Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

Pengetahuan tentang aturan pengadilan, sistem hukum, dan khususnya bukti diperlukan
untuk penyelesaian penyelidikan penipuan yang efektif oleh akuntan forensik atau auditor
penipuan. Akuntan forensik secara khusus biasanya terlibat dengan tahap akhir dari
penyelidikan penyidikan-penipuan. Akuntan forensik juga sering bekerja dengan pengacara
pada kasus yang melakukan layanan dukungan litigasi. Dengan demikian, akuntan forensik
harus tahu aturan dasar sistem peradilan tentang bukti. Seperti yang dikatakan sebelumnya
dalam buku ini. setiap investigasi penipuan harus menganggap itu akan berakhir di
pengadilan sejak awal. Maka jika itu terjadi, bukti akan forensik-efektif untuk keperluan di
pengadilan. Ketidaktahuan di ujung depan bisa dengan mudah mengkompromikan bukti,
merusak kemampuan korban untuk mendapatkan hasil terbaik dari kasus perdata, atau
penuntutan yang sukses dalam kasus pidana.

1
BAB II
PENGERTIAN BUKTI

Pengertian Bukti

Apa yang dimaksut dengan ‘Bukti’?

Bukti adalah hal yang sangat penting dalam kasus hukum. Seorang investigator atau
analisis fraud akan selalu berhubungan dengan bukti-bukti dokumen. Bukti sangat diperlukan
untuk memecahkan suatu kasus hukum. Dokumen atau bukti dapat memperjelas kasus yang
tengah diungkap tetapi juga dapat juga memperlemah pemeriksaan tergantung dokumen dan
bukti yang didapatnya.
Hal ini dibuktikan dengan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 183
yang menyebutkan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Pada dasarnya bukti adalah segala sesuai yang bisa membuktikan atau tidak
membuktikan tentang segala hal yang masih menjadi pertanyaan. Menurut kamus besar
bahasa indonesia, bukti/buk·ti/ n 1 adalah sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu
peristiwa, keterangan nyata. Sedangkan terdapat perbedaan mengenai alat bukti dengan
barang bukti, perbedaan antara kedua tersebut yaitu :

 Alat Bukti

Menurut Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 184, alat bukti yang sah
adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Sedangkan hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan lagi.

1. Keterangan ahli, Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP, keterangan ahli adalah


keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal
yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
2. Surat, Menurut Pasal 187 KUHAP, Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat
(1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

2
a) berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum
yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya
sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
b) surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat
yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang
menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal
atau sesuatu keadaan.
c) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara
resmi dan padanya; 
d) surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.
3. Petunjuk Menurut Pasal 188 KUHAP ayat (1), Petunjuk adalah perbuatan, kejadian
atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain,
maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu
tindak pidana dan siapa pelakunya.
4. Keterangan terdakwa, Menurut Pasal 189 ayat (1) KUHAP, Keterangan terdakwa
adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang dilakukan atau
yang ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri.

 Barang Bukti

Menurut Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Nomor 8 Tahun
1981 pasal 39, barang yang dapat dikenakan penyitaan adalah :
1. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga
diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tinda pidana;
2. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana
atau untuk mempersiapkannya;
3. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
4. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
5. benda lain yang mempunyai hubungan lansung dengan tindak pidana yang
dilakukan.

3
Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga
disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang
memenuhi ketentuan ayat (1).
Menurut Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Nomor 8 Tahun
1981 pasal 40, dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat yang
ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau
benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.
Dari berbagai definisi mengenai bukti diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa fungsi
barang bukti dan alat bukti dalam sidang pengadilan untuk mengungkap suatu perkara adalah
sebagai
1. Bukti mengungkap kebenaran materiil terhadap perkara.
2. Barang bukti menguatkan kedudukan alat bukti yang sah.
3. Alat bukti sah yang sudah dikuatkan dengan barang bukti dapat digunakan oleh hakim
sebagai landasan dalam menyelesaikan perkara.

