang disegani dan menjadi
pelukis istana di beberapa negera Eropa. Namun seni lukis Indonesia tidak melalui
perkembangan yang sama seperti zaman renaisans Eropa, sehingga
perkembangannya pun tidak melalui tahapan yang sama. Era revolusi di Indonesia
membuat banyak pelukis Indonesia beralih dari tema-tema romantisme menjadi
cenderung ke arah "kerakyatan". Objek yang berhubungan dengan keindahan alam
Indonesia dianggap sebagai tema yang mengkhianati bangsa, sebab dianggap
menjilat kepada kaum kapitalis yang menjadi musuh ideologi komunisme yang
populer pada masa itu. Selain itu, alat lukis seperti cat dan kanvas yang semakin
sulit didapat membuat lukisan Indonesia cenderung ke bentuk-bentuk yang lebih
sederhana, sehingga melahirkan abstraksi.
Gerakan Manifesto Kebudayaan yang bertujuan untuk melawan pemaksaan
ideologi komunisme membuat pelukis pada masa 1950an lebih memilih
membebaskan karya seni mereka dari kepentingan politik tertentu, sehingga era
ekspresionisme dimulai. Lukisan tidak lagi dianggap sebagai penyampai pesan
dan alat propaganda. Perjalanan seni lukis Indonesia sejak perintisan R. Saleh
sampai awal abad XXI ini, terasa masih terombang-ambing oleh berbagai
benturan konsepsi.
Kemapanan seni lukis Indonesia yang belum mencapai tataran keberhasilan
sudah diporak-porandakan oleh gagasan modernisme yang membuahkan seni
alternatif atau seni kontemporer, dengan munculnya seni konsep (conceptual art):
“Installation Art”, dan “Performance Art”, yang pernah menjamur di pelosok
kampus perguruan tinggi seni sekitar 1993-1996. Kemudian muncul berbagai
alternatif semacam “kolaborasi” sebagai mode 1996/1997. Bersama itu pula seni
lukis konvensional dengan berbagai gaya menghiasi galeri-galeri, yang bukan lagi
sebagai bentuk apresiasi terhadap masyarakat, tetapi merupakan bisnis alternatif
investasi.
contohnya

"Flower" by Basuki Abdullah


, "Horses" by Basuki Abdullah

, Size: 100cm x 150cm, Size: 55cm x 70cm, Medium: Oil

Medium: Oil on canvas on canvas

"Anak nakal" by Basuki Abdullah "Gadis Arab" by Basuki Abdullah,


Medium: oil on canvas, Medium: oil on canvas,
Size: 90cm x 60cm , Size: 90cm x 60cm
b) SENI PATUNG
Seni patung merupakan salah satu cabang dari seni rupa yang hasilnya
berupa karya berwujud tiga dimensi. Biasanya seni patung sendiri
merupakan ciptaan yang berasal dari teknik memahat, modeling (misalnya
dengan bahan tanah liat) atau kasting (menggunakan alat cetak).
Patung ini memang telah ada di Asia sejak berabad-abad lalu, dan
biasanya berada di wilayah yang kental dengan agama Hindu dan Buddha.
Sejumlah patung raksasa juga terdapat di beberapa negara besar seperti
Kamboja, Thailand, dan Indonesia.

