Anda di halaman 1dari 16

SENI BUDAYA KELAS XII SEMESTER I

SENI RUPA
SENI RUPA MODERN SENI RUPA KONTEMPORER

A. Seni Rupa Modern


Seni rupa modern adalah seni rupa yang tidak terbatas pada kebudayaan suatu adat atau daerah,
namun tetap berdasarkan sebuah filosofi dan aliran-aliran seni rupa.
Ciri-ciri
1. Konsep penciptaannya tetap berbasis pada sebuah filosofi , tetapi jangkauan penjabaran
visualisasinya tidak terbatas.
2. Tidak terikat pada pakem-pakem tertentu.
Contoh
Lukisan-lukisan karya Raden Saleh Syarif Bustaman, Basuki Abdullah, Affandi, S.Soedjojono dan
pelukis era modern lainnya.
Seniman Raden Saleh Syarif Bustaman, Abdulah Sr, Pirngadi, Basuki Abdullah, Wakidi, Wahid
Somantri, Agus Jaya Suminta, S. Soedjojono, Ramli, Abdul Salam, Otto Jaya S, Tutur, dan Emira
Sunarsa.

B. Seni Rupa Kontemporer


Seni Kontemporer adalah salah satu cabang seni yang terpengaruh dampak modernisasi.
Kontemporer itu artinya kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan
kondisi waktu yang sama atau saat ini. Jadi seni kontemporer adalah seni yang tidak terikat oleh
aturan-aturan zaman dulu dan berkembang sesuai zaman sekarang. Lukisan kontemporer adalah karya
yang secara tematik merefleksikan situasi waktu yang sedang dilalui. Misalnya lukisan yang tidak lagi
terikat pada Rennaissance. Begitu pula dengan tarian, lebih kreatif dan modern.
Ciri-ciri
1. Tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang sesuai zaman.
2. Tidak adanya sekat antara berbagai disiplin seni, alias meleburnya batas-batas antara seni lukis,
patung, grafis, kriya, teater, tari, musik, hingga aksi politik.
Contoh
Karya-karya happening art, karya-karya Christo dan berbagai karya enviromental art.
Seniman
Gregorius Sidharta, Christo, dan Saptoadi Nugroho

C. Menjelaskan perkembangan seni rupa modern/kontemporer di Indonesia


Perjalanan Seni Rupa Modern
Ketika manusia memulai peradabannya di dunia ini, di mana manusia belum mengenal tulisan
bahkan teknologi seperti sekarang ini, manusia sudah mengenal seni rupa, meskipun masih dalam
taraf yang sangat sederhana. Sebagai bukti bahwa seni rupa sudah ada sejak zaman Pra-sejarah
adalah banyaknya peninggalan-peninggalan purbakala yang memiliki nilai estetika seperti kapak dari
batu (peninggalan zaman Neolitikum/batu muda), Menhir dan lain-lain.
Hapir di seluruh penjuru dunia banyak ditemukan peninggalan-peninggalan yang berupa karya
seni rupa. Karya seni rupa zaman pra-sejarah, cenderung bersifat magis dan religius seperti salah satu
peninggalan karya seni rupanya yaitu menhir yang berupa sebuah patung dari batu. Patung ini
berfungsi sebagai tanda peringatan peristiwa pemujaan terhadap roh nenek moyang dan terkadang
dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh nenek moyang mereka.
Budaya rupa semacam ini masih bertahan sampai masuknya berbagai agama khususnya di
Indonesia. Era modernisme dimulai dari belahan dunia bagian barat (Eropa dan Amerika) dengan
banyaknya muncul seniman-seniman dari benua biru.
Di awal zaman raenessance, para seniman (perupa) masih belum bisa mendapatkan kebebasan
dalam menuangkan ekspresinya, karena pada masa ini, seniman masih berada di bawah tekanan para
bangsawan dan kaum gereja, dimana para seniman membuat sebuah karya berdaarkan permintaan
para diktator di atas. Dalam situasi ini, para diktator diktator seni  yang bisa memaksakan arah
perkembangan seni, karena merekalah yang membiayainya.
Dengan mulainya masyarakat menyukai karya-karya seni seperti lukisan dan patung yang ukurannya
relative kecil, maka para seniman mulai menemukan kebebasannya dalam berkarya, karena tidak
bergantung lagi pada para bangsawan sebagai sponsor. Para seniman dapat membiayai pembuatan
karyanya sendiri yang kemudian banyak diminati oleh para rakyat kecil.
Abad ke-15 dimana masa raenessance berkembang, merupakan awal mulainya seni modern.
Rene Descartes (1556-1650), Cugito Ergosum (1646-1716), Thomas Hobbes (1588-1679) dan John
Lockee (1632-1704), mereka adalah para filsuf peletak dasar modernisme dalam dunia seni.

1
SENI BUDAYA KELAS XII SEMESTER I

Pecahnya revolusi Perancis 1789, merupakan salah satu tanda kebangkitan seni rupa modern,
yang kemudian diikuti dengan munculnya pelukis dari Perancis yang bernama J.L. David. Tidak
hanya J.L. David, tetapi pelukis seperti Vincent Van Gogh dan Leonardo Da Vinci juga seniman
yang menjadi tanda kebangkitan era seni rupa modern

D. Menampilkan sikap apresiatif terhadap  keunikan gagasan dan teknik dalam karya seni rupa
modern/kontemporer di Indonesia
Apresiasi karya seni rupa modern/kontemporer Indonesia
Karya seni rupa modern/kontemporer di Indonesia beragam bentuk, jenis, dan corak, antara lain
berupa karya seni rupa dua dimensi: seni lukis, grafis, batik, dll; tiga dimensi: seni patung, keramik,
seni instalasi, dll. Dengan kreativitas masing-masing, para seniman Indonesia menciptakan suatu
karya seni rupa sebagai perwujudan ekspresi jiwanya.
Kreativitas para seniman Indonesia telah meramaikan perkembangan seni rupa di Indonesia.
Munculnya berbagai karya seni rupa menyebabkan terjadinya komunikasi apresiasi untuk memahami
makna yang tersirat di baik karya-karya para seniman Indonesia tersebut. Apresiasi adalah
penghargaan atau penilaian. 
Apresiasi seni rupa adalah kegiatan dalam menilai atau memberi penghargaan terhadap karya-
karya seni rupa. Apresiasi terhadap karya-karya seni rupa dapat ditunjukkan dengan sikap empati
berupa ungkapan kata-kata atau tanggapan secara lisan/tertulis. Beberapa seniman
mengkomunikasikan pesan-pesan melalui hasil karyanya dengan cara vulgar dan mudah dipahami,
akan tetapi ada pula yang mengkomunikasikan karyanya melalui simbol-simbol yang mengandung
makna tertentu.
Kegiatan apresiasi dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1. Apresiasi simpatik adalah merasakan tingkat keindahan suatu karya berdasarkan pengamatan (kasat mata),
seperti suka atau tidak suka.
2. Apresiasi empatik/estetik adalah merasakan secara mendalam nilai estetik yang tersirat dalam suatu karya,
seperti ada perasaan kagum atau terharu.
3. Apresiasi kritis adalah apresiasi yang disertai analisis terhadap suatu karya dengan mempertimbangkan
gagasan, teknik, unsur-unsur rupa, dan kaidah-kaidah komposisi seni rupa.
Pendekatan/metode dalam melakukan apresiasi karya seni rupa, yaitu:
1. Deskriptif  (paparan secara obyektif)
2. Analitis (paparan berdasarkan kaidah-kaidah estetika)
3. Interpretatif (paparan berdasarkan sudut pandang pengamat)
4. Penilaian (paparan dengan pengukuran nilai)
5. Interdisiplin (berbagai disiplin keilmuan)