4
BAB III
RULES OF EVIDENCE—ATURAN BUKTI

Aturan Bukti
Sidang pengadilan bertujuan untuk melakukan deduksi atau menyimpulkan kebenaran
dari permasalahan atau kasus yang ada. Dalam kasus kriminal, masalah yang diajukan adalah
orang yang dituduh bersalah atau tidak. Bukti-bukti yang diberikan dan diterima oleh
pengadilan harus berada di atas keraguan yang beralasan (reasonable doubt)—tidak selalu
karena keyakinan moral—dan kualitas - kuantitas bukti harus dapat meyakinkan warga (juri)
yang jujur dan berakal sehat (reasonable) bahwa terdakwa bersalah setelah semua
dipertimbangkan dan ditimbang secara adil tidak memihak.
Namun apa dan bagaimana bukti itu dapat diterima? Dalam arti luas, bukti adalah
sesuatu yang dapat dimengerti oleh panca indera seperti kesaksian saksi, catatan, dokumen,
fakta, data, atau benda-benda konkret—secara hukum disajikan di persidangan untuk
membuktikan pertikaian dan menginduksi keyakinan dalam pikiran pengadilan atau juri.
Dalam menimbang bukti, pengadilan atau juri dapat mempertimbangkan hal-hal seperti sikap
saksi, kesaksian mereka terhadap terdakwa, dan hubungan dengan terdakwa. Jadi, bukti dapat
sebagai kesaksian langsung maupun tidak, demonstratif, inferensial, dan bahkan teoritis bila
diberikan oleh ahli yang berkualifikasi. Bukti adalah sesuatu yang membuktikan atau
menyanggah masalah apa pun yang dipertanyakan.
Agar bukti-bukti dapat diterima secara legal, maka testimonial, dokumen, objek atau
fakta-fakta harus relevan, material bersifat penting, dan kompeten terhadap masalah yang
sedang diperkarakan dan dikumpulkan secara sah. Jika tidak, bukti tersebut tidak dapat
diterima. Berikut adalah aturan-aturan bukti sehingga dapat membantu seseorang dalam
memahami cara mengumpulkan bukti-bukti forensik dalam investigasi fraud.

1. Relevan
Relevansi bukti fraud tidak bergantung pada keunikan testimoni yang diberikan, tapi
bukti dikatakan relevan pada kecenderungan keabsahannya untuk menetapkan fakta yang
dipertentangkan. Berbagai hal yang dirasa relevan dan dapat diterima diantaranya:
a. Motif kejahatan
b. Kemampuan terdakwa untuk melakukan kejahatan
c. Kesempatan terdakwa untuk melakukan kejahatan
5
d. Ancaman atau ekspresi dari niat buruk terdakwa
e. Cara-cara melakukan kejahatan (kepemilikan senjata, alat, atau kemampuan yang
digunakan dalam melakukan tindak kriminal)
f. Bukti fisik di tempat kejadian perkara (TKP) yang mengaitkan antara terdakwa
dengan tindak kejahatannya
g. Perilaku (etika) dan komentar tersangka ketika ditangkap
h. Upaya untuk menyembunyikan identitas
i. Upaya untuk menghancurkan bukti
j. Pengakuan yang valid

2. Material
Aturan material mengharuskan bukti memiliki nilai penting terhadap kasus atau
membuktikan suatu permasalahan. Detail-detail yang tidak penting hanya akan
memperpanjang waktu persidangan. Dengan demikian, juri dalam persidangan harus
membuat aturan tentang penyajian bukti yang berulang atau penambahan (yang
sesungguhnya hanya membuktikan poin yang sama dengan cara yang berbeda), atau bukti
yang cenderung jauh atau tidak terjangkau meski bukti tersebut relevan. Sebagai contoh,
kehadiran secara fisik dari tersangka di dalam ruang komputer atau rekaman perpustakaan
atau dekat dengan terminal komputer pada hari transaksi yang mencurgakan itu terjadi
mungkin relevan dan material. Namun kehadiran seseorang dalam area tanpa komputer dari
bangunan tersebut mungkin relevan, tapi tidak material.

