Anda di halaman 1dari 5

Tugas 2 Hukum Perdata Internasional

Nama : FAZIL MUAMMAR


NIM : 041527154
UPBJJ : BANDA ACEH

1. Jelaskan alasan munculnya Teori Penunjukan Kembali! Sebutkan pula teori-teori yang
digunakan dalam Penunjukan Kembali!

Bayu Seto Hardjowahono dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional


menerangkan renvoi atau yang dikenal juga sebagai doktrin penunjukan kembali merupakan
suatu doktrin yang dapat digunakan untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah atau sistem
hukum yang seharusnya berlaku (lex causae) yang sudah ditetapkan berdasarkan prosedur
hukum perdata internasional secara normal dan mengubah acuan kepada suatu kaidah atau
sistem hukum yang lain, seperti contoh kaidah-kaidah hukum intern lex fori atau sistem hukum
lain selain lex causae yang ditunjuk tadi (hal. 121).

Oleh karena itu, renvoi digunakan sebagai alat bagi para hakim untuk merekayasa penentuan
lex causae ke arah sistem hukum yang dianggap akan memberikan putusan yang dianggapnya
terbaik. Sehingga sudah pasti dalam proses renvoi, ada kaidah hukum perdata internasional
yang dikesampingkan.

Renvoi timbul dikarenakan adanya perbedaan prinsip dari negara-negara dalam menentukan
status personal warganegaranya. Dalam prakteknya, ada 3 macam teori atau skema
penunjukan kembali, yaitu :
a single renvoi;
b double renvoi/foreign court doctrine; dan
c penunjukan lebih jauh.

Single Renvoi merupakan skema yang melakukan penunjukan terhadap kaidah hukum asing
hanya sekali penunjukan. Yaitu penunjukan yang bersifat gesamt (penunjukan terhadap
kaidah intern dan kaidah HPI) dan sachnormen (Penunjukan terhadap kaidah intern saja).
Skema ini dianut oleh Negara-negara Eropa Kontinental. Contoh Yurisprudensi terkenal dalam
pembahasan single renvoi adalah Kasus Forgo.

Double Renvoi atau Foreign Court Doctrine merupakan skema renvoi yang dianut di negara
negara Anglo Saxon, terutama Inggris. Dalam praktek pengadilan di Inggris, hakim akan duduk
seolah-olah berada di kursi pengadilan negara asing (consider himself sitting in the foreign
court). Dalam skema double renvoi ini, akan ada dua kemungkinan yaitu hakim Inggris
berhadapan dengan negara yang menerima teori Renvoi (kemungkinan I) dan hakim Inggris
berhadapan dengan negara yang menolak teori Renvoi (kemungkinan II).
Penunjukan lebih jauh merupakan skema renvoi yang melibatkan tiga atau lebih sistem
hukum. Contoh Yurisprudensi dari penunjukan lebih jauh adalah pada Kasus Oom n Nicht
(Paman dan Kemenakan). Dari ketiga macam renvoi di atas, Indonesia termasuk negara yang
menerima teori Renvoi dengan skema yang pertama (single renvoi).

2. Jelaskan arti dari istilah “kualifikasi” dalam Hukum Perdata Internasional! Sebutkan
pula aliran-aliran dalam Teori Kualifikasi!

Pengertian teori kualifikasi ini sangat erat dengan teori penunjukan kembali (renvoi). Dalam
penjelasan operasionalnya teori kualifikasi terkait dengan para hakim yang akan menerapkan
teori renvoi akan dihadapkan pada pengkualifikasian. Menurut Profesor Sudargo Gautama
Teori Kualifikasi dan Teori Renvoi dilakukan secara bersamaan.

Teori Kualifikasi diperlukan oleh para hakim dalam melakukan penalaran hukum untuk
memperoleh jawaban tentang Hukum Asing itu merupakan kaidah-kaidah suatu hukum dari
negara tertentu. Atau, pilihan lainnya para hakim menilai hukum asing itu memang terdiri dari
hukum intern dan ada pula kaidah Hukum Perdata Internasionalnya.

