Anda di halaman 1dari 4

Menurut Undang-Undang No.

1 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 184 (1) ada
disebutkan bahwa alat bukti yang sah ialah:
1. Keterangan Saksi;
2. Keterangan Ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan Terdakwa

Pasal 224 KUHP. Pasal ini berbunyi, “Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru
bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan
undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam: dalam perkara pidana, dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan; dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling
lama enam bulan.”
Untuk dapat dijerat Pasal 224 KUHP, R. Soesilo menyebutkan, ada sejumlah unsur yang
harus dipenuhi, yaitu: orang tersebut telah dipanggil oleh hakim untuk menjadi saksi, baik
dalam perkara pidana atau perdata, dan dengan sengaja tidak mau memenuhi suatu kewajiban
yang menurut undang-undang harus ia penuhi.
Pasal 160 Ayat 1 huruf b KUHAP berbunyi, “Yang pertama-tama didengar keterangannya
adalah korban yang menjadi saksi.
Untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah dan berkualitas, kesaksian yang akan
dipertimbangkan keterangannya oleh majelis hakim haruslah memenuhi kriteria-kriteria
berikut, pertama saksi wajib disumpah di muka pengadilan, karena kesaksian yang diakui
hanyalah keterangan yang disampaikan dimuka pengadilan, kedua saksi melihat, mendengar,
dan mengalami sendiri, ketiga saksi harus menyatakan sendiri di dalam persidangan,
keempat kesaksian minimal harus disampaikan oleh 2 (dua) orang saksi, kelima keterangan
saksi harus berkaitan dengan perkara.
Pasal 65 KUHAP yang berbunyi, “Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan
mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan
keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.

Hak saksi di dalam persidangan menurut KUHAP terdiri atas:


1. Hak untuk tidak diajukan pertanyaan yang bersifat menjerat (Pasal 166 KUHAP);
2. Hak untuk diperiksa tanpa hadirnya terdakwa saat saksi diperiksa (Pasal 173
KUHAP),
3. Hak untuk mendapatkan penerjemah bagi saksi yang tidak paham bahasa Indonesia
(Pasal 177 Ayat 1 KUHAP),
4. Hak untuk mendapatkan penerjemah bagi saksi yang bisu, tuli atau tidak bisa menulis
(Pasal 178 Ayat 1 KUHAP),
5. Hak untuk mendapatkan pemberitahuan paling lambat tiga hari sebelum menghadiri
sidang (Pasal 227 Ayat 1 KUHAP),
6. Hak untuk mendapatkan biaya pengganti atas kehadiran di sidang pengadilan (Pasal
229 Ayat 1 KUHAP).
Dalam proses pembentukan UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan, para pembahas undang-undang menyadari adanya kategori kedua dari
inventarisasi di atas. Sehingga Pasal 7 ayat (1) yang mengatur mengenai jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan kembali memasukkan Ketetapan MPR. Jenis dan hierarki
Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA
Pasal 1 angka 26 KUHAP, definisi saksi adalah sama dengan definisi keenam KBBI,
yakni orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang didengarnya, dilihatnya,
atau dialaminya sendiri.
26. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri,
ia lihat sendiri dan ia alami sendiri;
Pasal 1 angka 27 KUHAP.
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan
dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami
sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu;
Pasal 185 KUHAP
1. Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang
pengadilan;
2. Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa
bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya;
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai
dengan suatu alat bukti yang sah lainnya;
4. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau
keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi
itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat
membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu;
5. Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan
merupakan keterangan ahli;
6. Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-
sungguh memperhatikan:
a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang
tertentu;
d. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat
mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.
7. Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain,
tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan
dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang
lain.
 Pasal 112 KUHAP yang berbunyi:
(1)  Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan
pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang
dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan
memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan
hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut;
(2)  Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang,
penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa
kepadanya.
Pasal 159 KUHAP berbunyi:
 
(1)  Hakim ketua sidang selanjutnya meneliti apakah semua saksi yang dipanggil
telah hadir dan memberi perintah untuk mencegah jangan sampai saksi
berhubungan satu dengan yang lain sebelum memberi keterangan di sidang.
(2)  Dalam hal saksi tidak hadir, meskipun telah dipanggil dengan sah dan hakim
ketua sidang mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi itu tidak
akan mau hadir, maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi
tersebut dihadapkan ke persidangan.
Pasal 160 ayat (3) KUHAP:
“Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara
agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan
tidak lain daripada yang sebenarnya.”

Anda mungkin juga menyukai