E. Mengekspresikan diri melalui karya seni rupa


Membuat karya seni rupa murni dan terapan yang dikembangkan dari beragam corak dan teknik seni rupa
1. Seni murni
Gaya atau corak atau aliran dalam seni rupa beraneka ragam. Secara garis besar, gaya karya seni
rupa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : tradisional, modern, dan postmodern.
a. Tradisional
Seperti halnya karya seni rupa Nusantara, perupa seni rupa mancanegara juga memiliki gaya
tradidional. Gaya ini juga terbagi menjadi dua, yaitu primitif dan klasik.
b. Modern
Gaya seni rupa modern adalah corak karya seni rupa yang sudah mengalami kemajuan,
perubahan, dan pembaharuan. Secara umum, modernisasi gaya seni rupa dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu: gaya representatif, depormatif, dan nonrepresentatif.
1) Representatif
Kata representatif berasal dari representasi yang mengandung pengertian
sesungguhnya, nyata, atau sesuai dengan keadaan. Perwujudan gaya seni rupa ini
menggambarkan keadaan yang nyata pada kehidupan masyarakat atau keadaan alam. Gaya
seni rupa yang tergolong representatif, antara lain : romantis, naturalis, dan realis.
a) Romantisme
Istilah romantisme berasal dari roman yang berarti cerita dan ismeyang
berarti aliran/gaya. Romantisme adalah gaya/aliran seni rupa yang menggambarkannya
mengandung cerita kehidupan manusia atau binatang. Perupa mancanegara yang
mempelopori gaya ini, antara lain : Fransisco Goya (Spanyol), Turner (Inggris), dan Rubens
(Belanda). Perupa Nusantara yang mengambil gaya itu adalah Raden Saleh.
b) Naturalisme
Istilah naturalisme berasal dari kata nature atau natural yang berarti alam dan isme yang
berarti aliar/gaya. Naturalisme adalah gaya/aliran seni rupa yang menggambarkannya sesuai
dengan keadaan alam atau alami. Pelukis gaya ini pada umumnya mengambil pemandangan
2
SENI BUDAYA KELAS XII SEMESTER I

alam sebagai objeknya. Perupa mancanegara yang mengambil gaya ini antara lain Rubens,
Claude, Gainsborough, Constable, dan Turner. Perupa Nusantara yang mengambil gaya ini
antara lain Abdullah Suryosubroto, Wakidi, Mas Pringadi, dan Basuki Abdullah.
c) Realisme
Istilah realisme berasal dari kata real yang berarti nyata dan ismeyang berarti  gaya/aliran.
Realisme adalah gaya/alaran seni rupa yang menggambarkannya sesuai dengan kenyataan
hidup. Perupa nusantara yang mengambil gaya ini antara lain Trubus, Tarmizi, Wardoyo, dan
Dullah. Seedangkan perupa mancanegara yang mengambil gaya ini adalah Remandt van Rijn
(Belanda).
2) Deformatif
Istilah deformatif berasal dari deformasi yang berarti perubahan bentuk. Bentuk alam
diubah sedemikian rupa sehingga menghasilkan bentuk baru, namun masi menyerupai bentuk
aslinya. Gaya seni rupa yang tergolong deformatif, antara lain : Surrealisme, impresionisme,
ekspresionisme, dan kubisme.
a) Surealisme
Istilah surrealisme berasal dari kata sur yang berarti melebih-lebihkan, kata real yang
berarti nyata, dan isme berartigaya/aliaran. Surrealisme adalah gaya/aliran seni rupa yang
menggambarkannya melebih-lebihkan kenyataan, bahkan ada yang menyebutnya otomatisme
psikis yang murni atau mimpi. Perupa mancanegara yang mempelopori gaya ini adalah
Salvador Dali.
b) Impressionisme
Impressionisme berasal dari kata impression yang berarti kesan
sesaat dan isme yang berarti gaya/aliran. Impressionalisme adalah gaya/aliran seni rupa yang
penggambarannya sesuai dengan kesan saat objek tersebut dilukis. Gaya ini dipelopori oleh
perupa mancanegara seperti Claude Monet, Paul Cezanne, Georges Seurat, dan Paul Gauguin.
Perupa nusantara yang mengambil gaya ini, antara lain S. Sudjojno.
c) Ekspressionisme
Ekspressionisme berasal dari kata expression yang berarti ungkapan jiwa yang
spontan dan isme yang berarti gaya/aliran. Ekspressionisme adalah gaya/aliran seni rupa yang
penggambarannya sesuai dengan keadaan jiwa perupa yang spontan pada saat melihat objek.
Gaya seni rupa ini diplopori oleh pelukis Belanda bernama Vincent van Gogh. Perupa
Nusantara yang mengambil gaya ini adalah Affandi.
d) Kubisme
Kubisme berasal dari kata kubus yang berarti bidang atau bentuk persegi
empat dan isme yang berarti gaya/alrian. Kubisme adalah aliran/gaya seni rupa yang
penggambarannya berupa bidang persegi empat atau bentuk dasarnya kubus. Gaya seni rupa
ini dipelopori oleh pelukis Spanyol yang bernama Pablo Picasso. Perupa Nusantara yang
mengikuti gaya ini adalah But Muchtar, Mochtar Apin, Srihadi, dan Fajar Sidik.
3) Nonrepresentatif (Abstraksionalisme)
Kata Nonrepresentatif atau abstrak mengandung pengertian suatu bentuk yang sukar
dikenali. Suatu gaya yang lebih sederhana bahkan bentuknya sama sekali meninggalkan
bentuk alam. Karya seni rupa abstrak berupa susunan garis, bentuk, dan warna yang terbebas
dari bentuk alam. Gaya seni rupa yang berbentuk abstrak ini ada yang abstrak ekspresionis
dan abstrak murni. Gaya ini dipelopori oleh perupa mancanegara, antara lain : Paul Klee, Piet
Mondrian, Wassily Kandinsky, dan Jackson Pollock. Perupa Nusantara yang mengikuti gaya
ini adalah Amry Yahya, Fajar Sidik, But Muchtar, dan Srihadi.
c. Postmodern
Postmodern atau disingkat “Posmo” adalah gaya seni rupa pasca atau sesudah modern. Sejalan
dengan perkembangan budaya masyarakat dunia, seni rupa pun ikut mengalami perkembangan
gaya. Jika seni rupa tradisional memiliki ciri perpaduan antara penyederhanaan bentuk dan
sedikit ornamental. Gaya “posmo” lebih bebas dan cenderung tidak memiliki aturan tertentu.
Eksplorasi unsur rupa banyak dilakukan untuk gaya ini. Kritik sosial dan kemasyarakatan
merupakan tema yang cukup dominan untuk karya-karya posmo

2. Seni Terapan
Seni rupa terapan adalah hasil karya seni rupa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan
mempunyai fungsi atau manfaat. Fungsi karya seni rupa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi
estetis dan fungsi praktis. Fungsi estetis adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia tentang
rasa keindahan. Misalnya lukisan, patung,dan benda hias. Fungsi praktis adalah untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia akan benda pakai. Misalnya vas bunga, kursi ukir, dan bingkai foto.
Selain itu karya seni rupa terapan juga dibedakan menjadi 3, yaitu hasil karya ukiran, hasil karya
patung, dan hasil karya batik.
3
SENI BUDAYA KELAS XII SEMESTER I

a. Menurut hasil karya ukiran, contoh benda-bendanya adalah ukiran kayu dari Jepara dan ukiran kayu dari
Bali.
b. Menurut hasil karya patung, contoh benda-bendanya adalah patung kayu dari suku Asmat, patung batu
Pangeran Diponegoro, dan Patung kayu dari Bali.
c. Menurut hasil karya batik, contoh benda-bendanya adalah baju, sprei, kain, gorden, dll

F. Membuat karya seni rupa murni dan terapan yang dikembangkan dari beragam unsur seni
rupa Nusantara
Unsur-unsur dasar karya seni rupa adalah unsur-unsur yang digunakan untuk mewujudkan sebuah
karya seni rupa. Unsur-unsur itu terdiri dari :

