Anda di halaman 1dari 5

Nama : Shafira Safa Widyacahayani

NIM : E0018370

HUKUM PIDANA (C)

SIFAT MELAWAN HUKUM

1. Pengertian

Melawan hukum adalah melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum. Adapun pengertian
melawan hukum menurut para ahli meliputi:

Van Hamel menjelaskan makna kata hukum dalam frase “melawan hukum” sebagai berikut:
positif yakni, melawan hukum berarti bertentangan dengan hukum, atau merusak hak orang lain,
negatif yakni melawan hukum berarti tidak berdasarkan hukum, atau tanpa kewenangan.

Simons, menjelaskan melawan hukum merupakan kelakuan yang bertentangan dengan hukum,
hukum yang dituju oleh perbuatan tersebut tidak harus suatu hak subjektif tetapi juga dapat
merupakan suatu hak pada umumnya.

Noyon dan Langemeijer mendapat sokongan dari Pompe menyatakan melawan hukum memiliki
arti bertentangan dengan hukum tertulis (peraturan perundang-undangan tertulis) dan hukum
tidak tertulis (aturan-aturan yang tidak tertulis).

Van Bemmelen dan Van Hattum mengartikan melawan hukum itu tidak terbatas pada
bertentangan dengan hukum tertulis.

2. Macam-Macam Sifat Melawan Hukum

1) Sifat melawan hukum umum

Sifat melawan hukum umum (generale wederrechtelijkheid) memiliki elemen perbuatan pidana
apabila terpenuhinya unsur delik, melawan hukum dan dapat dicela. Sifat melawan hukum ini
adalah syarat umum dapat dipidananya suatu perbuatan. Tidak perlu dicantumkan dalam surat
dakwaan dan tidak perlu dibuktikan

Contoh: Pembunuhan

Dalam pasal 338 KUHP yang berbunyi “barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”

bagian inti delik :

 dengan sengaja

 merampas nyawa orang lain

dalam perbuatan pidana pembunuhan melawan hukum merupakan unsur delik, hanya dimaknai
ada secara diam-diam (tersirat). Walaupun hanya unsur delik bukan berarti “perbuatan
membunuh” tidak mengandung sifat “melawan hukum (wederrechttelijk), karena dilihat dari
definisi saja, menurut simons strafbaar feit” adalah kelakuan yang bersifat melawan hukum,
sehingga semua delik/perbuatan pidana pasti melawan hukum, yang membedakan hanya tersurat
atau tidaknya frasa melawan hukum dalam rumusan delik tersebut.

Bahwa dalam kaitannya dengan pembuktian di persidangan terhadap pasal yang tidak
mencantumkan frasa melawan hukum, penuntut umum tidak perlu membuktikan frasa tersebut di
persidangan dan di requisitornya. Namun, penuntut umum harus membuktikan pertanggung
jawaban pidana nya. Tidak ada alasan pemaaf dan pembenar yang menjadi dasar penghapus
pidananya.

2) Sifat melawan hukum khusus

Sifat melawan hukum khusus (special wederrechtelijkheid) tercantum didalam rumusan delik
sehingga menjadi syarat tertulis untuk dapat dipidananya suatu perbuatan. Sifat melawan hukum
khusus wajib dibuktikan oleh penuntut umum karena tercantum didalam rumusan delik.

Contoh: Penggelapan
Dalam pasal 372 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum
memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi
yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan
pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus
rupiah.”

Bagian inti delik:

 Dengan sengaja dan melawan hukum

 Memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain

 Barang tersebut ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.

Melawan hukum (wederrechttelijk) dalam perbuatan pidana penggelapan merupakan bagian inti
delik karena frasa melawan hukum secara tegas (tersurat) termuat dalam rumusan pasal 372
KUHP.

Bahwa dalam kaitannya dengan pembuktian di persidangan, terhadap pasal-pasal yang frasa
melawan hukum termuat dalam rumusan delik, maka penuntut umum berkewajiban
membuktikan frasa tersebut.

