Anda di halaman 1dari 8

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : Dwi Nurcahyo Harjanmoko

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 041973479

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4210/Hukum Lingkungan

Kode/Nama UPBJJ : 89/Ternate

Masa Ujian : 2021/22.1 (2021.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS TERBUKA
JAWABAN

1. Soal No. 1
a. Iya menurut saya implementasi keadilan antar generasi dapat menjadi solusi dari
permasalahan-permasalahan yang disebutkan, Prinsip keadilan dalam satu generasi adalah
prinsip tentang keadilan di dalam sebuah generasi umat manusia, dimana beban dari
permasalahan lingkungan harus dipikul bersama oleh masyarakat dalam satu generasi. Hal ini
menjadi faktor kritis/krusial yang menentukan dan paling penting untuk menjadi tanggung jawab
bersama untuk kehidupan generasi yang akan datang, agar bisa merasakan kehidupan
lingkungan yang layak. Prinsip keadilan antar generasi mengandung makna bahwa setiap
generasiumat manusia di dunia memiliki hak untuk menerima dan menempati bumi bukan
dalam keadaan yang buruk akibat perbuatan generasi sebelumnya. Ada tiga gagasan tentang
keadilan antar generasi yaitu :

1) Konsumsi yang berlebihan terhadap sumber daya berkualias membuat generas mendatang
harus membayar lebih mahal untuk inefisiensi dalam penggunaan sumber daya alam yang
dilakukan generasi sekarang;
2) Ada pemakaian sumber daya alam secara berlebihan yang sampai saat ini belum diketahui
manfaat terbaiknya, tetapi sangat merugian generasi yang akan datang;
3) Pemakaian sumber daya alam secara habis-habisan generasi sekarang membuat generasi
mendatang tidak memiliki keragaman sumber daya alam

Dalam pandangan Weiss, konsep keadilan antara generasi telah melahirkan kewajiban
lingkungan terhadap Bumi berupa tiga jenis perlindungan, yaitu :

1) Perlindungan atas Opsi, diartikan sebagai perlindungan terhadap keanekaragaman sumber


daya yang tersedia;
2) Perlindungan atas Kualitas, menyatakan bahwa generasi sekarang memikul beban untuk
memastikan bahwa kualitas lingkungan dan sumber daya alam yang dimiliki oleh generasi
yang akan datang tidak akan lebih buruk dari kualitas yang dimiliki oleh generasi sekarang;
3) Perlindungan atas Akses, mencerminkan adanya alokasi hak dan akses terhadap sumber
daya alam yang seimbang antar generasi yang berbeda dan antar sesama anggota dari
generasi sekarang.

Ketiga aspek perlindungan ini bertujuan agar setiap generasi memiliki tingkat pemanfaatan yang
setidaknya sama dengan tingkat pemanfaatan dari generasi sebelumnya, sambil mendorong
terjadinya perbaikan keadaan bagi tiap generasi. Ketiganya berfungsi pula untuk menetapkan
batasan bagi tiap negara ketika mengeksploitasi sumber daya miliknya. Lebih penting lagi,
ketiga aspek perlindungan ini memiliki peran untuk mengubah asumsi pembangunan, dari
asumsi yang mendorong terjadinya konsumsi dan eksploitasi selama belum ada alasan untuk
menghentikannya, menjadi asumsi yang menginginkan adanya pemanfaatan sumber daya alam
secara berkelanjutan dan perlindungan lingkungan selama belum ada alasan kuat untuk tidak
melakukan pemanfaatan berkelanjutan dan perlindungan tersebut.
2

Secara etis, keadilan antar generasi dapat melahirkan berbagai kewajiban (planetary
obligations) dari setiap generasi untuk menjamin perlindungan terhadap opsi (conservation of
options), perlindungan terhadap kualitas lingkungan (conservation of quality), dan perlindungan
terhadap akses generasi sekarang dan generasi yang akan datang terhadap sumber daya
lingkungan (conservation of access). Secara ekonomi, keadilan antar generasi harus
mempengaruhi valuasi ekonomi dan CBA terhadap manfaat perlindungan lingkungan. Dalam
hal ini, penggunaan instrumen diskon di dalam penafsiran ekonomi perlu dimodifikasi menjadi
diskon yang rendah, sehingga lebih sejalan keadilan antar generasi

Sumber referensi :
- https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/view/16219
- Buku Materi Pokok HKUM4210/2sks/Modul 1-6 HUKUM LINGKUNGAN (Adji Samekto)

b. Untuk itu perlunya pembangun berkelanjutan, Pembangunan berkelanjutan adalah


pembangunan yang memenuhi kebutuhan hidup masa sekarang dengan mempertimbangkan
pemenuhan kebutuhan hidup generasi mendatang. Prinsip utama dalam pembangunan
berkelanjutan ialah pertahanan kualitas hidup bagi seluruh manusia di masa sekarang dan di
masa depan secara berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan dilaksanakan dengan prinsip
kesejahteraan ekonomi, keadilan sosial, dan pelestarian lingkungan. Pendekatan yang
digunakan dalam pembangunan berkelanjutan merupakan pendekatan yang menyeluruh.
Pembangunan berkelanjutan sangat memperhatikan dampak dari setiap tindakan sosial dan
ekonomi terhadap lingkungan hidup. Dampak buruk terhadap lingkungan hidup harus dihindari
dari setiap kegiatan sosial dan ekonomi sehingga kelestarian lingkungan tetap terjaga di masa
sekarang dan di masa mendatang. Berdasarkan hasil penelitian menurut Sudharto P. Hadi
menuliskan bahwa pada awal dan sampai akhir tahun 1990-an di Indonesia telah disusun dan
atau telah diratifikasi perjanjian-perjanjian internasional yang berkaitan degan lingkungan hidup.
Langkah-langkah pembangunan berkenlanjutan yang dapat dilakukan Indonesia harus dapat
memadukan aspek ekomomi, aspek lingkungan dan aspek sosial budaya. Konsep
pembangunan berkelanjutan akan memberi hasil apabila di dalam pelaksanaanya dilakukan
penyusunan kebijakan untuk :
1) Mengurangi tingkat kemiskinan;
2) Pemihakan terhadap masyarakat local;
3) Mewujudkan demokrasi lingkungan melalui pengakuan lingkungan hidup sebaga subyek
hukum;
4) Transparansi dalam penegakan hukum lingkungan;
5) Perlindungan lingkungan hidup.

Langkah-langkah yang dapat di ambil oleh Indonesia adalah mengambil kebijakan dengan
Prinsip keadilan antar generasi yang pada garis besarnya :

1) Kewajiban untuk mengurangi pencemaran sampai pada tingkat minimum;


2) Kewajiban untuk mengembangkan teknologi yang tidak merusak lingkungan;
3) Kewajiban untuk mengambil langkah pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
3

Indonesia sudah melakukan kebijakan yang strategis dengan menuangkan pada Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup telah
memuat prinsip keadilan antar generasi pada Pasal 3 butir (f) menyatakan “Perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup bertujuan: menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini
dan generasi masa depan”. Berdasarkan pasal tersebut jelas bahwa pada Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 telah memuat amanat yang terkandung dalam prinsip keadilan antar
generas.

Sumber referensi :
- https://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_berkelanjutan
- Buku Materi Pokok HKUM4210/2sks/Modul 1-6 HUKUM LINGKUNGAN (Adji Samekto)

2. Soal No. 2
a. Karena kearifan lokal adalah salah satu komponen masyarakat di Indoesia yang pertama ada di
alam, banyak kegiatan yang dilakukan mereka untuk menjaga alam kembali normal mulai dari
reboisasi, larangan untuk menebang pohon di hutan tertentu, dan lain sebagainya. Dari sisi
empirik tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan mereka sangat penting dalam membantu tugas
pemerintah melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Keberadaan mereka
sudah jauh sebelum NKRI berdiri, mereka memiliki pengetahuan tradisional yang kemudian
terpumpun dalam seperangka kearifan local dan akhirnya menjadi pedoman hidup, dilakukan
terpola dan menimbulkan rasa psikologis untuk dilaksanakan. Peran serta masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan hidup telah di atur dalam Undang-Undang yang menyebutkan
masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta
dalam pengendalian lingkungan hidup. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah
dengan membuat peraturan bidang lingkungan hidup yang dapat mengikat semua pihak. Untuk
itu kearifan lokal harus menjadi bagian tidak terpisahkan dalam penentuan kebijakan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dengan kata lain perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata
kehidupan masyarakat. Salah satu contoh nilai kearifan lokal yang akan menjadi modal penting
pembangunan adalah adanya berbagai jenis varietas tanaman budidaya yang secara turun
temurun dikenal masyarakat tradisional. Salah satunya adalah varietas padi lokal yang ada
hampir diseluruh pelosok nusantara semisal Rojolele, Pandanwangi atau yang lainnya. Dengan
cara mewarisi pengetahuan scara turun temurun, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari
budaya lokal. Hal itu dapat dilihat dari ekspresi kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari
karena telah terinternalisasi dengan sangat baik. Setiap bagian dari kehidupan masyarakat lokal
tersebut akan selalu berhubungan dengan lingkungan hidup. Dari perspektif sosiologis,
masyarakat hukum adat merupakan masyarakat yang kuat dalam memegang teguh budaya,
adat istiadat, dan kepercayaan yang diwariskan dan ditumbuh-kembangkan terus menerus
secara turun-temurun. Ketergantungan terhadap sumber daya alam sangat besar untuk
pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat sehingga mendorong warga masyarakat untuk
memanfatkaan dan mengelola alam dengan sebaik-baiknya. Warga masyarakat menciptakan
aturan-aturan tentang bagaimana bertindak dan bertingkah laku terhadap lingkungan yang
kemudian disebut sebagai kearifan lokal. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor
32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kearifan lokal adalah
4

nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan
mengelola lingkungan hidup secara lestari.

Kearifan lokal akan selalu terhubung pada kehidupan manusia yang hidup di lingkungan hidup
yang arif. Karena lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda yang
berada didalamnya baik itu makhluk hidup maupun benda mati. Dalam Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan
lingkungan hidup dinyatakan bahwa lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia, dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lainnya.

Walau banyak kearifan lokal dari suku-suku di Indonesia yang bertujuan untuk menjaga
kelestarian alam, terkadang kita masih sering mengabaikan aturan-aturan tersebut. Namun
tidak ada salahnya kalau kita mencoba mengikuti cara-cara yang mereka pakai, misalnya tidak
asal menebang pohon atau tidak memakai pupuk kimia dalam pertanian. Dengan begitu alam
akan semakin lestari dan dampak dari global warming bisa dikurangi.

Sumber referensi :
- https://ocs.usu.ac.id/nclw/NCLW
- Buku Materi Pokok HKUM4210/2sks/Modul 1-6 HUKUM LINGKUNGAN (Adji Samekto)

b. Contoh kearifan lokal di daerah saya adalah Masyarakat Kota Tidore Kepulauan yang dikenal
sebagai masyarakat adat dengan tradisi kelembagaan pesisir dan lautnya di Provinsi Maluku
Utara, merupakan masyarakat yang memiliki tatanan lokal yang turun temurun dalam
pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut. sampai saat ini masih terdapat lima kearifan lokal
yang tetap terjaga oleh masyarakat Kota Tidore Kepulauan yang merupakan warisan dari para
leluhur dalam pengelolaan sumbedaya pesisir dan laut, yakni Karo Kahiya (Memanggil Lumba
Lumba), Fola Sow (Rumah Obat), Jere (Keramat), Cofa (Penangkaran Ikan) dan Saihu
(Pemimpin/Nakoda dalam Operasi Penangkapan Ikan). Pendekatan pengelolaan sumberdaya
pesisir dan lautan dengan tradisi dan kelembagaan telah memberikan dampak yang sangat
signifikan (sangat efektif) bagi masyarakat setempat dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir
dan lautan yang berkelanjutan maupun pelestarian tradisi dan kelembagaan adat istiadat
setempat. Selain itu dalam pengelolaan lingkungan dan ekosistem pesisir dan laut juga tidak
terlepas dari kondisi fisik, masyarakat dan budaya masyarakat itu sendiri (Dewi, 2018).
Demikian halnya masyarakat Kota Tidore Kepulauan yang sebagian besar masyarakatnya
(90%) bermukim di pesisir pulau Tidore, Maitara, Mare dan Halmahera. Dalam melakukan
aktivitas kesehariannya, masyarakat selalu menjadikan laut sebagai sumber mata pencaharian
dalam tradisi dan kelembagaan adat setempat Masyarakat Kota Tidore Kepulauan sejak dulu
hingga sekarang masih mempertahankan tradisi dan kelembagaan dalam pengelolaan
sumberdaya pesisir dan laut sebagai eksistensi nilai-nilai kearifan lokalnya, sebagai upaya
pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya pesisir dan laut. Hingga saat ini, kearifan lokal
masyarakat Kota Tidore Kepulauan masih tetap terjaga yang merupakan warisan dari para
leluhur dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Tradisi masyarakat pesisir Kota Tidore
5