Karya seni patung pertama kali ditemukan di negara India di dalam


peradaban Lembah Indus sekitar tahun 3300-1700 SM. Hal tersebut juga
menjadi contoh awal mula keberadaan karya seni patung di dunia. Lalu,
setelah adat Buddhisme, Hinduisme, dan Jainisme berkembang, India
membuat patung dari tembaga serta pahatan batu dengan tingkat
kerumitan yang tinggi, hal ini dapat kita lihat dari iasan-hiasan kuil Hindu,
Jain dan Buddha. Selanjutnya, setelah Dinasti Ming pada akhir abad ke 17
berakhir, sedikit sekali patung yang dikoleksi di dalam museum,
kebanyakan museum yang ada hanya menyimpan benda berupa perhiasan,
batu mulia, atau gerabah.
Di abad ke 20 dengan gagap gempita tak ada satu pun karya yang
dikenali sebagai seni patung, walaupun pada abad itu telah ada sebuah
sekolah patung yang mempunyai corak sosial realis dimana mendapatkan
pengaruh dari Soviet di awal dekade rezim komunis. Hingga pada awal
pergantian abad, para pengrajin patung dari Tiongkok mulai mendominasi
genre karya patung komersial seperti patung figur miniatur dan mainan.
Serta seniman garda yang berada di depan Tiongkok juga ulai
berpartisipasi dalam seni kontemporer Eropa Amerika. Sedangkan di
negara Jepang, banyak patung yang merupakan sponsor dari pemerintah.
Kebanyakan dari patungnya berkaitan dengan urusan agama, namun
seiring dengan berkurangnya tradisi Buddhisme, jenis dari penggunaan
bahan patung pun berkurang. Pada abad ke tiga atau selama periode
Kofun, patung yang terbuat dari tanah liat yang disebut dengan haniwa
didirikan di luar makam/ Dalam Kondo yang terletak di Horyu-ji terdapat
Trinitas Shaka (623) yang merupakan patung Buddha berupa dua
bodhisattva dan patung yang disebut dengan Para Raja Pengawal Empat
Arah. Patung kayu di abad 9 mengambarkan Shakyamuni, yang
merupakan salah satu bentuk Buddha, patung tersebut menghiasi
bangunan sekunder yang ada di Muro-ji. Ciri dari khas dari patung awal
periode Heian yaitu bertubuh berat, dibalut lipatan draperi tebal yang
dipahat dengan gaya hompa-shiki atau ombak bergulung, dan mempunyai
ekspresi yang serius serta menarik diri.

CONTOHNYA

DOLOROSA SINAGA Bronze Medium:BronzeTahun


Tahun Pembuatan:2000 Pembuatan:2001
Dimensi Karya:45 cm x 22 cm x 33 cm Dimensi karya 36cm x 32 cm
Medium bronze tahun pembuatan 2003 bronze,2003

Dimensi karya 45cm x 20cm x 20cm Dimensi karya 81 cm x 43 cm x


107cm

c) SENI GRAFIS
Seni grafis adalah cabang seni rupa yang proses pembuatan
karyanya menggunakan teknik cetak, biasanya di atas kertas. Kecuali pada
teknik Monotype, prosesnya mampu menciptakan salinan karya yang
sama dalam jumlah banyak, ini yang disebut dengan proses cetak. Tiap
salinan karya dikenal sebagai 'impression'. Lukisan atau drawing, di sisi
lain, menciptakan karya seni orisinil yang unik. Cetakan diciptakan dari
permukaan sebuah bahan, yang umum digunakan adalah: plat logam,
biasanya tembaga atau seng untuk engraving atau etsa; batu digunakan
untuk litografi; papan kayu untuk woodcut/cukil kayu. Masih banyak lagi
bahan lain yang digunakan dalam karya seni ini. Tiap-tiap hasil cetakan
biasanya dianggap sebagai karya seni orisinil, bukan sebuah salinan.
Seni grafis, bersamaan dengan cabang seni lainnya, hadir
diIndonesia berkat digalakannya kolonilaisasi. Pada masa
pendudukanBelanda, pemerintahannya pernah menunjuk beberapa
senimanuntuk melakukan studi landscape di Indonesia guna
merekameksotisme negara ini yang kemudian dituangkan dalam
karyalukisan yang berkesan romantis dan beberapa teknk cetak
sepertiwood engraving dan lithography. Karena memang pada masa ini