1. Titik /Bintik
Titik/bintik merupakan unsur dasar seni rupa yang terkecil. Semua wujud dihasilkan mulai dari titik.
Titik dapat pula menjadi pusat perhatian, bila berkumpul atau berwarna beda.Titik yang membesar
biasa disebut bintik.
2. Garis
Garis adalah goresan atau batas limit dari suatu benda, ruang, bidang, warna, texture, dan lainnya.
Garis mempunyai dimensi memanjang dan mempunyai arah tertentu, garis mempunyai berbagai sifat,
seperti pendek, panjang, lurus, tipis, vertikal, horizontal, melengkung, berombak, halus, tebal, miring,
patah-patah, dan masih banyak lagi sifat-sifat yang lain. Kesan lain dari garis ialah dapat memberikan
kesan gerak, ide, simbol, dan kode-kode tertentu, dan lain sebagainya. Pemanfaatan garis dalam
desain diterapkan guna mencapai kesan tertentu, seperti untuk menciptakan kesan kekar, kuat simpel,
megah ataupun juga agung. Beberapa contoh symbol ekspresi garis serta kesan yang ditimbulkannya,
dan tentu saja dalam penerapannya nanti disesuaikan dengan warna-warnanya
3. Bidang
Bidang dalam seni rupa merupakan salah satu unsur seni rupa yang terbentuk dari hubungan
beberapa garis. Bidang dibatasi kontur dan merupakan 2 dimensi, menyatakan permukaan, dan
memiliki ukuran Bidang dasar dalam seni rupa antara lain, bidang segitiga, segiempat, trapesium,
lingkaran, oval, dan segi banyak lainnya
4. Bentuk
Bentuk dalam pengertian bahasa, dapat berarti bangun (shape) atau bentuk plastis (form). Bangun
(shape) ialah bentuk benda yang polos, seperti yang terlihat oleh mata, sekedar untuk menyebut
sifatnya yang bulat, persegi, ornamental, tak teratur dan sebagainya. Sedang bentuk plastis ialah
bentuk benda yang terlihat dan terasa karena adanya unsur nilai (value) dari benda tersebut,
contohnya lemari. Lemari hadir di dalam suatu ruangan bukan hanya sekedar kotak persegi empat,
akan tetapi mempunyai nilai dan peran yang lainnya.
Bentuk atau bangun terdiri dari bentuk dua dimensi (pola) dan bentuk tiga dimensi. Bentuk dua
dimensi dibuat dalam bidang datar dengan batas garis yang disebut kontur. Bentuk-bentuk itu antara
lain segitiga, segi empat, trapezium dan lingkaran. Sedang bentuk tiga dimensi dibatasi oleh ruang
yang mengelilinginya dan bentuk-bentuk itu antara lain limas, prisma, kerucut, dan silinder.
Sifat atau karakteristik dari tiap bentuk dapat memberikan kesankesan tersendiri seperti :
a. Bentuk teratur kubus dan persegi, baik dalam dua atau tiga dimensi memberi kesan statis, stabil,
dan formal. Bila menjulang tinggi sifatnya agung dan stabil.
b. Bentuk lengkung bulat atau bola memberi kesan dinamis, labil dan bergerak.
c. Bentuk segitiga runcing memberi kesan aktif, energik, tajam, dan mengarah.

G. Menyiapkan karya seni rupa yang diciptakan untuk pameran sekolah atau luar sekolah
1. Mengumpulkan Hasil Karya
Hasil karya yang dipamerkan dikumpulkan dengan cara seleksi. Jenis karya ini terdiri dari karya
seni rupa yang meliputi dua dimensi dan tiga dimensi serta kerajinan tangan. Pengumpulan karya ini
sekaligus sebagai pengumpulan atau pemasukan nilai mata pelajaran Seni Budaya dan Kerajinan.
Karya yang bisa dikerjakan secara pribadi (individu) dan kelompok (kolektif) adalah:
a. Menggambar bentuk (benda), pemandangan, gambar reklame, karikatur, kartun, wayang purwa
gambar hiasan vignete, dan menggunakan huruf (kaligrafi).
b. Mengukir atau ukiran pada kayu, cadas, tanah liat dan relief.
c. Seni lukis.
d. Seni pahat (seni patung).
e. Seni kerajinan dengan membuat benda pakai dan benda hias.
f. Merangkai bungan, merangkai sayur, merangkai janur, dan merangkai buah.
g. Hasil karya menjahit, menyulam, kruistik, dan bordir.
Hasil karya seni tersebut disimpan di tempat khusus yang aman sehingga pada waktu yang ditentukan
untuk pameran siap untuk ditata.
4
SENI BUDAYA KELAS XII SEMESTER I

2. Pengelompokan Hasil Karya


Untuk memudahkan kegiatan pengumpulan dan pendaftaran hasil karya dapat langsung
diselesaikan dengan mengadakan pengelompokan sebagai berikut:
a. Berdasarkan Jenis Karya
1) Karya kerajinan tangan adalah hasil seni kriya/kerajinan karena kreativitas tangan.
2) Karya seni rupa adalah karya seni yang dapat diraba, dilihat serta mempunyai wujud.
3) Karya seni musik
4) Karya seni tari.
b. Berdasarkan Dimensi
Ada dua dimensi dan tiga dimensi.
Yang termasuk dua dimensi , contohnya : gambar lukisan, mozaik, dan anyaman.
Yang termasuk tiga dimensi, contohnya : patung, perabot ukir, anyaman berkerangka.
c. Berdasarkan Ukuran
Kerajinan tangan dan seni rupa yang dibuat siswa tentu memiliki ukuran yang bervariasi. Karya
yang berukuran kecil dikelompokkan dengan ukuran kecil dan yang berukuran besar
dikelompokkan dengan yang besar. Pengelompokkan ini dilakukan untuk mempermudah penataan
karya dalam ruang pameran.
d. Berdasarkan Tema
Hasil karya yang dibuat tentunya memiliki tema yang berbeda-beda, untuk mempermudah
penataan karya dan urutannya.
3. Kelengkapan Pameran Kerajinan Tangan dan Seni Rupa
Kelengkapannya antara lain :
a. Meja untuk menempatkan karya-karya kerajinan tangan.
b. Meja untuk menempatkan karya-karya patung.
c. Sketsel atau papan panel, untuk menempatkan karya-karya gambar dan lukisan.
d. Meja untuk menempatkan buku tamu dan buku saran.
e. Katalog yang memuat daftar karya dan penciptaannya.
f.Tape recorder untuk memutar lagu atau musik instrumentalia.
g. Label untuk mencantumkan judul, media, penciptaan dan karya.
h. Lampu penerangan ruangan.
i. Spanduk untuk publikasi.
4. Pengorganisasian Pameran
Pengorganisasian merupakan proses pengelolaan serta pengaturan, agar apa-apa yang direncanakan
dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Organisasi yang baik hendaknya memiliki persyaratan sebagai berikut:
a. AD/ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga)
b. Susunan Panitia
c. Program Kerja
d. Kegiatan
5. Pengorganisasian Pameran
penentuan masalah tempat dan waktu seharusnya dibicarakan bersama setelah panitia tersusun,
sehingga merupakan suatu kesepakatan yang harus dipatuhi bersama.