Kepulauan tersebut, merupakan salah satu nilai kearifan lokal yang patut dianalisis dengan
pendekatan kelembagaan sebagai bagaian dari kesadaran global masyarakat adat dalam
memanfaatkan dan melestarikan ekosistem perairan.

Pengelolaan berbasis masyarakat merupakan suatu sistem pengelolaan sumberdaya alam di


suatu tempat, dimana masyarakat lokal terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan
sumberdaya alam yang terkandung didalamnya Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
eksistensi tradisi dan kelembagaan serta pengaruhnya terhadap pengelolaan sumberdaya
pesisir dan laut di Kota Tidore Kepulauan. Terdapat lima tradisi dan kelembagaan yang menjadi
kearifan lokal masyarakat berkaitan dengan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya pesisir
dan laut yakni, tradisi Karo Kahiya di Desa Mare Gam, Fola Sow dan Jere di Desa Maitara, Cofa
di Kelurahan Soasio dan Dowora serta Saihu di Kelurahan Tomalou dan Mareku. Adapun tradisi
dan kelembagaan dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Karo Kahiya (Memanggil Lumba-Lumba): Memanggil Lumba-Lumba merupakan sebuah


tradisi turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat Desa Mare Gam. Ritual ini biasanya
dilakukan di teluk berjarak kurang lebih 500 m ke arah Selatan dari Desa Mare Gam. Teluk
ini diberi nama oleh masyarakat setempat dengan sebutan Kahiya Masolo (Teluk Lumba-
Lumba). Kahiya dalam bahasa Tidore adalah ikan lumba-lumba dan masolo berarti teluk.
Ritual ini dilakukan ketika terjadi gangguan di desa seperti wabah penyakit, bencana alam
ataupun memenuhi hajat dari masyarakat setempat. Menurut kepercayaan masyarakat
setempat Kahiya (ikan lumbalumba), adalah benteng (pelindung) bahkan sebagai bala
tentara dalam menghadapi ancaman baik yang bersifat mistis maupun sebaliknya. Tradisi
ini dilakukan dengan tujuan memohon keselamatan, restu dan perlindungan untuk desa dan
anak cucu dari ancaman tersebut. Ritual hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu,
yang secara turun temurun dibekali dengan kemampuan mistis untuk memanggil lumba-
lumba. Ritual ini menjadi salah satu instrumen dalam pelestarian sumberdaya pesisir dan
laut. Hal ini disebabkan karena dengan adanya ritual ini, teluk lumba-lumba (Kahiya Masolo)
menjadi lokasi yang disakralkan dan dipercaya mengandung kekuatan mistis sehingga tidak
dengan sembarangan setiap orang dapat melakukan aktivitas apapun di lokasi ini, tanpa
adanya izin (idin-“bahasa tidore”) terlebih dahulu. Dampak positif yang timbul yaitu
masyarakat melindungi berbagai ekosistem pesisir dan laut yang berada di kawasan Teluk
Kahiya Masolo. Ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove dengan berbagai biota
asosiasinya terlindungi dari aktivitas ekploitasi oleh manusia. Walaupun sampai saat ini
belum ada yang meneliti secara detail biodiversitas dari ketiga ekosistem ini karena
masaalah izin dan pensakralan terhadap Teluk Kahiya Masolo, namun diyakini oleh
masyarakat setempat ketiga ekosistem pesisir penting ini masih sangat baik.

