Anda di halaman 1dari 3

SOAL

Mata Ujian : Hukum Pembuktian.


Waktu : 60 Menit
Semeter/Kelas : VII/A
Dosen Pembina : Sumardhan, S.H.

1. Akta ialah sesuatu yang ditanda tangani yang memuat keterangan


tentang peristiwa-peristiwa yang merupakan dasar suatu perikatan
atau hak, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk dipakai
sebagai pembuktian. Sebutkan dua syarat untuk dapat disebut
sebagai akta, diatur dalam Pasal berapa serta berikan contoh
masing-masing.

2. Akta Autentik berdasarkan Pasal 165 HIR, Pasal 285 RBG, Pasal 1868
KUHPerdata adalah suatu akta yang dibuat menurut procedure dan
bentuk sebagaimana ditentukan undang-undang, oleh atau
dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu, dengan
maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti. Sebutkan tiga
kekuatan dalam akta autentik.

3. Membuktikan menurut pendapat Prof.DR.Sudikno Mertokusumo,


S.H., adalah menyakinkan Hakim yang memeriksa perkara dengan
cara memberikan dasar-dasar yang cukup guna memberikan
kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan para pihak
(yang bersengketa). Apa yang dimaksud dengan membuktikan secara
Logis, Konvensional dan yuridis.

4. Jelaskan sistim hukum yang dipakai oleh Indonesia baik dalam perkara
perdata maupun pidana serta sebutkan perbedaannya masing.

5. Apakah hasil penyadapan Telpon (HP), Kawat yang dilakukan oleh


KPK, Polri dan Kejaksaan dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam
pengadilan perdata, pengadilan pidana, pengadilan tun, dan
pengadilan agama, berikan alasan hukum.

“Selamat mengerjakan”
Nama : Rizky Aditya Firmansyah
Mata Kuliah : Hukum Pembuktian
Kelas :A
NIM : 201510110311274

Jawaban
1. – Keterangan yang tertulis dalam akta di bawah tangan berisi tentang persetujuan-
persetujuan tentang apa yang diperjanjikan (rechts handelling) atau kekuatan hukum
yang mengikat (rechts betterking)
- Sengaja diperuntukkan sebagai alat bukti
Tertera pada Pasal 1874-1984 dan 286-305, contoh Surat Waris/Hibah, Surat BAP,
Surat Perjanjian Jual-Beli.

2. Tiga Kekuatan Akta Autentik : lahiriah, formil, materil.


Kekuatan Lahiriah : Kekuatan yang membuktikan dilihat dari segi fisiknya atau
keadaan luarnya.

Kekuatan Formal : Kekuatan yang membuktikan apa yang ada di dalam akta tersebut
sesuai dengan apa yang telah dikehendaki bagi para pelaku di dalam akta tersebut.

Kekuatan Material : Kekuatan akta yang memiliki nilai pembuktian bahwa peristiwa
yang terjadi dalam akta tersebut benar-benar terjadi.

3. Dimaksudkan Membuktikan secara Logis ialah memberikan kepastian yang absolut


atau bisa dikatakan mutlak.
Lalu, yang dimaksudkan Membuktikan secara Yuridis ialah membuktikan dengan
dasar yang cukup hakim yang menganalisa suatu perkara guna membantu hakim
memberi kepastian terhadap kebenaran peristiwa yang benar-benar terjadi.
Selanjutnya, yaitu Membuktikan secara Konvensional ialah membuktikan kepastian
dengan bersifat tidak mutlak atau tidak absolut.
4. Dalam Berperkara baik di dalam hukum pidana ataupun perdata, Sistem
Pembuktiannya berbeda. Dari segi Teori yang dianut dan juga alat pembutiannya
juga berbeda.

Hukum Pidana menggunakan Teori Negative Wettelijk Stelsel, dimana hakim


mencari kebenaran secara Materiil. Pembuktian secara negatif ialah penggabungan
sistem pembuktian dengan hukum positif serta teori keyakinan atau conviction-in
time.
Hukum Perdata menggunakan Teori Positive Wettelijk Stelsel, diman hakim
mencari kebenaran secara Formiil. Karakteristik dari teori pembuktian positif
dipengaruhi oleh asas audi et alterem partem, maksudnya ialah pihak yang
mendalilkan harus harus membuktikan dalilnya tersebut.

Yang membedakan Pembuktian di Hukum Acara Perdata dan Pidana ialah alat
buktinya.

Alat Bukti di Acara Perdata : Alat Bukti Surat/Tulisan, Saksi, Persangkaan, Pengakuan,
dan Sumpah.
Alat Bukti di Acara Pidana : Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk,
Keterangan Terdakwa

5. Di dalam Hukum Pidana, alat bukti penyadapan merupakan suatu alat bukti yang
sah, dan termasuk dalam perluasan pembuktian. Menurut pasal 184 KUHAP ayat 1,
alat bukti berupa penyadapan tidak termasuk dalam alat bukti, tetapi pada pasal 26
A UU no. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang no. 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ditegaskan hasil penyadapan
berupa media alat elektronik apapun ialah termasuk alat bukti petunjuk. Lalu
diperkuat oleh sumber hukum pada pasal 5 ayat 1 dan 2 UU ITE yang menyatakan
bahwa Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya
merupakan alat bukti yang sah sebagai alat bukti perluasan yang sah menurut
hukum acara yang berlaku di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai