TINJAUAN PUSTAKA
Kata agraria berasal dari bahasa latin “ager” yang berarti tanah atau
berarti urusan pertanian atau tanah pertanian, juga urusan pemilikan tanah.Bahkan
sebutan agrarian laws dalam Black’s Law Dictionary seringkali digunakan untuk
Hamzah, Subekti, dan R. Tjitrosoedibio adalah masalah atau urusan tanah dan
langsung mengenai agraria. Namun dapat dilihat pada Pasal 1 ayat (2) UUPA
bahwa yang menjadi ruang lingkup agraria adalah bumi, air, ruang angkasa, dan
32
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan
Pelaksanaannya Jilid 1, Jakarta: Djambatan, cetakan ke-11 (edisi revisi), 2007, hlm. 5
33
Kamus Hukum yang dikutip dalam buku Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian
Komperhensif, Jakarta: Kencana, 2012, hlm. 1
13
bahwa agraria memiliki cakupan yang lebih luas dari sekedar tanah atau tanah
pertanian seperti pengertian dari bahasa latin dan KBBI. Penjelasan agraria dalam
UUPA memiliki makna yang sama dengan maksud agraria pada kamus hukum.
maka dalam pengertian UUPA hukum agraria bukan hanya merupakan satu
sumber-sumber daya alam tertentu yang termasuk dalam pengertian agraria yang
terdiri atas hukum tanah, hukum air, hukum pertambangan, hukum perikanan,
serta hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa.34
merupakan bukti dari sebuah perkembangan karena yang terjadi pada masa kini
merupakan hasil dari yang telah dilalui pada masa lalu. Begitupun dengan hukum
agraria, pengaturan yang ada saat ini merupakan hasil dari sejarah perubahan-
ini merupakan hasil dari akulturasi budaya dan kebiasaan yang dibawa oleh
memberi pengaruh sangat besar pada ketentuan hukum agraria yang ada saat ini.
34
Boedi Harsono, Op.Cit., hlm. 8
14
kemerdekaan), serta terus berkembang seiring bangsa Indonesia bebas dari
1. Pra Kemerdekaan
sebuah wilayah, raja berdaulat penuh atas semua hal yang ada dalam wilayah
pada masa awal-awal kerajaan di Jawa adalah berupa pembagian tanah ke dalam
yang ditunjuk oleh raja atau yang berwenang di istana (Paigeaud 1960, Moertono
1968)35.
35
Gunawan Wiradi, Reforma Agraria Perjalanan yang Belum Berakhir, Diterbitkan
bersama oleh: Konsorsium Pembaruan Agraria (Jaksel), Sajogyo Institute (Bogor), AKATIGA
(Badnung), Edisi Baru, 2009, hlm. 66
36
Muchsin, Imam Koeswahyono, dan Soimin, Hukum Agraria dalam Perspektif Sejarah,
Bandung: Refika Aditama, 2007, hlm. 9
15
yang sejak tahun 1602 itu VOC mendapat hak untuk mendirikan benteng-benteng
rakyatnya) harus tunduk dan patuh kepada VOC dengan sistem perdagangan
harga yang sudah dipatok atau ditentukan dan hasil bumi yang diserahkan
Dengan hukum barat itu, maka hak-hak tanah yang dipegang oleh rakyat
dibiarkan untuk hidup menurut hukum adat dan kebiasaannya.40 Seluruh lahan di
daerah kerajaan yang berada di bawah kekuasaan VOC itu diklaim menjadi milik
VOC sehingga bebas digunakannya, termasuk untuk dijual kepada pihak selain
masyarakat Indonesia. Salah satu bentuk kegiatan penjualan tanah itu dilakukan
melalui Lembaga Tanah Partikelir sejak tahun 1621, dengan dominasi pembeli
dari pedagang kaya orang Arab dan Cina, namun tidak ada surat bukti jual beli
37
Supomo dan Djoksutono, Sedjarah Politik Hukum Adat 1609-1848, Jakarta:
Djambatan, Cetakan ke-4, 1955, hlm. 1
38
Muchsin dkk.,Op.Cit., hlm. 10
39
Herman Soesangobeng, Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria,
Yogyakarta: STPN Press, 2012, hlm. 37
40
Roestandi Adiwilaga, 1962 sebagaimana dikutip pada Muchsin dkk.,Op.Cit., hlm. 10
16
karena pada masa itu belum ada pejabat notaris. Maka tanah partikelir itu dicatat
kehilangan hak-haknya sendiri atas tanah dan semakin miskin karena eksploitasi
yang dilakukan VOC tehadap hasil pertanian rakyat.Kemudian pada tahun 1799,
VOC terpaksa dibubarkan karena kerap kali berperang, kas kosong dan banyak
hutang, serta banyak pesaing dari Inggris dan Perancis. Setahun kemudian, daerah
Indonesia sebagai tanah jajahan dijadikan bagian dari wilayah Negeri Belanda
Belanda dipatahkan oleh balatentara Inggris dan pada tahun 1811 Belanda harus
mengenai keadaan agraria, dan atas hasil penyelidikan itu Raffles berkesimpulan
bahwa semua tanah adalah milik raja atau pemerintah Inggris (teori Domein).44
(pajak tanah). Landrent tidak langsung dibebankan kepada para petani pemilik
tanah, para kepala desa diberi kekuasaan untuk menetapkan jumlah sewa yang
41
Herman Soesangobeng, Op.Cit., hlm. 69
42
Muchsin dkk.,Op.Cit., hlm. 11
43
Mr R Tresna, Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad, Jakarta: Pradnya Paramita,
xxxx, hlm. 43
44
Gunawan Wiradi, Reforma ….Op.Cit., hlm. 70
45
Muchsin dkk., dan Soimin, Op.Cit., hlm. 12
17
hanya dianggap menumpang dan dibebani tanggung jawab untuk membayar pajak
Inggris dan Belanda, maka semua jajahan Belanda yang diwaktu peperangan
masa pemerintahan Van den Bosch, pada tahun 1830 diterapkan sebuah sistem
para petani di desa namun digantikan dengan kewajiban menanami 1/5 tanahnya
dengan tanaman seperti nila, kopi, tembakau, teh, tebu dan sebagainya untuk
tanpa ada imbalan apapun.Kondisi ini semakin mengerdilkan hak agraria rakyat
karena para petani tidak mendapatkan imbalan atas hasil tanaman yang
dinyatakan bahwa Gubernur Jenderal dilarang menjual tanah kecuali tanah sempit
bagi perluasan kota dan industri dan boleh menyewakan tanah berdasarkan
46
Supomo dan Djoksutono, Op.Cit., hlm. 83
47
Gunawan Wiradi, Reforma ….Op.Cit., hlm. 70-71
48
Muchsin dkk.,Op.Cit., hlm. 13
18
Kebijakan itu digunakan untuk membina tata hukum kolonial dalam
mengontrol kekuasaan dan kewenangan raja dan aparat eksekutif atas daerah
khusus untuk golongan Eropa, kemudian berlaku juga untuk golongan Timur
Asing (sejak tahun 1855), sedangkan untuk golongan Bumiputera berlaku hukum
Mengenai pengaturan hukum adat terkait urusan keagrariaan, Ter Haar dan
para muridnya yang belajar di Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta (yang pada
sanksi.52 Van Vollenhoven telah menjelaskan sifat atau ciri khusus sebagai tanda-
49
Soetandyo Wignjosoebroto, dalam monograf Untuk Apa Pluralisme Hukum ? Regulasi,
Negosiasi, dan Perlawanan dalam Konflik Agraria di Indonesia, Jakarta: Epistema Institute, 2011,
hlm. 29
50
Herman Soesangobeng, Op.Cit., hlm. 37
51
Elza Syarief, Op.Cit., hlm. 101
52
Soetandyo Wignjosoebroto, Dari Hukum ..... ,Op.Cit., hlm. 24-25
53
Herman Soesangobeng, Op.Cit., hlm. 167-168
19
membukanya, mendirikan perkampungan atau desa, berburu,
„maling utan‟;
hukum adat;
6. Tanah masyarakat hukum adat tidak boleh dijual lepaskan kepada pihak
Berkat perjuangan Van Vollenhoven dan Ter Haar serta para penerusnya, pada
zaman Hindia Belanda itu hukum negara yang diterapkan (oleh badan-badan
54
Soetandyo Wignjosoebroto, Dari Hukum ..... ,Op.Cit., hlm. 25
20
sebagai pihak yang berhak atas hak milik dan ganti rugi atas tanah.55 Kemudian
lahirlah Regeelings Reglement (RR) pada tahun 1854 yang dimaksudkan untuk
administrator kolonial.56
peraturan umum. Dalam hal ini tidak termasuk tanah-tanah yang dibuka oleh
orang-orang Bumiputera, atau yang termasuk lingkungan suatu desa, baik sebagai
tempat penggembalaan umum, maupun dengan sifat lain. Tujuan gerakan kaum
liberal dalam bidang agraria ini adalah agar pemerintah memberikan pengakuan
terhadap penguasaan tanah oleh pribumi sebagai hak milik mutlak (eigendom)
untuk memungkinkan penjualan dan penyewaan, serta agar dengan asas domein
pedagang Belanda dari kekayaan alam Indonesia, akhirnya pada 9 April 1870
dikenal sebagai Agrarische Wet yang diberlakukan untuk Jawa dan Madura serta
termaktub dalam Artikel 62 RR 1854 dan tambahan lima pasal baru. Selain itu,
55
Cornelis van Vollenhoven, Orang Indonesia dan Tanahnya (De Indonesier en Zijn
Ground), Yogyakarta: STPN Press, 2013, hlm. 16
56
Soetandyo Wignjosoebroto, Dari Hukum .....Op.Cit., hlm. 32
57
Gunawan Wiradi, Reforma ….Op.Cit., hlm. 71-72
58
Elza Syarief, Op.Cit., hlm. 99
21
ada juga Agrarische Reglement (peraturan agraria) yang diterbitkan untuk
Pada ayat (4) Agrarische Wet 1870 disebutkan bahwa Gubernur Jenderal
pelaksanaannya diatur dalam berbagai peraturan dan keputusan. Salah satu yang
Jawa dan Madura, yang diundangkan dalam Staatsblad 1870 No. 118, di mana
dalam Pasal 1 dinyatakan bahwa “….semua tanah yang tidak terbukti bahwa atas
tanah itu ada hak milik mutlak (eigendom), adalah hak domein negara.” Domein
negara artinya milik mutlak negara, biasa dikenal dengan Domein Verklaring.61
terampas kemerdekaan dan haknya atas tanah mereka sendiri.Masa kolonial telah
Memasuki masa Perang Dunia II antara blok barat dan blok timur,
penjajahan Jepang. Sejak tahun 1942 Jepang mengambil alih seluruh kekuasaan
59
Cornelis van Vollenhoven, Op.Cit., hlm. 168
60
Erfpacht merupakan hak kebendaan yang memberi kewenangan yang paling luas
kepada pemegang haknya untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan tanah kepunyaan pihak
lain, dan bolehmenggunakan semua kewenangan yang terkandung dalam eigendom atas tanah.
Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta: Sinar Grafika, Cetakan ke-5, 2012, hlm. 48-49
61
Gunawan Wiradi, Reforma ….Op.Cit., hlm.73
22
tanah terlantar yang menimbulkan persepsi bahwa rakyat bisa memperoleh
2. Pasca Kemerdekaan
hukum agraria yang berlaku yakni berdasarkan hukum adat yang melahirkan
tanah hak milik adat, tanah ulayat, tanah yayasan, tanah golongan dan sebagainya,
serta berdasarkan hukum barat (kolonial) yang melahirkan tanah hak eigendom
(hak milik), tanah hak opstal, tanah hak erfpacht, tanah hak gebruik (hak pakai),
Pengaturan hukum agraria menjadi salah satu hal yang difokuskan untuk
62
Gunawan Wiradi, Reforma ….Op.Cit., hlm.80
63
A. Ridwan Halim, Hukum Agraria Dalam Tanya Jawab, Jakarta: Ghalia Indonesia,
Cetakan ke-2 1988, hlm. 27
23
Penghapusan Tanah-Tanah Partikelir, dan Undang-Undang No. 7 Tahun 1958
beberapa kali pergantian, yakni Panitia Yogya (1948), Panitia Agraria Jakarta
sebuah hukum agraria yang berjiwa keindonesiaan. Setelah melalui proses selama
UUPA, berarti telah dicabut segala peraturan hukum agraria kolonial yang pernah
1. "Agrarische Wet" (Staatsblad 1870 No. 55), sebagai yang termuat dalam
1925 No. 447) dan ketentuan dalam ayat-ayat lainnya dari pasal itu;
keresidenan Menado" tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad 1877 No. 55;
64
Elza Syarief, Op.Cit., hlm. 116
24
3. Koninklijk Besluit tanggal 16 April 1872 No. 29 (Staatsblad 1872 No.
Salah satu dasar pertimbangan dalam merumuskan UUPA ini adalah bahwa
hukum agraria tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit
1945 dan Manifesto Politik Republik Indonesia, sebagai yang ditegaskan dalam
Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa negara sebagai penguasa bumi, air,
dan kekayaan alam Indonesia, maka dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA telah
ditentukan bahwa hak menguasai dari negara yang dimaksud adalah memberi
wewenang untuk:
25
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
angkasa.
Adapun tujuan dalam pembentukan UUPA ini dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (3),
yakni bahwa wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut
hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur. Untuk menunjukkan
kepemihakan terhadap rakyat dalam pengaturan UUPA ini, dapat dilihat dalam
Pasal 11 dan 13. Dari berbagai ketentuan dasar tersebut, selanjutnya UUPA juga
menjadi:
g. Hak-hak atas tanah yang bersifat sementara (Pasal 53) yakni hak gadai,
hak usaha bagi hasil, hak menumpang, hak sewa tanah pertanian.
h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang
sementara.
26
Selain hak-hak yang disebutkan tersebut,terdapat hak-hak atas bagian lain dari
tanah yakni terdiri dari hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan (Pasal
47) serta hak guna ruang angkasa (Pasal 48).Dengan pemberlakuan UUPA
masyarakat atas tanah sangat tidak adil dan tidak teratur. Untuk menjalankan
Undang No. 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian yang disebut
mempunyai kebijakan yang sama sekali lain, sehingga untuk jangka waktu yang
cukup lama UUPA masuk peti es, sedangkan kebutuhan agraria di sektor lain
mendesak, maka lahirlah pada masa awal orde baru berbagai undang-undang
65
Elza Syarief, Op.Cit., hlm.121
66
Elza Syarief, Op.Cit., hlm.167
27
pokok lain yang kemudian membuat tumpang tindih dan rancunya masalah
pertanahan.67
regulasi untuk membuka peluang eksplorasi tanah dan sumber daya alam di
Indonesia. Sebagai langkah awal untuk memikat investor asing, tahun 1967
dieksplorasi dan dieksploitasi oleh para investor yang bermodal besar,namun hak-
hak dari masyarakat atas tanah jadi terlupakan. Ternyata undang-undang tersebut
tindih dan inkonsisten satu sama lain.69 Dengan makin rumitnya masalah
Sebagai hak atas tanah yang masa berlakunya terbatas untuk jangka waktu
tertentu (hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai), hak-hak tersebut
28
benda-benda di atasnya sesudah hak itu habis jangka waktunya. Kejelasan itu
pihak ketiga.70
Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria / BPN
Masyarakat Hukum Adat, Peraturan Menteri Negara Agraria / BPN No. 9 Tahun
1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Perolehan Hak Atas Tanah Negara dan
Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah, dan
1. Terkait pertanahan.
70
Penjelasan umum Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan, dan Hak Paaki Atas Tanah
29
c. Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan,
2. Terkait pertanian
3. Terkait perkebunan
4. Terkait perikanan
5. Terkait pertambangan
Pokok Pertambangan,
Batubara,
6. Terkait kehutanan
7. Terkait pembangunan
30
a. Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman,
Begitu beragam hukum yang menjadi cakupan dari hukum agraria. Setiap
suatu sistem, yang keseluruhannya tidak lepas dari nilai-nilai yang hidup di
masyarakat. Untuk itu, pengembangan suatu bidang hukum (yang dikatakan netral
masalah hukum pertanahan, yang di Indonesia belum dapat disebut sebagai bidang
yang netral.71
perihal agraria ini lebih sering ditekankan pada unsur pertanahannya.Tanah yang
hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang
disebut hak.72Tanah sebagai tempat berpijak di bumi ini menjadi kebutuhan dasar
71
Elza Syarief, OpCit., hlm. 88-87
72
Urip Santoso, Op.Cit.hlm. 9
31
selalu dilakukan di atas tanah, baik dengan menempatinya untuk bangunan dan
bermanfaat.
pemanfaatan tanah sebagai benda tidak tetap yang melahirkan hak perorangan
untuk menikmati hasil tanah baik oleh masyarakat maupun orang pribadi, maka
Indonesia yang bercorak agraris, tanah memberikan warna tersendiri bagi struktur
hubungannya dengan hukum tanah dan hukum terkait benda-benda lain yang
melekat bersama tanah (air, sumber daya alam, dan ruang angkasa).Walaupun
banyak unsur pertanahan dalam agraria, namun cakupan hukum agraria sendiri
sangat luas jika dibatasi hanya pada pertanahan.Pengaturan hukum agraria ini
penggunaan, atau penguasaan atas tanah dan segala sesuatu yang berada di atas
73
B. Ter Haar (Beginselen en stelsel van het adatrecht) sebagaimana dikutip dalam
Herman Soesangobeng, Op.Cit., hlm. 6
74
Gunawan Wiradi, Seluk Beluk …. Op.Cit., hlm. 3
32
Kedudukan tanah tersebut menjadi fokus terbesar yang akan sangat
berpengaruh dalam hukum agraria karena ruang lingkup hukum agraria melekat
dengan unsur tanah. Hukum tanah dan hukum agraria pun akan berjalan
beriringan karena memiliki objek pengaturan yang sama (tanah), maka pengaturan
hak-hak penguasaan atas tanah perlu menjadi perhatian besar dalam pengaturan
hukum agraria. Tanah memiliki hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam
d. Hak perseorangan atas tanah; meliputi hak-hak atas tanah, wakaf tanah hak
akan menjadi pedoman dalam menggunakan hak-hak penguasaan atas tanah. Lalu
baik tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur hak-hak penguasaan atas
75
Urip Santoso, Op.Cit., hlm. 11
76
Effendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia : Suatu Telaah dari Sudut Pandang
Praktisi Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994, hlm. 195
33
sumber hukum utamanya, sedangkan ketentuan hukum tanah yang tidak tertulis
bersumber pada hukum adat tentang tanah dari yurisprudensi tentang tanah
Hukum tanah yang dalam UUPA menganut konsep pemisahan hak atas
tanah menggunakan asas hukum adat yaitu asas pemisahan horizontal, di mana
tanah terpisah dari segala sesuatu yang melekat pada tanah, atau pemilik atas
tanah terlepas dari benda yang terdapat di atas tanah, sehingga pemilik hak atas
tanah berbeda dengan pemilik hak atas benda tersebut.78 Selanjutnya, Imam
Sudyat menjelaskan asas pemisahan horizontal dalam hukum adat ini terlihat jelas
dalam hak numpang yang menunjukkan bahwa dalam menumpang itu orang tidak
ada sangkut pautnya dengan tanah tersebut, bahwa orang itu tinggal dalam rumah
di atas tanah, terlepas dari tanah meskipun ia mempunyai rumah di situ, terlihat
pula bahwa pohon-pohon dapat dijual dan digadaikan tersendiri terlepas dari
tanahnya.79
Konsep hukum tanah tersebut akan menjadi induk bagi ketentuan lain
dalam hukum agraria terkait hukum sumber daya alam (air, pertanian,
agraria mengatur tentang hak-hak penguasaan dari tanah, sumber daya alam, dan
pengertian sebagai hukum tanah.Oleh karena itu, perkembangan hukum agraria ini
77
Urip Santoso, Op.Cit., hlm. 11
78
http://fh.unpad.ac.id/repo/2013/08/penerapan-asas-pemisahan-horisontal-
berdasarkan-undang-undang-nomor-5-tahun-1960-tentang-peraturan-dasar-pokok-pokok-
agraria-dalam-pemilikan-rumah-susun-berdasarkan-undang-undang-nomor-20-tahun/ (diakses
pada tanggal 9 September 2014, 11.04 WIB)
79
Imam Sudyat “Hukum Adat Sketsa Asas” dalam buku Supriadi, Op.Cit., hlm. 7
34
Sayangnya, Maria S.W. Sumardjono menyebut UUPA mengalami
Menurut Maria, sudah banyak terbit peraturan pelaksana UUPA namun dua
masalah mendasar masih tersisa, yakni belum tersedia cetak biru (blue print)
sebagainya.
harus selalu diperhatikan dan diperbaiki untuk mencapai keadilan atas hak agraria
agraria”81 yang merupakan amanat dari TAP MPR No. IX Tahun 2001 tentang
demikian, kepastian hukum atas hak agraria setiap warga masyarakat Indonesia
B. Konflik Agraria
80
Elza Syarief, Op.Cit., hlm. 123
81
Reforma agraria adalah restrukturisasi (penataan ulang susunan) kepemilikan,
penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agraria (khususnya tanah).Tujuannya untuk
mengubah susunan masyarakat feodalisme dan kolonialisme, menjadi susunan masyarakat yang
adil dan merata (Gunawan Wiradi, 2009).http://skpm.fema.ipb.ac.id/spd/?p=428 (diakses pada
tanggal 15 September 2014 pukul 10.47 WIB)
35
kelompok, atau antar individu dan kelompok.Sebuah konflik hadir karena
umum, salah satu definisi konflik dalam ilmu sosial adalah suatu situasi proses,
yaitu proses interaksi antara dua atau lebih individu atau kelompok dalam
pihak-pihak itu berselisih akan suatu hal atau benda di mana setiap pihak memiliki
kehendak sendiri yang berbeda untuk menyikapi hal atau benda itu. Perbedaan
kepentingan itu saling bertentangan dan setiap pihak yang berkonflik 83 seakan
dibawa pada suasana kompetisi untuk menunjukkan siapa yang paling benar dan
Berkenaan urusan keagrariaan, konflik sudah pasti dan akan terus terjadi
dengan kelompok, di mana setiap pihak yang berkonflik harus berupaya untuk
82
Gunawan Wiradi, Seluk Beluk …. Op.Cit., hlm. 55
83
Berkonflik adalah situasi yang muncul karena adanya perebutan terhadap benda atau
kedudukan dari seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan hilangnya pengakuan hak
dari orang atau kelompok orang tersebut kepada orang/kelompok lain mengenai benda dan
kedudukannya (Wijardjo dkk., 2001:50). Andiko “Upaya Tiada Henti Mempromosikan Pluralisme
dalam Hukum Agraria di Indonesia” dalam monograf Untuk Apa Pluralisme Hukum ? Regulasi,
Negosiasi, dan Perlawanan dalam Konflik Agraria di Indonesia, Jakarta : Epistema Institute-
HuMa-Forest Peoples Programme, 2011, hlm. 54
84
Gunawan Wiradi, Seluk Beluk …. Op.Cit., hlm. 56
36
mendapatkan kekuatan, membuktikan, dan menunjukan kepentingannya sebagai
kepentingan pihak lain yang dikorbankan karena kedua kepentingan tersebut tidak
dapat diwujudkan bersama terhadap satu objek agraria yang sama. Sebagai
Agraria (KPA) telah merekam ribuan kasus konflik agraria yang pernah terjadi di
Akar masalah dari konflik agraria ini adalah berawal dari penyalahgunaan
khususnya tanah;
85
Usep Setiawan, Kembali ke Agraria, Yogyakarta: STPN Press, 2010, hlm.126-127
86
Gunawan Wiradi, Seluk Beluk …. Op.Cit., hlm.3
37
Persoalan agraria ini pada intinya menyangkut kekuasaan atas seluruh
yang terdapat di dalamnya.Pada tataran ini dapat dikatakan bahwa masalah agraria
adalah produk dari relasi dan intrerelasi antara masyarakat, negara, dan
Berdasarkan Pasal 6 UUPA telah ditegaskan bahwa semua hak atas tanah
besar masyarakat yang selama ini menjadi korban dalam konflik agraria, baik
pada level mempertahankan tanah dari upaya penguasaan oleh kelompok lain di
luar mereka, yang umumnya adalah kelompok dunia usaha guna kepentingan
87
Gunawan Wiradi, Seluk Beluk …. Op.Cit., kata Pengantar dari Bambang Purwanto, hlm.