H. Menata karya seni rupa yang diciptakan dalam bentuk pameran sekolah atau luar sekolah
Penyelenggaraan pameran dapat dilakukan dalam kelas ataupun sekolah. dimana pun pameran
digelar perlu persiapan agar pelaksanaan pameran dapat berlangsung sukses. persiapan tersebut
meliputi: pembentukan panitia pameran, menentukan materi atau karya yang akan dipamerankan,
penyiapan ruang pameran, persiapan publikasi serta dokumentasi, dan lain sebagainya.
Setelah pembentukan panitia, maka semua anggota panitia segera bekerja sesuai dengan tugasnya. 
1. Pengumpulan Hasil Karya
Langkah awal adalah mengumpulkan karya seni rupa dari semua siswa berupa karya seni rupa,
baik dua dimensi maupun tiga dimensi. Selanjutnya, karya dibuat daftarnya sehingga memudahkan
untuk membuat katalog yang berisi nama pembuat karya, judul karya, ukuran, teknik dan media yang
dipakai untuk membuat karya.
2. Ruang Pameran
Selanjutnya , menyiapkan ruang pameran. Ruang pameran harus ditata agar dapat memberikan
suasana nyaman. Selain itu, usahakan komunikasi antara pengunjung dengan penyelenggara pameran
dapat berjalan dengan baik. Jalur lalu lintas dalam ruang pameran diatur dan diusahakan satu arah
dengan membedakan pintu masuk dan pintu keluar. Hal ini memudahkan mobilisasi pengunjung
dalam pameran tersebut.

5
SENI BUDAYA KELAS XII SEMESTER I

3. Penataan
disusun yang menarik dan mudah dilihat. Jadi, tugas yang akan dibuat tidak hanya menyiapkan
hasil karya sendiri, tetapi juga menatanya dengan artistik. Penataan karya seni yang dipamerkan
dapat menarik pengunjung untuk menikmati dan mengapresiasi karya tersebut.
4. Pengumuman
Penyelenggaraan pameran perlu dipublikasikan lewat pengumuman yang ditempel di papan
pengumuman atau menggunakan spanduk yang dipasang di tempat yang strategis.
5. Dokumentasi
Bentuk dokumentasi dapat berupa catatan jumlah pengunjung pameran, pesan, kesan, atau saran
pengunjung. Oleh karena itu, perlu adanya buku tamu yang disediakan d: dekat pintu masuk clan
dijaga oleh petugas. Pesan, kesan, clan saran pengunjung dapat ditampung pada buku khusus yang
diletakkan di atas meja dekat pintu keluar yang juga dijaga oleh penjaga. Dokumentasi ini dapat
menjadi bahan evaluasi atas pelaksanaan pameran.
6. Pembukaan
Pada saat yang telah ditetapkan, pameran dibuka secara resmi.  Pembukaannya dapat berupa kata
pengantar atau sambutan dan kepala sekolah atau yang mewakili. Dapat pula dimeriahkan dengan
hiburan berupa musik, teater, atau tari.
7. Penutupan
Kegiatan pameran dapat ditutup dengan diskusi dan mendatangkan para kritikus, seniman,
ataupun pengamat serta pemerhati seni rupa. Tujuan diskusi adalah untuk menambah wawasan akan
seni rupa. Selain itu, kegiatan tersebut dapat menjadi evaluasi terhadap pelaksanaan pameran ataupun
ajang kritik terhadap karya-karya yang baru saja dipamerkan.

6
SENI BUDAYA KELAS XII SEMESTER I

SENI TEATER
TEATER MODERN

A. PENGERTIAN TEATER
Teater (bahasa Inggris: theater atau theatre, bahasa Perancis théâtre, kata teater sendiri berasal dari
kata theatron(θέατρον) dari bahasa Yunani, yang berarti “tempat untuk menonton”). Teater adalah istilah
lain dari drama, tetapi dalam pengertian yang lebih luas, teater adalah proses pemilihan teks atau naskah,
penafiran, penggarapan, penyajian atau pementasan dan proses pemahaman atau penikmatan dari public
atau audience (bisa pembaca, pendengar, penonton, pengamat, kritikus atau peneliti). Proses penjadian
drama ke teater disebut prose teater atau disingkat berteater. Teater bisa diartikan dengan dua cara yaitu
dalam arti sempit dan dalam arti luas. Teater dalam arti sempit adalah sebagai drama (kisah hidup dan
kehiudpan manusia yang diceritakan di atas pentas, disaksikan orang banyak dan didasarkan pada naskah
yang tertulis). Dalam arti luas, teater adalah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak
contohnya wayang orang, ketoprak, ludruk dan lain-lain.

Kata “drama” dianggap telah ada sejak era Mesir Kuno (4000-1580 SM), sebelum era Yunani Kuno (800-
277 SM).

Hubungan kata “teater” dan “drama” bersandingan sedemikian erat seiring dengan perlakuan terhadap
teater yang mempergunakan drama lebih identik sebagai teks atau naskah atau lakon atau karya sastra
(Bakdi Soemanto, 2001).
Di Indonesia, pada tahun 1920-an, belum muncul istilah teater. Yang ada adalah sandiwara atau tonil
(dari bahasa Belanda: Het Toneel). Istilah Sandiwara konon dikemukakan oleh Sri Paduka Mangkunegara
VII dari Surakarta. Kata sandiwara berasal dari bahasa Jawa “sandi” berarti “rahasia”, dan “wara” atau
“warah” yang berarti, “pengajaran”. Menurut Ki Hajar Dewantara “sandiwara” berarti “pengajaran yang
dilakukan dengan perlambang” (Harymawan, 1993).
Rombongan teater pada masa itu menggunakan nama Sandiwara, sedangkan cerita yang disajikan
dinamakan drama. Sampai pada Zaman Jepang dan permulaan Zaman Kemerdekaan, istilah sandiwara
masih sangat populer. Istilah teater bagi masyarakat Indonesia baru dikenal setelah Zaman Kemerdekaan
(Kasim Achmad, 2006).

B. UNSUR-UNSUR DRAMA/TEATER
Berdasarkan urutannya adalah sebagai berikut:
1. Tubuh Manusia
2. Gerak
3. Suara (kata, dialog, ucapan pemeran)
4. Bunyi (bunyi benda, efek, dan musik)
5. Rupa (cahaya dekorasi, rias, dan kostum)
6. Lakon (cerita, nonfiksi, fiksi dan narasi)

C. JENIS DRAMA BERDASARKAN PEMENTASANNYA


Menurut jenisnya, pementasan drama dapat digolongkan menjadi empat macam yaitu drama tragedi,
drama komedi, melodrama, dan dagelan.
1. Drama tragedi adalah drama yang melukiskan kisah sedih. Tokoh-tokohnya menggambarkan
kesedihan. Tokoh dalam drama tragedi ini disebut tragic hero artinya pahlawan yang mengalami nasib
tragis.
2. Drama komedi adalah drama yang bersifat menghibur, di dalamnya terdapat dialog kocak yang
bersifat menyindir, dan biasanya berakhir dengan kebahagiaan. Tokoh-tokoh dalam drama jenis ini
biasanya tolol, konyol, atau bijaksana tetapi lucu.
3. Melodrama adalah cerita yang sentimental. Artinya tokoh dan cerita yang disuguhkan mendebarkan
dan mengharukan. Tokoh dalam jenis drama ini biasanya digambarkan hitam-putih. Tokoh jahat
digambarkan serba jahat, sebaliknya tokoh baik digambarkan sangat sempurna baiknya hingga tidak
memiliki kesalahan dan kekurangan sedikit pun.
4. Dagelan (farce) adalah drama kocak dan ringan yang alurnya disusun berdasarkan perkembangan
situasi tokoh. Isi cerita biasanya kasar dan fulgar. Drama jenis ini juga disebut komedi murahan atau
komedi picisan.
5. Opera  adalah drama yang dialognya dinyanyikan dengan diiringi musik.
6. Tablo adalah jenis drama yang mengutamakan gerak, para pemainnya tidak mengucapkan dialog,
tetapi hanya melakukan gerakan-gerakan.
7. Sendratari adalah gabungan antara seni drama dan seni tari.
7
SENI BUDAYA KELAS XII SEMESTER I

D. UNSUR-UNSUR LAKON TEATER/DRAMA (Intrinsik dan Eksprinsik)


A. Unsur instrinsik ialah unsur yang membangun suatu drama. Dapat dikatakan, unsur ini ialah
komponen yang terdapat di dalam suatu drama. Bagan- bagian yang membangun suatu drama.
Adapun komponen- komponen yang membangun suatu drama yang dikatakan sebagai unsur instrinsik
ialah:
1.  Tema Cerita (Topik yang akan di jadikan drama)
2.  Amanat (pesan moral yang disampaikan)
3.  Plot (jalan cerita drama) Plot berkembang secara bertahap, mulai dari konflik yang sederhana hingga
menjadi konflik yang kompleks sampai pada penyelesaian konflik (happy ending dan atau berakhir
sedih).
Ada 6 tahapan plot yaitu sebagai berikut:
a. Eksposisi (tahap pergerakan tokoh)
b. Konflik (tahap mulai kejadian/peristiwa)
c. Komplikasi (Kejadian mulai menimbulkan persoalan yang kait-mengait, tetapi masih menimbulkan
tanda tanya)
d. Krisis (Tahap yang menimbulkan konflik sampai puncaknya)
e. Resolusi (Tahap penyelesaian konflik)
f. Keputusan (akhir cerita)
4.  Karakter/Perwatakan
Karakter adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam drama. Ada tokoh berwatak sabar,
keras kepala, ramah, pendiam, dan suka menolong, dll)
5.  Dialog
Jalan cerita lakon yang diwujudkan melalui dialog dan gerak yang dilakukan para pemain.
6.  Setting  (tempat, waktu dan suasana terjadinya suatu adegan)
7. Interpretasi (penafsiran)
Apa yang dipertontonkan ceritanya harus logis, dengan kata lain lakon yang dipentaskan harus terasa
wajar. Bahkan harus diupayakan menyerupai kehidupan yang sebenarnya.

B. Unsur Ekstrinsik merupakan unsur yang datang dari luar namun mempengaruhi sebuah cerita yang
disajikan. Artinya, unsur-unsur ekstrinsik tidak terlibat pada jalannya certa, namun keberadaan unsur ini
sangat mempengaruhi perkembangan sebuah cerita. Oleh karena itu, dapat dijumpai kasus sebuah drama
yang terbengkalai dikarenakan oleh faktor ini. Yang termasuk unsur ekstrinsik sebuah drama yaitu:
– Faktor ekonomi,
– Faktor politik
– Faktor sosial- budaya
– Faktor pendidikan
– Faktor kesehatan
– Faktor psikologis pemain dan kru
– Kebijakan pemerintah, dan lain sebagainya.

E. UNSUR–UNSUR PERTUNUJKAN/PEMENTASAN TEATER MODERN


1. Naskah Lakon
Salah satu ciri teater modern adalah digunakannya naskah lakon yang merupakan bentuk tertulis dari
cerita drama yang baru akan menjadi karya teater setelah divisualisasikan kedalam pementasan.
Naskah Lakon pada dasarnya adalah karya sastra dengan media bahasa kata. Mementaskan drama
berdasarkan naskah drama berarti memindahkan karya seni dari media bahasa kata ke media bahasa
pentas.
Naskah lakon sebagaimana karya sastra lain, pada dasarnya mempunyai struktur yang jelas, yaitu tema,
plot, setting, dan tokoh. Akan tetapi, naskah lakon yang khusus dipersiapkan untuk dipentaskan
mempunyai struktur lain yang spesifik. Struktur ini pertama kali dirumuskan oleh Aristoteles yang
membagi menjadi lima bagian besar, yaitu eksposisi (pemaparan), komplikasi, klimaks, anti klimaks atau
resolusi, dan konklusi (catastrope). Kelima bagian tersebut pada perkembangan kemudian tidak
diterapkan secara kaku, tetapi lebih bersifat fungsionalistik.
2. Sutadara
Di Indonesia penanggung jawab proses transformasi naskah lakon ke bentuk pemanggungan adalah
sutradara yang merupakan pimpinan utama kerja kolektif sebuah teater. Sebagai pimpinan, sutradara
selain bertanggung jawab terhadap kelangsungan proses terciptanya pementasan juga harus bertanggung
jawab terhadap masyarakat atau penonton. Untuk itu sutradara dituntut mempunyai pengetahuan yang
luas agar mampu mengarahkan pemain untuk mencapai kreativitas maksimal dan dapat mengatasi
kendala teknis yang timbul dalam proses penciptaan.
8
SENI BUDAYA KELAS XII SEMESTER I

3.  Pemeran/Pemain
Pemain yang mampu menghidupkan tokoh dalam naskah lakon menjadi sosok yang nyata. Pemain adalah
alat untuk memeragakan tokoh. Tetapi bukan sekedar alat yang harus tunduk kepada naskah. Pemain
mempunyai wewenang membuat refleksi dari naskah melalui dirinya.
Agar bisa merefleksikan tokoh menjadi sesuatu yang hidup, pemain dituntut menguasai aspek-aspek
pemeranan yang dilatihkan secara khusus, yaitu jasmani (tubuh/fisik), rohani (jiwa/emosi), dan
intelektual.
4.  Penonton
Tujuan terakhir suatu pementasan lakon adalah penonton. Respon penonton atas lakon akan menjadi
suatu respons melingkar, antara penonton dengan pementasan. Kelompok penonton pada sebuah
pementasan adalah suatu komposisi organisme kemanusiaan yang peka. Mereka pergi menonton karena
ingin memperoleh kepuasan, kebutuhan, dan cita-cita. Alasan lainnya untuk tertawa, untuk menangis, dan
untuk digetarkan hatinya, karena terharu akibat dari hasrat ingin menonton.
5.   Tata Artistik
Tata artistik merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari teater. Pertunjukan teater menjadi tidak
utuh tanpa adanya tata artistik yang mendukungnya. Unsur artistik disini meliputi tata panggung , tata
busana, tata cahaya, tata rias, tata suara, tata musik yang dapat membantu pementasan menjadi sempurna
sebagai pertunjukan. Unsur – unsur artistik menjadi lebih berarti apabila sutradara dan penata artistik
mampu memberi makna kepada bagian-bagian tersebut sehingga unsur – unsur tersebut tidak hanya
sebagai bagian yang menempel atau mendukung, tetapi lebih dari itu merupakan kesatuan yang utuh dari
sebuah pementasan.

F. PENYUTRADARAAN DALAM TEATER MODERN


Sutradara adalah seorang yang mengkoordinasikan segala unsur teater dengan kecakapan dan daya
imajinasi sehingga mewujudkan pertunjukan yang sukses.
a. Tugas Sutradara
1. Sebagai pusat kesatuan kekuatan dari para aktor
2. Sebagai koordinator bagi para pemain dan para teknisi

b. Wilayah Kerja Sutradara


1. Menemukan Dan Menentukan Motif (Gagasan)
Menentukan motif dan gagasan yang merasuk pada suatu karya cerita dan memberi ciri kejiwaan
pada karyanya. Motif (gagasan) dapat bersifat sebagai berikut :
 ringan (tidak mendalam)
 memberi suasana khusus
 membuat cerita gembira menjadi suatu banyolan (lucu)
 mengurangi tragedi yang berlebihan
2. Menentukan Casting
casting adalah proses penyaringan untuk menentukan pemeran (pemain) berdasarkan hasil analisa
naskah untuk diwujudkan dalam pertunjukan
macam – macam casting ialah sebagai berikut :
 casting berdasarkan kecakapan
 casting berdasarkan tipe (kecocokan fisik) pemain
 casting berdasarkan pertentangan watak atau fisik pemain
 casting berdasarkan kesamaan emosi dan temperamen yang dimiliki pemain
 casting berdasarkan terapi
3. Tata Teknis Pentas
Sutradara harus mengerti tentang tata dan teknik pentas, yaitu segala hal yang menyangkut
kebutuhan suatu pementasan.
Contoh : seting, properti, tata busana, tata rias, tata cahaya, simbol warna, dll
4. Menyusun Mise En Scene
Menyusun segala perubahan yang terjadi dan terdapat pada daerah permainan karena adanya
perpindahan pemeranan (pemain) atau perlengkapan panggung.
Contoh :
 sikap pemain
 pengelompokan (grouping)
 dekorasi yang digunakan dalam pentas
 efek tata sinar (tata cahaya)
5. Menguatkan Dan Melemahkan Scene
9
SENI BUDAYA KELAS XII SEMESTER I

Menguatkan dan Melemahkan Scene (bagian – bagian tertentu) dari suatu cerita adalah teknik atau
cara dalam penggarapan cerita yang dituangkan pada bagian – bagian adegan yang ditampilkan.
Sutradara bebas menentukan tekanan pada bagian – bagian cerita menurut pandangan sendiri tanpa
merubah naskahnya
6. Menciptakan Aspek – Aspek Laku
Sutradara memberikan saran kepada para aktor untuk menciptakan apa yang disebut laku simbolik.
Laku simbolik adalah cara berperan yang diciptakan sendiri oleh pemain atau sutradara untuk
pemain yang biasanya tidak ada dalam naskah. Tujuannya untuk memperkaya permainan,
menjelaskan pada penonton apa yang terkandung dalam batin seorang permainan.
7. Mempengaruhi Jiwa Pemain
Sutradara disini menjadi “psikolog dramatis” yang artinya dalam menggambarkan watak, lebih
mengutamakan tekananan psikologis agar mimik (raut wajah), diksi sesuai dengan idenya dalam
penggarapan cerita. Sutradara langsung memberikan contoh acting kepada pemain.

c. Tipe Sutradara
Menurut Harymawan, tipe Sutradara ada 4. Yaitu :
1. Sutradara konseptor
Sutradara menentukan pokok penafsiran dan menyarankan konsep penafsiranya kepada pemain.
Pemain dibiarkan mengembangkan konsep itu secara kreatif. Tetapi juga terikat kepada pokok
penafsiran tsb.
2.  Sutradara diktator
Sutradara mengharapkan pemain dicetak seperti dirinya sendiri, tidak ada konsep penafsiran dua
arah ia mendambakan seni sebagai dirinya, sementara pemain dibentuk menjadi robot – robot yang
tetap buta tuli.
3.  Sutradara koordinator.
Sutradara menempatkan diri sebagai pengarah atau polisi lalulintas yang mengkoordinasikan
pemain dengan konsep pokok penafsirannya.
4.  Sutradara paternalis
Sutradara bertindak sebagai guru atau suhu yang mengamalkan ilmu bersamaan dengan mengasuh
batin para anggotanya.Teater disamakan dengan padepokan, sehingga pemain adalah cantrik yang
harus setia kepada sutradara.

G. JENIS – JENIS TEATER

1. Teater Boneka
Pertunjukan boneka telah dilakukan sejak Zaman Kuno. Sisabpeninggalannya ditemukan di makam-
makam India Kuno, Mesir, dan Yunani. Boneka sering dipakai untuk menceritakan legenda atau kisah
– kisah religius. Berbagai jenis boneka dimainkan dengan cara yang berbeda. Boneka tangan dipakai di
tangan sementara boneka tongkat digerakkan dengan tongkat yang dipegang dari bawah. Boneka tali,
digerakkan dengan cara menggerakkan kayu silang tempat tali boneka diikatkan. Dalam pertunjukan
wayang kulit, wayang dimainkan di belakang layar tipis dan sinar lampu menciptakan bayangan
wayang di layar.
2. Drama Musikal
Merupakan pertunjukan teater yang menggabungkan seni menyanyi, menari, dan akting. Drama
musikal mengedepankan unsur musik, nyanyi, dan gerak daripada dialog para pemainnya.
Kemampuan aktor tidak hanya pada penghayatan karakter melalui baris kalimat yang diucapkan tetapi
juga melalui lagu dan gerak tari. Disebut drama musikal karena memang latar belakangnya adalah
karya musik yang bercerita.
3. Teater Gerak
Teater gerak merupakan pertunjukan teater yang unsur utamanya adalah gerak dan ekspresi wajah
serta tubuh pemainnya. Penggunaan dialog sangat dibatasi atau bahkan dihilangkan seperti dalam
pertunjukan pantomim klasik. Makna pesan sebuah lakon yang hendak disampaikan semua
ditampilkan dalam bentuk gerak.
4. Teater Dramatik
Istilah dramatik digunakan untuk menyebut pertunjukan teater yang berdasar pada dramatika lakon
yang dipentaskan. Dalam teater dramatik, perubahan karakter secara psikologis sangat diperhatikan
dan situasi cerita serta latar belakang kejadian dibuat sedetil mungkin.
Rangkaian cerita dalam teater dramatik mengikuti alur plot dengan ketat. Mencoba menarik minat
dan rasa penonton terhadap situasi cerita yang disajikan. Menonjolkan laku aksi pemain dan
melengkapinya dengan sensasi sehingga penonton tergugah. Satu peristiwa berkaitan dengan peristiwa
lain hingga membentuk keseluruhan lakon. Karakter yang disajikan di atas pentas adalah karakter
10
SENI BUDAYA KELAS XII SEMESTER I

manusia yang sudah jadi, dalam artian tidak ada lagi proses perkembangan karakter tokoh secara
improvisatoris. Dengan segala konvensi yang ada di dalamnya, teater dramatik mencoba menyajikan
cerita seperti halnya kejadian nyata.

5. Teatrikalisasi Puisi
Pertunjukan teater yang dibuat berdasarkan karya sastra puisi. Karya puisi yang biasanya hanya
dibacakan dicoba untuk diperankan diatas pentas. Karena bahan dasarnya adalah puisi maka
teatrikalisasi puisi lebih mengedepankan estetika puitik di atas pentas. Gaya aktingpara pemain
biasanya teatrikal. Tata panggung dan blocking dirancangsedemikian rupa untuk menegaskan makna
puisi yang dimaksud.

H. UNSUR – UNSUR PENULISAN NASKAH LAKON


1. Tema
Tema ada yang menyebutnya sebagai premis, root idea, thought, aim, central idea, goal, driving
force dan sebagainya. Seorang penulis terkadang mengemukakan tema dengan jelas tetapi ada juga
yang secara tersirat. Akan tetapi, tema harus dirumuskan dengan jelas, karena tema merupakan sasaran
yang hendak dicapai oleh seorang penulis lakon. Ketika tema tidak terumuskan dengan jelas maka
lakon tersebut akan kabur dan tidak jelas apa yang hendak disampaikan.
2. Plot
Plot (ada yang menyebutnya sebagai alur) dalam pertunjukan teater mempunyai kedudukan yang
sangat penting. Hal ini berhubungan dengan pola pengadeganan dalam permainan teater, dan
merupakan dasar struktur irama keseluruhan permainan. Plot dapat dibagi berdasarkan babak dan
adegan atau berlangsung terus tanpa pembagian. Plot merupakan jalannya peristiwa dalam lakon yang
terus bergulir hinga lakon tersebut selesai. Jadi plot merupakan susunan peristiwa lakon yang terjadi di
atas panggung.
3. Seting
 Latar Tempat
Latar tempat adalah tempat yang menjadi latar peristiwa lakon itu terjadi. Menurut Aristoteles
peristiwa dalam lakon adalah mimesis atau tiruan dari kehidupan manusia keseharian.
 Latar Waktu
Latar waktu adalah waktu yang menjadi latar belakang peristiwa, adegan, dan babak itu terjadi.
Latar waktu terkadang sudah diberikan atau sudah diberi rambu-rambu oleh penulis lakon, tetapi
banyak latar waktu ini tidak diberikan oleh penulis lakon.
 Latar Peristiwa
Latar peristiwa adalah peristiwa yang melatari adegan itu terjadi dan bisa juga yang melatari lakon
itu terjadi. Latar peristiwa ini bisa sebagai realita bisa juga fiktif yang menjadi imajinasi penulis
lakon.
4. Tipe Lakon
 Drama
salah satu jenis lakon serius dan berisi kisah kehidupan manusia yang memiliki konflik yang rumit dan
penuh daya emosi tetapi tidak mengagungkan sifat tragedi.
 Tragedi
Lakon tragedi sebenarnya bukan lakon yang bercerita duka cita dan kesedihan tetapi lakon yang
bertujuan untuk mengoncang jjiwa penonton sehingga lemas, tergetar, merasa ngeri tetapi sekaligus
juga merasa belas kasihan. Pendeknya penonton merasa menyadari betapa kecil dan rapuhnya jiwa
manusia di depan kedahsyatan suratan takdir.
 Komedi
Lakon komedi adalah lakon yang mengungkapkan cacat dan kelemahan sifat manusia dengan cara
yang lucu, sehingga para penonton bisa lebih menghayati kenyataan hidupnya. Jadi lakon komedi
bukan hanya sekedar lawakan kosong tetapi harus mampu membukakan mata penonton kepada
kenyataan kehidupan sehari-hari yang lebih dalam.
 Satir
Lakon satir adalah lakon yang mengemas kebodohan, perlakuan kejam, kelemahan seseorang untuk
mengecam, mengejek bahkan menertawakan suatu keadaan dengan maksud membawa sebuah
perbaikan. Tujuan drama satir tidak hanya semata-mata sebagai humor biasa, tetapi lebih sebagai
sebuah kritik terhadap seseorang, atau kelompok masyarakat dengan cara yang sangat cerdik. Lakon
satir hampir sama dengan komedi tetapi ejekan dan sindiran dalam satir lebih agresif dan terselubung.
Sasaran dari lakon satir adalah orang, ide, sebuah institusi atau lembaga maupun masalah sosial yang
menyimpang
 Melodrama

