Anda di halaman 1dari 12

Nama : Sara Angleica Br.

Simanjorang
Npm : 2216000303
Kelas : Reguler 2 J/S T1 2B
Mata kuliah : Hukum Acara
Dosen Penguji : Dr. Muhammad Arif Sahlepi,S.H.M.Hum
1) . Jelaskan dan sebutkan Pengertian dari “Hukum Acara”,dan apa saja
jenis Hukum Acara yang ada di Indonesia,Jelaskan!
Jawab;
Hukum acara (dikenal juga sebagai hukum prosedur atau peraturan
keadilan) adalah serangkaian aturan yang mengikat dan mengatur
tata cara dijalankannya persidangan pidana, perdata, maupun tata
usaha negara. Hukum acara dibuat untuk menjamin adanya sebuah
proses hukum yang semestinya dalam menegakkan hukum.
Ketentuan hukum yang mengatur proses beracara di pengadilan mengenai
penyelesaian pertikaian perkara (adjective low).
Hukum acara adalah rangkaian aturan yang mengatur tata cara
mengajukan suatu perkara ke suatu badan peradilan (pengadilan), serta
cara-cara hakim memberikan putusan. Hukum acara mengatur cabang-
cabang hukum yang umum, seperti hukum acara pidana dan perdata.
Masing-masing negara yang memiliki yurisdiksi dan kewenangan
mahkamah yang beragam memiliki aturan yang berbeda-beda mengenai
hukum acara.
Meskipun memiliki aturan yang berbeda-beda, umumnya hukum
acara di seluruh dunia memiliki unsur-unsur yang serupa. Hukum acara
memastikan hukum ditegakkan secara adil dan semestinya. Hukum acara
mengatur tata cara pendakwaan, pemberitahuan, pembuktian, dan
pengujian hukum materil demi terlaksananya hukum.

Hukum Acara di Indonesia


* Hukum acara pidana, diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana;
* Hukum acara perdata, diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata;
* Hukum acara Peradilan Agama, yang diatur oleh Undang-Undang
Peradilan Agama;
* Hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara, yang diatur oleh
Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara;
* Hukum acara Mahkamah Konstitusi, yang diatur oleh Undang-
Undang Mahkamah Konstitusi.
2) . Jelaskan dan Sebutkan alat-alat bukti yang terdapat didalam Hukum
Acara Pidana di Indonesia?dan sebutkanlah dasar Yuridisnya,dan
mengapa didalam KUHAP 1 orang saksi bukan disebut sebagai
saksi?Jelaskan!
Jawab;
Alat Bukti didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu
yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa; keterangan nyata; atau tanda
Sedangkan yang dimaksud alat bukti adalah segala sesuatu hal maupun
benda yang ada hubungan dan kaitannya dengan suatu kejadian atau
peristiwa tertentu.
Bukti sebagai sesuatu untuk meyakinkan akan kebenaran suatu
dalil atau pendirian. sedangkan alat bukti, alat pembuktian, upaya
pembuktian (Bewisjemiddle) adalah alat-alat yang dipergunakan untuk
dipakai membuktikan dalil-dalil suatu pihak dimuka pengadilan.
Misalnya, bukti-bukti tulisan, kesaksian, persangkaan, sumpah.
Di dalam dunia peradilan, pembuktian adalah proses terpenting
dalam persidangan, baik itu dalam perkara pidana maupun perdata.
Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang
pengadilan. Ia berisikan ketentuan-ketentuan mengenai pedoman tentang
tata cara yang dibenarkan undang-undang untuk membuktikan kesalahan
yang didakwakan kepada terdakwa.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara
Pidana telah mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang
yang boleh dipergunakan hakim dalam membuktikan kesalahan yang
didakwakan, sehingga majelis hakim tidak bisa secara subjektif
memvonis terdakwa.
Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara
Pidana, Pasal 184 (1) ada disebutkan bahwa alat bukti yang sah ialah:
1.Keterangan Saksi;
Pasal 1 angka 27 Undang-Undang No.1 Tahun 1981 Tentang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah disebutkan bahwa:
keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana
yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana
yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan
menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
2.Keterangan Ahli;
Pasal 1 angka 28 Undang-Undang No.1 Tahun 1981 Tentang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa:
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang
yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan.
3. Surat;
Pasal 187 Undang-Undang No.1 Tahun 1981 Tentang Hukum
Acara Pidana menyebutkan bahwa:
Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat
atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :
a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya,
yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang
didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan
alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu.
b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang
termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya
dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau
sesuatu keadaan.
c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
4. Petunjuk;
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 188
telah menyebutkan bahwa:
(1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun
dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
(2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
diperoleh dari :
a. keterangan saksi;
b. surat;
c. keterangan terdakwa.
(3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam
setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi
bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh
kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.
5. Keterangan Terdakwa.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 189
telah menyebutkan bahwa:
Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang
pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui
sendiri atau alami sendiri. Kemudian, penting juga untuk dicatat
bahwa terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas
kepada Penyidik atau Majelis Hakim tanpa ada tekanan dari pihak
manapun, hal ini termasuk di dalam KUHAP Pasal 52: Dalam
pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka
atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada
penyidik atau hakim.
Prinsip minimum pembuktian diatur dalam pasal 183 KUHAP, supaya
keterangan saksi dapat dianggap cukup membuktikan kesalahan seorang
terdakwa harus dipenuhi paling sedikit atau sekurang-kurangnya dengan
dua alat bukti.
Kalau begitu keterangan seorang saksi saja, baru dinilai sebagai
suatu alat bukti harus ditambah dan dicukupi dengan alat bukti yang
lainnya. Bertitik tolak dari ketentuan pasal 185 ayat (2) KUHAP,
keterangan seorang saksi saja belum dapat dianggap sebagai alat bukti
yang cukup untuk membuktikan kesalahan terdakawa atau (unus testis
nulus testis).
Ini bearti jika alat bukti yang dikemukakan penuntut umum hanya
terdiri dari seorang saksi saja tanpa ditambah keterangan saksi lain atau
alat bukti yang lain. Kesaksian yang tunggal seperti ini dapat dinilai
sebagai alat bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa
sehubungan dengan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.
Walaupun keterangan saksi tunggal td sedemikian rupa jelasnya tetapi
terdakwa tetap mungkir, serta kesaksian tunggal tadi tidak cukup
dengan alat bukti lain, kesaksian ini harus dinyatakan tidak mempunyai
nilai kekuatan pembuktian atas alasan unus testis nulus testis.
Lain halnya jika terdakwa memberikan keterangan yang mengakui
kesalahan yang didakwakan kepadanya. Dalam hal ini seorang saksipun
sudah cukup membuktikan kesalahan terdakawa. Karena di samping
keterangan saksi tunggal , telah dicukupi dengan alat bukti
keterangan/pengakuan terdakwa.
Dengan demikian telah terpenuhi ketentuan minimum
pembuktian,Yakni keterangan saksi di tambah dengan alat bukti
keterangan terdakwa. Memperhatikan uraian tersebut dapatlah
disimpulka,bahwa persyaratan yang di
kehendaki oleh pasal 185 ayat 2 adalah :
* Untuk dapat membuktikan kesalahan terdakwa paling sedikit harus
didukung oleh dua orang saksi.
* Atau kalau saksi yang ada hanya terdiri dari seorang saja,maka
kesaksian tunggal tadi harus di cukupi atau ditambah dengan satu alat
bukti yang lain.
3) . Mengapa dalam praktek Persidangan,Dakwaan yang dibuat oleh
Jaksa Penuntut Umum selalu dibantah dalam Eksepsi Penasehat
Hukum dengan menyatakan Dakwaan JPU Obscuur Libel(Kabur)?Apa
maksud dari bantahan tersebut?Jelaskan!
Jawab;
Surat dakwaan adalah dasar pemeriksaan sidang pengadilan yang
diajukan oleh jaksa penuntut umum. Ketentuan Pasal 143 (2) KUHAP,
surat dakwaan mempunyai dua syarat yang harus dipenuhi yaitu syarat
formal dan syarat materil. Syarat formal yaitu dicantumkannya identitas
tersangka secara jelas dan lengkap, terdiri dari nama lengkap, tempat
lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,
agama dan pekerjaan. Serta surat dakwaan diberi tanggal dan
ditandatangani oleh jaksa penuntut umum. Sedangkan syarat materil
berisikan uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana
yang didakwakan.
Ketentuan Pasal 143 (2) KUHAP, mensyaratkan bahwa surat
dakwaan harus menyebutkan waktu (Tempus Delicti), dan tempat tindak
pidana itu terjadi (Locus Delicti). Dan harus disusun secara cermat, jelas
dan lengkap tentang delik yang didakwakan. Dilanggarnya syarat ini
maka menurut ketentuan pasal 143 (3) KUHAP, surat dakwaan tersebut
batal demi hukum dikarenakan dakwaan yang kabur/samar-samar
(Obscuur Libel).
surat Dakwaan Dinyatakan Tidak Dapat Diterima jenis atau macam
keberatan ini rasanya lebih tepat, harmonis dan mempunyai nuansa
yuridis apabila disebut dengan istilah Tuntutan Penuntut Umum tidak
dapat diterima, daripada istilah Pasal 156 ayat (1) KUHAP dengan
sebutan dakwaan tidak dapat diterima.
Bahwa hendaknya dibedakan secara tegas antara Surat Tuntutan
dengan Surat Dakwaan atau lebih luas lagi dibedakan antara Tuntutan
Penuntut Umum dengan Dakwaan Penuntut Umum. menuntut seorang
terdakwa di muka hakim pidana adalah menyerahkan perkaraseorang
terdakwa dengan berkas perkaranya kepada hakim, dengan permohonan
supaya hakim memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu
terhadap terdakwa.
Ketentuan Umum Pasal 1 angka 7 KUHAP disebutkan penuntutan
adalah tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara pidana ke
Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan
diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Dari batasan tersebut di atas
dapat ditarik suatu solusi bahwasanya tuntutan Penuntut Umum
merupakan penerapan asas dominuslitis dari Jaksa/Penuntut Umum untuk
menyerahkan perkara ke pengadilan dengan tuntutan agar perkara
tersebut segera diadili.
ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf a dan b KUHAP. Hanya
menyebutkan bahwa surat dakwaan diberi tanggal dan ditandatangani
serta berisi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis
kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan serta uraian
secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan dengan menyebut waktu dan tindak pidana dilakukan.
ketentuan surat dakwaan ini merupakan syarat formal dan syarat materil
yang harus ada dalam surat dakwaan.
Bahwa konstruksi pola pikir berdasarkan aspek tersebut di atas
maka tampak jelas terdapat perbedaan tajam antara surat tuntutan
Penuntut Umum dengan surat dakwaan Penuntut Umum. Untuk itu
selanjutnya yang perlu ditinjau adalah apakah istilah dakwaan tidak dapat
diterima dalam ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP samakah
pengertiannya dengan tuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima
sebagaimana ketentuan Pasal 263 ayat (2) huruf a jo Pasal 266 ayat (2)
huruf b angka 3 KUHAP. Apabila kita bertitik tolak kepada ketentuan
Pasal 143 ayat (3) KUHAP secara tegas hanya mengancam batal demi
hukum (van rechtwegenietig atau null and void) terhadap syarat materiil
surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b
KUHAP, hingga oleh karena itu mengenai kapan dan dalam hal apa
dakwaan tidak dapat diterima atau tuntutan Penuntut Umum tidak dapat
diterima dapat disimpulkan tidak diaturnya.
Menurut pendapat para doktrina putusan terhadap dikabulkannya
keberatan (eksepsi) tuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima
disebabkan faktor-faktor:
1.Karena dituntutnya seseorang padahal tidak ada pengaduan dari si
korban dalam Tindak Pidana Aduan (Krachtdelicten);
2.Adanya daluwarsa hak menuntut sebagaimana ketentuan Pasal 78 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);
3.Adanya unsur (Ne bis in idem) sebagaimana ketentuan Pasal 76 KUHP;

4.Adanya exception litis pendentis (keberatan terhadap apa yang


didakwakan kepada terdakwa sedang diperiksa oleh pengadilan lain).
Pengajuan Eksepsi oleh Terdakwa terhadap surat dakwaan JPU
atas dasar Obscuur Libel harus sesuai dengan ketentuan Pasal 143
KUHAP dalam perkara yang secara melawan hukum adalah benar
dimana terdakwa menggunakan haknya untuk mengajukan Eksepsi
karena surat dakwaan JPU tidak sesuai dengan Fakta dan Kejadian yang
terjadi dan tidak sesuai dengan Tindak pidana yang dilakukan oleh
Terdakwa.
4).Sebutkan Perbandingan(Persamaan dan Perbedaan)dari surat dakwaan
dan surat tuntutan(masing-masing 5)persamaan dan 5 perbedaannya?
Jawab;
Perbedaan antara surat dakwaan dan surat tuntutan adalah;
1.surat dakwaan dibacakan oleh penuntut umum pada awal persidangan.
2.surat tuntutan dibacakan oleh penuntut umum setelah proses
pemeriksaan persidangan.
3.Surat dakwaan berisi pasal-pasal apa saja yang didakwakan, tapi belum
ada tuntutan hukuman.
4.Surat tuntutan diajukan setelah proses pembuktian di sidang pengadilan
selesai.
5.Surat tuntutan berisi tuntutan hukuman untuk terdakwa.