3. Kompeten
Kompetensi bukti berarti bahwa bukti tersebut cukup, memadai, dapat dipercaya dan
relevan terhadap kasus, serta disajikan oleh saksi yang berkualitas dan berakal sehat (dan
waras). Adanya karaktersitik yang membuat saksi layak secara hukum untuk memberikan
testimoni atau kesaksian di pengadilan memiliki arti yang sama dengan dokumen atau bukti
tertulis lainnya. Namun kompetensi berbeda dengan kredibilitas. Kompetensi adalah
pertanyaan-pertanyaan yang muncul sebelum kesaksian dari saksi dapat dipertimbangkan,
sedangkan kredibilitas adalah kejujuran dari saksi tersebut. Kompetensi berkaitan dengan
penilaian hakim, sedangkan kredibilitas adalah berkaitan dengan keputusan juri.
Aturan kompetensi juga memerintahkan bahwa kesimpulan atau opini dari saksi non-
ahli dalam hal yang membutuhkan keahlian teknis dapat dikecualikan. Sebagai contoh,
6
kesaksian dari petugas yang melakukan investigasi pada penyebab kematian mungkin tidak
layak atau kompeten dalam pengadilan pembunuhan, karena petugas tersebut tidak memiliki
kemampuan pendidikan, pembelajaran atau pengalaman untuk membuat penilaian tersebut.
Namun kesaksian petugas bahwa “tidak ada tanda-tanda kehidupan yang terlihat” ketika
mayat tersebut ditemukan mungkin dapat diterima.
Contoh tersebut menunjukkan perbedaan antara CPA atau akuntan forensik yang
berperan sebagai “saksi fakta” dengan “saksi ahli”. Ketika memberikan kesaksian tentang
fakta-fakta yang diamati, seorang saksi mata atau saksi lainnya dapat bersaksi sesuai dengan
fakta yang ada. Namun jika seseorang memberikan opini (misalnya penyebab kematian),
maka orang tersebut sedang berperan sebagai saksi ahli. Peran saksi ahli mengandung lebih
banyak ketelitian (detail), kriteria, dan kredensial dari pada saksi fakta.
Ketika seorang saksi ahli dipanggil untuk bersaksi, suatu dasar atau fondasi harus
ditetapkan sebelum kesaksian diterima atau dipersilakan. Melandaskan fondasi berarti bahwa
keahlian saksi harus ditetapkan sebelum opini profesional diberikan. Memutuskan bahwa
saksi merupakan ahli berarti menunjukkan pada hakim bahwa dengan pendidikan formal,
pembelajaran lanjutan, dan pengalaman, saksi memiliki pengetahuan yang luas mengenai
topik yang akan diusung oleh kesaksiannya. Kesaksian ahli adalah pengecualian untuk aturan
hearsay.

4. Aturan Hearsay atau Kesaksian yang Didengar dari Orang lain


Aturan hearsay (desas-desus) didasarkan pada teori bahwa kesaksian yang hanya
mengulang apa yang dikatakan orang lain tidak boleh diterima karena adanya kemungkinan
penyimpangan atau kesalahpahaman. Apalagi, orang yang sebenarnya membuat pernyataan
tidak dapat dilakukan pemeriksaan silang dan tidak disumpah sebagai saksi. Secara umum,
saksi dapat bersaksi hanya ketika ia memiliki pengetahuan pribadi dan langsung terhadap hal
yang dikatakan, dan tidak memberikan kesimpulan atau pendapat. Tetapi ada beberapa
kesempatan atau pengecualian ketika bukti hearsay diterima. Beberapa contoh adalah:
a. Deklarasi kematian, baik lisan maupun tulisan
b. Pengakuan yang valid
c. Pengakuan yang dilakukan secara diam-diam
d. Catatan publik yang tidak membutuhkan pendapat tetapi sudah jelas sesuai fakta
e. Pernyataan res gestae—penjelasan spontan, jika diucapkan sebagai bagian dari
tindakan kriminal atau diikuti langsung oleh tindakan kriminal setelahnya
7
f. Kesaksian sebelumnya yang diberikan di bawah sumpah
g. Entri bisnis yang dibuat dalam bisnis normal

5. Bukti Primer
Fotokopi dokumen bisnis asli dan tulisan lain serta cetakan lainnya sering dibuat untuk
menyimpan bukti. Penyelidik menggunakan barang-barang cetakan tersebut sehingga catatan
asli yang diperlukan untuk menjalankan bisnis tidak dihapus, dan untuk memastikan bahwa
jika terjadi kerusakan yang tidak disengaja pada dokumen asli, maka salinan asli yang sah
dari dokumen tersebut masih tersedia sebagai bukti. Penyelidik juga dapat menggunakan
salinan resmi untuk mendokumentasikan laporan kasus mereka. Namun, di persidangan,
dokumen asli—jika masih tersedia—adalah bukti terbaik dan harus disajikan. Bukti terbaik
dalam konteks ini berarti bukti utama, bukan sekunder (bukti asli, bukan substitusi), bukti
tertinggi dari suatu kasus. Instrumen tertulis selalu dianggap sebagai bukti utama atau terbaik
dari keberadaan dan isinya; sedangkan salinan, atau mengumpulkan saksi, akan menjadi bukti
sekunder. Selanjutnya, isi dokumen harus dibuktikan dengan dokumen itu sendiri.

6. Bukti Sekunder
Untuk menyajikan bukti sekunder di pengadilan, seseorang harus memberikan
penjelasan yang memuaskan dan tidak ada jalan lain untuk mendapatkan dokumen asli. Bukti
sekunder tidak terbatas pada fotokopi dokumen, tapi juga kesaksian saksi atau transkrip isi
dokumen. Meski pengadilan federal tidak memberikan preferensi untuk jenis bukti sekunder,
sebagian besar yurisdiksi tidak memberikan pilihan. Karena mayoritas berkuasa, maka
kesaksian (bukti parol [kata-dari-mulut] tidak akan diizinkan untuk membuktikan isi
dokumen jika ada bukti dokumenter sekunder yang tersedia untuk membuktikan isinya.
Namun, sebelum bukti sekunder dari dokumen asli dapat disajikan di pengadilan, pihak yang
akan menyajikannya harus telah menggunakan semua cara yang masuk akal untuk
mendapatkan bukti yang asli. Sekali lagi, opsi ini adalah masalah yang harus diputuskan oleh
pengadilan.
Ketika dokumen asli telah dihancurkan oleh pihak yang berusaha membuktikan isinya,
bukti sekunder akan diterima jika penghancuran itu dalam kegiatan bisnis biasa, atau karena
kesalahan, atau bahkan disengaja, asalkan itu tidak dilakukan untuk tujuan penipuan.

8
Hearsay Exceptions—Pengecualian Pernyataan yang Didengar dari Orang Lain
Dalam makna yang ideal, persidangan pengadilan dilakukan untuk mencari kebenaran.
Namun, dalam memperoleh bukti tersebut dilakukan dengan cara yang berbeda-beda
berbeda-beda. Beberapa cara dilakukan secara legal, sedangkan cara lain dilakukan secara
ilegal; misalnya, penyelidik mungkin melanggar jaminan konstitusional terhadap pencarian
dan penyitaan yang tidak masuk akal, pengakuan paksa, atau kegagalan diwakili oleh
pengacara. Oleh karena itu, secara realistis, pengadilan dapat menghasilkan hanya ukuran
kebenaran dan bukan kebenaran absolut dalam pengertian filosofis.
Namun dalam tradisi Anglo-Amerika, para saksi selain para ahli umumnya tidak dapat
bersaksi tentang probabilitas, pendapat, asumsi, kesan, generalisasi, atau kesimpulan (hal-hal
yang terbatas pada saksi ahli), tetapi hanya untuk hal-hal, orang-orang, dan peristiwa yang
telah mereka lihat, rasakan secara emosi, mereka rasakan secara inderawi, atau didengar
secara langsung (misalnya saksi fakta).
Hal-hal itu harus relevan secara hukum dan logis. Relevansi logis berarti bahwa bukti
yang ditawarkan harus cenderung membuktikan atau menyangkal fakta konsekuensi. Bahkan
jika secara logis relevan, pengadilan dapat mengecualikan bukti jika itu mungkin untuk
mengobarkan atau membingungkan juri atau mengkonsumsi terlalu banyak waktu. Kesaksian
tentang kemungkinan kesalahan secara statistik dianggap terlalu merugikan dan tidak dapat
diandalkan untuk diterima.
Kesaksian mengenai karakter dan reputasi terdakwa dapat diterima dalam kondisi
tertentu, meskipun mungkin melanggar aturan hearsay. Kesaksian seperti itu dapat diterima
ketika terdakwa mengalami kondisi mental atau kompetensi hukum yang dipertanyakan.
Bukti kejahatan lain yang dilakukan oleh terdakwa secara umum tidak dapat digunakan
untuk membuktikan karakter. Bukti itu mungkin dapat diterima untuk tujuan lain, seperti
bukti motif, peluang, atau niat untuk melakukan suatu tindakan.
Kredibilitas saksi juga dapat dipertanyakan ketika saksi dinyatakan bersalah atas
kejahatan serius (dapat dihukum mati atau dipenjara selama lebih dari setahun) atau karena
kejahatan seperti pencurian, ketidakjujuran, atau pernyataan palsu. Keyakinan seperti itu
seharusnya terjadi dalam beberapa tahun terakhir—biasanya dalam 10 tahun terakhir.
Bukti bisa berupa bukti langsung atau tidak langsung. Bukti langsung membuktikan
fakta secara langsung; jika bukti itu diyakini, maka sudah dapat dibentuk suatu fakta dari
bukti tersebut. Bukti tidak langsung membuktikan fakta yang diinginkan secara tidak
langsung dan bergantung pada kekuatan kesimpulan yang ditimbulkan oleh bukti. Misalnya,
9
surat yang ditujukan, dicap, dan dikirim dengan benar diasumsikan (disimpulkan) telah
diterima oleh penerima. Kesaksian bahwa surat itu begitu diperhatikan, dicap, dan dikirim
menimbulkan inferensi yang diterima. Kesimpulannya dapat dibantah oleh kesaksian bahwa
itu tidak benar-benar diterima.
Aturan bukti terbaik berkaitan dengan dokumen tertulis yang disodorkan sebagai bukti.
Aturan mengharuskan asli, jika tersedia, dan bukan salinannya, disajikan di persidangan. Jika
dokumen asli dihancurkan atau berada di tangan pihak lawan dan tidak tunduk pada proses
hukum oleh surat perintah penggeledahan atau panggilan pengadilan, salinan yang
terautentikasi dapat diganti. Catatan dan ocuments bisnis yang disimpan dalam kegiatan
bisnis biasa dapat disajikan sebagai bukti juga, bahkan jika orang yang membuat entri atau
menyiapkan dokumen tidak tersedia.

