Petunjuk
1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.
1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan akademik
yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak melakukan
kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta tindakan tidak terpuji
lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran atas
pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.
Soal 1
1. Kedudukan Konvensi Ketatanegaraan di Indonesia:
a. Tidak Tercantum secara Langsung dalam UUD 1945:
Konvensi Ketatanegaraan tidak diatur secara eksplisit dalam teks UUD 1945, tetapi menjadi bagian penting
dari praktik-praktik politik dan hukum yang diakui dalam sistem hukum Indonesia.
Konvensi Ketatanegaraan ini menjadi bagian integral dalam praktek politik dan hukum di Indonesia, meskipun
tidak tertulis secara eksplisit dalam konstitusi. Konvensi tersebut membantu dalam melengkapi dan mengisi celah
yang tidak diatur secara khusus dalam UUD 1945.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
Soal 2
Beberapa aspek yang mungkin menjadi substansi perubahan dalam Undang -Undang Nomor 13 Tahun 2022 dapat
mencakup, namun tidak terbatas pada:
1. Prosedur Penyusunan dan Penetapan Peraturan Perundang-Undangan: Modifikasi atau penyesuaian terhadap
tahapan atau prosedur dalam penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan penetapan peraturan perundang -
undangan. Misalnya, perubahan dalam kewenangan lembaga atau proses konsultasi yang lebih luas dengan pihak
terkait.
2. Pengaturan Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan: Perubahan terhadap jenis-jenis peraturan
perundang-undangan, penambahan, atau modifikasi dalam klasifikasi dan hierarki peraturan hukum di Indonesia. Hal
ini bisa meliputi penambahan jenis-jenis peraturan atau penyesuaian terhadap peran dan fungsi masing -masing jenis
peraturan.
3. Pengaturan Isi dan Materi dalam Peraturan Perundang-Undangan: Penyesuaian terhadap materi atau isi yang
harus tercantum dalam peraturan perundang-undangan, termasuk aspek substansi tertentu yang harus diatur dalam
setiap jenis peraturan hukum.
Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, yang terjadi melalui Undang -Undang Nomor 15 Tahun 2019
dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022, mungkin juga mengakibatkan peningkatan efisie nsi, transparansi, dan
akuntabilitas dalam proses pembentukan peraturan perundang -undangan di Indonesia. Informasi lebih lanjut tentang
substansi materi perubahan tersebut dapat ditemukan dalam teks undang -undang yang bersangkutan atau dokumen
resmi yang mengatur perubahan tersebut.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
Soal 3
Secara konstitusional, kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam pembentukan undang -undang di Indonesia
memang berbeda dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dalam hal ini DPD memiliki peran yang lebih terbatas dalam
proses pembuatan undang-undang jika dibandingkan dengan DPR, yaitu :
Sebagaimana diatur dalam UUD 1945, DPD memiliki kewenangan sebagai berikut:
1. Hak Mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU): DPD memiliki hak untuk mengajukan rancangan undang -
undang kepada DPR. Meskipun tidak memiliki hak inisiatif mandiri dalam pembuatan undang -undang, DPD dapat
mengajukan RUU untuk dibahas oleh DPR.
2. Keterlibatan dalam Pembahasan RUU: Meskipun tidak memiliki kewenangan untuk secara langsung membentuk
undang-undang, DPD dapat terlibat dalam proses pembahasan RUU di DPR. DPD dapat memberikan pendapat
atau usulan terkait RUU yang sedang dibahas di DPR melalui mekanisme konsultasi antara DPD dan DPR.
3. Perwakilan Daerah: Salah satu peran utama DPD adalah sebagai wakil-wakil daerah. DPD mewakili kepentingan
daerah-daerah di tingkat nasional dalam proses legislasi, sehingga DPD dapat memberikan masukan atau pendapat
yang berdasarkan kebutuhan atau aspirasi daerah yang diwakilinya.
Meskipun kewenangan DPD dalam pembentukan undang -undang terbatas, peran mereka sebagai perwakilan daerah
tetap penting dalam memastikan bahwa suara dan kebutuhan dari berbagai daerah di Indonesia diwakili dalam proses
legislasi nasional. DPD dapat menggunakan haknya untuk mengajukan RUU serta memberikan masukan dan
pendapatnya kepada DPR agar aspirasi daerah bisa diakomodasi dalam pembuatan undang -undang di tingkat nasional.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
Soal 4
Konsideran atau pertimbangan dalam suatu peraturan perundang -undangan biasanya merujuk pada urutan muatan yang
mencerminkan alasan, tujuan, serta pemikiran yang menjadi dasar pembentukan regulasi tersebut. Meskipun tidak ada
aturan yang baku dan pasti, umumnya muatan pertimbangan yang dijabarkan dalam konsideran suatu peraturan
perundang-undangan mencakup beberapa hal berikut:
1. Kondisi atau Latar Belakang (Preamble): Kondisi awal yang mendasari pembuatan peraturan tersebut. Ini bisa
mencakup penjelasan mengenai permasalahan atau situasi yang menjadi latar belakang diperlukannya regulasi
tersebut.
2. Ruang Lingkup Peraturan: Penjelasan terkait dengan ruang lingkup dan cakupan peraturan. Ini dapat mencakup
bidang-bidang yang tercakup dalam regulasi tersebut, serta hal-hal yang dimaksudkan untuk diatur atau diatur ulang.
3. Tujuan dan Sasaran Peraturan: Uraian mengenai tujuan utama dari peraturan yang dibuat serta sasaran yang
ingin dicapai. Biasanya, konsideran menyebutkan secara jelas mengapa peraturan tersebut diperlukan dan apa yang
ingin dicapai melalui penerapan peraturan tersebut.
4. Kesesuaian dengan Konstitusi dan Hukum yang Berlaku: Penjelasan mengenai kesesuaian peraturan yang
akan dibuat dengan konstitusi, hukum yang berlaku, dan prinsip -prinsip hukum lainnya.
5. Asas-asas Hukum dan Nilai-Nilai yang Dianut: Uraian mengenai asas-asas hukum atau nilai-nilai tertentu yang
menjadi landasan dari pembentukan peraturan. Ini bisa mencakup nilai-nilai konstitusional, keadilan, kepastian
hukum, keberlanjutan, dan lain sebagainya.
6. Konsultasi Publik atau Partisipasi Stakeholder: Jika peraturan tersebut melibatkan proses konsultasi publik atau
partisipasi stakeholder tertentu, hal ini biasanya dijabarkan dalam konsideran sebagai bagian dari pemikiran yang
menjadi dasar pembentukan regulasi.
7. Dampak dan Manfaat yang Diharapkan: Penjelasan mengenai dampak dan manfaat yang diharapkan dari
penerapan peraturan tersebut. Ini mencakup manfaat bagi masyarakat, pelaku usaha, lingkungan, atau pihak -pihak
yang terlibat.
8. Kesesuaian dengan Prinsip Good Governance: Penjelasan mengenai bagaimana peraturan tersebut sesuai
dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (good governance), seperti transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan
responsif.
Konsideran dalam sebuah peraturan perundang-undangan bertujuan untuk memberikan pemahaman yang jelas dan
komprehensif mengenai landasan, tujuan, serta pertimbangan yang melatarbelakangi pembentukan regulasi tersebut
kepada para pembaca dan pemangku kepentingan yang terkait.