Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUA

A. Latar Belakang Masalah

Seniman merupakan manusia yang mampu mewarnai peradaban manusia.

Kehadirannya sangat berarti, yaitu sebagai kunci pembedah peradaban suatu kelompok.

Predikat untuk menjadi seorang seniman sangat berat karena seorang seniman harus

memiliki energi kegilaan yang luar biasa. Tanpa energi kegilaan ini tidak mungkin seniman

mampu melahirkan karya kreatif dan besar.

Sebuah pendapat menyatakan bahwa “Seniman-seniman yang mampu

mengungkapkan ciptanya kedalam suatu bentuk seni biasanya disebut seniman kreatif,

sedangkan seniman yang mampu mengungkapkan cipta orang lain disebut seniman

penyaji atau seniman timbal” (Suwaji Bastomi, 1992: 97-98).

Dalam mempelajari suatu ilmu harus berpikir secarakritis. Demikian pula,

saatmempelajari Seni Rupa. Cara berfikir kritis tersebut dapat dituangkan dalam bentuk kritik

seni. Mengkritik dapat mengapresiasikan suatu karya seniman. Kita dapat mengetahui

bagaimanakan karya seni tersebut dapat tercipta ditangan seniman.

Dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk meneliti alur kehidupan Titut Edi

Purwanto biasa dipanggil Edi Titut yang dianggap menarik untuk dikaji, sebagai objek

penelitiannya. Nama yang cukup popular di Banyumas dan sekitarnya. Beliau dikenal sebagai

seniman yang nyentrik, selain prestasinya dalam penelitian ini mengharapkan agar

masyarakat mengenal bahwa ada seniman hebat di Banyumas. Bukan itu saja tetapi juga

sifatnya yang ramah sopan santun dan berjiwa sosiali yang tinggi kepada masyarakat

sehingga ia dihormati.

1
Biografi Titut Edi …, Cahyoko, FKIP UMP, 2017
Seniman pendiri sanggar seni Cowong Sewu tersebut tinggal di Jalan Lemah Urug

No.1, desa Pangebatan, Kecamatan Karanglewas, Kabupaten Banyumas ini dikenal suka

berbuat aneh-aneh, ia sering mengadakan atraksi dengan mengumpulkan sejumlah pelukis

untuk melukis dengan cara yang tidak biasa. Umumnya melukis dengan kuas ini justru

menggunaakan tubuhnya yang berguling untuk menorehkan catnya di kanvas sehingga

membentuk obyek lukisan.

Salah satu karya beliau sebagai seniman adalah cowong sewu yang awalnya ritual

mistik, kemudian diubah menjadi sebuah kesenian khas Banyumasan, yang mempunyai nilai

seni pertunjukan yang tinggi. Titut Edi Purwanto pernah berkesempatan mengikuti festival

karya seni di Banyumas, hasil karya beliau sering menjadi juara, contohnya yaitu Cowong

Sewu yang menjadi juara 1 festival karya seni Banyumas. Pada awalnya ritual Cowong Sewu

diciptakan oleh para leluhur karena adanya rasa prihatin karena terjadinya kemarau panjang

yang menyebabkan tanaman mati, kekeringan dan jika tidak diupayakan suatu upaya

permohonan kepada sang Pencipta maka akan terjadi kelaparan dan kematian. Ritual minta

hujan ini pada saat itu bukan menjadi hal yang salah karena pada kenyataannya masyarakat

zaman dahulu belum mengerti tentang agama dan kepercayaan. Sehingga para leluhur berdoa

meminta hujan dengan melakukan ritual cowongan. Seiring berkembangnya zaman agar

kebudayaan ini tidak hilang, salah satu tokoh budayawan Banyumas Titut Edi Purwanto

menjadikan kebudayaan cowongan ini sebagai suatu seni pertunjukkan yang disebut dengan

nama Cowong Sewu. Kemudian berawal dari ritual memanggil hujan dibuah Kesenian ini

mempertunjukkan tradisi cowongan dengan tujuan memperkenalkannya kepada masayarakat

agar tetap lestari dan tidak punah.

Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti alur kehidupan Titut Edi

Purwanto yang dianggap menarik untuk dikaji. Peneliti memilih Titut Edi Purwanto sebagai

objek penelitiannya, selain dikarenakan prestasinya yang membanggakan keluarga dan warga
2
Banyumas pada umumnya, tetapi juga karena keunikan beliau yang membedakan dari

seniman lukis lainnya. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk menulis

penelitian ini yang akan mengkaji tentang kehidupan tokoh tersebut menyangkut latar

belakang keluarga, latar belakang pendidikan, dan kehidupan sosial budayanya serta

memaparkan bagaimana perjalanan seniman Titut Edi Purwanto hingga seperti sekarang ini.

B. Rumusan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang

akan diteliti sebagai berikut:

1. riwayat kehidupan Titut Edi Purwanto sebagai tokoh seniman

2. kiprah Titut Edi Purwanto sebagai seniman lukis di Banyumas dan sekitarnya

3. prestasi Titut Edi Purwanto sebagai seniman

C. Tujuan Penelitian

Dari Permasalahan yang sudah dipaparkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini

bermaksud untuk memaparkan:

1. mengetahui riwayat kehidupan Titut Edi Purwanto sebagai tokoh seniman

2. menjelaskan kiprah Titut Edi Purwanto sebagai seniman di Banyumas dan sekitarnya

3. mengetahui prestasi Titut Edi Purwanto sebagai seniman

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini sebagai Dasar pengambilan judul untuk dijadikan penyusunan

Tugas Akhir Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas FKIP Universitas Muhammadiyah


3
Purwokerto. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam

memperkaya wawasan tentang seniman lokal khususnya seni lukis. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat berguna sebagai salah satu referensi dalam menganalisis biografi seorang

tokoh dan perannya dalam masyarakat.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pembelajaran bagi masyarakat

maupun pembaca lainnya tentang pentingnya menghargai hasil karya seorang seniman. Hasil

penelitian ini diharapkan berguna untuk membina karakter berseni/ gairah sehingga

munculnya seniman-seniman muda yang berprestasi.