2) Fola Sow (Rumah Obat) : Masyarakat Kota Tidore Kepulauan pada umumnya dan
masyarakat Desa Mare Gam pada khususnya, masih mempercayai proses penyembuhan
penyakit dengan pendekatan mistis dan supranatural. Fola Sow (Rumah Obat) merupakan
tempat yang disakralkan oleh masyarakat setempat untuk mengobati berbagai penyakit.
Setiap orang dalam komunitas tersebut yang mengidap penyakit medis maupun non medis,
akan diobati dengan pendekatan pengobatan tradisional warisan leluhur yang bertempat di
6

Fola Sow. Pada dasarnya di seluruh wilayah Pulau Tidore, Pulau Mare, dan Maitara
memiliki Fola Sow-nya masing-masing dengan lokasi penempatan yang berbedabeda.
Khususnya pada beberapa tempat seperti di lokasi studi (Desa Mare Gam), Fola Sow
(Rumah obat) terletak di kawasan ekosistem mangrove, atau tepatnya berada di dataran
Teluk Kahiya Masolo. Ritual ini dilakukan ketika ada orang yang memerlukan bantuan
pengobatan akibat penyakit yang dideritanya, maupun memohon obat dari Fola Sow agar
dalam aktivitasnya tidak ditimpakan penyakit. Ritual ini dilakukan dengan cara memberi
tumpeng dan membaca puja-puji untuk kesembuhan dan perlindungan dari berbagai
penyakit. Posisi Fola Sow terletak di kawasan ekosistem mangrove menjadikan kawasan ini
dijaga dan dilestarikan. Hal ini disebabkan masyarakat turut mensakralkan kawasan
mangrove tersebut karena masyarakat mempercayai bahwa arwah leluhur bersemayam,
sehingga tidak seorang pun yang berani merusak sumberdaya ekosistem mangrove. Dalam
konteks ini maka kawasan hutan mangrove di Teluk Kahiya Masolo tumbuh dan
berkembang dengan baik. Selain itu, pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat
setempat dilakukan secara baik dan bijaksana. Kegiatan penebangan pohon mangrove
dilakukan hanya pada pohonpohon yang sudah mati.

3) Jere (Kuburan Leluhur) : Jere merupakan tempat yang dikeramatkan berupa kuburan para
leluhur. Semua masyarakat desa dan kelurahan di Pulau Tidore dan Pulau Maitara masing-
masing memiliki Jere (kuburan yang dikeramatkan) dnegan tempat yang berbeda-beda
pula. Pada lokasi studi (Desa Maitara) posisi Jere terletak di kawasan hutan Mangrove.
Masyarakat di Pulau Maitara meyakini Jere merupakan tempat bersemayam arwah para
leluhur, memiliki kekuatan mistis dan supranatural yang tinggi. Hanya orangorang tertentu
yang dapat berkunjung ke tempat tersebut. Jere di Pulau Maitara terletak di beberapa titik
dan tersebar di pesisir pantai Pulau Maitara. Lokasi-lokasi ini disakralkan dan sangat
dihormati, sehingga sumberdaya alam dan lingkungan di kawasan Jere tersebut terjaga
dengan baik. Masyarakat tidak berani mengeksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan
sekitar kawasan Jere. Penghormatan masyarakat atas Jere tersebut bernilai strategis,
sehingga sumberdaya ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang masih terjaga
walaupun hanya pada kawasan Jere. Masyarakat di Pulau Maitara memanfaatkan
sumberdaya pesisir untuk kebutuhan seharihari seperti pembangunan rumah dan lainnya.
Kayu dari pohon mangrove digunakan sebagai material untuk pembangunan rumah
masyarakat,sedangkan batu diambil dari terumbu karang. Pemanfaatan terumbu karnag
dan pohon mangrove tersebut cukup tinggi, sehingga dapat merusak ekosistem pesisir
penting. Kegiatan eksploitasi ini dilakukan jauh dari kawasan Jere.

