DOSEN :
FAKHLUR. S.Sos., M.H
Oleh:
NURVITA FIDYANTI ASIANI
NPM. 1907350001
KELAS. A.69 S1
Kesadaran hukum atau rasa hukum yang hidup (originaire) adalah sumber satu-
satunya daripada hukum, demikian H. Krabbe salah seorang guru besar di Leiden
dalam karangannya “De Moderne Staat”. Dari semua hukum itu entah hukum undang-
undang, hukum kebiasaan, hukum yang tidak tertulis, kesadaran hukum itulah yang
merupakan basis daripada hukum. Undang-undang yang tidak berdasarkan basis
tersebut adalah bukan hukum, ia tidak mempunyai kekuatan berlaku meskipun ia
ditaati baik secara sukarela maupun karena terpaksa.
Selain itu kesadaran hukum dapat merupakan variabel antara, yang terletak antara
hukum dengan perilaku manusia yang nyata. Perilaku yang nyata terwujud dalam
ketaatan hukum, namun hal itu tidak dengan sendirinya hukum mendapat dukungan
1
sosial. Dukungan sosial hanya diperoleh apabila ketaatan hukum tersebut didasarkan
pada kepuasan yang merupakan hasil pencapaian hasrat akan keadilan.
Telaah yang pernah dilakukan oleh Soerjono Soekanto tentang kesadaran dan
kepatuhan hukum di tahun 1982, membuka pintu kajian semakin jelas akan
pentingnya ketertiban masyarakat dalam mematuhi secara sadar konsepsi hukum
yang telah disahkan dan dilaksanakan secara konsekuen dalam komunikasi/
hubungan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bahkan berpolitik.
Tentang hal itu Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan sebagai berikut:
I. Indonesia ialah Negara yang berdasar atas hokum (rechtsstaat).
Negara Indonesia berdasar atas hokum (rechtsstaat) tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (Machtsstaat).
II. Sistem Konstitusional.
Pemerintah berdasar atas system konstitusi (Hukum Dasar) tidak bersifat absolutism
(kekuasaan yang tidak terbatas). Dengan demikian, secara konstitusional supremasi
hukum diakui di Indonesia, yang berarti pengakuan terhadap penegakan rule of
lawbaik dalam arti formal maupun materiil atau ideologis dengan tekanan pada yang
2
terakhir. Hal ini berarti bahwa masalah kesadaran hokum dan kepatuhan hukum
terkait di sini, oleh karena penegakan rule of law
dalam arti materiil berarti :
a. Penegakan hukum yang sesuai dengan ukuran-ukuran tentang hukum yang baik
atau hukum yang buruk.
b. Kepatuhan dari warga-warga masyarakat terhadap kaidah-kaidah hukum yang
dibuat serta diterapkan oleh badanbadan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
c. Kaidah-kaidah hukum harus selaras dengan hak-hak asasi manusia.
d. Negara mempunyai kewajiban untuk menciptakan kondisi-kondisi sosial yang
memungkinkan terwujudnya aspirasiaspirasi manusia dan penghargaan yang wajar
terhadap martabat manusia.
e. Adanya badan yudikatif yang bebas dan merdeka yang akan dapat memeriksa serta
memperbaiki setiap tindakan yang sewenang-wenang dari badan-badan eksekutif dan
legislatif.
Aspek-aspek dari konsep penegakan rule of law yang dinamis tersebut di atas telah
dituangkan ke dalam suatu perumusan yang dihasilkan oleh kongres International
Commission of Jurists pada
tahun 1959 di New Delhi. Dengan demikian, maka masalah kesadaran hukum perlu
mendapat sorotan yang lebih mendalam di Indonesia sebagai suatu negara yang
sedang berkembang, yang menuju pada
negara hukum materiil yang nyata.
Dari uraian-uraian di atas kiranya telah nyata, bahwa agaknya sulit untuk dapat
merumuskan suatu konsepsi tentang kesadaran hukum (legal consciousness). Perihal
kata atau pengertian kesadaran, di dalam kamus tercantum tidak kurang dari lima arti,
yaitu :
1. awareness esp of something within oneself; also the state or fact of being conscious
of an external object, state or fact.
2. The state of being characterized by sensation, emotion, volition, and thought: mind.
3. the totality of conscious states of an individual.
4. the normal state of conscious life.
5. the upper level of mental life as contrasted with unconscious process.
3
Jadi, kesadaran sebenarnya menunjuk pada interdependensi mental dan
interpenetrasi mental yang masing-masing berorientasi pada “aku” nya manusia dan
pada “kami” nya.
a. Pengetahuan hukum
Adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa beberapa perilaku
tertentu yang diatur oleh hukum (tertulis dan tidak tertulis). Pengetahuan
tersebut berkaitan dengan perilaku yang dilarang ataupun perilaku yang
dibolehkan oleh hukum. Seperti, orang mengetahui bahwa membunuh dilarang
oleh hukum.
