Anda di halaman 1dari 7

Alat bukti didalam yang dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah

sebagai berikut:

Alat bukti yang sah adalah:

a. Keterangan saksi

b. Keterangan ahli

c. Surat

d. Petunjuk

e. Keterangan terdakwa

Pengertian dan pengaturan mengenai saksi diatur dalam


ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).
Menurut Pasal 1 butir 26 KUHAP saksi didefinisikan sebagai
berikut:
 
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu
perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami
sendiri.
 
Keterangan saksi adalah merupakan satu dari lima alat bukti yang dibutuhkan

dalam mengungkapkan perkara pidana. Dalam Pasal 185 KUHAP menyebutkan:

“Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang

pengadilan”.

Keterangan saksi harus diberikan atau dibacakan dimuka persidangan agar hakim

dapat menilai bahwa keterangan yang diberikan oleh saksi tidak keterangan palsu.
Tidak semua keterangan saksi mempunyai nilai sebagai alat bukti. Keterangan

saksi yang mempunyai nilai sebagai alat bukti ialah keterangan saksi yang sesuai

dengan apa yang dijelaskan pada Pasal 1 angka 27 KUHAP yaitu keterangan saksi

mengenai suatu peristiwa yang saksi lihat sendiri, saksi dengar sendiri, saksi

alami sendiri serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Penegak hukum

atau instansi terkait wajib memberikan perlindungan saksi dalam perkara

pidana.

2. Syarat-syarat kesaksian sebagai alat bukti

Ada beberapa syarat yang harus melekat pada keterangan itu supaya dapat

mempunyai nilai sebagai alat bukti yang sah. Seandainya syarat-syarat itu

telah terpenuhi, barulah keterangan itu mempunyai nilai sebagai alat bukti.

Agar suatu kesaksian mempunyai kekuatan sebagai alat bukti, maka harus

mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:

a. Syarat Obyektif:

1) Tidak boleh bersama-sama sebagai terdakwa

2) Tidak boleh ada hubungan keluarga

3) Mampu bertanggung jawab, yakni berumur 15 tahun atau sudah pernah

kawin atau tidak sakit ingatan.

b. Syarat Formal:
1) Kesaksian harus diucapkan dalam sidang

2) Kesaksian tersebut harus diucapakan di bawah sumpah

c. Syarat Subyektif/material:

1) Saksi menerangkan apa yang ia dengar, ia lihat dan yang ia alami sendiri

2) Dasar-dasar atau alasan mengapa saksi tersebut melihat, mendengar dan

mengalami sesuatu yang diterangkan tersebut.

Pasal 170 KUHAP menyebutkan bahwa mereka karena pekerjaan, harkat,

martabat, atau jabatannya diwujudkan menyimpan rahasia dapat mengajukan

permintaan untuk dibebaskan dari kewajiban memberikan keterangan sebagai

saksi. Menurut penjelasan pasal tersebut, pekerjaan atau jabatan yang menentukan

adanya kewajiban menyimpan rahasia ditentukan oleh peraturan perundang

undangan.

Dalam Pasal 171 KUHAP ditambahkan pengecualian untuk memberikan

kesaksian dibawah sumpah ialah:

a. Anak yang belum cukup lima belas tahun (15) dan belum pernah kawin.

b. Orang yang sakit ingatannya atau sakit jiwa meskipun ingatannya baik

kembali.

Dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP dikatakan bahwa sebelum memberikan

keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menumt agamanya


masing-masing bahwa ia memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dan

tidak lain dari yang sebenar-benarnya.

Pengucapan sumpah itu merupakan syarat mutlak, dapat dibaca dalam Pasal 161

ayat (1) dan (2) KUHAP sebagai berikut:

“Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau

berjanji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan (4), maka

pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan

hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera ditempat rumah tahanan negara

paling lama 14 (empat belas) hari” (ayat (1)).

“Dalam hal tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan saksi atau

ahli tidak mau disumpah atau mengucapkan jauji, maka keterangan yang telah

diberikan merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim” (ayat

Penjelasan Pasal 161 ayat (2) menunjukkan bahwa pengucapan sumpah

merupakan syarat mutlak:

“Keterangan saksi atau ahli yang tidak disumpah atau mengucapkan janji tidak

dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah, tetapi hanyalah merupakan keterangan

yang dapat menguatkan keyakinan hakim”.

Ini berarti tidak merupakan kesaksian menurut Undang-undang, bahkan juga

tidak merupakan petunjuk, karena hanya dapat memperkuat keyakinan hakim.


Sedangkan kesaksian atau alat bukti yang lain merupakan sumber atau dasar

keyakinan hakim.

Agak lain bunyi Pasal 165 ayat (7) KUHAP yang menyatakan “keterangan saksi

yang tidak disumpah meskipun sesuai dengan yang lain, tidak merupakan alat

bukti namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan saksi yang

disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti yang sah yang lain”.

Pasal 248 hanya menyatakan saksi disumpah oleh ketua. Tetapi kalau tidak

disumpah sama dengan disumpah.

Macam 2: Saksi Memberatkan, Meringankan, Mahkota, dan Alibi

Saksi yang meringankan atau a de charge merupakan saksi yang diajukan oleh terdakwa

dalam rangka melakukan pembelaan atas dakwaan yang ditujukan pada dirinya. Hal ini

dilandasi oleh ketentuan Pasal 65 KUHAP jo. Putusan MK 65/PUU-VIII/2010 yakni:

Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi atau seseorang

yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi

dirinya.

Selain itu, dasar hukum saksi a de charge juga diatur dalam Pasal 116 ayat (3) KUHAP jo.

Putusan MK 65/PUU-VIII/2010 yang berbunyi:

Dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki saksi yang dapat

menguntungkan baginya dan bilamana ada maka hal itu dicatat dalam berita acara.
Saksi yang memberatkan atau a charge adalah saksi yang keterangannya memberatkan

terdakwa. Jenis saksi ini biasanya diajukan oleh penuntut umum. Saksi korban juga termasuk

dalam kategori saksi yang memberatkan.

Penyebutan saksi yang memberatkan terdapat dalam Pasal 160 ayat (1) KUHAP:

Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang

sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum,

terdakwa atau penasihat hukum;

Yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi;

Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang

tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau

penasihat hukum atau penuntut umum selamã berIangsungnya sidang atau sebelum

dijatuhkannya putusán, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.

Dengan demikian, perbedaan mendasar antara saksi meringankan (a de charge) dengan saksi

memberatkan (a charge) adalah pada substansi keterangan yang diberikan apakah mendukung

pembelaan terdakwa atau justru memberatkan/melawan pembelaan terdakwa, serta pihak

yang mengajukan saksi tersebut.

Saksi mahkota adalah istilah untuk tersangka/terdakwa yang dijadikan saksi untuk

tersangka/terdakwa lain yang bersama-sama melakukan suatu perbuatan pidana. Definisi

saksi mahkota pernah dijelaskan dalam artikel Definisi Saksi Mahkota, saksi mahkota

bukanlah istilah yang dikenal dalam KUHAP. Namun istilah ini dapat ditemui dalam alasan
yang tertuang pada memori kasasi yang diajukan oleh kejaksaan dalam Putusan Mahkamah

Agung Nomor 2437 K/Pid.Sus/2011 yang menyebutkan bahwa:

Walaupun tidak diberikan suatu definisi otentik dalam KUHAP mengenai Saksi mahkota

(kroongetuide), namun berdasarkan perspektif empirik maka Saksi mahkota didefinisikan

sebagai Saksi yang berasal atau diambil dari salah seorang tersangka atau Terdakwa lainnya

yang bersama-sama melakukan perbuatan pidana, dan dalam hal mana kepada Saksi tersebut

diberikan mahkota. Adapun mahkota yang diberikan kepada Saksi yang berstatus Terdakwa

tersebut adalah dalam bentuk ditiadakan penuntutan terhadap perkaranya atau diberikannya

suatu tuntutan yang sangat ringan apabila perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan atau

dimaafkan atas kesalahan yang pernah dilakukan. Menurut Prof. Dr. Loebby Loqman, S.H.,

M.H., dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Saksi mahkota adalah kesaksian sesama

Terdakwa, yang biasanya terjadi dalam peristiwa penyertaan.

Pengertian saksi alibi juga tidak diatur dalam KUHAP, namun pada praktiknya saksi alibi

disamakan dengan pengertian saksi meringankan (a de charge). Hal ini dapat ditemui dalam

artikel MK ‘Rombak’ Definisi Saksi dalam KUHAP.

Anda mungkin juga menyukai