seni rupa Barat sedang merayakan romantisme yang kajianvisualnya


seringkali ditujukan pada landscape dan peristiwa heroik,yang dikenal
dengan istilah ‘mooi indie’, atau hindia yang cantik.Berangkat darinyalah
seni grafis mulai diperkenakan secara tidaklangsung kepada rakyat
Indonesia. penguasaan teknik cetak punbukan dari khazanah akademi,
namun sebatas dari obrolan daninteraksi dengan orang asing.
(salah satu contoh karya wood engraving yang dibuat untuk dokumentasi
Belandadi Indonesia)
Sampai sekitar tahun 2000-an, seni grafis masih dianggap seni kelasdua,
dan seni pinggiran, problematika ini lahir dari berbagai macamaspek yang
saling menagkumulasi satu sama lain. Seperti yangtelah saya ungkap
seelumnya, seni grafis amatlah bergantung padaproses yang bersifat amat
teknis. Keterbatasan dan kelangkaan alatdan mesin cetaklah yang
dikambinghitamkan oleh para senimangrafis yang dengan terpaksa mesti
‘melacur’ ke cabang senilainnya, atau bahkan menggeluti bidang yang
amat jauh dari kajianseni grafis. Keptusasaan ini memang bukanlah tanpa
sebab,minimnya mesin dan alat-alat pendukung dalam membuat
sebuahkarya grafis seringkali meredam hasrat berkarya dan
memuaskankeinginan bereksplorasi para seniman grafis. Krisis ini pun
bahkandialami oleh institusi akademi seni di Indonesia. Tercatat
bahwahanya Institut Teknologi Bandung yang mampu menyediakan
mesincetak dan alat-alat pendukung untuk teknik cetak tinggi,
cetakrendah, cetak datar, dan cetak saring yang dianggap memadai,
bahkan dengan catatan bahwa sarana yang diberikan adalahstandar
‘mahasiswa’, yang berkesan seadanya dan kuran terawat.Minimnya mesin
cetak yang tersedia di Indonesia memangdisebabkan oleh mahalnya biaya
pengadaan mesin dan kelangkaanakses dalam meraihnya. Bahkan
beberapa alat dan bahanpendukung pun seringkali harus didatangkan
langsung dari Jerman,negri dimana seni grafis lahir dan
berkembang.Problematika diatas pun didukung oleh pernyataan beberapa
pihakyang meneliti sejarah perkembangan seni grafis. Seni grafis dariawal
perkembangannya hanyalah dianggap sebagai pendampingkarya-karya
lukisan dan patung, dan juga sebagai proses berkaryasampingan yang
dilakukan seniman yang seyogyanga mendalamicabang seni yang lebih
‘tulen’, seperti seni lukis dan seni patung.Seni grafis pada awalnya sebatas
‘numpang’ muncul di pameranseni bersanding karya lukisan dan patung.
Meskipun demikian, senigrafis pernah dianggap sebagai cabagn seni yang
ikut berjasa bagikehidupan kenegaraan Indonesia, dengan mengirim
karya-karyagrafis ke luar negri pada peryaan tahun pertama
kemerdekaanIndonesia, 1946, sebagai upaya memeberi kesan bahwa
Indonesiaadalah negara yang berbudaya, meski baru satu tahun
merdeka.Perkembangan seni grafis pada awal kemerdekaan Indonesia
dinilaisebagai tenggat waktu eksplorasi para seniman untuk mendalamidan
menyerap ilmu mengani teknik cetak grafis.

CONTOHNYA
1. Christiawan “Chris” Lie 2. Yolanda “Yo” Santosa
2. Bayu “Bayo Gale” Santoso 4. Danton Sihombing