E. Kajian Pustaka Dan Penelitian yang Relevan

1. Kajian Pustaka

a. Seniman

Seni merupakan bentuk aktivitas manusia untuk menciptakan suatu karya

apapun, yang kemudian sebagai cipta seniman akan menyampaikan ungkapan perasaan

tentang perkembangan lingkungan masyarakat dan fenomena-fenomena alam yang terjadi

di sekitar kepada orang lain. Seni bukan hanya semata-mata kegiatan jasmani saja,

melainkan aktivitas jasmani maupun rohani. Achdiat Karta Miharja menyatakan: “Seni

adalah kegiatan rohani manusia yang merefleksikan realita dalam suatu karya yang berkat

bentuk dan isinya mempunyai daya untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam

pengalaman rohani si penerimanya” (dalam Suwaji Bastomi, 1992: 20).

Sebuah karya seni akan menimbulkan kembali perasaan dari pencipta apabila

penikmat seni mampu menangkap, menerima dan menelaah filosofis apa yang terkandung

dalam seni tersebut. Mengingat bahwa setiap manusia memiliki kemampuan dan daya

tangkap yang berbeda-beda, maka perasaan yang ditangkap oleh penikmat seni juga akan
4
berbeda-beda satu sama lain. Untuk itu seorang seniman dituntut memiliki sebuah

kreativitas yang mampu menyamakan persepsi penikmat seni yang bertujuan agar

penikmat seni mampu menerima dan menganalisis pesan filosofis yang terkandung

dalam sebuah karya seni sesuai dengan maksud dari pencipta karya seni tersebut.

Dari uraian di atas dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa kegiatan seni merupakan

salah satu bahasa batin yang bersifat filosofis yang mampu menyikapi perkembangan

lingkungan masyarakat dan fenomena-fenomena alam yang terjadi di sekitar kita melalui

sebuah bentuk karya seni yang kemudian disuguhkan kepada para penikmat seni. Pada

dasarnya seniman adalah seorang spesialis, artinya seorang yang memiliki kekhususan,

kekhususan dalam hal memiliki daya dan kemampuan menciptakan seni atau

menghasilkan seni (Suwaji Bastomi, 1992: 98).

Seniman merupakan manusia yang mampu mewarnai peradaban manusia.

Kehadirannya sangat berarti, yaitu sebagai kunci pembedah peradaban suatu kelompok.

Predikat untuk menjadi seorang seniman sangat berat karena seorang seniman harus

memiliki energi kegilaan yang luar biasa. Tanpa energi kegilaan ini tidak mungkin seniman

mampu melahirkan karya kreatif dan besar.

Sebuah pendapat menyatakan bahwa “Seniman-seniman yang mampu

mengungkapkan ciptanya kedalam suatu bentuk seni biasanya disebut seniman kreatif,

sedangkan seniman yang mampu mengungkapkan cipta orang lain disebut seniman

penyaji atau seniman timbal” (Suwaji Bastomi, 1992: 97-98).

Seniman adalah istilah subyektif yang merujuk kepada seseorang yang kreatif, atau

inovatif, atau mahir dalam bidang seni, Penggunaan yang paling kerap adalah untuk

menyebut orang-orang yang menciptakan seni, seperti lukisan, patung, seni peran, seni tari,

sastra, film dan musik. Seniman menggunakan imajinasi dan bakatnya untuk menciptakan

5
karya dengan nilai estetik. Ahli sejarang seni dan kritikus seni mendefinisikan seniman

sebagai seseorang yang menghasilkan seni dalam batas-batas yang diakui.

Pada diri seniman, potensi seni terkait erat dengan fungsi yang disandangnya, antara

lain sebagai media pewarisan budaya, sarana pendidikan, media hiburan masyarakat, aset

pendapatan devisa nasional, fungsi ekonomi masyarakat, dan fungsi politik tertentu. Dari

berbagai potensi tersebut, muncul berbagai macam dampak, baik dampak yang positif

maupun yang negatif.

Kata seni berasal dari kata sani yang kurang lebih artinya ”jiwa yang luhur atau

ketulusan jiwa”. Menurut kajian ilmu di Eropa, seni disebut art (artivisual) yang artinya

kurang lebih adalah barang/ atau karya dari sebuah kegiatan. Menurut Suharto mojo Rijoat

dalam buku Ethnologie, kesenian adalah segala sesuatu ciptaan manusia untuk memenuhi

atau untuk menunjukkan rasa keindahan. Keseniaan merupakan hasil dari unsur budaya

manusia, yaitu rasa. Kesenian selalu mewakili sesuatu dan mengomunikasikan informasi.

Komunikasi di dalam kesenian berbeda dengan komunikasi lain. Komunikasi di dalam

kesenian harus diubah ke dalam bentuk kiasan atau pernyataan simbolik (Mulyadi 69-68).

Berdasarkan penelitian para ahli, seni atau karya seni sudah ada kurang lebih sejak

60.000 tahun yang lalu. Bukti ini terdapat pada dinding-dinding gua di Prancis Selatan.

Buktinya berupa lukisan yang berupa torehan-torehan pada dinding dengan menggunakan

warna yang menggambarkan kehidupan manusia purba. Artefak atau bukti ini mirip lukisan

modern yang penuh ekspresi. Hal ini dapat kita lihat dari kebebasan mengubah bentuk

(Mulyadi 69). Kesenian terlahir dari ekspresi dan kreativitas masyarakat yang dilatar

belakangi oleh keadaan social budaya, ekonomi, letak geografis, pola kegiatan keseharian.

Keberadaannya lahir melalui proses pewarisan, maka kesenian menjadi tradisi turun temurun.

Kesenian tidak berdiri sendiri, melainkan didukung oleh unsure - unsur seni lainnya.

6
Misalnya seni rupa tidak akan lepas dari unsur seni musik dan seni tari bahkan seni sastra dan

drama.