Terdapat 3 aliran dalam teori kualifikasi yakni :


1. Aliran Lex Fori, Kualifikasi Lex Fori adalah kegiatan melakukan klasifikasi atau
penerjemahan suatu istilah hukum berdasarkan hukum sang hakim. Teori Lex Fori ini
paling banyak dianut oleh kebanyakan negara-negara di dunia.
2. Aliran Lex Cause. Kualifikasi Lex Cause adalah kegiatan melakukan klasifikasi atau
penerjemahan istilah hukum berdasarkan hukum yang digunakan untuk menyelesaikan
persoalan HPI yang bersangkutan. Contoh Yurisprudensi yang menggunakan Kualifikasi
Lex Cause, dapat dipelajari dari Kasus Anton versus Bartolo (The Maltese Case).
3. Aliran Otonom. Kualifikasi Otonom adalah kegiatan melakukan klasifikasi atau
penerjemahan istilah hukum berdasarkan perbandingan hukum.

3. Jelaskan konsep ketertiban umum manakah yang digunakan dalam Hukum Perdata
Internasional di Indonesia?

Ketertiban Umum adalah suatu konsep untuk mengesampingkan berlakunya hukum asing
yang seharusnya berlaku, karena hukum asing tersebut bertentangan dengan sendi-sendi asasi
hukum sang Hakim. Ketertiban Umum bersifat relatif. Sifat relatif itu ditentukan oleh tiga
faktor, yaitu faktor waktu, faktor tempat dan faktor i ntensitas/inlandsbeziehungen. Contoh
Yurisprudensi terkenal yang berhubungan dengan negara Indonesia sehubungan dengan
faktor i ntensitas/inlandsbeziehungen ada pada Kasus Tembakau Bremen Tahun 1958 di
hadapan Pengadilan Jerman.

Terdapat 3 macam konsep Ketertiban Umum, yaitu Konsep I adalah Konsep Italia-Perancis,
Konsep II adalah Konsep Jerman dan Konsep III adalah Konsep Anglo Saxon.
Menurut Konsep Italia-Perancis, ketertiban umum akan berlaku terhadap kaidah hukum asing
yang bertentangan dengan hukum nasional. Dalam hal ini Ketertiban umum digunakan sebagai
pedang (merely as a sword). Sedangkan menurut Konsep Jerman, Ketertiban umum digunakan
apabila hukum asing benar-benar bertentangan dengan hukum nasional. Dalam hal ini,
Ketertiban Umum digunakan seirit mungkin, yakni hanya sebagai rem darurat atau digunakan
hanya sebagai prisai (merely as a shield). Dalam Konsep Anglo Saxon, Ketertiban Umum
digunakan dengan pertimbangan Politis dan dikenal dengan istilah Act of State Doctrine.
Contoh Yurisprudensi Inggris yang menerapkan teori Act of State Doctrine dapat dipelajari dari
Kasus Princess Paley Olga versus Weiss dan Tanker Rose Mary.

Selanjutnya konsep ketertiban umum manakah yang digunakan dalam Hukum Perdata
Internasional di Indonesia ?

Dalam kaidah hukum yang dianut di Indonesia sendiri, ketertiban umum dipakai dalam
berbagai variasi seperti: 1) ketertiban umum yang dikenal dalam perjanjian, dan membatasi
bidang seseorang untuk bertindak secara leluasa. Ketentuan semacam ini diatur dalam 23 AB
yang diambil dari Code Civil Perancis; 2) ketertiban umum dalam arti ketertiban,
kesejahteraan, dan keamanan; 3) ketertiban umum yang dipasangkan dengan istilah
kesusilaan baik, misalnya dalam membatasi kebebasan berkontrak; 4) ketertiban umum
diartikan sebagai ketertiban hukum; 5) ketertibam umum disinonimkan dengan istilah
keadilan; 6) ketertiban umum dapat diartikan dalam acara pidana, bila hendak diutarakan
bahwa pihak penuntut umum harus didengar; 7) ketertiban umum diartikan bahwa hakim
diwajibkan untuk mempergunakan pasal-pasal yang ada di Undang-undang tertentu.

Ketertiban umum dalam Pasal 23 AB yang terkait dengan masalah perjanjian, disandingkan
dengan istilah kesusilaan baik. Jika dibandingkan dengan Pasal 6 CC Perancis maka Pasal 23 AB
ini agak lebih luas, karena dalam Pasal 23 AB ini, di samping istilah overenkomsten (perjanjian-
perjanjian), juga digunakan istilah handelingen. Jadi bukan saja perjanjian-perjanjian yang
dibatasi, melainkan juga perbuatan-perbuatan lain yang bukan perjanjian juga tidak boleh
bertentangan dengan ketertiban umum.