d) SENI TEKSTIL
Awal mulanya manusia berpakaian karena rasa malu (kisah dalam kitab
suci mengenai dosa dari Adam dan Hawa, setelah diketahui Allah telah
melanggar perintahNya, manusia pertama yang semula telanjang mulai
merasa malu karena ketelanjangannya itu dan berusaha mencari
daundaunan sebagai penutup tubuhnya).Dalam perkembangannya,
manusia yang hidup dari berburu mulai menggunakan kulit hewan
buruannya sebagai pakaian. Masa berikutnya, manusia yang berpakaian
bulu/kulit hewan itu berangsur-angsur pindah dari daerah panas ke daerah
dingin (manusia saat itu masih hidup berpindahpindah/ nomaden) dan
akhirnya menetap setelah mereka mengenal hidup bertani untuk
kelangsungan hidupnya.Hal yang berharga dari digunakannya bulu/kulit
hewan sebagai penutup tubuh ini adalah penemuan tidak sengaja kain
yang kemudian disebut lakan/felt. Kain yang semula gumpalan bulu
hewan itu digunakan sebagai penutup telapak kaki manusia primitif yang
sangat halus. Karena terus-menerus digunakan, maka gumpalan bulu itu
terkena panas, keringat, tekanan dari kaki, yang menghasilkan kain-kain
tanpa proses tenun. Penemuan berharga inilah yang mengawali pembuatan
kain bukan tenunan, dari bahan berserabut dan serat buatan.Kemudian,
manusia mulai belajar membuat tambang (yang nantinya berkembang
kearah pembuatan tali dan juga benang) dari tumbuhan rambat atau
disebut “ivy” dan rami atau “flax”. Pembuatan tali/tambang ini adalah
untuk keperluan membuat tempat tidurnya yang pada masa itu
digantungkandiantara pepohonan besar untuk menghindari serangan
binatang buas di malam hari. Di samping itu untuk keperluan membuat
jala penangkap ikan.Setelah memperoleh keahlian dalam menghasilkan
tali/tambang yang kasar itu, mereka berusaha untuk mendapatkan
tali/benang yang lebih tipis. Usaha mereka adalah dengan menjalin rambut
manusia. Suatu pekerjaan yang tidak ringan namun hasilnya tidaklah
sebesar yang diharapkan. Dalam perkembangannya, manusia menemukan
suatu serat halus yang dihasilkan oleh binatang kecil yaitu ulat sutera. Dari
situlah diupayakan pembuatan benang tenun yang halus. Penemuan yang
masih primitif itu kemudian menjadi prinsip dasar pembuatan kain
sutera.Perkembangan demi perkembangan berlanjut dengan
penemuanpenemuan kecil dari kehidupan sehari-hari manusia primitif ini.
Perkembangan teknik menenun berjalan sejajar dengan keahlian membuat
benang. Penemuan lain pada masa itu antara lain adalah yang berasal dari
serat serabut yang menghasilkan antara lain wol dan katun. Dari
penemuan ini kemudian didapati kenyataan bahwa lebih mudah memintal
benang dari serat serabut daripada serat alamiah. Dengan serat serabut
diperoleh benang yang tidak putus-putus. Dapat disimpulkan bahwasannya
hasil menggintir, memintal dan akhirnya menenun pada masa kini adalah
hasil dari penemuan dari manusia primitif yang berusaha memenuhi
kebutuhannya dengan cara yang sangat sederhana.
Tekstil tradisional Indonesia berkembang dengan kreativitas setempat baik
pengaruh dari suku maupun bangsa lain. Secara geografis, posisi
Indonesia terletak pada persimpangan kebudayaan besar, antara dua benua
Asia dan Australia, serta dua samudra, yaitu Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik.

Gelombang kontak perdagangan yang melewati wilayah negara kepulauan


Indonesia memberikan pengaruh dan mengakibatkan akulturasi
(percampuran) budaya yang tampak pada pengembangan karya kerajinan
tekstil di Indonesia. Kain-kain tradisional di wilayah kepulauan Indonesia
ini pada awalnya merupakan alat tukar/barter yang dibawa oleh pedagang
pendatang dengan penduduk asli saat membeli hasil bumi dan rempah-
rempah di Indonesia.

Sekitar abad ke-15 Masehi, pedagang muslim Arab dan India melakukan
kontak dagang dengan mendatangi pulau Jawa dan Sumatra. Pengaruh
Islam secara langsung dapat dilihat pada tekstil Indonesia. Beberapa batik
yang dibuat di Jambi dan Palembang di Sumatra, serta di Utara Jawa,
dibuat dengan menggunakan ayat-ayat yang berasal dari bahasa Arab Al
Qur’an.

Di Indonesia juga terdapat kain sarung kotak-kotak dan polos yang banyak
digunakan di Semenanjung Arab, Timur Laut Afrika, Asia Selatan, Asia
Tenggara, dan Kepulauan Pasik. Pada abad ke-13 pedagang Gujarat
memperkenalkan Patola, yaitu kain dengan teknik tenun ikat ganda dari
benang sutra yang merupakan busana Gujarat, Barat Laut India. Proses
pembuatan kain Patola sangat rumit sehingga di India kain ini digunakan
dalam berbagai upacara yang berhubungan dengan kehidupan manusia,
seperti kelahiran, perkawinan dan kematian juga sebagai penolak bala.
(Buku Batik Motif Jawa, Yoshimoto)
Tekstil tradisional Indonesia berkembang dengan kreativitas setempat baik
pengaruh dari suku maupun bangsa lain. Secara geogras, posisi Indonesia
terletak pada persimpangan kebudayaan besar, antara dua benua Asia dan
Australia, serta dua samudra, yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Sumber: ‘Kain ‘ penerbit Dian Rakyat

Melalui perdagangan dengan bangsa Gujarat, keberadaan kain Patola


terse-bar luas di kepulauan Nusantara. Kain Patola umumnya hanya
dimiliki oleh kalangan terbatas. Penduduk setempat yang telah memiliki
keterampilan menenun pun mencoba mereproduksi kain yang sangat
berharga tersebut dengan tenun ikat pakan. Di Maluku, kain ini sangat
dihargai dan dikenakan dengan cara dililitkan di pinggang atau leher. Para
penenun di Nusa Tenggara Timur mengembangkan corak kain tenun yang
dipengaruhi oleh corak yang terdapat pada kain Patola, dengan corak yang
berbeda untuk raja, pejabat, dan kepala adat dalam jumlah yang sangat
terbatas dan hanya dikenakan pada upacara–upacara adat. Kain Patola dari
Lio NTT ini ada yang dibuat sepanjang 4 meter yang disebut katipa
berfungsi sebagai penutup jenazah.