Kesenian terlahir dari ekspresi dan kreativitas masyarakat yang dilatar belakangi oleh

keadaan social budaya, ekonomi, letak geografis, pola kegiatan keseharian. Keberadaannya

lahir melalui proses pewarisan, maka kesenian menjadi tradisi turun temurun. Kesenian tidak

berdiri sendiri, melainkan didukung oleh unsur-unsur seni lainnya. Misalnya seni rupa tidak

akan lepas dari unsur seni musik dan seni tari bahkan seni sastra dan drama.

Seni pada dasarnya adalah suatu bahasa komunikasi yang disampaikan melalui suatu

media. Seniman sebagai sumber komunikasi, sedangkan karya seni sebagai media

komunikasi dan pengamat atau masyarakat sebagai penerima. Oleh karena itu, suatu karya

seni memiliki beberapa fungsi, bukan saja bersifat pribadi tetapi juga bersifat sosial. Herbert

Read dalam bukunya yang berjudul The Meaning of Art, menyebutkan bahwa seni

merupakan usaha manusia untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan. Bentuk

yang menyenangkan dalam arti bentuk yang dapat membingkai perasaan keindahan dan

perasaan keindahan itu dapat terpuaskan apabila dapat menangkap harmoni atau satu

kesatuan dari bentuk yang disajikan (Darsono, 2004: 2).

Seni murni adalah seni yang dikembangkan untuk dinikmati keindahannya. Estetika

bentuk merupakan faktor utama dibandingkan fungsi dari benda itu sendiri, karya seni murni

lebih banyak dimanfaatkan sebagai barang pajangan atau koleksi. Proses pembuatannya yang

dikerjakan secara satuan menjadi nilai jual untuk karya seni murni. Karya seni murni

biasanya dibuat dalam jumlah satuan, sehingga menjadi gengsi tersendiri bagi para kolektor

untuk memilikinya. Sebagai contoh karya seni murni diantaranya Lukisan, Kaligrafi, dan

Patung.

b. Seni lukis

7
Seni Lukis merupakan cabang dari seni rupa yang cara pengungkapannya diwujudkan

melalui karya dua dimensional dimana unsur-unsur pokok dalam karya dua dimensional

adalah garis dan warna. Menurut pengertian umum Melukis adalah kegiatan mengolah

medium dua dimensi atau permukaan dari objek tiga dimensi untuk mendapat kesan tertentu.

Medium lukisan bisa berbentuk apa saja, seperti kanvas, kertas, papan, kain dan bahkan film

di dalam fotografi bisa dianggap sebagai media lukisan. Alat yang digunakan juga bisa

bermacam-macam, dengan syarat bisa memberikan imaji tertentu kepada media yang

digunakan. Bahan yang diproses untuk melukis kain katun yang dapat menyerap atau

meresap warnanya (Soedarso Sp, 1990: 11).

Lukisan adalah karya seni yang proses pembuatannya dilakukan dengan memulaskan

berbagai warna, dengan kedalaman warna "pigmen" dalam pelarut (atau medium) dan gen

pengikat (lem) untuk pengencer air, gen pegikat berupa minyak linen untuk cat minyak

dengan pengencer terpenthin, pada permukaan (penyangga) seperti kertas, kanvas, atau

dinding. Ini dilakukan oleh seorang pelukis, dengan kedalaman warna dan cita rasa pelukis,

definisi ini digunakan terutama jika ia merupakan pencipta suatu karya lukisan.Manusia telah

melukis selama 6 kali lebih lama berbanding penggunaan tulisan. Sebagai contoh lukisan-

lukisan yang berada di gua-gua tempat tinggal manusia prasejarah.

Manusia berkomunikasi melalui bahasa verbal dan bahasa non-verbal. Bagi seniman,

untuk menyampaikan apa yang ada dalam hatinya, kekesalannya, harapannya, mau tidak mau

ia harus berbicara dengan bahasa non-verbal, yaitu dengan gestur, ekspresi, ataupun sorot

mata. Bagi seniman, bahasa non-verbal sangatlah penting untuk mewakili semua perasaan

yang ia ingin keluarkan karena seniman mengekspresikan perasaannya melalui karya.

Seni lukis merupakan salah satu cabang dari seni rupa yang pada saat ini mengalami

perkembangan begitu pesat, demikian pula mengenai batasan-batasan pengertiannya. Secara

umum seni lukis diartikan sebagai suatu penggunaan warna pada sebuah bidang permukaan
8
untuk menciptakan maksud tertentu dari sebuah imajinasi. Sebuah pendapat menyatakan

bahwa: “Seni lukis merupakan salah satu hasil karya seni rupa dwi matra, di samping

seni grafis, ilustrasi, desain komunikasi visual gambar dan sketsa” (Edy Tri Sulistyo,

2005:1. b).

Bermacam pendapat dari para ahli mengenai pengertian seni lukis yang hingga

sekarang ini masih berkembang secara elementer, maka dipertegas dalam Ensiklopedia

Indonesia: “Seni lukis adalah bentuk lukisan pada bidang 2 dimensi, berupa hasil

pencampuran warna yang mengandung arti”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka pengertian seni lukis dapat disimpulkan

sebagai hasil aktivitas manusia yang dituangkan dalam bidang dua dimensi dalam arti

mempunyai ukuran panjang dan lebar dengan melandaskan fisioplastis dan ideoplastis

menggunakan medium seni rupa sehingga menghasilkan karya seni lukis yang

mempunyai nilai artistik guna mencapai ekspresi dan imajinasi.

