Anda di halaman 1dari 7

PERDI PERDIANSAH

041173181
SISTEM HUKUM INDONESIA
FHISIP – ILMU KOMUNIKASI (072)
UNIVERSITAS TERBUKA
BANDUNG 2020
TUGAS III

pg. 1
SOAL

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan diskresi dan prasyarat untuk dilakukanya diskresi
serta sebutkan Asas-asas pembentukan produk hukum administrasi negara melalui
diskresi !
2. Jelaskan perbedaan hukum pidana khusus dengan hukum pidana lokal, serta perbedaan
antara pelanggaran dan kejahatan dalam tindak pidana !
3. Sebutkan perkara apa saja yang menjadi kewenangan mahkamah konstitusi dan Peradilan
Agama serta jelaskan bagaimana proses mengajukan perkara di dua lembaga peradilan
tersebut !

pg. 2
JAWABAN
1. Diskresi merupakan keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan
oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam
penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang
memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya
stagnasi pemerintahan. Namun, penggunaannya harus oleh pejabat yang berwenang dan
sesuai dengan tujuannya.
Adapun menurut Pasal 1 Angka 9 UU 30/2014, diskresi adalah keputusan dan/atau
tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi
persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal
peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap
atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.
Dalam hukum administrasi negara disebut dengan “pouvoir discrectionnaire” atau “freies
ermessen” atau asas diskresi, yang mengandung kewajiban dan kekuasaan yang luas,
yaitu terhadap tindakan yang akan dilakukan dan kebebasan untuk memilih melakukan
atau tidak tindakan tersebut. Adanya “freies Ermessen” mempunyai konsekuensi sendiri
dibidang perundang-undangan, yakni adanya penyerahan kekuasaaan legislatif kepada
pemerintah, sehingga dalam keadaan tertentu dan/atau dalam porsi dan tingkat tertentu
pemerintah dapat mengeluarkan peraturan perundang-undangan (produk legislasi) tanpa
persetujuan lebih dulu dari parlemen. Dengan adanya freies ermessen ini berarti bahwa
sebagian kekuasaan yang dipegang oleh badan pembentuk undang-undang dipindahkan
ke dalam tangan pemerintah/administrasi negara, sebagai badan eksekutif. Artikel ini
mencoba menggali lebih dalam materi-materi yang secara khusus mengupas tentang
diskresi dalam upaya melakukan peninjauan yuridis penggunaan asas diskresi dalam
kaitannya dengan pembentukan produk hukum di Indonesia.

2. Perbedaan hukum pidana khusus dengan hukum pidana lokal


Para ahli membagi hukum pidana berdasarkan beberapa hal. Salah satunya, hukum

pg. 3
pidana dapat dibagi menjadi hukum pidana umum dan hukum pidana khusus.
Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang dengan sengaja telah dibentuk untuk
diberlakukan bagi setiap orang pada umumnya, sedangkan hukum pidana khusus adalah
hukum pidana yang dengan sengaja telah dibentuk untuk diberlakukan bagi orang-orang
tertentu saja, misalnya, bagi anggota-anggota Angkatan Bersenjata, atau merupakan
hukum pidana yang mengatur tindak pidana tertentu saja, misalnya, tindak pidana fiskal.
Secara singkat, kita juga dapat melihat pembagian hukum pidana umum dengan hukum
pidana khusus dengan peraturan yang ada, yakni bahwa hukum pidana yang diatur di
dalam KUHP merupakan hukum pidana umum, karena ketentuan di dalamnya berlaku
untuk semua orang. Sedangkan hukum pidana khusus, bisa dilihat dari peraturan
perundang-undangan yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP, misalnya UU
Tindak Pidana Korupsi, UU Tindak Pidana Pencucian Uang, dan lainnya.

Perbedaan antara pelanggaran dan kejahatan dalam tindak pidana


Kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi
juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat,
contohnya mencuri, membunuh, berzina,  dan sebagainya.
sedangkan
Pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-undang namun tidak
memberikan efek yang tidak berpengaruh secara langsung kepada orang lain , seperti
tidak pakai helem, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan
sebagainya.

3. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan, Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan
ketentuan tersebut, Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan
kehakiman selain Mahkamah Agung. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

pg. 4
Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga peradilan, sebagai cabang
kekuasaan yudikatif, yang mengadili perkara-perkara tertentu yang menjadi
kewenangannya berdasarkan ketentuan UUD 1945.

Proses/Prosedur mengajukan perkara di Pengadilan Agama


TINGKAT BANDING

1. Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat
(1) huruf a sampai dengan d UU 24/2003, kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah
menguji undang-undang terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; memutus pembubaran partai
politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu, berdasarkan
Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 yang ditegaskan
lagi oleh Pasal 10 ayat (2) UU 24/2003, kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah
memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah
melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

Permohonan banding harus disampaikan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan
agama/mahkamah syar’iah dalam tenggang waktu :
1. 14 (empat belas) hari, terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengucapan
putusan, pengumuman/pemberitahuan putusan kepada yang berkepentingan;
2. 30 (tiga puluh) hari bagi Pemohon yang tidak bertempat di kediaman di wilayah
hukum pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang memutus perkara tingkat
pertama. (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1947).
2. Membayar biaya perkara banding (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1947, Pasal 89 UU No. 7
Tahun 1989).
3. Panitera memberitahukan adanya permohonan banding (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1947)
4. Pemohon banding dapat mengajukan memori banding dan Termohon banding dapat
mengajukan kontra memori banding (Pasal 11 ayat (3) UU No. 20 Tahun 1947)
5. Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah permohonan diberitahukan kepada
pihak lawan, panitera memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk melihat
surat-surat berkas perkara di kantor pengadilan agama/mahkamah syar’iah (Pasal 11 ayat
(1) UU No. 20 Tahun 1947).
6. Berkas perkara banding dikirim ke pengadilan tinggi agama/mahkamah syar’iah provinsi
oleh pengadilan agama/mahkamah syar’iah selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu)
bulan sejak diterima perkara banding.
7. Salinan putusan banding dikirim oleh pengadilan tinggi agama/mahkamah syar’iah
provinsi ke pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang memeriksa perkara pada tingkat
pertama untuk disampaikan kepada para pihak.
8. Pengadilan agama/mahkamah syar’iah menyampaikan salinan putusan kepada para
pihak.

pg. 5
9. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera :
1. Untuk perkara cerai talak :
 Memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak
dengan memanggil Pemohon dan Termohon.
 Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya
dalam waktu 7 (tujuh) hari.
2. Untuk perkara cerai gugat :
 Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya
dalam waktu 7 (tujuh) hari.

Proses/Prosedur mengajukan perkara di Mahkamah Konstitusi

Pengajuan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi diajukan langsung ke


gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, atau bisa mendaftar online lewat situsnya:
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/
Permohonan harus ditulis dalam Bahasa Indonesia baku, ditandatangani oleh
pemohon/kuasanya dan dibuat dalam 12 rangkap. Permohonan yang dibuat harus memuat
jenis perkara yang dimaksud, disertai bukti pendukung dengan sistematika: Identitas dan
legal standing Posita, Posita petitum, Petitum.
Adapun prosedur pendaftaran:
A. Pemeriksaan kelengkapan permohonan panitera:

 Belum lengkap, diberitahukan


 7 (tujuh) hari sejak diberitahu, wajib dilengkapi

B. Registrasi sesuai dengan perkara.

 7 (tujuh) hari kerja sejak registrasi untuk perkara.


 Setelah berkas permohonan Judicial Review masuk, maka dalam 14 hari kerja
setelah registrasi ditetapkan Hari Sidang I (kecuali perkara Perselisihan Hasil
Pemilu) akan ditetapkan jadwal sidang. Para pihak berperkara kemudian
diberitahu/dipanggil, dan jadwal sidang perkara tersebut diumumkan kepada
masyarakat.

pg. 6
Sumber :
http://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/view/140
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt54b538f5f35f5/arti--
tujuan--lingkup--dan-contoh-diskresi/
http://www.gresnews.com/berita/tips/81422-perbedaan-pidana-umum-
dan-pidana-khusus/
http://www.pa-garut.go.id/layanan-hukum/prosedur-pengajuan-dan-
biaya-perkara
https://mkri.id/index.php?page=web.Perkara&menu=4

pg. 7

Anda mungkin juga menyukai