CONTOHNYA
1. IWAN TIRTA
e) SENI KERAMIK
Keramik diperkirakan sudah tua umurnya, sebagaimana halnya
sejarah keramik diberbagai belahan Dunia, seperti China, Jepang, Mesir,
Yunani, Korea, Thailand, Peru, Philipina, Vietnam dan lain sebagainya. Di
mana ketrampilan membuat keramik tersebut muncul dan tumbuh secara
alami, ada yang tumbuh dalam waktu yang bersamaan tanpa adanya

pengaruh hubungan kebudayaan satu dengan lainnya. Kepandaian


membuat keramik dapat dikatakan setua manusia semenjak mengenal api
dan dapat memanfaatkannya.
Penemuan teknik membuat keramik atau pengetahuan mengenai sifat
tanah liat yang mengeras setelah dibakar, diperoleh secara tidak sengaja
oleh orang primitif pada zaman Pra-sejarah. Mayer menyatakan bahwa
kebanyakan seni primitif dibuat dari kayu, batu dan tanah liat, yang
diciptakan untuk beberapa tujuan relegi atau tujuan yang praktis (Mayer,
1969). Awal mulanya keramik dibuat cenderung sebagai “wadah”.
Inspirasi pembuatan wadah tersebut berasal dari pemanfaatan buah-
buahan berkulit tebal seperti labu, kelapa dan sebagainya, yang isinya
dikeluarkan. Juga dari ruas-ruas pohon bambu, daun-daunan berukuran
besar seperti daun pisang daun talas dan lainnya. Adanya cekungan bekas
telapak kaki dan batu pada tanah basah yang digenangi air hujan juga
memberi inspirasi, dimana air yang tergenang tersebut dapat bertahan
lama bahkan bisa berhari-hari lamanya. Berdasarkan kenyataan tersebut,
suatu ketika orang memakai keranjang bambu yang dilapisi tanah liat
sebagai tempat atau wadah cairan (liquid) dan wadah semacam ini tentu
tidak bertahan lama. Secara tidak sengaja keranjang tersebut dibuang
keperapian dengan maksud untuk dimusnahkan. Namun yang terjadi
keranjangnya musnah, sedang tanah pelapis masih tersisa dan ditemukan
mengeras dengan meninggalkan bekas anyaman keranjang. Dari
pengalaman-pengalaman itulah, orang mulai dengan sengaja membentuk
tanah liat secara utuh sebagai wadah keperluan sehari-hari dan untuk
keperluan religi lainnya.
Keramik Ayu Prabandari