Di dalam seni lukis pada hakekatnya terdapat kegiatan melukis untuk

menuangkan ide kreatif yang terdapat unsur ekspresivitas dan kreativitas. Sebuah pendapat

menyatakan:

“Melukis dapat dikatakan sebagai kegiatan menggambar, jika ungkapan


perasaan (ekspresi) merupakan aspek yang paling dominan, oleh karenanya melukis
dapat dikatakan dengan istilah menggambar ekspresi. Jadi, melukis berarti usaha
seseorang (sebut: seniman) untuk menyalurkan ungkapan perasaandengan
menggunakan media seni rupa lazimnya adalah media cat minyak di atas kanvas
atau cat air di atas kertas” (Edy Tri Sulistyo, 2005: 1-2. b)

Penelitian kali ini mengangkat biografi dari seorang seniman yang menganut aliran

surealisme. Aliran surealisme yaitu aliran yang erat kaitannya dengan dunia fantasi, seolah -

olah kita melukis dalam dunia mimpi. Lukisan surealisme juga biasanya memiliki bentuk

atau lukisan yang tidak logis serta seperti khayalan.

c. Seni Pertunjukan.

9
Kata seni pertunjukan mengandung pengertian untuk mempertunjukakan sesuatu yang

bernilai seni tetapi senantiasa berusaha untuk menarik perhatian bila ditonton. Kepuasan bagi

yang menikmatinya tergantung sejauh mana aspek jiwa melibatkan diri di dalam pertunjukan

itu dan kesan yang diperoleh setelah menikmati sehingga menimbulkan adanya perubahan

dalam dirinya sendiri, seperti merasa memperoleh wawasan baru, pengalaman baru, dan

kedalaman atau kepekaan dalam menangkap sesuatu sehingga bermakna (M Jazuli 1994 :

60).

Menurut Seodarsono (2003 : 1) mengatakan bahwa seni pertunjukan adalah salah satu

cabang seni yang selalu hadir dalam kehidupan masyarakat. Seni pertunjukan sebagai seni

yang hilang dalam waktu,karena hanya bisa kita nikmati apabila seni tersebut sedang di

pertunjukkan. Menurut RM. Soedarsono dalam Endang Caturwati (2007 : 36) seni

pertunjukan memiliki fungsi primer dan sekunder yang berbeda. Fungsi primer seni

pertunjukan adalah apabila seni tersebut jelas siapa penikmatnya. Secara garis besar fungsi

primer memiliki tiga: yaitu (1) sebagai sarana upacara, (2) sebagai ungkapan pribadi dan (3)

sebagai presentasi estetis. Adapun fungsi sekunder apabila seni pertunjukan bertujuan bukan

untuk dinikmati, tetapi untuk kepentingan yang lain. Ini berarti fungsi pertunjukan menjadi

multifungsi, tergantung dari perkembangan masyarakat pendukungnya. Multifungsi itu antara

lain : sebagai pengikat kebersamaan, media komunikasi, interaksi, ajang gengsi, bisnis dan

mata pencaharian.

Bentuk penyajian seni pertunjukan tradisional pada umumnya sederhana dan spontan,

penuh improvisasi,baik dalam pemeranan, tarian, maupun jalan cerita. Tidak ada latihan dan

persiapan yang sifatnya khusus. Dengan demikian sifat seni pertunjukan jenis ini, amat

dinamik dan cepat sekali berkembang sesuai dengan perubahan-perubahan masyarakatnya.

Apabila masyarakat berubah atau menerima unsur-unsur budaya baru, maka seni pertunjukan

ini pun menyesuaikan diri dengan perubahan.


10
Dalam pertunjukan seni tradisional, tari merupakan bentuk visual yang dapat

memberikan nuansa keindahan. Bahkan dapat dikatakan sebagian besar pertunjukan seni

tradisional di dalamnya terdapat adanya unsur gerak tari. Dari pengertian di atas dapat

dikatakan bahwa seni pertunjukan adalah sesuatu yang bernilai seni dan berusaha menarik

perhatian penonton dan saat disajikan hendaknya secara utuh sehingga dapat dinikmati

langsung oleh masyarakat pendukung maupun penikmatnya.

2. Penelitian yang Relevan

Penelitian dan penulisan biografi seorang tokoh masyarakat memang sudah sering

dilakukan oleh para sejarawan. Pada dasarnya penulisan biografi tokoh yang terkenal maupun

tokoh yang berjasa dalam suatu lingkup masyarakat, mempunyai alur pemikiran yang

terfokus pada alur kehidupan tokoh dan prestasi yang diraihnya tersebut maupun pemikiran-

pemikirannya yang bermanfaat bagi masyarakat. Berikut ini beberapa penelitian yang

menjadi refrensi peneliti adalah sebagai berikut:

Darmawan Kristianto (2007) dengan judul skripsi Studi Tentang Seni Lukis Realis

Karya Agus Wiryawan Periode Tahun 2001-2003. Agus Wiryawan adalah salah satu seniman

dari Surakarta yang beraliran realisme yang masih aktif dalam berkarya. Sebagian karya lukis

realis yang dibuat juga nampak seperti potret. Agus Wiryawan dalam berkarya

dipengaruhi oleh kepuasan batin sebagai faktor utama yang kemudian didukung oleh

latar belakang lingkungan keluarga, latar belakang pendidikan dan latar belakang

lingkungan masyarakat. Agus Wiryawan melukis dengan tema aktivitas kehidupan

manusia, khususnya aktivitas kaum perempuan. Dari penelitian terdahulu tersebut peneliti

menjadi terdorong dan tertarik untuk melakukan penelitian tentang tema yang sama dari

refrensi penelitian tersebut.

11
Oktaviani Peni (2015) dengan skripsi berjudul Seni Cowong. Seni Cowong/cowongan

adalah kesenian khas Banyumasan yang digelar dalam rangka upacara meminta hujan.

Namun di desa Pangebattan kesenian Cowongan juga digelar untuk sarana syair islam.

Kartikasari (2013) dengan skripsinya yang berjudul Lukisan Realistik Karya Nasirun.

Dalam skripsinya menjelaskan bahwa lukisan Nasirun, pergulatan budaya sinkretis Jawa

Islam itu tampil unik karena didekati dengan olah rupa yang ekspresif, mendalam sekaligus

penuh permainan. Ekspresif lahir dari spontanitas mengola ingatan budaya dan

menerjemahkannya dalam elemen visual cair mengalir. Lukisan Nasirun yang berjudul Imaji

Baraq Jawa adalah lukisan surealisme yang bermula dari cerita yang didapatkannya waktu

kecil ketika ibunya mendongeng yang kemudian divisualisasikan ke dalam gambar.