11
SENI BUDAYA KELAS XII SEMESTER I

lakon yang sangat sentimental, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan mengharukan
perasaan penonton. Pementasan lakon-lakon melodrama sangat berbeda dengan jenis-jenis lakon
lainnya, pementasannya seolaholah dilebih-lebihkan sehingga kurang menyakinkan penonton.
5. Penokohan
Penokohan merupakan usaha untuk membedakan peran satu dengan peran yang lain. Perbedaan-
perbedaan peran ini diharapkan akan diidentifikasi oleh penonton. Jika proses identifikasi ini berhasil,
maka perasaan penonton akan merasa terwakili oleh perasaan peran yang diidentifikasi tersebut.
Peran-peran tersebut adalah sebagai berikut.

 Protagonis
adalah peran utama yang merupakan pusat atau sentral dari cerita. Peran ini disimbolkan sebagai peran
yang baik. Keberadaan peran adalah untuk mengatasi persoalan-persoalan yang muncul ketika
mencapai suatu citacita. Persoalan ini bisa dari tokoh lain, bisa dari alam, bisa juga karena kekurangan
dirinya sendiri. Peran ini juga menentukan jalannya cerita.

 Antagonis
adalah peran lawan, karena dia seringkali menjadi musuh yang menyebabkan konflik itu terjadi. Tokoh
protagonist dan antagonis harus memungkinkan menjalin pertikaian, dan pertikaian itu harus
berkembang mencapai klimaks. Tokoh antagonis harus memiliki watak yang kuat dan kontradiktif
terhadap tokoh protagonis.

 Deutragonis
adalah tokoh lain yang berada di pihak tokoh protagonis. Peran ini ikut mendukung menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi oleh tokoh protaganis.

 Tritagonis
adalah peran penengah yang bertugas menjadi pendamai atau pengantara protagonis dan antagonis.

 Foil
adalah peran yang tidak secara langsung terlibat dalam konflik yang terjadi tetapi ia diperlukan guna
menyelesaikan cerita. Biasanya dia berpihak pada tokoh antagonis.

 Utility
adalah peran pembantu atau sebagai tokoh pelengkap untuk mendukung rangkaian cerita dan
kesinambungan dramatik. Biasanya tokoh ini mewakili jiwa penulis.
 
 
TEATER TRADISIONAL
 
Mengenal teater tradisional Indonesia tidak sederhana. Seni teater adalah sesuatu yang sakral,
yang harus dilakukan secara sungguh – sungguh dengan segala hal seremoninya. Pertunjukan teater
tradisional tidak dapat sembarangan waktu diadakan. Pertunjukan teater tradisional harus dipertunjukkan
dengan sistem kepercayaan mereka. Inilah sebabnya pertunjukan tidak dapat dikemas menurut kehendak
penonton atau penyelenggara tontonan. Tiap jenis teater telah ada ketentuan permainannya. Teater
tradisional tidak otonom. Ia terikat oleh sistem kepercayaan. Untuk memahami teater tradisional
diperlukan pemahaman terhadap religi yang menjadi dasarnya.

D.Djajakusuma membagi teater tradisional menjadi dua yaitu : teater orang dan teater boneka.
Masing – masing kelompok teater tadi dibagi menjadi teater Istana dan teater rakyat.

FUNGSI POKOK TEATER TRADISIONAL


1. Pemanggil kekuatan gaib
2. Menjemput roh – roh pelindung untuk hadir di tempat terselenggaranya pertunjukan
3. Memanggil roh – roh baik untuk mengusir roh – roh jahat
4. Peringatan pada nenek moyang dengan mempertontonkan kegagahan maupun kepahlawanannya
5. Pelengkap upacara sehubungan dengan peringatan tingkat – tingkat hidup seseorang
6. Pelengkap upacara untuk saat – saat tertentu dalam siklus waktu

CIRI-CIRI TEATER TRADISIONAL/TEATER RAKYAT


1. Cerita tanpa naskah dan digarap berdasarkan peristiwa sejarah, dongeng, mitologi, atau kehidupan
sehari – hari
12
SENI BUDAYA KELAS XII SEMESTER I

2. Penyajian dengan dialog, tarian dan nyanyian


3. Unsur lawakan selalu muncul
4. Nilai dan laku dramatik dilakukan secara spontan, dan dalam satu adegan biasanya terdapat dua
unsur emosi sekaligus, yaitu : Tertawa dan menangis.
5. Pertunjukan menggunakan tetabuhan / musik tradisional
6. Penonton mengikuti pertunjukan secara santai dan akrab. Dan bahkan tidak terelakkan adanya
dialog langsung antara pelaku (tokoh/aktor) dengan publiknya (penonton)
7. Menggunakan bahasa daerah setempat
8. Tempat pertunjukan terbuka dalam bentuk arena (dikelilingi penonton)
 
 
A. KETHOPRAK

a. Pengertian Kethoprak
Kethoprak menurut asal bahasanya yaitu Kethok-kethok dan Prak-Prak Kethok-kethok berati penanda,
Prak-Prak itu adalah ilustrasi musiknya. Ketoprak menurut arti luasnya adalah Teater rakyat yang lahir di
Jawa  (Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta), menyajikan dialog, tarian, nyanyian
dan lawakan dengan tanda pembabakan menggunakan pukulan keprak (kentongan) dan membawakan
cerita rakyat (legenda, donWgeng, sejarah, babad, dan fiktif) baik dari dalam maupun luar negeri.