xv
88
Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di Bidang
Pertanahan, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008, hlm. 3
89
Konflik agraria dimensinya sangat luas, karena menyangkut soal ketidakadilan
distribusi aset penting nasional karena adanya penerapan kebijakan tertentu. Konflik agraria
adalah pertentangan klaim hak atas tanah atau kekayaan alam yang berasal dari alas yang
berbeda. Masing-masing pihak meyakini mempunyai kekuatan hukum untuk mempertahakan
sumber daya tersebut. Pada tingkat mikro, konflik agraria wujudnya pada klaim yang
bertumbukan atas lokasi yang sama, dari alas yang berbeda dan dari institusi yang berbeda. Di
satu pihak, masyarakat memiliki klaim berdasarkan aturan atau hukum adat setempat yang
mereka sepakati bersama. Di sisi lain, pihak pemegang konsesi memilik klaim atas lahan yang
sama berdasarkan penetapan hak yang diberikan oleh pemerintah beralaskan sejumlah
peraturan dan perundangan dari hukum formal yang berlaku.
http://www.ippatonline.com/artikel-4-konflik-agraria-dan-urgensi-pelaksanaan-reforma-agraria-
di-indonesia.html diakses pada tanggal 19 September 2014, pukil 11.03 WIB
38
profit atau pun pemerintah guna kepentingan umum. Kedua, Badan Usaha Milik
Negara dan Swasta, kelompok jamak sebagai pihak yang telah mendapatkan izin,
hak dan konsesi dari pemerintah atas sebidang tanah yang mengakibatkan
lawan sengketa rakyat, sering terjadi pada berbagai jenis sengketa, antara lain
dan kota baru, bendungan dan sarana pengairan, sarana wisata, areal kehutanan
90
Laporan Akhir Tahun 2012 Konsosrsium Performa Agraria (KPA)
91
Usep Setiawan, Op.Cit., hlm. 127
92
Pemerintah memiliki wenang dan kuasa yang sangat luas untuk mengelola urusan
keagrariaan.Melalui kegiatan pertanian, perkebunan, pertambangan, pembangunan
infrastruktur, penyediaan wilayah produksi pada kehutanan serta pemanfaatan wilayah kelautan,
dan lain sebagainya.Pemerintah harus mengendalikan setiap kegiatan yang terdapat di
dalamnya.Menurut ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.Maka dari itu, pelaksanaan wewenang dan kuasa itu
harus bermuara pada kemakmuran hidup rakyat.
39
atas segalah hal yang ada di bumi Indonesia ini, termasuk hak agraria (hak atas
Tanah bukan sekedar aset, tetapi juga merupakan basis bagi teraihnya
kuasa-kuasa ekonomi, sosial dan politik. Maka ketimpangan dalam hal akses
terhadap tanah ini akan sangat menentukan corak masyarakat dan dinamika antar
menatap ke atas untuk menuju perindustrian dengan laba besar, tetapi tidak
pada kasus perkebunan besar, perumahan dan kota-kota baru, kawasan kehutanan
(KPA) hingga saat ini terdapat lebih dari 1.700 kasus konflik agraria yang belum
93
Gunawan Wiradi, Seluk Beluk …. Op.Cit., hlm. 56
94
Usep Setiawan, Op.Cit., hlm. 126-127
40
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan lebih dari 90%
(Sembilan puluh) persen kasus pelanggaran HAM berkait erat dengan konflik
Agraria.95 Dari konflik itu, sedikitnya ada 731.342 KK petani penggarap yang
hektar.
Data konflik yang lain didapat dari hasil pantauan DPD RI terhadap
konflik pertanahan atau agraria yang paling parah terjadi pada periode Januari-
Desember 2012 yang mencapai 198 kasus. Jika dihitung rata-rata setidaknya
terjadi 1 kali konflik agraria dalam 2 hari dan 1 orang petani ditahan dalam 2
terdapat 369 konflik agraria dengan luasan mencapai 1.281.660.09 hektar, dan
95
Tak perlu diragukan lagi, bahwa kasus-kasus hilangnya hak rakyat atas tanah dan
sumber daya alam lain yang menyertainya merupakan salah satu masalah Hak Asasi Manusia
yang utama di Indonesia. Tak heran, manakala dalam Laporan Tahunan Komnas HAM semenjak
berdirinya hingga saat ini, pengaduan kasus–kasus ini senantiasa menempati urutan teratas. Atas
dasar itu pula, dalam lokakarya Komnas, mulai dipelajari bagaimana cara menyediakan keadilan
bagi mereka yang kehilangan hak atas tanah dan sumber daya alam lain yang menyertainya
akibat praktek-praktek pelanggaran HAM (Fauzi, 2001; Soliman, 2001; Sumardjono, 2001;
Moniaga, 2001), lihat dalam Noer Fauzi, Quo Vadis Pembaruan Huku Agararia Perspektif
Transitional Justice Untuk Menyelesaikan Konflik, Jakarta : Huma, 2002, hlm. 7
96
FX Sumarja, Op.Cit., hlm. 1
97
HuMa adalah organisasi non pemerintah (non governmental organization) yang
bersifat nirlaba yang memusatkan perhatian kerjanya pada isu pembaharuan hukum (law reform)
pada bidang sumberdaya alam (SDA).Konsep pembaharuan hukum SDA yang digagas oleh HuMa
menekankan pentingnya pengakuan hak-hak masyarakat adat dan lokal atas SDA, keragaman
sistem sosial/budaya dan hukum dalam pengusaan dan pengelolaan SDA, dan memelihara
kelestarian ekologis.