Kemudian menggambarkannya keadaan tersebut di atas kanvas. Dengan sebuah imajinatif

yang ada di dalam pikirannya.

Sandra (2014) dengan skripsinya yang berjudul Biografi Yakut: Kiprah dan Prestasi

Dalang Muda dari Banyumas. Sandra menyimpulkan bahwa tidak semua dalang itu

berkiprah ketika sudah tua, tetapi menjadi dalang juga bisa ketika usia masih muda, hal ini

karena tergantung pada minat dan bakat pada seseorang jika orang tersebut bakat sejak kecil

maka dalam usia mudapun sudah bisa mempertjunjukan dirinya sebagai dalang dan tidak

harus menunggu sudah tua. Hal ini bisa menjadi inspirasi untuk generasi penerus.

Menurut Endah Puji Lestari (2005) dalam skripsinya yang berjudul Biografi Karsinah

(Mantan Lengger) di Desa Kalisabuk, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap,

menyimpulkan bahwa Karsinah sudah menjadi lengger di umur belasan tahun. Kesenian

lengger merupakan bakatnya dan untuk menyalurkan bakatnya itu ia mempelajari lengger

dari salah satu seniornya, kemudian ia juga tidak segan untuk berbagi ilmu kepada anak-anak

atau orang yang ingin mempelajari lengger seperti dirinya. Saat sudah menikah ia kemudian

menghentikan kegiatannya sebagai seorang legger demi mengurusi keluarga, suami, dan
12
anak-anaknya. Padahal pada saat itu usianya yang masih produktif untuk berkarya. Saat

menjadi lengger, Karsinah pernah tampil di depan tamu Negara dan para turis mancanegara.

Artikel pada jurnal Humaniora volume XIX. No. 2/2007 yang ditulis oleh A. Adaby

Darban yang berjudul “Mengungkap Biografi Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo”

menyimpulkan bahwa Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo salah seorang murid HOS

Cokroaminoto kawan Sokearno yang menjadi pemimpin Sarekat Islam (SI). Marijan

Kartosuwiryo yang meliputi lain masa kecil dan pendidikannya, perkenalannya dengan dunia

politik dan temu jodohnya, perjuangannya di luar kepartaian, pergerilyaannya melawan

Belanda, serta perang segi tiga dan berdirinya NII. Sekarmaji, sebuah nama asli yang

diberikan oleh orang tuanya ketika ia lahir di Cepu pada tanggal 7 Februari 1905, sedangkan

Marijan Kartosuwiryo adalah nama ayahnya, seorang pegawai gubernemen Hindia Belanda

dengan jabatan Mantri Kehutanan. Pada usia 6 tahun ia dimasukkan sekolah Tweede

Inlandsche School, kemudian dipindah ke HIS. Setelah lulus HIS, ia melanjutkan ke

Europeeshe Legere School (ELS), kemudian melanjutkan ke Hogere Burgelijks School

(HBS), dan lebih lanjut meneruskan pendidikannya di Nedelandsche Indische Artsen School

(NIAS), yaitu sekolah ilmu kedokteran di Surabaya. Di Surabaya inilah Sekarmaji M.

Kartosuwiryo bergabung dengan Haji Omar Said Cokroaminoto (pemimpin Sarekat Islam)

yang kemudian dijadikan pembimbing rohani.

Penelitian terdahulu tersebut menjadi referensi bagi peneliti untuk melakukan

tindakan. Beberapa penelitian terdahulu tersebut memanglah berbeda dari segi objek dan

penelitiannya, namun pada dasarnya penelitian biografi suatu tokoh mempunyai tujuan yang

sama yaitu untuk memaparkan kehidupan suatu tokoh masyarakat yang mempunyai

pengaruh.

Dari beberapa contoh peneliti diatas yang merupakan sebuah penelitian seniman atau

seni lukis maka peneliti biografi kali ini merupakan jenis biografi seniman atau seni lukis.
13
Penelitian ini memaparkan kehidupan dari suatu tokoh masyarakat yang tergolong mampu

menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama bagi remaja. Kemampuannya dalam bidang

melukis menginspirasi agar kita sebagai penduduk asli Indonesia untuk menghargai sebuah

karya dari seorang seniman, agar mereka mampu berkembang dan membanggakan nama

Indonesia dikancah dunia dengan hasil karya-karyanya.

F. Kerangka Teoritis dan Pendekatan Penelitian

1. Kerangka Teoretis

Biografi dalam Historiografi jarang sekali ditulis oleh sejarawan. Sebagian besar yang

menulis biografi adalah para jurnalis atau wartawan. Biografi dalam penulisan sejarah dapat

memberikan sumbangan berupa psiko-history, yaitu sejarah kejiwaan tokoh-tokoh sejarah,

khususnya para pelaku dan penyaksi. Tokoh-tokoh yang layak ditulis riwayat hidupnya

adalah orang-orang besar dalam sejarah yang sesuai kiprahnya (Priyadi,2011:98)

Biografi adalah sejarah, sama halnya dengan sejarah kota, negara atau bangsa. Sayang

banyak biografi ditulis tidak oleh sejarawan tetapi oleh pengarang dan jurnalis, padahal

biografi lebih marketable dari pada buku-buku sejarah biasa. Ladang yang subur ini belum

mendapat ladang perhatian yang memadai dari sejarawan dan mahasiswa sejarah. Mungkin

karena kesulitan mencari sumber, sebab wawancara untuk sebuah historiografi memerlukan

kepercayaan yang tinggi dari narasumber yang dipengaruhi mahasiswa atau sejarawan muda.

Biografi atau catatan tentang seseorang itu, meskipun sangat mikro menjadi bagian

dalam mosaik sejarah yang lebih besar. Malah ada pendapat bahwa sejarah adalah

penjumlahan dari beberapa biografi. Dengan adanya biografi dapat dipahami para pelaku

sejarah, zaman yang menjadi latar belakang biografi dan lingkungan sosial politiknya. Akan

tetapi sebenarnya sebuah biografi tidak perlu menulis tentang hero yang menentukan jalan

sejarah, cukup partisipan, bahkan the unknown. Namun tidak memiliki tokoh itu tentu

mempunyai resiko tersendiri (Kuntowijoyo, 2003:203-204).


14
Biografi dibedakan menjadi tiga macam yaitu biografi yang komperhensif, biografi

yang topikal, dan biografi yang diedisikan. Biografi yang komperhensif adalah biografi yang

panjang dan bersegi banyak. Biografi komperhensif memiliki tema penelitian lebih dari satu

dan sifat pembahasannya lebih umum. Apa bila isinya pendek dan sangat khusus sifatnya,

biografi tersebut disebut biografi topical. Biografi topical memuat satu kajian atau tema

penelitian dan isinya khusus. Sedangkan biografi yang diedisikan adalah biografi yang

disusun oleh pihak lain (siti komariah:2002).

Ada dua macam biografi yaitu portrayal (portait) dan sctientific (ilmiah), yang

masing-masing mempunyai metodelogi sendiri. Biografi disebut portrayal bisa hanya

mencoba memahami. Biografi yang termasuk kategori ini adalah biografi politik, bisnis,

olahraga, dan sebagainya serta prosopography yaitu biografi kolektif. Dalam biografi yang

scientific orang berusaha menerangkan tokohnya berdasarkan analisis ilmiah. Dalam hal ini

penggunaan koonsep dan teori dari psychohistory (sejarah kejiwaan) (Kuntowijoyo,

2003:208).

Sebuah biografi mengangkat kisah perjalanan hidup seseorang yang benar-benar ada

dan dianggap dapat membawa hikmah bagi para pembacanya, baik mengenal tokoh tersebut

maupun tidak. Hikmah yang dapat dipetik tidak pada prestasi yang diraih tokoh tetapi juga

kegiatan-kegiatan yang dihadapinya serta cara mengatasi masalah. Tokoh ini bisa saja sudah

meninggal atau masih hidup. Pada biografi tokoh-tokoh sejarah, misalnya, pahlawan tidak

diabaikan sebagai model dari manusia Indonesia yang menunjukan sifat-sifat utama dalam

pengabdiannya terhadap nusa bangsa (Kartodirdjo, 1982: 254).

Biografi menganalisa dan menerangkan kejadian-kejadian dalam hidup seseorang.

Lewat biografi, akan ditemukan hubungan, keterangan arti dari tindakan tertentu atau misteri

yang melingkupi hidup seseorang, serta penjelasan mengenai tindakan dan perilaku hidupnya.

Biografi biasanya dapat bercerita tentang kehidupan seorang tokoh terkenal atau tidak
15
terkenal. Namun demikian, biografi tentang orang biasa akan menceritakan mengenai satu

atau lebih tempat atau masa tertentu. Biografi seringkali bercerita mengenai seorang tokoh

sejarah, namun tak jarang juga tentang orang yang masih hidup. Banyak biografi ditulis

secara kronologis. Beberapa periode waktu tersebut dapat dikelompokkan berdasar tema-

tema utama tertentu (misalnya masa-masa awal yang susah atau ambisi dan pencapaian).

Selain biografi, pengetahuan tentang otobiografi, memorie dan prosopography

diperlukan dalam penelitian ini agara peneliti biografi pada tokoh ini menghasilkan kualitas

yang baik. Bedanya dengan auto biografi,sebuah biografi tidak ditulis sendiri oleh tokoh

yang bersangkutan melainkan orang lain. Penelitian biografi juga sama dengan penelitian

lainnya yang dimiliki kelebihan dan kelemahan yang masih menjadi perdebatan pemikira

tentang kelebihan dan kelemahan.

Menurut pemikiran Sartono Kartodirdjo (1992:76-77) biografi dipandang memiliki

kelemahan pada teknik penulisan. Teknik penulisan biografi membutuhkan kemahiran dalam

pemakaian bahasa dan retorik tertentu, pendeknya seni menulis. Disamping itu biografi juga

mempunyai fungsi penting dalam pendidikan apa bila biografi yang ditulis dengan baik

sangat mampu membangkitkan inspirasi kepas pembaca.

Beberapa penjelasan mengenai biografi sudah dipaparkan diatas, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa penulisan biografi sangat mudah dibedakan dengan penulisan penelitian

lainnya. Penulisan biografi mempunyai kekhasan penulisan tersendiri dilihat dari ciri-ciri teks

biografinya. Setiap penulisan biografi mempunyai ciri-cii khas yang pertama dengan struktur

teks meliputi orientasi, peristiwa atau masalah, dan reorientasi. Teks orientasi merupakan

bagian dari pengenalan tokoh yang berisi gambaran awal tentang tokoh atau pelaku didalam

teks biografi. Bagian teks peristiwa atau masalah yang dialami tokoh berisi penjelasan

peristiwa yang terjadi atau dialami tokoh. Teks reriontasi merupakan bagian penutup yang

berisi pandangan penulis terhadap tokoh yang diceritakan.