10
BAB V
ATURAN BUKTI LAINNYA

Kriteria Lain Mengenai Bukti Berkualitas yang Dapat Meyakinkan


Selain memperoleh bukti forensik, aspek bukti yang paling penting adalah upaya
untuk mengemukakan bukti itu di pengadilan dengan baik. Hal ini dapat dibantu atau
diberatkan oleh chain of custody (CoC). Barang bukti lainnya juga mempengaruhi
kualitas bukti dalam investigasi kecurangan agar efektif, yaitu forensik.

1. Chain of Custody (CoC)—Pengelolaan Barang Bukti Yang Sudah Diperoleh

CoC adalah kronologis pendokumentasian barang bukti, dari mulai di temukan


di TKP hingga penduplikasian dan penyimpanannya baik secara fisik ataupun
digital.  Dengan kata lain, CoC adalah sebuah dokumentasi dari barang bukti yang
harus dijaga tingkat keasliannya sesuai dengan kondisi ketika pertama kali
ditemukan.

Ketika bukti dalam bentuk dokumen atau benda (yang berarti) disita di TKP,
atau sebagai akibat dari surat perintah pemeriksaan (untuk dokumen), atau yang
ditemukan dalam proses pemeriksaan dan penyelidikan, harus ditandai,
diidentifikasi, diinventarisasi, dan dipelihara untuk mempertahankan kondisi
aslinya dan untuk membangun chain of custody yang jelas sampai diperkenalkan
pada persidangan. Jika ada permasalahan dalam kepemilikan atau
pendokumentasian barang bukti, bukti dapat ditentang pada persidangan atas teori
bahwa penulisan atau objek yang diperkenalkan mungkin bukan yang asli atau
tidak dalam kondisi aslinya dan oleh karena itu keasliannya diragukan.