Pengetahuan hukum tersebut erat kaitannya dengan asumsi bahwa
masyarakat dianggap mengetahui isi suatu peraturan ketika telah
diundangkan.
b. Pemahaman hukum
Adalah sejumlah informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari
suatu hukum tertentu, atau suatu pengertian terhadap isi dan tujuan dari suatu
peraturan dalam suatu hukum tertentu, tertulis maupun tidak, serta manfaatnya
bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan tersebut.
4
Dalam hal ini, tidak disyaratkan seseorang harus terlebih dulu mengetahui
adanya aturan tertulis yang mengatur tentang sesuatu, tetapi yang dilihat
adalah bagaimana persepsi mereka dalam menghadapi berbagai hal berkaitan
dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Persepsi ini biasanya
diwujudkan melalui sikap dan tingkah laku sehari-hari. Pemahaman hukum
dapat terjadi apabila bila peraturan yang berlaku mudah dipahami oleh
masyarakat.
c. Sikap hukum
Adalah suatu kecendrungan untuk menerima hukum karena adanya
penghargaan terhadap hukum sebagai sesuatu yang bermanfaat atau
menguntungkan jika hukum itu ditaati. Sikap hukum akan melibatkan pilihan
warga terhadap hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam dirinya
sehingga akhirnya warga masyarakat menerima hukum berdasarkan
penghargaan terhadapnya.
5
d. Kesadaran hukum masyarakat, misalnya warga masyarakat tidak main hakim
sendiri ketika terjadi sebuah kecelakaan
e. Budaya hukumnya, misalnya perlu adanya syarat yang tersirat seperti pandangan
Ruth Benedict tentang adanya budaya malu (shame culture), dan budaya rasa
bersalah bilamana seseorang melakukan pelanggaran terhadap hukum yang berlaku
(guilty feeling).
Kepatuhan Hukum
Kepatuhan hukum sendiri diartikan sebagai tampilan sikap dan perilaku yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hukum yang
dipatuhi berarti hukum itu memiliki efektivitas. (Junaidi, 2001:21). Menurut Bierstedt
(dalam Soekanto, 1982:225; 1983:64), dasar-dasar kepatuhan hukum adalah :
Indoctrination
Maksudnya cara masyarakat mematuhi hukum adalah karena dia diindroktrinir untuk
berbuat demikian. Sejak kecil dia telah dididik agar mematuhi kaidah-kaidah yang
berlaku dalam masyarakat.
Habituation
Maksudnya, karena sejak kecil manusia mengalami proses sosialisasi, maka lama
kelamaan menjadi suatu kebiasaan untuk mematuhi hukum yang berlaku.
Utility
Maksudnya, orang patuh pada hukum karena menyadari bahwa hukum memberi
manfaat atau kegunaan bagi mereka.
Group Identification
Maksudnya, orang mematuhi suatu kaidah hukum karena kepatuhan itu merupakan
salah satu sarana untuk mengadakan identifikasi dengan kelompok.
6
Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat mentaati hukum (Salman,
2004:53) adalah sebagai berikut :
a. Compliance
Diartikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan kepada harapan akan
suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman atau sanksi
yang mungkin dikenakan apabila seseorang melanggar ketentuan hukum.
Kepatuhan ini sama sekali tidak didasarkan pada suatu keyakinan pada tujuan
kaidah hukum yang bersangkutan dan didasarkan pada pengendalian dari
pemegang kekuasaan. Sebagai akibatnya, kepatuhan hukum akan ada apabila
ada pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan kaidah-kaidah hukum
tersebut.
b. Identification
Terjadi bila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan karena nilai
instrinsiknya, akan tetapi agar keanggotan kelompok tetap terjaga serta ada
hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan
kaidah-kaidah hukum tersebut.
c. Internalization
Pada tahap ini seseorang mematuhi kaidah-kaidah hukum dikarenakan secara
instrinsik kebutuhan tadi mempunyai imbalan. Isi kaidah-kaidah tersebut sesuai
dengan nilai-nilai pribadi yang berangkutan atau karena dia mengubah nilai-
nilai yang semula dianutnya.
7
untuk menerapkan hukum itu. Selama hubungan baik itu menjadi kepentingan
utama, maka kepatuhan hukum itu akan terpelihara dengan lancar. Sebaliknya,
kalau tidak ada kepentingan lagi, maka tidak mustahil akan terjadi pelanggaran
hukum.
Tahap Purna Konvensional (Internalization)
Seseorang mematuhi hukum karena secara instrinsik kepatuhan itu
mempunyai imbalan. Isi kaidah-kaidah hukum itu sesuai dengan nilai-nilai yang
dianutnya. Dalam tahap ini, manusia mematuhi hukum karena dia mendukung
konsep-konsep moral yang terlepas sama sekali dari kekuasaan atau
wewenang dan kaedah yang memaksa.