16
Hal yang menarik bagi peneliti sehingga melakukan penelitian biografi yaitu karena

mengungkapkan sesuatu yang nyata (tidak fikfif) dan mengandung pelajaran berharga

sekalipun peneliti sama sekali belum mengenal tokoh yang diceritakan serta tidak tahu

banyak yang mengenai bidang yang ditekuni tokoh tersebut. Sebuah biografi menceritakan

proses mulai dari kanak-kanak tokoh tersebut termasuk latar belakang lingkungan dan

keluarga, timbulnya cita-cita dalam benak sang tokoh untuk terjun dlam bidang yang

disukainya, awal karir sang tokoh berikut berbagai masalah yang muncul, sampai saat ia

berhasil mewujudkannya.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah pendekatan sosial dan

antropologi budaya. Pendekatan sosial digunakan untuk mengkaji hubungan antara individu

dengan masyarakat luas. Pendekatan sosial yang digunakan dalam penelitian ini karena

berdarkan ilmu-ilmu sosial yang digunakan dalam penelitian ini, berdasarkan ilmu-ilmu

sosial yang ada dalam masyarakat dan kemudian diterapkan dengan pendekatan kebudayaan

yang selaras dengan tema penelitian mengenai tokoh masyarakat dalam bidang kesenian

merupakan suatu perpaduan yang baik. Ilmu sosial yang digunakan saat tokoh masyarakat ini

berinteraksi dengan masyarakat dalam pertunjukan seninya dan juga dalam kehidupan sehari-

hari. Sehingga dalam penerapan ada masyarakat luas untuk bekerja sama (Miftah Toha, 2010

:46). Dalam penelitin kali ini adalah seorang seniman. Seniman merupakan seseorang yang

mempunyai kekhususan dalam menciptakan atau menghasilkan seni. Seniman dituntut daya

kreativitasannya karena untuk berinteraksi dengan para penikmat seni agar setiap karya seni

yang diciptakan mampu diterima dan dianalisi oleh penikmat seni ataupun orang biasa.

Pendekatan antropologi budaya memiliki hubungan erat dengan seni lukis tersebut.

Pada umumnya orang awam mengartikan antropologi budaya secara sempit yaitu sebagai
17
pengertian dari kebudayaan itu sendiri. Pengertian itu seperti kebudayaan adalah hasil seni,

keindahan dan warna. Sebaliknya banyak pula antropolog yang meberikan arti dalam

cangkup yang luas terhadap kebudayaan. Sedangkan pengertian antropologi budaya itu

sendiri. Menurut Koentjaraningrat Antropologi merupakan studi tentang umat manusia pada

umumnya dengan mempelajari berbagai warna, bentuk fisik masyarakat dan budaya yang

dihasilkan. Menurut antropologi, arti kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,

tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik

diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1990 : 193).

Dalam perkembangannya seni lukis berkembang dengan sangat pesat dari yang

semula hanya sebuah gambar, simbol-simbol, dan warna yang terdapat di dinding-dinding

goa ataupun di dinding-dinding perbukitan. Sekarang seni lukis sudah menjadi sebuah karya

seni yang indah dan inovatif. Dengan pendekatan antropologi budaya seni lukis dapat

berkembang dengan pesat tergantung daya kreatifitasan seniman itu sendiri untuk membuat

sebuah karya seni yang bisa diterima oleh penikmat seni.

G. Metode Penelitian

Penelitian ini berusaha mengungkap sejarah perjalanan hidup seorang tokoh. Guna

membantu membantu proses penelitian ini, peneliti membutuhkan suatu metode penelitian.

Metode yang tepat dalam penelitian ini adalah metode penelitian historis atau metode

penelitian sejarah. Metode historis atau metode penelitian sejarah adalah suatu cara seorang

sejarawan mendekati objek penelitian dengan langkah-langkah yang terstruktur sehingga

akan mempermudah dalam memperoleh data sejarah (Priyadi, 2013 : 111).

Menurut Gottschalk, metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara

kritis terhadap rekaman atau peninggalan masa lampau. Kemudian data-data yang teruji dan

18
dianalisis diususn kembali menjadi sebuah kisah sejarah. Pencapaian metode historis ini

meliputi empat tahapan, yaitu:

1. Heuristik (Pengumpulan Sumber)

Pengumpulan sumber atau heuristik merupakan langkah untuk memperoleh dan

menampilkan sumber-sumber sejarah. Upaya peneliti untuk mendapatkan data yang akurat

yaitu melalui dokumentasi dan wawancara interview.

Dalam memasuki tahap pengumpulan sumber (heuristik), seorang penulis sejarah

memasuki lapangan (medan) penelitian. Kerja penelitian secara aktual dimulai. Di lapangan

penelitian ini kemampuan teoritik yang bersifat deduktif-spekulatif sebagai tertuang dalam

proposal atau rancangan penelitian yang akan diuji secara induktif-empirik atau pragmatik

(Daliman, 2012 :51).

Penulis pada penelitian ini menggunakan wawancara untuk mendapatkan sumber

lisan yang asli atau otentik, wawancara dilakukan secara intensif kepada Titut Edi Purwanto

dan keluarganya untuk memperoleh data yang diperlukan. Kemudian diuji kebenarannya agar

mendapat data yang valid. Wawancara yang dilakukan peneliti terhadap narasumber tentu

harus berkali-kali. Wawancara pertama merupakan upaya penjajakan peneliti dan perkenalan

narasumber. Pelaku atau narasumber dalam hal ini masih ragu-ragu dalam memberikan

keterangan atau penjelasan, serta kisah sejarah kepada peneliti. Pertama-tama ada

kemungkinan, pelaku atau narasumber itu tidak berterus terang meskipun tidak berbohong.

Pelaku masih belum memahami maksud wawancara itu. Pelaku bisa berpikir bahwa jangan-

jangan wawancara itu dimaksudkan untuk membuka rahasia atau kedok kejahatan, kesalahan,

kebodohan, dan berbagai perilaku lain yang menyebabkan peristiwa yang buruk itu terjadi.

Sejarawan atau peneliti ketika menemui keragaman sikap para pelaku harus selalu

menjelaskan tujuan wawancara untuk menutupi kekurangan sumber dokumen dan manfaat

19
sumber sejarah lisan dalam merekonstruksi sebuah sejarah atau peristiwa yang tidak ada

sumbernya (Priyadi, 2014: 91).

Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian kualitatif lebih

menekankan pada tehnik wawancara, khususnya wawancara mendalam (M. Djunaidi Ghoni

dan Fauzan 2012 : 175). Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitihan ini adalah

tehnik wawancara terpimpin yang sifatnya pribadi. Karena dalam wawancara ini berhadapan

langsung dengan orang yang diwawancarai, dengan pedoman pertanyaan yang sudah

dipersiapkan yang sesuai dengan tujuan penelitian.