Dengan diketemukan tanah yang mengeras ini, secara tidak sengaja


mereka telah menemukan keramik dengan unsur dekorasinya sekaligus.
Lebih lanjut hiasan diterapkan secara sengaja, yaitu menggunakan kulit
kerang, kulit kayu, permukaan batu, tali, anyaman, serat tumbuh-
tumbuhan, kain atau benda-benda keras lain yang bertekstur / bermotif,
dengan cara mengecapkannya pada permukaan benda dalam keadaan
masih basah (lembab) sebelum dibakar. Nelson, menulis bahwa suatu
kenyataan yang ada pada benda-benda tembikar atau keramik masa
Neolitik, tekstur yang banyak ditemukan adalah bekas anyaman (Nelson,
1960). Dengan demikian , jelas bahwa keramik lahir pada mulanya
sebagai benda praktis dan sekaligus sebagai benda estetis.
Sejarah perkembangan
keramik secara diakronis, merupakanrangkaian peristiwa pembuatan dan p
enggunaan produk
keramik yangberlangsung secara berkesinambungan sejak dahulu kala hin
gga kini. Namun dalam uraian ini tidak akan membeberkan panjang
lebar secara kronologis dan detail tentang keramik. Hal ini
mengingat kemampuan dana dan keterbatasan referensi mengenai
kepastian sejarah keramik.
CONTOH LAINNYA
1. F WIJAYANTO
f) SENI SERAT
Indonesia dinyatakan sebagai salah satu negara dengan memiliki tingkat
biodiversitas yang tertinggi kedua di dunia setelah Brasil, yakni negara
yang mempunyai keanekaragaman spesies makhluk hidup, hayati dan
ekosistem yang ada di daratan serta di lautan.Fakta yang menyebutkan
tersebut, menunjukkan jika keanekaragaman sumber daya alam yang
dimiliki oleh Indonesia itu begitu tinggi. Letak geografis Tanah Air kita
sendiri juga sudah mampu memberikan berjuta-juta keuntungan terhadap
kelangsungan hidup masyarakat di hampir seluruh Indonesia.
Tuhan Yang Maha Esa sendiri telah memberikan anugerah kekayaan alam
dengan berbagai macam bentuk serta berbagai macam keunikan. Maka
dari itu, kita sebagai manusia, sebagai makhluk ciptaan-Nya, kita wajib
mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kita semua.
Manusia yang mau bersyukur ialah sosok manusia yang akan selalu
menerima segala bentuk pemberian dari Tuhan dengan rasa sukacita dan
penghargaan yang mendalam dengan cara melalui berbagai tindakan. Tak
pernah mengeluh dan menyesal akan apa yang telah diberikan.
Memang, salah satu contoh nyatanya adaldh di Indonesia yang
mempunyai kekayaan berlimpah ruah. Kekayaan alam ini sendiri yang
mampu menghasilkan begitu banyak bahan alam yang tentu bisa
dimanfaatkan sebagai salah satu produk kerajinan yang memiliki nilai jual
cukup tinggi.
Sementara itu, apabila kita lihat secara lebih dalam dan secara lebih luas,
kerajinan Indonesia itu sendiri sudah dikenal luas di mancanegara dengan
bentuk yang begitu beragam, kreatif, inovatif serta selalu berkembang
untuk mengikuti setiap kebutuhan dan perkembangan teknologi yang kini
sudah kian maju.
Maka dari itu, Indonesia sendiri dikenal sebagai negara eksportir kerajinan
yang dibuat dengan proses yang jauh lebih mengandalkan keterampilan
tangan, bukan hanya mengandalkan mesin saja.
Ada juga budaya, yang merupakan hasil dari olah rasa dan karsa dari
manusia. Kekayaan budaya Indonesia menjadi salah satu modal awal
munculnya produk kerajinan yang beraneka ragam. Produk kerajinan ini
diantaranya berasal dari bahan alam yang banyak tersebar di bumi
Indonesia.
Maka dari itu, produk kerajinan yang dihasilkan dari setiap daerah
mempunyai khasnya tersendiri atau khasnya masing-masing. Semenjak
dahulu kala, masyarakat Indonesia sudah menggunakan produk kerajinan
sebagai alat untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Saat ini, kerajinan sudah
semakin berkembang dalam masalah fungsinya, yang mana bisa
digunakan sebagai hiasan, baik itu interior maupun eksterior.
(HABIBULLAH, 2017)
DAFTAR PUSTAKA

https://serupa.id/seni-rupa-modern-penjelasan-para-ahli/

kisahasalusul.blogspot.com/2016/01/seni-rupa-modern-pengertian-aliran-ciri.htmL

https://www.seputarpengetahuan.co.id/2017/12/pengertian-seni-rupa-kontemporer-sejarah-ciri-ciri-
macam-macam-contoh.html

https://ilmuseni.com/dasar-seni/seni-rupa-kontemporer

https://id.wikipedia.org/wiki/Seni_lukis

https://www.gurupendidikan.co.id/seni-lukis/#!

https://www.yuksinau.id/seni-patung/

https://www.academia.edu/3551497/Sejarah_Perkembangan_Seni_Grafis_Indonesia
https://id.wikipedia.org/wiki/Seni_grafis

https://xiia62017lamyravivian.wordpress.com/sejarah-tekstil/

http://goesmul.blogspot.com/2012/02/sejarah-keramik.html

https://www.google.com/search?
q=SEJARAH+SENI+SERAT&oq=SEJARAH+SENI+SERAT&aqs=chrome..69i57j33.8934j1j7&sourceid=chrome
&ie=UTF-8

Anda mungkin juga menyukai