4) Cofa (Metode Penangkaran Ikan) : Cofa atau tempat berteduhnya ikan sebelum dipancing
merupakan suatu tempat yang dibuat oleh nelayan di lokasi studi yang bahannya terdiri dari
kayu, bambu dan pelepah daun kelapa. Pembuatan Cofa dimaksudkan untuk penangkapan
ikan dengan alat tangkap pancing dengan target tangkapan utama ikan Tude/Selar kuning
(Selaroides leptolepis). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pembuatan Cofa oleh
masyarakat setempat sangat memperhitungkan ukuran panjang dan lebar. Ukuran panjang
dan lebar Cofa yang dibuat haruslah ganjil sesuai dengan kemampuan bahan yang
dipersiapkan oleh nelayan. Masyarakat setempat mempecayai bahwa ukuran-ukuran ganjil
7

akan membuat tempat (Cofa) selalu dimasuki oleh ikan untuk bernaung atau siap dipancing
oleh nelayan dan tidak akan pernah habis. Selain itu, pengambilan bahan-bahan pembuat
Cofa seperti bambu dan daun kelapa harus dilakukan pada waktu surut. Hal ini dipercayai
dapat membuat ikan terkonsentrasi pada tempat tersebut dan tidak akan keluar. Pembuatan
Cofa juga memiliki ritual tersendiri mulai dari pembuatan hingga Cofa siap untuk
dioperasikan. Setelah Cofa siap dioperasikan, maka ritual selanjutnya adalah memanggil
ikan target tangkapan untuk datang bernaung di bawah Cofa. Cofa biasanya dibuat di
daerah tanjung dengan lokasi yang tidak ada ekosistem terumbu karang, sehingga
dikategorikan ramah terhadap lingkungan. Kekuatan Cofa untuk menarik gerombolan ikan
yang datang mendiaminya, dipercayai terletak pada kemampuan lokal genius dalam
membuat ritual memanggil ikan. Hingga saat ini, Cofa masih ada dan tradisi ini masih
terpelihara. Kearifan ini sangat bermafaat karena usaha penangkapan yang dilakukan
hanya menggunakan pancing, yang sudah tentu sangat selektif terhadap hasil tangkapan
serta ramah lingkungan (Chaliluddin, dkk., 2019).

5) Saihu (Pemimpin Nelayan dalam Suatu Pelayaran) : Nelayan di lokasi studi secara
kelembagaan membentuk kelompok nelayan yang dipimpin oleh seorang Saihu. Orang
yang akan diangkat menjadi Saihu biasanya berasal dari garis keturunan Saihu. Secara
turun temurun Saihu dididik untuk memiliki ilmu spiritual yang tinggi. Selain itu, Saihu juga
memahami ilmu falak, ilmu perbintangan, kemampuan membaca tandatandaalam tentang
adanya sumberdaya ikan dengan berbagai jenis. Saihu biasanya memimpin ritual sebelum
melakukan kegiatan melaut. Para nelayan berdoa dengan membaca doa-doa khusus, guna
mendapat pertolongan dari Tuhan Yang Kuasa dalam melakukan operasi penangkapan.
Saihu bertangung jawab atas keselamatan para nelayan yang menjadi anggota dalam
sebuah operasi penangkapan ikan yang dipimpinnya. Beberapa pelarangan yang sangat
dikontrol oleh Saihu pada saat operasi penangkapan ikan dilakukan adalah larangan
membuang sampah ke laut, larangan membuang sisa hasil tangkapan ke laut, dan larangan
menangkap burung, ikan hiu dan lumbalumba. Larangan-larangan ini biasanya
diberitahukan sebelum operasi penangkapan dilakukan. Kesadaran ini wajib dijaga dan
dilestarikan oleh seorang Saihu dari generasi ke genarasi, karena kehidupan mereka
sangat bergantung dengan hasil tangkapan ikan di laut. Saihu akan mengatur waktu
pelayaran, menentukan lokasi penangkapan ikan dan mengatur tata cara pembagian hasil
tangkapan. Bentuk-bentuk pelarangan yang disebutkan merupakan wujud pelestarian
sumberdaya dan lingkungan laut.

Sumber referensi :
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwioyJ2
6jfnzAhUWb30KHRdfAg4QFnoECAcQAQ&url=https%3A%2F%2Fmedia.neliti.com%2Fmed
ia%2Fpublications%2F347963-tradisi-dan-kelembagaan-masyarakat-dalam-
ce08b904.pdf&usg=AOvVaw28A2TYy9ouXXSzCse1o9M2

Anda mungkin juga menyukai