98
http://huma.or.id/pembaruan-hukum-dan-resolusi-konflik/mesuji-cermin-konflik-
agraria-yang-kronis-1.html (diakses pada Kamis, 28 Agustus 2014, 15.18 WIB)
41
melibatkan 139.874 kepala keluarga. Dari konflik tersebut tercatat 21 orang tewas,
30 tertembak, 130 dianiaya serta 239 orang ditahan oleh aparat keamanan.
318.248,89 hektar, atau naik 33,03 persen. Dari jumlah konflik dibandingkan
2012 juga mengalami kenaikan, dari 198 konflik agraria di tahun 2012 naik
menjadi 369 konflik pada tahun 2013, atau meningkat 86,36 persen. Bedasarkan
persen), kejutanan 31 konflik (8,4 persen), pesisir 9 konflik (2,44 persen dan
konflik agraria adalah: Sumatera Utara (10,48 persen), Jawa Timur (10,57
persen), Jawa Barat (8,94 persen), Riau (8,67 persen), Sulawesi Tengah (3,52
konflik agraria tahun ini juga meningkat drastis, sebanyak 525 persen.Tahun lalu
korban jiwa dalam konflikagraria sebanyak tiga orang, sementara tahun ini
Konflik ini bukan saja terjadi antara rakyat dengan instansi pemerintah,
atau antara rakyat dengan perusahaan swasta atau BUMN/BUMD, akan tetapi
pemerintahan itu sangat diperlukan agar hak itu terlindungi, maka dari itu pada
99
Berdasarkan laporan akhir tahun KPA, tercatat pelaku kekerasan dalam
konflik agraria sepanjang tahun 2013 didominasi oleh Kepolisian, dengan 47 kasus, sementara itu
pihak kemanan perusahaan 29 kasus dan TNI 9 kasus.
http://www.tribunnews.com/nasional/2013/12/26/tiap-hari-terjadi-konflik-agraria-di-indonesia-
21-orang-tewas-selama-2013 diakses pada tanggal 19 September 2014, pukul 10.23 WIB
100
Gunawan Wiradi, Seluk Beluk …. Op.Cit., hlm. 68
42
hakekatnya konflik agraria ini adalah masalah kekuasaan, masalah politik.101Oleh
karena itu, konflik agraria ini adalah masalah bagi sebuah negara dan seluruh
terjadi suatu konflik antara dua pihak yang kemudian diselesaikan dengan bantuan
sebuah negara hukum adalah hakim dalam sebuah pengadilan. Melalui sebuah
proses peradilan, hakim akan menjadi pihak yang netral dan memberikan sebuah
putusan terhadap konflik yang terjadi. Konflik yang sudah masuk ke ranah
bidang hukum serta pranata-pranata khusus yang bertalian dengan hukum yang
memiliki personal yang mengurusi semua jenis bahan yang dibutuhkan di bidang
101
Gunawan Wiradi, Reforma ....Op.Cit., hlm. 44
102
Kunci utama untuk memahami konflik agraria adalah kesadaran kita sendiri, yaitu
sejauhmana kita menyadari bahwa tanah merupakan sumber daya alam yang sangat vital, yang
melandasihampir semua aspek kehidupan. Bukan saja sekedar sebagai aset, tetapi juga
merupakan basis bagi teraihnya kuasa-kuasa ekonomi, sosial, dan politik, lihat dalam Gunawan
Wiradi, Reforma ....Op.Cit., hlm. 43
103
Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Sosiologi Hukum Kajian Empiris Terhadap Pengadilan,
Jakarta: Kencana, 2012, hlm. 66
43
putusan hukum.104Tenaga terdidik yang dapat membantu para hakim untuk
melakukan penegakan hukum melalui peradilan adalah jaksa, polisi, dan advokat.
konflik lewat pengadilan, terdapat kesenjangan antara persepsi para hakim dan
persepsi para pihak yang berkonflik sendiri tentang kasusnya.105 Para aparat
penegak hukum terutama para hakim yang menjadi sasaran dari para pencari
negara dan masyarakat tersebut diatur dan dikelola dengan hukum sebagai
bernegara dan bermasyarakat saat ini berasal dari pendapat Cicero, ubi societas ibi
104
Ibid, hlm. 67
105
Ibid, hlm. 82
106
Umar Sholehudin, Hukum dan Keadilan Masyarakat Perspektif Kajian Sosiologi
Hukum, Malang: Setara Press, 2011, hlm. 45
44
ius, di mana ada masayarakat di sana ada hukum, yakni dalam suatu masyarakat
yang menempati suatu wilayah/ negara selanjutnya pasti akan terbentuk hukum
dipisahkan karena hukumlah yang akan menjadi dasar mengenai tata cara
negara dengan dasar hukum memiliki konsep yang berbeda-beda di setiap negara,
aktivitas di dalam negara. Oleh karena itu, hukum harus dipahami dan
dikembangkan sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri dari elemen kelembagaan
yang menyandang hak dan kewajiban yang ditentukan oleh norma aturan itu
perlengkapan dari negara yang memiliki hubungan tata kerja antar lembaga108
107
Jimly Asshidiqie, Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Pembangunan Hukum
Nasional, Jakarta: MK RI, 21 Nopember 2005, hlm. 21
108
Lembaga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki beberapa arti, antara lain
bentuk (rupa, wujud) yang asli; badan (organisasi) yg tujuannya melakukan suatu penyelidikan
keilmuan atau melakukan suatu usaha.