Ketentuan dalam Pasal 23 AB meliputi semua perjanjian dan perbuatan hukum lainnya yang
terjadi di wilayah Negara Indonesia. Jadi bukan hanya perjanjian-perjanjian antara para warga
Negara Indonesia yang harus tunduk kepada ketentuan ini, melainkan juga perjanjian dengan
orang asing atau perbuatan orang asing yang terjadi di Indonesia; begitu juga perjanjian-
perjanjian atau perbuatan hukum yang terjadi di luar negeri, diliputi oleh ketentuan ini.

Hubungan antara Pasal 23 AB dan pengertian ketertiban umum yang dikenal dalam HPI,
menurut van Brakel perlu diadakan perbedaan. Keduanya terdapat titik tolak yang sama,
tetapi dalam perumusannya dan isinya terdapat perbedaan. Pada perumusan Pasal 23 AB, di
samping istilah ketertiban umum disebut pula kesusilaan baik, tetapi dalam HPI pengertian
ketertiban umum tidak mencakup kesusilaan baik. Isi ketertiban umum dalam Pasal 23 AB dan
HPI juga berlainan. Isi Pasal 23 AB dapat dianggap lebih luas daripada pengertian ketertiban
umum mengenai HPI. Dalam Pasal 23 AB, semua ketentuan yang bersifat hukum memaksa tak
dapat dikesampingkan, tetapi dalam konsep ketertiban umum HPI tidak semua ketentuan
yang bersifat hukum memaksa tersebut dianggap masuk dalam pengertian tersebut. Apa yang
menurut hukum nasional intern sebagai ketertiban umum, belum tentu dianggap HPI sebagai
ketertiban umum.

4. Apa perbedaan Teori Obyektif dan Teori Subyektif dalam materi penyelundupan hukum

Penyelundupan Hukum terjadi apabila seseorang dengan berdasarkan dan menggunakan kata-
kata dari undang-undang, tetapi melawan jiwa dan tujuannya, secara tipu muslihat melakukan
perbuatan-perbuatan yang ternyata diadakan dengan maksud agar dapat mengelakan kaidah-
kaidah hukum yang tertulis atau yang tidak tertulis.

Oleh sebab itu dalam penyelundupan hukum terdapat Teori Objektif yakni, perbuatan hukum
yang terjadi bertentangan dengan jiwa dan tujuan hukum nasional. Kemudian Teori Subjektif
adalah mengenai niat yang buruk perbuatan hukum yang dilakukan dan hal ini haruslah terang
benderang sehingga terlihat upaya “penyelundupan” itu dilakukan.

Jadi yang membedakan antara Teori Obyektif dan Teori Subyektif dalam materi
penyelundupan hukum adalah, jika Teori Obyektif, penyelundupan hukum yang dilakukan
melibatkan unsur kebatinan seseorang, ada rasa bertentangan dengan jiwanya ketika
melakukan penyelundupan hukum tersebut, misalnya dalam kasus seseorang yang melakukan
pernikahan dengan berbeda agama. Sedangkan menurut Teori Subyektif penyelundupan
hukum memang sengaja dilakukan tanpa ada rasa bertentangan dengan nuraninya. Selain itu,
kedua teori penyelundupan hukum tersebut sama-sama bertentangan dengan tujuan hukum
nasional.

Beberapa bidang yang rentan terjadi penyelundupan hukum, antara lain: perkawinan,
perceraian, naturalisasi, domisili dan kontrak-kontrak. Sehubungan dengan pembahasan
penyelundupan hukum, di Perancis terkenal dengan adagium Fraus Omnia Corrumpit, artinya
penyelundupan hukum mengakibatkan bahwa perbuatan itu dalam keseluruhannya tidak
berlaku. Contoh Yurisprudensi Perancis yang terkenal adalah Kasus Putri De Bauffremont.

Demikian jawaban saya, mohon petunjuk, masukan dan saran dari tutor. Terima kasih.

Sumber Refrensi :
1. Modul Hukum Perdata Internasional HKUM4304
2. Jurnal “Konsep Ketertiban Umum dalam Hukum Perdata Internasional”
http://ejournal.uin-suka.ac.id/syariah/Supremasi/article/download/1947/1418
3. https://www.hukumonline.com/klinik/a/mengenal-irenvoi-i-dalam-hukum-perdata-
internasional-lt58e8af21ac058
4. https://www.bphn.go.id/data/documents/na_tentang_hpi.pdf

Anda mungkin juga menyukai