Jadi, perkembangan multimedia sangat dipengaruhi oleh hukum yang membela dan
melindungi kepentingan masyarakat banyak untuk menuju kesejahteraan masyarakat
seperti yang tercantum dalam Alinea ke-4 Pembukaan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945. ”Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu
pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melekasanakan ketertiban dunia…”
Sampai di sini terlihat ada keselarasan antara teori Utilitarianisme dan perkembangan
hukum multimedia di Indonesia. Sekalipun demikian, penulis ingin memberikan catatan
bahwa rezim hak kekayaan intelektual yang memberikan perlindungan kepada
pemegang hak kekayaan intelektual itu pada hakikatnya merupakan sebuah bentuk
monopoli privat (private monopoly). Dalam negara yang menjunjung tinggi semangat
kolektivitas seperti halnya dianut oleh masyarakat Indonesia, hak-hak monopolistis
seperti ini tentu perlu dibatasi agar kemanfaatan dari suatu kreativitas tidak hanya
dinikmati oleh segelintir orang, melainkan dapat dinikmati oleh sebanyak mungkin
orang. Pembatasan masa perlindungan hak kekayaan intelektual merupakan jalan
kompromi dari keinginan melindungi kepentingan individu-individu kreatif di satu sisi,
dan kepentingan publik di sisi lain. Itulah sebabnya, pada suatu waktu perlindungan hak
kekayaan intelektual ini akan berakhir dan karya tersebut menjadi milik umum (public
domain).
1.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
– Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang
sah (pasal 28B ayat 1).
– Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945
menyatakan : setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara”.
– Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1 mengatakan :
Setiap orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain
b. Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
3. Positivisme hukum hanyalah mengenal ilmu pengetahuan yang positif, sehingga yang
dikenalnya hanya ada satu jenis hukum, yakni hukum positif saja. Sisi kelam positivisme
hukum adalah yang dikaji hanya aspek lahiriahnya, sehingga yang muncul bagi realitas
kehidupan sosial, tanpa memandang nilai-nilai dan norma-norma seperti keadilan,
kebenaran, kebijaksanaan, dan lain-lain yang melandasi hadirnya aturan-aturan hukum
tersebut, karena nilai-nilai itu tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusia. Di samping
itu, sesungguhnya positivisme hukum tidak memisahkan antara hukum yang ada atau
berlaku (positif) dengan hukum yang seharusnya ada, yang berisi norma-norma ideal, akan
tetapi menganggap bahwa kedua hal itu harus dipisahkan melalui bidang-bidang yang
berbeda. Konsekuensi mengabaikan apa yang terdapat di balik hukum, yakni berupa nilai-
nilai kebenaran, kesejahteraan dan keadilan yang seharusnya ada dalam hukum, sehingga
positvisme hukum berpegang pada prinsip-prinsip
a). Hukum adalah perintah-perintah dari manusia (command of human being).
b) Tidak perlu ada hubungan antara hukum dengan moral, antara hukum yang ada (das
sein) dengan hukum yang seharusnya (das sollen).
c) Analisis terhadap konsep-konsep hukum yang layak dilanjutkan dan harus dibedakan
dari penelitian-penelitian historis mengenai sebab-sebab atau asal-usul dari undang-
undang, serta berlainan pula dari suatu penilaian kritis.
d) Keputusan-keputusan (hukum) dapat dideduksikan secara logis dari peraturan-
peraturan yang sudah ada terlebih lebih dahulu, tanpa perlu menunjukan kepada tujuan-
tujuan sosial, kebijaksanaan, dan moralitas.
e) Penghukuman (judgement) secara moral tidak dapat ditegakkan dan dipertahankan
oleh penalaran rasional, pembuktian, atau pengujian.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
4. Tindakan Pemerintahan Dapat Dibagi Menjadi Dua Bentuk Yakni Tindakan Faktual (Feitelijk
Handelingen) Dan Tindakan Hukum (Rechtshandelingen). Berikut Adalah Pembagiannya:
Sedangkan Tindakan Faktual (Feitelijk Handelingen) Akan Selalu Bersegi Satu (Eenzijdige)
Karena Bersifat Sepihak Saja.