45
negara.109Kelembagaan negara di Indonesia dikaitkan dengan pengertian lembaga
yang berada di ranah kekuasaan legislatif disebut lembaga legislatif, yang berada
peradilan menjadi organ yang mutlak harus ada dalam negara berlandaskan
yang terjadi.
seimbang segi-segi baik dari konsepsi rechtstaat dan rule of law sekaligus, yakni
menjadi tanggung jawab dari negara untuk memberikan kepastian hukum dengan
persamaan kedudukan di depan hukum (equality before the law) dari setiap warga
negara.
109
Rozikin Daman, Hukum Tata Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1993, hlm.
Namun dalam negara hukum modern saat ini sudah tidak relevan lagi bila hanya membatasi
kelembagaan negara berdasarkan doktrin trias politica, sebagaimana dinyatakan jimly dalam
bukunya “Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,” (2012).
110
Jimly Asshidiqie, Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm. 37
111
Norma-norma hukum yang diatur dalam sebuah perundang-undangan merupakan
representasi dari hubungan yang banyak terjadi pada masyarakat.Hukum dengan fungsi kontrol
sosial memiliki peranan penting untuk menjaga stabilitas kondisi masyarakat.
112
Moh. Mahfud MD, “Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu” sebagaimana
dikutip dalam Ni’matul Huda, Op.Cit., hlm. 207
46
melalui pemberian sanksi kepada para pelanggar hukum.113Maka dari itu, lahirlah
dan memulihkan hak-hak dari pihak yang dirugikan guna mewujudkan sebuah
bentuk pelayanan yang harus diberikan oleh negara dalam upaya melindungi hak-
113
Simon Tukan “Masyarakat, Hukum, dan Kekuasaan” dalam buku Umar Sholehudin,
Op.Cit., hlm. 39
114
Peradilan dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu atau sebuah proses yang
berhubungan dengan tugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengan menerapkan
hukum dan/atau menemukan hukum untuk mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum
materil, dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan dalam hukum formal. Pengadilan
sendiri adalah badan atau instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan berupa memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara. Dari kedua pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa
peradilan adalahsebuah proses dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan atau suatu
proses mencari keadilan itu sendiri, sedangkan pengadilan adalah lembaga tempat mencari
keadilan. http://pn-yogyakarta.go.id/pnyk/info-peradilan/pengertian-peradilan.html (diakses
pada tanggal 20 September 2014 pukul 14.22 WIB
115
Jimly Asshidiqie, Pengantar ...., Op.Cit., hlm. 310
47
menjadi bagian mutlak dalam sistem hukum sebuah negara.116Dalam sistem
hukum di Indonesia dikenal dua jenis hukum, yakni hukum publik dan hukum
1) Hukum Perdata
2) Hukum Pidana
116
Sistem hukum pada umumnya mencakup a) kegiatan pembuatan hukum (law
making), menjadi pangkal dari sebuah sistem hukum karena hukum lahir melalui sebuah proses
sebelum dapat terlihat wujud konkretnya; b) kegiatan pelaksanaan atau penerapan hukum (law
administrating), merupakan bukti dari keberlakuan dan kedayagunaan hukum; dan c) kegiatan
peradilan atas pelanggaran hukum (law adjudicating) atau biasa disebut penegakan hukum (law
enforcement), adalah hal mutlak dalam sebuah negara hukum untuk melakukan penegakan
hukum yang difasilitasi melalui peradilan, yakni sebagai tonggak akhir dari sistem hukum, Jimly
Asshidiqie, Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Pembangunan Hukum Nasional, Jakarta: MK
RI, 21 Nopember 2005, hlm. 21
117
H.P. Panggabean, Buku Ajar Klinis Hukum dalam Sistem Hukum dan Peradilan,
Bandung: PT Alumni, 2011, hlm. 34, Hukum-hukum tersebut dibuat dengan mencakup seluruh
aspek kehidupan masyarakat, agar apa yang dilakukan masyarakat dapat teratur dan tertib.
Ketaatan dalam pelaksanaan berbagai hukum tersebut akan membawa masyarakat menuju
kehidupan yang sejahtera, karena tujuan dibuatnya hukum-hukum itu adalah guna memenuhi
setiap kebutuhan masyarakat yang tidak lepas dari hubungannya dengan masyarakat lain.
Hubungan dalam masyarakat itu akan berjalan tertib sesuai dengan kepatuhan terhadap hukum
yang berlaku. Bila terjadi masalah dalam pelaksanaan hukum-hukum itu, maka lembaga peradilan
yang akan menjadi penengah dan pemberi keputusan bagi pihak-pihak yang bermasalah.
48
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, lembaga yudikatif (lembaga peradilan)
menjadi salah satu cabang kekuasaan negara yang berdiri secara mandiri, yakni
keadilan, biasa disebut kekuasaan kehakiman (Pasal 24 ayat (1) UUD 1045).
yaitu:
undang.118
hakim.120
118
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24A ayat (1)
119
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24C ayat (1)
120
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24B ayat (1)
49
2)peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.121 Keempat asas tersebut
kekuasaan kehakiman yang merdeka dan peradilan yang bersih serta berwibawa.
Konstitusi adalah peradilan khusus yang hanya menangani empat perkara vital
mengawasi dan mengadili perkara terkait kode etik dalam peradilan termasuk dari
No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, pada Pasal 1 angka (5) yang
disebutkan sebagai hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada
tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam
a. Peradilan Umum
Peradilan umum adalah lembaga peradilan yang menangani berbagai kasus umum
seperti perkara pidana dan perdata.Peradilan umum ini terdiri dari dua tingkat
121
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
122
Badan peradilan yang berada di bawah MA yakni dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha
negara.