Agar dokumen yang disita dapat diterima sebagai bukti, perlu untuk
membuktikan bahwa dokumen tersebut sama dengan dokumen yang disita dan
berada dalam kondisi yang sama seperti saat disita. Karena beberapa orang dapat
memanipulasinya dalam jangka waktu antara pada saat penyitaan dan pemeriksaan
bukti dipersidangan, harus cukup ditandai pada saat penyitaan untuk identifikasi
kemudian, dan pemeliharaannya harus ditunjukkan sejak saat itu sampai
diperkenalkan di pengadilan.
11
Penyidik atau auditor yang menyita atau mengamankan dokumen harus
mengidentifikasi dokumen-dokumen tersebut secara cepat dan memberikan tanda
tertentu, sehingga mereka dapat memberikan keterangan bahwa dokumen-
dokumen tersebut adalah dokumen-dokumen yang disita dan juga masih dalam
kondisi yang sama seperti saat dilakukan penyitaan. Penyelidik bisa saja, misalnya,
menulis inisial dan tanggal penyitaan di margin (pinggiran atau garis tepi), di
sudut, atau di beberapa tempat lain yang tidak mencolok di depan atau belakang
setiap dokumen. Jika keadaan menunjukkan, bahwa pemberian tanda tersebut dapat
membuat pembantahan dokumen tersebut dengan alasan bahwa telah dirusak atau
tidak dalam kondisi yang sama seperti ketika disita, para penyeledik atau auditor
dapat membuat salinan untuk perbandingan atau untuk digunakan sebagai barang
bukti dalam laporan, memasukkan dokumen ke dalam amplop, menulis deskripsi
dan yang lain memberikan identifikasi informasi di bagian depan amplop, dan
menyegelnya.

Teknik-teknik ini harus selalu diterapkan oleh para penyidik atau auditor
penerima dokumen asli yang dapat digunakan sebagai bukti dalam pengadilan. Jika
auditor membuat salinan bukti dokumenter, mereka harus mengambil langkah-
langkah untuk menjaga keaslian bukti-bukti yang didapatkan. Jika bukti-bukti
tersebut diperlukan sebagi bukti sekunder, dan jika dokumen asli tidak tersedia
untuk persidangan.

2. Komunikasi Istimewa
Aturan yang mendukung komunikasi istimewa didasarkan pada keyakinan
bahwa perlu menjaga kerahasiaan komunikasi tertentu. Ini hanya mencakup
komunikasi yang merupakan hasil dari hubungan khusus yang dilindungi. Alasan
dasar dibalik komunikasi yang terlindungi ini adalah keyakinan bahwa
perlindungan hubungan tertentu lebih penting bagi masyarakat daripada
kemungkinan kerugian akibat hilangnya bukti tersebut. Yurisdiksi hukum berbeda-
beda mengenai komunikasi apa yang dilindungi. Beberapa hubungan istimewa itu
adalah:
a. Pengacara–Klien
b. Suami–Isteri
12
c. Dokter–Pasien
d. Pendeta–Jemaat
e. Petugas penegak hukum–Informan

Saat berhadapan dengan komunikasi istimewa, perhatikan prinsip-prinsip


dasar berikut ini:
a. Hanya pemegang hak istimewa, atau seseorang yang diberi wewenang oleh
pemegangnya, dapat menyatakan hak istimewa tersebut.
b. Jika pemegangnya tidak menyatakannya setelah mendapat pemberitahuan dan
kesempatan untuk menyatakannya, hak istimewa tersebut akan dihapuskan.
c. Hak istimewa juga dapat diabaikan jika pemegangnya mengungkapkan bagian
penting dari komunikasi kepada pihak yang tidak berada dalam hubungan
yang dilindungi.
d. Komunikasi, agar berada dalam hak istimewa, harus cukup terkait dengan
hubungan yang dilindungi (misalnya, komunikasi antara pengacara dan klien
harus terkait dengan konsultasi hukum.
Di bawah common law seseorang tidak dapat bersaksi melawan pasangannya
dalam pengadilan pidana. Ketika mereka sudah menikah, tidak dapat melepaskan
ketidakmampuan testimonial ini. Percakapan dalam kehadiran pihak ketiga yang
diketahui tidak terlindungi. Komunikasi terlindungi adalah kenyataan yang
sebenarnya bersifat rahasia atau disebabkan oleh pernikahan atau hubungan
lainnya. Percakapan biasa yang berkaitan dengan hal-hal yang tidak dianggap
sebagai rahasia tidak berada dalam lingkup hak istimewa.
Hukum negara yang berbeda sangat bervariasi dalam penerapan prinsip-
prinsip komunikasi istimewa. Bergantung pada hubungan yang dilindungi,
peraturan yang berbeda mungkin berlaku mengenai komunikasi apa yang
dilindungi, metode pengabaian, dan durasi hak istimewa.
Kapan pun seorang auditor atau penyidik dihadapkan pada kebutuhan untuk
menggunakan bukti yang terdiri dari komunikasi antara pihak-pihak dalam salah
satu hubungan ini, dia harus berkonsultasi dengan seorang pengacara, terutama jika
bukti tersebut sangat penting untuk kasus ini.