b. Sejarah Ketoprak / Periodisasi Ketoprak Menurut Alat Musiknya


1. Ketoprak Lesung (1887 – 1925)
Bentuk awal dari kesenian ketoprak hanya berupa permainan hiburan santai di waktu senggang
dikalangan rakyat pedesaan. penggambaran awal dari ketoprak lesung, kurang lebih sebagai berikut :
Lesung besar (alat untuk menumbuk padi) telah tersedia disamping kanan atau kiri rumah petani,
namun terkadang tersedia juga lesung lebih kecil.
Seorang atau dua orang penduduk desa mengawali memukul lesung tersebut dengan irama gejog yang
umum dimainkan orang pedesaan. Suara gejog tersebut cukup menarik minat para tetangga untuk
menggabung dalam permainan tersebut. Permainan santai ini diikuti oleh para remaja desa, baik laki –
laki maupun perempuan. Bunyi berirama yang keluar dari lesung memancing peserta yang tidak
mendapat bagian memukul lesung untuk menari – nari mengikuti irama tersebut. Gerak – gerak sederhana
dengan cara improvisasi muncul dengan bebas menurut gayanya sendiri – sendiri.
Tradisi permainan gejog lesung memang telah lama ada dikalangan rakyat petani jawa, namun
kapan dan dimana pertama kali muncul tidak diketahui.
Pada awal kehadirannya, taraf permainan tersebut masih belum berupa pertunjukan dalam arti
sebenarnya. Ikatan antara pemain dan penonton masih erat dan kesempatan berpartisipasi terbuka lebar.
Sinar bulan merupakan alat penerangan pementasan. Suara pukulan lesung yang berirama gejog
juga terdengar apabila gerhana bulan.
Permainan gejog lesung yang merupakan bibit pertunjukan ketoprak ini banyak dilakukan didesa
– desa di sekitar Daerah Istimewa Yogyakarta, Klaten (Jawa Tengah) dan daerah pertanian lainnya.
Sifat kesantaian permainan gejog lesung tidak mengharuskan orang memakai pakaian khusus (tata busana
yang khusus).
Permainan yang pada awalnya hanya berisi bunyi – bunyian, tari-tarian, nyanyi-nyanyian lama
kelamaan menjemukan dan monoton. Diantara penonton yang mempunyai jiwa seni menambahkan
beberapa adegan berupa lawakan untuk menyegarkan suasana.
Cerita pada Ketoprak Lesung masih seputar pertanian (masalah hama, Dewi Sri, dll)
Alat iringan selain lesung, antara lain : kendang, seruling dan terbang

2. Ketoprak Peralihan (1925 – 1927)


Pertunjukan ketoprak lesung mendapatkan sambutan baik dari masyarakat. Sifat humor dan penyajian
yang sederhana dari pertunjukan tersebut sesuai dengan keadaan masyarakat disana, yaitu masih bersifat
pedesaan.
Lama – kelamaan, penyempurnaan dan penambahan mulai dilakukan. Baik menyangkut alat iringan,
cerita, tarian maupun pakaian. Alat iringan yang hanya terdiri dari lesung, kendang, seruling dan terbang
sudah tidak memuaskan lagi. Maka ditambah dengan beberapa gamelan, seperti : saron, kempul, gong
dan lainnya. Ada juga perkumpulan ketoprak lainnya menambahkan peralatan seperti : biola dan
mandolin.
Cerita ketoprak mulai diperluas, baik diambil dari cerita rakyat, babad, panji, maupun cerita dari
luar negeri (Johar Manik, Sam Pek Eng Tay, dll)
Gerakan tari lebih teratur dan terkonsep.

13
SENI BUDAYA KELAS XII SEMESTER I

Yang menarik pada Ketoprak Peralihan ini adalah cara memperkenalkan diri kepada penonton. Pada
awalnya, ketika Aktor masuk, Aktor mennyanyi, lalu aktor memperkenalkan dirinya, namanya siapa dan
pada malam itu dia memerankan apa.
Pada Ketoprak Peralihan, unsur tata busana mulai difikirkan.
3. Ketoprak Gamelan (1927 – sekarang)
Pada tahun 1927, Rombongan Ki Wisangkara (Surakarta) mementaskan Aji Saka dengan
menggunakan peralatan gamelan, di sebuah pendapa, kemungkinan awal dari pertunjukan tersebut
menandai berawalnya Ketoprak Gamelan.
Dalam Ketoprak ini alat musiknya (secara keseluruhan) menggunakan gamelan.
Pada Ketoprak Gamelan, gerakan – gerakan seperti pencak silat, tarian, dan nyanyian sudah
melewati tahap latihan. Meskipun menggunakan woss (naskah ketoprak) yang hanya sederhana dan
menerangkan point pentingnya saja, para pemeran dapat meluangkan waktu (walau sebentar) untuk
berkoordinasi dengan lawan mainnya, sehingga pada waktu pementasan mereka tidak akan mati diatas
pentas.

B. CIRI – CIRI KETOPRAK :


1. Cerita biasanya sudah dikenal dalam masyarakat (legenda, dongeng, sejarah, babad, fiktif) baik dari
dalam maupun luar negeri.
2. Penyutradaraan dilakukan secara luwes
3. Naskah Ketoprak yang dikenal dengan woss
4. Naskah Ketoprak/woss berbeda dengan naskah lakon lainnya, dengan ciri – ciri : Naskah singkat,
sederhana dan lengkap tanpa dialog
5. Dapukan (tokoh yang akan diperankan) / baik terancang maupun spontanitas. Dapukan disini
bahasa lainnya adalah tokoh
6. Penuangan cerita, dapat bersama – sama atau perorangan
7. pengaturan bagian – bagian yang lain dilaksanakan secara terancang, maupun spontanitas.
8. Pementasan dapat berjalan, meskipun dalang (sutradara) tidak mengendalikan
9. Konsep penyutradaraan tidak meninggalkan unsur : sereng (kereng/serius), sengsem (terhanyut,
terlena), lucu dan bobot (isi/kualitas).

C. JENIS PAKAIAN / TATA BUSANA


Tata Busana dapat dibedakan menjadi :
1. Jenis Pakaian Kejawen
Jenis – jenis pakaian kejawen antara lain :
 Celana panji
 Baju Surjan
 Kebaya
 Blangkon
 Iket lembaran / Udheng
 Kemben
 Kuluk/ mahkota untuk upacara raja dan mentri- mentrinya

2. Jenis Pakaian Mesiran


 Celana panjang gombyor
 Kemeja panjang
 Rompi
 Jubah
 Simbar, dibuat dari kain bludru yang dibordir (Ketoprak gaya Surakarta/Solo)
Jenis pakaian ini digunakan untuk cerita – cerita dari luar/ mesiran. Misalnya : dongeng dari
cerita 1001 Malam, cerita Turki, dll
3. Jenis Pakaian Basahan
Yang dimaksud dengan pakaian basahan adalah jenis gabungan antara pakaian kejawen dengan
mesiran, yaitu bagian bawah menggunakan kain batik atas menggunakan jubah.
Pakaian ini digunakan untuk membawakan cerita khusus yang bernafaskan Islam. Misalnya : Cerita
Menak ( Wong Ageng Jayeng Rono), Cerita Wali, dll
4. Jenis Pakaian Gedhog
Jenis pakaian ini terpengaruh dengan pakaian wayang orang, hanya disana sini ada perubahan –
perubahan.
Jenis pakaian Gedhog digunakan untuk membawakan cerita – cerita mulai jaman sebelum
Majapahit s/d mapahit runtuh. Cerita – cerita tersebut antara lain : Damarwulan, Cerita Panji,
Pancapana Indrayana, Anglingdarmo, dll (Marsidah B.Sc)
14
SENI BUDAYA KELAS XII SEMESTER I

Jenis pakaian ini mulai dikenal pada tahun 1958, pada waktu Ketoprak RRI Yogyakarta pimpinan
Cokrojiyo mengadakan pementasan disebuah gedung pertunjukan. Dengan cerita Damarwulan.

Pakaian gedhog antara lain :


 Tropong (dapat berbentuk seperti candi, wayang)
 Jamang dan sumping
 Kelat bahu
 Binggel dan gelang

Cara menggunakan kostum dalam ketoprak :


 Kostum sebaiknya ginakan sesuai/ mendekati dengan cerita yang akan dibawakan
 Disesuaikan dengan kedudukannya dalam peran (Raja, Patih, Tumenggung, Rakyat, kostumnya
jelas berbeda)
 Wajar, tidak berlebih – lebihan, namun cukup untuk menimbulkan rasa keindahan

15
SENI BUDAYA KELAS XII SEMESTER I

RANGKUMAN MATERI

“SENI BUDAYA”
KELAS XII
SEMESTER 1

NAMA : …………………………………………….

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)


SMK TUNAS KANCANA

16

Anda mungkin juga menyukai