Persamaan antara surat dakwaan dan surat tuntutan adalah;


1. surat dakwaan dan surat tuntutan dibuat oleh penuntut umum, untuk
diajukan pada sidang pengadilan.
2. jaksa penuntut umum yang mengeluarkan dakwaan pada surat
dakwaan dan surat tuntutan.
3. berisikan ketentuan pidana yang dilanggar dan tuntutan hukuman
terhadap tersangka.
4. Memuat secara lengkap identitas terdakwa yang meliputi nama
lengkap, tempat lahir, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama dan pekerjaan.
5. Surat dakwaan dan surat tuntutan Harus dibubuhi tanggal dan tanda
tangan.

5). Sebutkan dan jelaskanlah jenis-jenis dari putusan dan maksud dan
tujuan dari upaya hukum,dan macam-macam atau bentuk dari upaya
hukum tersebut?
Jawab;
Upaya hukum adalah sidang di mana seseorang atau badan hukum
berhak menggugat suatu hal tertentu terhadap putusan hakim karena
merupakan tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas terhadap putusan
hakim, yang dianggap bertentangan dengan apa yang diinginkan, yang
tidak sesuai dengan rasa keadilan, karena hakim juga merupakan orang
yang dapat melakukan kesalahan/kelalaian, sehingga keputusan yang
dibuat oleh pihak lain salah.
Pasal 1 no (12) upaya hukum biasanya akan mengatakan:
Upaya hukumnya adalah hak terdakwa atau jaksa untuk tidak menerima
putusan pengadilan dalam upaya perlawanan, banding atau kasasi, atau
hak terpidana untuk banding dalam hal dan cara yang ditentukan dalam
undang-undang ini.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa upaya hukum adalah setiap
usaha pribadi atau badan hukum yang dilakukan karena ketidakpuasan
terhadap proses hukum sebelumnya dan diputuskan oleh hukum.
Jenis-Jenis Upaya Hukum
Setiap terpidana mempunyai hak hukum, yaitu mengajukan banding atas
putusan yang dijatuhkan kepadanya oleh hakim pidana. Hak hukum ini
dapat dilaksanakan jika terpidana merasa bahwa hukuman yang
dijatuhkan berlebihan atau jika dia merasa tidak pernah melakukan
kejahatan yang dituduhkan.
Dalam praktek perkara pidana, kita mengenal adanya 2 (dua)
macam upaya hukum, yaitu ;
1. Upaya Hukum Biasa
a. Perlawanan/Verzet
upaya hukum tanpa kehadiran terdakwa (verstek) berdasarkan
putusan pengadilan. Pada dasarnya, kontradiksi ini jatuh ke pihak
tergugat yang kalah. Anda dapat mengajukan banding atas putusan
Verzet.
b.Banding
upaya hukum yang biasa dilakukan oleh salah satu atau kedua
belah pihak terhadap putusan pidana. Terpidana dapat mengajukan
banding jika tidak puas dengan isi putusan pengadilan negeri. Mahkamah
Agung kemudian akan menangani proses banding. Sebagaimana diatur
dalam Pasal 67 KUHAP yang menyatakan: Terdakwa atau penuntut
umum berhak meminta izin untuk naik banding terhadap putusan
pengadilan negeri, kecuali putusan bebas, dengan tidak mengurangi
tuntutan apapun yang berkaitan dengan pokok permohonan yang tidak
sah dan putusan pengadilan dalam sidang pengadilan yang dipercepat.
Putusan pengadilan yang dapat dimohonkan banding hanyalah
putusan pengadilan yang berbentuk putusan, bukan penetapan, karena
penetapan upaya hukum biasa hanya dapat digugat dalam kasasi.
Menurut Pasal 233 ayat (2) KUHAP, jangka waktu pengaduan adalah 7
(tujuh) hari sejak putusan dibacakan.
Jika jangka waktu banding telah berakhir, Pengadilan Tinggi menolak
banding tersebut karena keputusan pengadilan yang bersangkutan bersifat
final/Inkracht.
c. Kasasi
upaya hukum yang dapat ditempuh oleh salah satu atau kedua
belah pihak terhadap putusan pidana. Terpidana dapat mengajukan
banding atas putusan kasasi jika tidak puas dengan isi putusan kasasi
Mahkamah Agung. Mahkamah Agung kemudian akan menangani proses
kasasi. Sebagaimana diatur dalam Pasal 244 KUHAP yang menyatakan:
Dalam perkara pidana yang ada putusan tingkat terakhir oleh pengadilan
selain Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat
mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung, kecuali putusan bebas.

Jangka waktu pengaduan adalah 14 (empat belas) hari setelah terdakwa


menerima informasi sesuai dengan Pasal 245 ayat (1) KUHAP. Jika
jangka waktu banding telah berakhir, maka banding dianggap menerima
keputusan sebelumnya. Dan akan ditolak oleh Mahkamah Agung karena
terhadap putusan Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dianggap telah
mempunyai Berkekuatan Hukum Tetap/Inkracht
2. Upaya Hukum Luar Biasa
a. Derden Verzet/ Perlawanan Pihak Ketiga
keberatan pihak ketiga terhadap keputusan yang merugikan
pihaknya. Keberatan ini diajukan kepada hakim yang menjatuhkan
putusan sengketa dengan menggugat para pihak dengan cara biasa. Jika
keberatan dikabulkan, keputusan yang disengketakan akan diperbaiki
sejauh merugikan pihak ketiga.
b. Investigasi Tingkat Kasasi Untuk Kepentingan Hukum
Permohonan kasasi atas dasar hukum ditulis oleh Jaksa Agung
pada Mahkamah Agung terhadap putusan pengadilan selain Mahkamah
Agung atas sekretaris pengadilan yang memutus perkara pada tingkat
pertama disertai dengan draf yang membenarkan permintaan tersebut,
selama tidak merugikan mereka yang terkena dampak, dan hanya dapat
diajukan satu kali.
Salinan transkrip yang dikeluarkan oleh Jaksa Agung, serta salinan
putusan Mahkamah Agung karena alasan hukum, akan dikirimkan kepada
para pihak bersama dengan dokumen perkara.
Tata cara penyampaian putusan sama dengan penyampaian putusan
dalam sidang banding, yaitu menurut Pasal 243 KUHAP yang berbunyi:

 Salinan putusan Pengadilan Tinggi dan surat-surat yang dikirimkan


ke Pengadilan Negeri yang mengeluarkan putusan tingkat pertama
dalam waktu tujuh hari sejak putusan.

 Isi surat putusan-setelah dicatat dalam buku register pengadilan


negeri segera memberitahukan kepada terdakwa dan penuntut
umum setelah isi putusan itu dimasukkan dalam buku register,
kemudian pemberitahuan itu dicatat dalam salinan putusan
Mahkamah Agung.

 Ketentuan putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 226 berlaku juga terhadap putusan Mahkamah Agung.

 Dalam hal terdakwa bertempat tinggal di luar daerah pengadilan


negeri, pengadilan meminta bantuan kepada kantor pengadilan
negeri yang di daerah tertuduh berdomisili untuk membantu
memberitahukan tentang isi putusan.

 Dalam hal tergugat tidak diketahui rumahnya atau bertempat


tinggal di luar negeri, isi putusan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) harus disampaikan oleh kepala desa atau pejabat atau
perwakilan Republik Indonesia. di tempat kediaman biasa
terdakwa dan terdakwa dipanggil dua kali berturut-turut oleh dua
surat kabar yang terbit di pengadilan negeri itu sendiri atau di
distrik yang berbatasan dengan distrik tersebut, jika tetap tidak
berhasil menerima hasil putusan.

Secara hukum, prosedur kasasi juga digunakan dalam pengaturan


hukum militer, Pasal 262 KUHAP, yang menyatakan: Untuk tata cara
kasasi atas putusan pengadilan yang bersifat final dalam sidang
pengadilan militer, berlaku ketentuan yang diatur dalam Pasal 259, 260,
dan 261 dalam Undang-Undang Dasar.
c. Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang Telah Memperoleh
Kekuatan Hukum Tetap.
Keputusan pengadilan tetap dari terpidana atau ahli warisnya dari
Mahkamah Agung dapat diperiksa kembali, kecuali putusan bebas atau
pembebasan dari semua tuntutan hukum.
Penyidikan didasarkan pada Pasal 263 (2) KUHAP, yang menyatakan:

 Apabila timbul suatu fakta baru yang menimbulkan suatu


argumentasi yang kuat, bahwa jika fakta itu telah diungkapkan
pada waktu masih dalam proses pemeriksaan, maka hasilnya
adalah bebas atau lepasnya segala tuntutan atau tuntutan dari
seorang Penerima Kuasa. Umumnya tidak akan diizinkan atau akan
dikondisikan dengan ketentuan pidana yang tidak terlalu berat.

 Ketika keputusan yang berbeda mengklaim bahwa sesuatu terbukti,


tetapi fakta atau keadaan menjadi bukti sebagai dasar dan alasan
keputusan terbukti, ternyata bertentangan.

 Ketika putusan dengan jelas menunjukkan kelalaian atau kesalahan


hakim yang sebenarnya. Peninjauan kembali juga dapat dilakukan
terhadap putusan pengadilan yang bersifat final dimana putusan
tersebut berkaitan dengan suatu tindak pidana yang diduga dan
terbukti tetapi tidak diikuti dengan pemidanaan/hukuman.

Prosedur pengaduan menurut undang-undang adalah sebagai berikut:


 Disampaikan kepada petugas yang memutuskan perkara dengan
alasan yang jelas, setelah itu permohonan petugas dicatat dalam
surat pernyataan yang ditandatangani oleh petugas dan pemohon
serta dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada dokumen.

 Permintaan peninjauan tidak terbatas pada jangka waktu tertentu,


sehingga permintaan peninjauan dapat dilakukan kapan saja.

 Ketika Ketua Pengadilan menangani banding, JPU dan pemohon


banding hadir dan memberikan pendapat mereka. Kemudian dibuat
berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh hakim, penuntut
umum, penggugat dan panitera, dan berita acara yang
ditandatangani oleh hakim dan panitera.

 Ketua pengadilan negeri segera mengirim surat ke MA meminta


pemeriksaan ulang, bersama dengan dokumen dan penjelasan, dan
salinan surat yang menyertainya dikirim ke pemohon dan jaksa.

 Pemrosesan permohonan peninjauan kembali oleh Mahkamah


Agung tidak dapat dikabulkan jika tidak memenuhi persyaratan
Pasal 263 ayat (2) KUHAP..

Kondisi berikut berlaku untuk pemrosesan permintaan pengembalian


setelah diterima dan diselidiki:

 Apabila Mahkamah Agung tidak membuktikan dalil-dalil


pemohon, maka Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi,
dengan ketentuan putusan yang dimohonkan kasasi tetap sah
beserta alasannya.

 Dalam hal Mahkamah Agung menguatkan putusan pemohon,


Mahkamah Agung membatalkan putusan kasasi dan membuat
putusan yang dapat berbentuk sebagai berikut:

 Penghakiman Gratis. – Putusan dibebaskan dari segala proses


hukum.

 Putusan tidak bisa mengikuti tuntutan JPU.

 Putusan dengan menggunakan ketentuan pidana yang lebih ringan.

 Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak


boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan
semula.
 Salinan putusan Mahkamah Agung tentang peninjauan kembali
beserta berkas perkaranya dalam waktu tujuh hari setelah putusan
tersebut dijatuhkan, dikirim kepada pengadilan yang melanjutkan
permintaan peninjauan kembali.

Dalam peninjauan kembali berlaku juga ketentuan Pasal 243 ayat


(2), Ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) KUHAP dalam hal putusan Mahkamah
Agung.
Permintaan peninjauan kembali hanya dilakukan satu kali,
permintaan ini tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan
dari putusan tersebut, dan apabila pemohon meninggal dunia, maka
mengenai diteruskan atau tidaknya peninjauan kembali diserahkan
kepada ahli warisnya (Pasal 268 KUHAP).
Ketentuan tentang peninjauan kembali yang diatur dalam Pasal 263
– Pasal 268 KUHAP berlaku juga dalam lingkungan peradilan militer
sebagaimana diatur dalam Pasal 269 KUHAP.

Anda mungkin juga menyukai