13
3. Interogasi atau Wawancara
Kejahatan adalah risiko bagi korban dan pelaku. Risiko korban adalah
hilangnya hal-hal yang berharga, seperi hidup, anggota badan, atau harta benda.
Sedangkan risiko pelaku adalah kehilangan kebebasan, status sosial, dan
kemungkinan hidup, anggota badan, dan juga harta benda. Tapi penjahat berniat
untuk mendapatkan sesuatu sebagai akibat dari kejahatan, sesuatu yang tidak
mereka sebutkan secara legal. Jadi penjahat, yang paling rasional setidaknya, harus
memperhatikan diri mereka sendiri dengan mempertimbangkan risiko penemuan,
ketakutan, dan keyakinan terhadap keuntungan yang diinginkan.
Jika risiko penemuan dan jumlah keuntungan yang mungkin besar, maka
semakin banyak waktu dan pemikiran yang harus dihabiskan untuk merencanakan,
menyamar, mengejutkan, melarikan diri, dan mungkin menutupi kejahatan.
Keuntungan bagi aparat kepolisian, yaitu penjahat cenderung bertindak tergesa-
gesa sehingga menyebabkan rencana mereka sering kacau. Mereka tidak
mengantisipasi segala hal yang bisa terjadi. Mereka biasanya membela diri atas
kesalahan mereka, atau alibi.
'' Bukan aku; Saya ada di tempat lain. ''
'' Iblis membuat saya melakukannya. ''
'' Saya miskin dan salah paham, korban penindasan. ''
'' Dia [korban] memintanya datang. ''
'' Saya pasti gila karena melakukan apa yang saya lakukan. ''
Rasionalisasi ini adalah apa yang dimaksudkan oleh interogasi polisi untuk
dipilah. Di sini sekali lagi, intuisi mungkin memainkan peran penting. Penjahat
biasanya memberikan alasan atau pembenaran atas apa yang mereka lakukan.
Terkadang mereka berpura-pura tidak tahu atau sakit. Terkadang mereka bahkan
berpura-pura amnesia. Interogasi dapat terpotong melalui pertahanan, alasan, dan
rasionalisasi ini.
Selama interogasi, penting untuk tetap sensitif tidak hanya kecurigaan
terhadap apa yang dikatakan, namun juga mengenai cara mengatakannya, dan
untuk mengamati ekspresi wajah, gerakan tubuh dan mata, pilihan kata, dan postur
tubuh. Pagar lisan dengan tersangka tidak membantu. Menantang komentar
tersangka berdasarkan logika murni dan rasionalitas tidak membujuk sebagian
besar penjahat untuk mengakuinya. Tersangka bisa tinggal dengan alasan yang
14
lemah selamanya dan hampir percaya setelah beberapa saat. Alasan mereka
bertahan dalam berbohong adalah bahwa kejahatan mereka tidak dilakukan karena
logika, tapi terutama karena alasan emosional, seperti nafsu, keserakahan,
kemarahan, atau rasa iri. Jadi saat menginterogasi tersangka, seseorang harus siap
menghadapi emosi mereka. '' Mengapa Anda melakukannya? '' Bukan pertanyaan
yang sangat bagus sejak dini. Ini menyerukan untuk intelektualisasi oleh tersangka,
atau merasionalisasi, dan bukan respons emosional.
Pilihan yang lebih baik adalah mengajukan pertanyaan yang sama sekali tidak
sampai ke masalah utama (buruan utama) kejahatan-pertanyaan tentang perasaan
dan emosi tersangka:
“Bagaimana perasaanmu?”
“Bolehkah saya memberikan sesuatu untuk anda?”
“Apakah Anda merasa ingin berbicara?”
“Dapatkah saya memanggil seseorang untuk Anda?”
Tujuan dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak berbahaya ini adalah untuk
membangun hubungan baik, pertama pada tingkat emosional dan kemudian pada
tingkat rasional. Tidak semua tersangka kriminal merasa terdorong untuk
membicarakan kejahatan mereka, tapi kebanyakan, jika seorang interogator dapat
menjalin hubungan baik dengan mereka. Dan hubungan baik bisa terjalin bahkan
setelah mereka diberi tahu hak mereka untuk tetap diam.
Tersangka yang ditangkap, atau yang hanya diwawancarai secara informal
sebelum ditangkap, berada dalam tekanan emosional yang hebat. Ketakutan akan
hukuman dan kurungan penjara semakin parah. Ketakutan ini harus diatasi sebelum
percakapan yang bagus bisa tercapai. Nada dan sikap interogator / pewawancara
harus meyakinkan, jika tidak ramah. Intuisi memasuki proses ini hanya jika
penyidik tetap tenang, tidak memihak, dan peka terhadap kebutuhan emosional dan
kekhawatiran tersangka atau saksi. Intuisi tidak bekerja ketika pikiran penyidik itu
berantakan dengan fakta-fakta yang terisolasi atau daftar pertanyaan tentang
rincian kejahatan.
Begitu peneliti telah mengetahui sesuatu tentang sejarah, keluarga, teman, dan
perasaan tersangka, mereka dapat memahami teknik interogasi yang paling tepat.
Jika tersangka tetap dingin, menyendiri, dan tidak komunikatif sementara
pertanyaan tidak berbahaya diajukan, dia akan menjadi sama saat pertanyaan
15
menjadi lebih serius. Dalam kasus seperti itu, penyidik membutuhkan perintah dari
semua fakta kejahatan yang diketahui untuk mendapatkan pengakuan.
Jika tersangka menanggapi secara terbuka tawaran penyidik tentang kebaikan
dan kesopanan, yang terakhir dapat dipimpin oleh pertanyaan umum. Penyidik
akan membiarkan tersangka menggambarkan kejahatan tersebut dan tidak
menghalangi pembalasan, tuduhan, atau pertengkaran lisan. Tersangka harus
diijinkan menceritakan kisahnya dengan caranya sendiri, bahkan jika penyidik
mengetahui bahwa beberapa fakta adalah tidak benar. Penyidik selalu bisa kembali
dan meminta klarifikasi dan kemudian membandingkan konflik dengan kesaksian
saksi atau konfederasi.
Pentingnya pengakuan dan penerimaan dalam menyelesaikan kejahatan
seharusnya tidak terlalu penting. Tanpa pengakuan dan penerimaan semacam itu,
banyak kejahatan tidak akan pernah bisa dipecahkan. Dalam beberapa kasus
penipuan, buku dan catatan akuntansi tidak memberikan cukup bukti untuk
menghukum tersangka. Jadi pengakuan dari pencuri, penggusuran, atau
penggelapan membuat penuntutan penipuan menjadi lebih mudah. Pengakuan yang
diberikan secara bebas sering merinci skema ini, akun-akun tersebut dimanipulasi,
dan kegunaan yang digunakan dana yang diambil tanpa izin tersebut. Bukti yang
dikumpulkan setelah sebuah pengakuan dapat menguatkan kejahatan tersebut.
Sebuah pengakuan saja tidak akan mendukung sebuah keputusan kriminal, jadi
auditor harus mengambil dari data yang tersedia di dalam sistem akuntansi dan dari
sumber pihak ketiga cukup menguatkan bukti untuk mendukung pengakuan
tersebut.

4. Penyerahan Diri dan Pengakuan


Tujuan seorang akuntan forensik dalam penyelidikan fraud akhirnya
mendapatkan pengakuan tertulis oleh fraudster, jika terjadi fraud. Tujuannya
adalah mengapa proses penyelidikan kecurangan sengaja menghindari menghadapi
tersangka sampai tahap terakhir pengumpulan bukti. Fase terakhir mungkin
termasuk wawancara, namun proses terakhir dalam penyelidikan adalah
mewawancarai fraudster. Pada saat itu, akuntan forensik telah mengumpulkan
bukti forensik yang cukup untuk mengidentifikasi fraudster tersebut dan berhasil

16
menyelesaikan kasus tersebut. Wawancara mulai jauh dari “target”, kemudian
secara bertahap akuntan forensik mewawancarai orang-orang yang dekat dengan
tersangka. Ketika akhirnya tiba saatnya untuk mewawancarai target, tujuan dari
wawancara tersebut adalah untuk mendapatkan pengakuan yang ditandatangani
dan dengan demikian disebut sebagai wawancara.

17

Anda mungkin juga menyukai