Anda di halaman 1dari 10

Nama : Heni Veronika Nainggolan

NIM : 11000121120157

Kelas :K

Mata Kuliah : Hukum Acara Pidana

Dosen Pengampu : Sukinta, S.H.,M.Hum.

RESUME MATERI KULIAH PERTEMUAN KE-12

A. Alat-Alat Bukti
Sebagaimana kita pahami bersama bahwa unsur tindak pidana adalah perbuatan
dalam konteks hukum baik itu berbuat atau tidak berbuat. Untuk mengetahui bagaimana
terjadinya suatu peristiwa pidana, bisa dilihat dari alat-alat bukti yang diatur dalam pasal
184 KUHAP, diantaranya ada keterangan saksi, keterangan ahli,surat, petunjuk dan
keterangan terdakwa. Alat bukti berbeda dengan barang bukti. Barang bukti adalah alat
yang digunakan untuk melakukan tindak pidana. Unsur dalam tindak pidana juga harus
memenuhi delik formil dan delik materil. Delik formil berarti bahwa seseorang
melakukan penuntutan tanpa menimbulkan adanya akibat hukum. Sedangkan delik
materil berarti bahwa untuk melakukan penuntutan , maka harus ada akibat hukum ynag
timbul. Hal ini sesuai dengan system pembuktian yang dianut oleh negara kita yaitu
system pembuktian undang-undang yang negative, yang memandang bahwa ala bukti
ditentukan oleh undang-undang dan Hakim dapat menggunakan keyakinannya untuk
memutuskan apakah seseorang bersalah atau tidak bersalah. Dewasa ini, tentunya kita
tengah berkaitan erat dengan dunia digital yang juga membawa perubahan dalam proses
pembuktian dalam hukum pidana. Misalnya adanya data elektronik yang juga bisa
digunakan sebagai alat bukti di pengadilan yang termasuk dalam kategori alat bukti
petunjuk.
1. Keterangan saksi
Perlu kita pahami bahwa menjadi saksi adalah suatu kewajiban. Keterangan
saksi sebagai alat bukti yang sah ini harus memenuhi dua syarat yaitu syarat formil
dan syarat materil. Syarat formil berarti bahwa keterangan saksi dianggap sah apabila
diberikan dibawah sumpah sebagaimana diatur dalam pasal 160 ayat 3. Tetapi sering
terjadi dalam praktik peradilan, saksi memberikan sumpah palsu. Sumpah palsu
terjadi ketika seorang saksi ditanya di persidangan dan memberikan keterangan yang
berbeda dengan keterangan saksi dalam berita acara. Apabila terjadi hal demikian,
maka sidang akan ditunda dan sumpah palsu tersebut akan dikenai dengan ancaman
pidana. Syarat materil maksudnya adalah bahwa kesaksian dari seseorang saksi ini
harus mengenai hal-hal yang ia dengar sendiri, ia alami sendiri dengan menyebutkan
alasannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir 27 KUHAP tentang keterangan
saksi.
Dalam ketentuan pasal 185 ayat 1 KUHAP dinyatakan bahwa dalam
keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari oranglain atau
testimonium de auditu. Mahkamah Agung Belanda ( Hoge Raad) pernah
menggunakan prinsip ini. Adapun kasusnya adalah “ A menikam B dengan pisau, A
melarikan diri dan B berteriak minta tolong. Kemudian C dan D datang, namun A
sudah tidak berada disitu. B yang menderita luka parah menerangkan pada C dan D
tentang kejadian yang dia alami. Maka C dan D memberikan kesaksian de auditu.
Meskipun demikian, Hoge Raad menganggap keterangan yang diberikan C dan D
sebagai alat bukti yang sah. Di Indonesia sendiri, ada yang menolak kesaksian de
uditu dan ada yang menerima. Misalnya putusan Landraad Telukbetung, 14 Juli 1938
yang menolak memberi kekuatan pembuktian kesaksian dengan alasan bahwa suatu
kesaksian de auditu tidak mempunyai daya bukti yang sah. Putusan tersebut
dikuatkan oleh Raad van Justitie ( pengadilan tinggi ) Batavia. Sebaliknya putusan
Landraad meter Cornelis tanggal 27 Januari 1939 setuju memberi daya bukti pada
kesaksian de auditu dengan alasan bahwa keterangan-keterangan korban diberikan
oleh saksi-saksi yang mendekatinya, segera setelah berlangsung serangan atas dirinya
bahwa yang memberi tusukan-tusukan pada dirinya adalah seorang yang disebut pula
namanya, mempunyai juga daya bukti ditilik dari keadaan sekitar pemberian
keterangan-keterangan.
Namun, tidak semua keterangan saksi dapat menjadi alat bukti yang sah dalam
persidangan, sebagaimana ditentukan dalam pasal 161 ayat 2 KUHAP bahwa
keterangan saksi atau ahli yang tidak disumpah atau mengucapkan janji, tidak
dianggap sebagai alat bukti yang sah tetapi hanya merupakan keterangan yang dapat
menguatkan keyakinan Hakim. Selanjutnya dalam ketentuan pasal 185 ayat 2
KUHAP menyatakan bahwa keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk
membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan
kepadanya. Sebagaimana yang kita kenal dalam prinsip hukum pidana yaitu unus
testis nullus testis yang berarti bahwa satu saksi bukan saksi. Namun, prinsip ini tidak
berlaku untuk perkara cepat. Pasal 185 ayat 4 menyatakan bahwa keterangan
beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat
digunakan sebagai alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya
dengan yang lain, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan
tertentu. Ini disebut dengan kesaksian berantai. Contohnya : seorang saksi
menerangkan bahwa ia melihat A ( terdakwa) pada jam 11.00 malam tanggal 19 Mei
1995 berjalan di jalan Erlangga Raya, Semarang. Saksi kedua menerangkan bahwa ia
melihat A masuk ke pekarangan rumah nomor 5 di jalan Erlangga kira-kira jam 11
malam. Saksi ketiga menerangkan bahwa ia melihat A keluar dari rumah jalan
Erlangga Raya nomor 5 tersebut dengan membawa televise dan kemudian naik taksi
pada jam 12.00 malam tanggal 19 Mei 1995. Keterangan saksi-saksi ini berdiri
sendiri-sendiri ( berantai) dan menjadi bukti bahwa A melakukan pencurian berupa
televisi milik B di rumah jalan Erlangga Raya nomor 5 Semarang yang oleh B
dilaporkan kepada polisi bahwa ia kecurian sebuah televisi di rumahnya kira-kira jam
12.00 malam tanggal 19 Mei 1995.
Dalam ketentuan pasal 185 ayat 6 KUHAP memberikan petunjuk bagi Hakim
untuk memperhatikan sungguh-sungguh tentang:
 Persesuaian antara keteranga saksi yang satu dengan yang lainnya
 Persesuaian antara keterangan saksi untuk memberikan keterangan tertentu
 Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberikan keterangan
tertentu
 Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat
mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.
Secara umum, semua orang dapat menjadi saksi kecuali kelompok orang dalam
pasal 168 KUHAP yaitu:

a. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai
derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa
b. Saudari dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa , saudara ibu
atau saudara bapak, juga mereka mempunyai hubungan karena perkawinan dan
anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga.
c. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama
sebagai terdakwa

Namun, dalam pasal 169 ayat 1 KUHAP menyatakan bahwa jika mereka
menghendakinya dan penuntut umum serta terdakwa secara tegas menyetujuinya
maka mereka dapat memberikan keterangan dibawah sumpah dan kesaksian mereka
mempunyai nilai pembuktian dan mengikat Hakim. Tetapi apabila penuntut umum
dan terdakwa tidak memberikan persetujuannya, mereka diperbolehkan memberikan
keterangan tanpa sumpah. Kemudian, pengecualian sebagai saksi yang kedua adalah
orang-orang yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan
menyimpan rahasia ( pasal 170 KUHAP). Seperti dokter yang harus merahasia
penyakit yang diderita oleh pasiennya. Contoh lainnya adalah notaris, pegawai bank,
advokat, wartawan yang menurut undang-undang wajib menyimpan rahasia
jabatannya. Sedangkan orang yang karena harkat martabatknya wajib menyimpan
rahasia adalah pastor katolik. Karena adanya pengakuan dosa umat kepada pastor
yang harus di rahasiakan.

Dalam pasal 171 KUHAP, menegaskan bahwa yang boleh diperiksa tanpa
sumpah ialah:

a. Anak yang umurnya belum cukup 15 tahun dan belum pernah kawin
b. Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik
kembali

Dengan pertimbangan bahwa mereka tidak dapat dipertanggungjawabkan


dengan sempurna dalam hukum pidana maka mereka tidak dapat diambil sumpah
atau janji dalam memberikan keterangan, sehingga keterangan mereka hanya dipakai
sebagai petunjuk saja. Dalam proses persidangan, ada juga yang dikenal dengan
sebutan saksi mahkota. Saksi mahkota adalah saksi dalam persidangan yang sama-
sama terlibat dalam suatu peristiwa pidana untuk terdakwa lainnya. Saksi mahkota
juga bisa menolak untuk disumpah.

2. Keterangan Ahli
Dalam pasal 1 butir 28 KUHAP menyatakan bahwa keterangan ahli adalah
keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal
yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan. Menurut pasal 186 KUHAP, keterangan ahli harus dinyatakan oleh ahli
di sidang pengadilan. Namun, dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan
oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam bentuk laporan dan dibuat
dengan mengingat sumpah waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Keterangan
saksi berbeda dengan keterangan ahli. Karena keterangan ahli mengenai suatu
penilaian tentang hal-hal yang sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan
( pendapat) mengenai hal-hal itu. Secara teoritis terdapat tiga macam ahli yang
terlibat dalam suatu proses peradilan yaitu:
 Ahli
Yaitu orang yang mengemukakan pendapatnya tentang suatu persoalan yang
ditanyakan pendapatnya tanpa melakukan pemeriksaan. Contohnya dokter
spesialis ilmu kebidanan dan penyakit kandungan yang diminta pendapatnya
tentang obat “ X” yang dipersoalkan dapat atau tidaknya menimbulkan abortus
dalam perkara pidana pengguguran kandungan.
 Saksi ahli
Yaitu orang yang menyaksikan barang bukti atau saksi diam yang melakukan
pemeriksaan dan mengemukakan pendapatnya. Contohnya seorang dokter yang
melakukan pemeriksaan terhadap mayat.
 Orang ahli
Yaitu orang yang menerangkan tentang sesuatu persoalan yang sebenarnya juga
dapat dipelajari sendiri oleh hakim, tetapi akan memakan banyak waktu.
Contohnya seorang pegawai bead an cukai diminta menerangkan prosedur
pengeluaran dan dari pelabuhan seorang karyawan bank diminta menerangkan
prosedur untuk mendapatkan kredit dari bank.
3. Alat Bukti Surat
Apabila seorang ahli memberikan keterangan secara tertulis tanpa diperiksa
oleh penyidik atau penuntut umum atau tanpa diperiksa dimuka Hakim, maka
menurut pasal 187 huruf c KUHAP , alat bukti tersebut termasuk alat bukti surat.
Contohnya visum et repertum yang dibuat oleh doktek bidang kehakiman. Asser-
Anema memberikan definisi surat adalah segala sesuatu yang mengandung tanda-
tanda baca yang dapat dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran. Surat
juga bisa disebut sebagai barang bukti ketika surat yang dipergunakan itu atau hasil
kejahatan. Misalnya surat yang berisi ancaman untuk melakukan pemerasan atau
surat palsu yang dipakai dalam tindak pidana penipuan. Berbeda dengan surat sebagai
alat bukti, yangdimaksud dalam pasal 184 ayat 1 huruf c, dibuat atau sumpah jabatan
atau dikuatkan dengan sumpah adalah:
a. Berita acara dan surat lain dalam entuk resini yang dibuat oleh pejabat umum
yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang
kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat tau yang dialaminya sendiri, disertai
dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat
yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang
menjadi tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuai
sesuatu hal atau sesuai keadaan.
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau keadan yang diminta secara resini
daripadanya.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.

Menurut ketentuan pasal 187 KUHAP maka ada dua macam surat yaitu surat
resini dan surat dibawah tangan. Pasal 187 huruf d menyakan bahwa surat dibawah
tangan ini pun masih mempunyai daya bukti jika ada hubungannya dengan isi dari
alat pembuktian lain. Misalnya seorang saksi menerangkan bahwa ia telah
menyerahkan uang kepada terdakwa . keterangan itu merupakan satu-satunya alat
bukti selain kuintansi yang ditandatangai oleh terdakwa. Meskipun terdakwa
menyangkal telah menerima uang tersebut , dengan adanya kuitansi yang ada
hubungannya dengan keterangan saksi maka itu cukup sebagai bukti minimum sesuai
pasal 183 dan 187 huruf d KUHAP.

4. Alat Bukti Petunjuk


Dalam hukum acara pidana, KUHAP menggunakan petunjuk sebagai alat
bukti. Menurut pasal 188 ayat 1 KUHAP menerangkan bahwa petunjuk adalah
perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuainnya baik antara yang satu
dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah
terjadi tindak pidana dan siapa pelakunya. Sama halnya dengan bukti berantai karena
petunjuk bukan merupakan alat bukti yang langsung, tetapi petunjuk itu adalah hal-
hal yang dapat disimpulkan dari alat-alat pembuktian yang lain yang diperoleh dari
keterangan saksi dan surat ( pasal 188 ayat 2 KUHAP). Dalam ketentuan ayat 3
menyatakan bahwa penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam
setiap keadaan tertentu dilakukan oleh Hakim dengan arif dan bijaksana, setelah itu ia
mengadakan pemeriksaan dengan penuh cermatan dan keseksamaan berdasarkan hati
nuraninya.
5. Keterangan Terdakwa
Sebagaimana diatur dalam pasal 184 ayat 1 huruf e KUHAP bahwa
keterangan terdakwa sebagai alat bukti yang sah. Berbeda dengan yang diatur dalam
pasal 195 HIR yang disebut dengan pengakuan terdakwa. Pengakuan sebagai alat
bukti harus memenuhi syarat sebagai berikut:
 Terdakwa mengaku bahwa ia melakukan tindak pidana yang didakwakan
kepadanya
 Terdakwa mengaku bahwa dia yang bersalah