Apabila di persidangan ternyata penasihat hukum dapat membuktikan perbuatan terdakwa tidak
“melawan hukum”, atau “melawan hukumnya hilang" karena terdapat alasan pembenar (Pasal 49
ayat (1), Pasal 50, Pasal 51 ayat (1) KUHP) yang menghapus sifat melawan hukum dari
perbuatan terdakwa, maka hakim memberikan putusan bebas (vrijspraak) untuk pasal 372 KUHP
karena bagian inti delik tidak terbukti dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van
recht vervolging) karena unsur delik yang tidak terbukti.

3) Sifat Melawan Hukum Formil

Perbuatan melawan hukum formil (formeel wederrechtelijkheid) adalah perbuatan yang


bertentangan dengan aturan hukum tertulis yakni peraturan perundang-undangan pidana yang
berlaku.
Contoh:

Seseorang dapat di jerat dengan pasal 362 KUHP tentang pencurian karena telah di atur
pemberlakuan pasal atau peraturan tersebut dalam pasal 1 ayat (1) KUHP yaitu “Tiada suatau
perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang
telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”. Hal ini berarti siapapun yang memenuhi unsur pasal
362 yang berbunyi “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena
pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak
sembilan ratus rupiah” dapat di pidana, tanpa menghiraukan alasan, situasi dan kondisi pelaku
ketika makukan perbuatan tersebut.

4) Sifat Melawan Hukum Materiil

Perbuatan melawan hukum materil (materieel wederrechtelijkheid) adalah perbuatan yang


bertentangan dengan aturan hukum tidak tertulis yakni hukum kebiasaan dan rasa keadilan dalam
masyarakat serta nilai kepatutan didalam masyarakat.

Perbuatan melawan hukum materil terbagi dua yakni perbuatan melawan hukum materil dalam
arti positif dan perbuatan melawan hukum materil dalam arti negatif.

Perbuatan melawan hukum materil dalam arti positif adalah perbuatan yang bertentangan dengan
aturan hukum tidak tertulis sehingga si pelaku dapat dihukum walaupun perbuatan pelaku tidak
memenuhi aturan hukum tertulis, dalam hal ini peraturan perundang-undangan pidana, sehingga
pelaku dapat dipidana. Perbuatan melawan hukum materil dalam arti positif bertentangan dengan
asas legalitas.

Contoh :

Sepasang kekasih yang melakukan hubungan suami-istri atas dasar suka sama suka. Hal ini tidak
diatur dalam hukum tertulis tetapi bertentangan dengan kebiasaan (hukum tidak tertulis) yang
berlaku di masyarakat. Oleh karenanya, sepasang kekasih tersebut di arak keliling kampung
tanpa berbusana oleh masyarakat setempat.
Perbuatan melawan hukum materil dalam arti negatif adalah perbuatan yang melanggar aturan
hukum tertulis dalam hal ini peraturan perundang-undangan pidana, akan tetapi menurut nilai
keadilan dan kepatutan didalam masyarakat perbuatan pelaku tersebut bukan merupakan tindak
pidana, maka pelaku tidak dapat dipidana. Perbuatan melawan hukum materil dalam arti negative
bisa disebut sebagai alasan pembenar.

Contoh :

Dikehidupan masyarakat sumba, ada adat yang bernama pasola, atau lempar lembing, atau
lempar kayu kudung diatas kuda. Dalam 2 kelompok berlawanan. Misalnya kelompok
A.melemparkan kayu kudung pada salah satu orang dari kelompok B.dan orang dari kelompok
itu mati karena kayu tersebut. Maka orang yang dari kelompok A yang melemparnya tidak akan
dijatuhi pidana. Dasarnya adalah: pasola itu merupakan hukum adat yang berlaku pada
masyarakat sumba. Hal tersebut sebenarnya melanggar undang-undang yang berlaku,
karena sudah menghilangkan nyawa orang lain. Tapi karena hukum adat itu merupakan
kebiasaan masyarakat sumba.maka undang-undang disampingkan.

Anda mungkin juga menyukai