2. Kritik Sumber (verifikasi)

Dalam penelitian sejarah identik dengan kritik sumber, yaitu kritik ekstern yang

mencari otentitas atau keotentikan (keaslian) sumber dan kritik interen yang menilai apakah

sumber itu kredibilitas (kebiasaan untuk dipercaya) atau tidak (Priyadi, 2001 : 75). Tujuan

dari penelitian ialah bahwa setelah peneliti berhasil mengumpulkan sumber-sumber dalam

penelitiannya, peneliti tidak menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada

sumber-sumber itu. Langkah selanjutnya peneliti harus menyaring secara kritis, terutama

terhadap sumber-sumber pertama, agar terjarung fakta yang menjadi pilihannya. Langka-

langkah inilah yang disebut kritik sumber, baik terhadap bahan materi (ekstern) sumber

maupun substansi (isi) sumber (Helius Sjamsuddin, 2007 :131). Sumber tertulis dikritik

dengan cara membandingkan sumber yang satu dengan sumber yang lainnya yang sudah

terkumpul, baik dari segi isi, bahasa, maupun segi fisiknya. Sementara sumber lisan dikritik

dengan cara membandingkan informasi-informasi yang sudah dikumpulkan dari para

informan, dan kondisi fisik informan tersebut, apakah masih keturunan atau bukan.

Pada dasarnya pengumpulan (heuristik), dan kritik (verifikasi) sumber, bukanlah

merupakan dua langkah kegiatan yang terpisah secara sekat satu dengan lainnya. Bersamaan

20
dengan ditemukannya sumber sejarah sekaligus dilakukan uji verifikasi sumber (Daliman,

2012: 64).

3. Interpretasi (Penafsiran)

Interpretasi adalah upaya penafsiran atas fakta-fakta sejarah dalam kerangka

rekonstruksi realitas masa lampau. Fakta-fakta sejarah yang jejak-jejaknya masih nampak

dalam berbagai peninggalan dan dokumen hanyalah merupakan bagian dari fenomena realitas

masa lampau, dan yang harus didasari bahwa fenomena itu bukan realitas masa lampau itu

sendiri. (Daliman, 2012: 83).

Pada tahap analisis, nantinya penulis menguraikan secara detail tiga fakta, yaitu

mentifact, sociofact, dan artifact dari berbagai sumber atau data baik itu tertulis maupun lisan

yang didapat dari narasumber Titut Edi Purwanto beserta keluarganya sehingga unsur-unsur

terkecil dalam fakta tersebut akan menampakkan kohesinya (Priyadi, 2011: 92).

4. Historiografi

Historiografi yaitu langkah terakhir dalam metode sejarah atau penulisan dan

penyusunan cerita sejarah. Ketika sejarawan mengerahkan seluruh daya pikirnya, bukan saja

keterampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan, tetapi yang terutama

penggunan pikiran-pikiran kritis dab analisanya karena ia pada akhirnya harus menghasilkan

suatu sintesis dari seluruh hasil penelitianya atau penemuanya itu dalam suatu penulisan utuh

yang di sebut historigrafi. Keberartian (signifikasi) semua fakta yang dijaring melalui metode

kritik baru dapat dipahami hubunganya satu sama lain setelah semuanya di tulis dalam suatu

keutuhan bulat historiografi (Helius S, 2007:156).

Pada tahap penulisan, peneliti menyajikan laporan hasil penelitian dari awal hingga

akhir, yang meliputi masalah-masalah yang harus di jawab. Tujuan penelitian adalah

menjawab masalah-masalah yang telah di ajukan. Pada hakikatnya, penyajian hitoriografi

meliputi pengantar, hasil penelitian, dan simpulan (Priyadi, 2011:92).


21
H. Sistematika Penyajian

Penyusunan yang dilakukan dalam sebuah penelitian secara ilmiah harus sesuai

dengan sistematika penulisan yang telah di tentukan. Tujuan dari sistematika penyajian ini

adalah agar peneliti yang dilakukan dan hasil yang di peroleh dapat sistematik dan terinci

dengan baik. Adapun sistematika dalam penelitian ini peneliti membagi dalam beberapa

bagian.

Bab satu pendahuluan, pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, Tinjauan Pustaka, landasan teori dan

pendekatan, metode penelitian dan sistematika penyajian.

Bab dua membahas rumusan masalah yang pertama yaitu mengenai riwayat hidup

Titut Edi Purwanto, bab inimenyajikan tentang latar belakang kehidupannnya, yang meliputi

latar belakang keluarga, riwayat pendidikan, serta kehidupan sosial budaya. Latar belakang

kelurga, riwayat pendidikan dan kehidupan sosial budaya tokoh dijabarkan secara kronologis.

Bab tiga membahas rumusan masalah yang kedua yaitu mengenai kiprah Titut Edi Purwanto

sebagai seorang seniman lukis dari Banyumas. Bab ini terdiri dari masa mendirikan

Padepokan Cowong Sewu dan mengenal lukisan, eksistensi Titut Edi Purwanto dalam dunia

seniman lukis, budayawan di Banyumas, dan seni melakkan seni pertunjukan sebagai

seniman lukis di Banyumas.

Bab empat membahas rumusan masalah yang ketiga yaitu mengenai prestasi Titut Edi

Purwanto sebagai seniman yang dari aktif melukis dan berkesenian sampai sekarang.

Bab lima sebagai penutup yang berisi simpulan dari uraian pada bab sebelumnya dan

berisi jawaban masalah yang telah di rumuskan.

Daftar Pustaka, Berisi referensi yang digunakan peneliti selama melakukan penelitian.
Lampiran – lampiran, baik itu surat-surat yang berhubungan dengan penelitian yang
dilakukan, denah atau peta, pedoman wawancara, daftar narasumber, ataupun foto-foto
dokumentasi kegiatan penelitian.
22

Anda mungkin juga menyukai