Sedangkan keterangan terdakwa adalah menurut pasal 189 ayat 1 KUHAP


adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau
yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Menurut Memorie van Coelichting
Nederland Strafvordering bahwa penyangkalan terdakwa boleh juga menjadi alat
bukti yang sah. Contohnya dalam kasus pembunuhan berencana di Leidschendam.
Dalam kasus ini terdakwa menyangkal melakukan pembunuhan berencana seperti
yang didakwakan penuntut umum, ia menerangkan seorang temannya bernama
“Arie” yang duduk bersama dalam mobil yang melakukannya. Pengadilan
berpendapat bahwa terdakwa sendirilah yang melakukan pembunuhan tersebut karena
orang yang disebut terdakwa bernama “ Arie” itu tidak ada. Dalam ketentuan pasal
189 ayat 2 KUHAP menerangkan bahwa keterangan terdakwa yang diberikan diluar
sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan
keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang
didakwakan kepadanya. Selanjutnya dalam ayat 3 disebutkan bahwa keterangan
terdakwa hanya dapat digunakan untuk dirinya sendiri. Hal ini erat kaitannya dengan
saksi mahkota yaitu terdakwa yang berstatus menjadi saksi dalam perkara terdakwa
yang lain, yang sama-sama melakukan yaitu dalam hal diadakan splitsing dalam
pemeriksaannya.

Dengan demikian ada dua hal yang diabaikan yaitu:

 Terdakwa disumpah, padahal terdakwa punya hak untuk berbohong


 Keterangan terdakwa digunakan untuk oranglain

Sehingga pasal 189 ayat 4 KUHAP dikatakan bahwa keterangan terdakwa saja
tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang
didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti lain. Dalam
perkembangan digital saat ini, hukum pidana formal di Indonesia telah mengakui
secara tegas data elektronik sebagai alat bukti yang sah. Dalam undang-undang
nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas undang-undang nomor 31 tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal 26A menjelaskan bahwa alat
bukti yang sah dalam bentuk petunjuk seusai pasal 188 ayat 2 undang-undang Nomor
8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk tindak pidan korupsi dapat
diperoleh dari:
 Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan,dikirm, diterima atau disimpan
secara elektronik dengan alat optic yang serupa dengan itu
 Dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilhat, dibaca atau
didengar yang dapat dikeluarkan dengan tanpa atau bantuan suatu sarana baik
yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas maupun yang
terekam secara elektronik yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan,
foto, huruf, tanda, angka atau perforasi yang memiliki makna.
B. Putusan Pengadilan
Ada 2 jenis putusan pengadilan yaitu:
 Putusan akhir ( vonis) yang meliputi 3 putusan yaitu:
- Putusan bebas yaitu ketika perbuatan terbukti tetapi bukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam pasal 191 ayat 1 KUHAP
- Putusan lepas dari segala tuntutan ketika alat bukti minimum tidak
terpenuhi atau ada bukti minimum, tetapi hakim tidak yakin terdakwa bersalah
sebagaimana dimaksud dalam pasal 191 ayat 2 KUHAP
- Putusan pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 196 ayat 3
KUHAP yang menyatakan bahwa : segera sesudah putusan pemidanaan
diucapkan, bahwa hakim ketua sidang wajib memberitahukan kepada
terdakwa segala apa yang menjadi haknya yaitu:
a. Hak segera menerima atau menolak putusan
b. Hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak
putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini
c. Hak minta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang
ditentukan oleh undang-undang untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal
ia menerima putusan
d. Hak minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding dalam tenggang
waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini, dalam hal ia menolak
putusan
e. Hak mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam
tenggang waktu yang ditentukan dalam undang-undang ini.
C. Upaya Hukum
Ada 2 jenis upaya hukum yaitu:
 Upaya hukum biasa yaitu untuk tindak pidana yang belum berkekuatan hukum
tetap. Ada 3 upaya yaitu banding , kasasi, dan verzet.
 Upaya hukum luar biasa yaitu untuk putusan yang sudah berkekuatan hukum
tetap dapat berupa peninjauan kembali.

Anda mungkin juga menyukai