50
adalah pengadilan yang menangani perkara pada tingkat pertama, yakni saat
menangani perkara pada tingkat banding, yakni perkara yang sudah pernah
diputus pada pengadilan negeri namun diajukan kembali karena ada salah satu
b. Peradilan Agama
Islam, jadi orang selain beragama islam akan diadili di pengadilan negeri. Namun
perkara yang dapat diadili dalam peradilan agama ini hanya menyangkut masalah
keperdataan, sedangkan untuk perkara pidana baik orang muslim maupun yang
beragama lain akan diadili pada peradilan umum. Seperti peradilan umum,
peradilan agama juga dibagi dalam dua tingkat pengadilan, tingkat pertama adalah
Agama.
c. Peradilan Militer
wujud nyata bagi masyarkat umum bahwa terdapat juga lembaga penegakan
hukum atau displin bagi para anggota militer.Selain itu, Peradilan Militer juga
(militer) pada Pengadilan Militer, dan mengadili sengketa Tata Usaha Militer pada
51
d. Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah lembaga peradilan yang menangani
perkara terkait sengketa tata usaha negara. Sengketa tata usaha negara adalah
sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan
hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun
berlaku.123 Peradilan Tata Usaha Negara ini dibagi menjadi dua tingkat
pengadilan, yakni Pengadilan Tata Usaha Negara yang mengadili sengketa tata
usaha negara pada tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
yang mengadili pada tingkat banding hasil dari putusan sengketa pada pengadilan
berkembang seiring dengan kompleks dan modernyanya kondisi yang ada pada
123
Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Pasal 1
angka 10
124
Jimly Asshdiqie, Pengantar ....Op.Cit., hlm. 313
125
Lembaga Kajian & Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), Konsep Ideal
Peradilan Indonesia : Menciptakan Kesatuan Hukum dan Meningkatkan Akses Masyarakat Pada
Keadilan, Jakarta: LeIP, 2010, hlm. 5
52
masyarakat hukum sekarang karena dinamika masalah hukum yang timbul di
tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan
Pengadilan Khusus dalam ketentuan ini, antara lain, adalah Pengadilan Anak,
perbedaan ketentuan hukum materil dan hukum formil yang digunakan pada
Khusus ini hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan.
Pada peradilan umum, agama, militer, dan tata usaha negara, dan
yaitu tingkat pertama, tingkat kedua (tingkat banding), dan sampai ke tingkat
53
mengenai “Sistem Peradilan di Indonesia” menjelaskan mengapa terdapat
atau bertingkat yakni guna mewujudkan rasa keadilan bagi masyarakat dengan
ini, seperti yang terdapat pada Pasal 26 ayat (1) “Putusan pengadilan tingkat
peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan
126
http://www.ptun-yogyakarta.go.id/index.php/berita/314-sistem-peradilan-di-
indonesia (diakses pada Kamis, 28 Agustus 2014, 12.00 WIB). Pada prinsipnya, untuk memastikan
kebenaran dan menjamin keadilan yang substansial, proses peradilan diadadakn secara
bertingkat-tingkat, yaitu peradilan tingkat pertama, peradilan tingkat kedua atau banding, sampai
ke tingkat kasasi atau terakhir, namun sekali lagi untuk memastikan keadilan, disediakan pula
mekanisme upaya luar biasa, yaitu Peninjauan Kembali (PK), lihat dalam Jimly Asshidiqie,
Peradilan Etik dan Etika Konstitusi Perspektif Baru Tentang ‘Rule of Lan and Rule of Ethics’ &
‘Constitutional Law and Constitutional Ethics’, Jakarta: Sinar Grafika, 2014, hlm. 15
54
tertentu yang ditentukan dalam undang-undang. (2) Terhadap putusan peninjauan
dan memutus perkara itu. Dari keempat lingkungan pengadilan yang berada di
pengadu vs teradu, yang pada gilirannya para terlapor dan teradu itu dapat
dan/atau terpidana.
hukum perdata dan hukum tata usaha negara serta hukum tata negara
c. Gugatan yang dipakai dalam bidang hukum perdata dan hukum tata usaha
tergugat.
d. Somasi yang berisi teguran yang dikenal dalam ranah hukum perdata.
127
Jimly Asshidiqie, Peradilan Etika ...., Op.Cit., hlm. 20-21
55
Berbagai upaya tersebut dapat ditempuh oleh masyarakat sebagai pintu menuju
pertemuan dengan Majelis Hakim yang mulia dan memintakan keadilan melalui
serta menerapkan hukum yang berlaku sebagai the living law (penerapan hukum)
dan menemukan hukum bagi bidang-bidang yang belum ada peraturan hukumnya
hukum, hakim menjadi orang yang dianggap paling paham dan mengerti
mengenai suatu masalah hukum yang terjadi dengan mengaitkan maksud dan
yang dihadapi.
masalah hukum yang kemungkinan belum diatur secara tegas dalam sebuah
putusan hakim itu akan menjadi pedoman bagi masalah lain yang akan dihadapi
128
H.P. Panggabean, Op.Cit., hlm. 59, Justice Holmes (Mantan Hakim Mahkamah Agung
Amerika Serikat) berpendapat bahwa hakim memberi makna barudan penafsiran ke suatu aturan
hukum yang sudah ada atau menciptakan suatu aturan hukum baru, tidak ada yang dapat
memastikan sifat nyata maupun lingkup dari suatu aturan, sampai dengan aturan itu tertuang
sebagai putusan hakim, lihat dalam Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Op.Cit., hlm. 52
129
H.P. Panggabean, Op.Cit., hlm. 59
56
b. Mencari dan menemukan asas-asas dan dasar-dasar hukum;
perundang-undangan; dan
relation) antara negara (state), pasar (market), dan masyarakat madani (civil
hubungan antara negara (state) dan warga negara (citizen),130 hakim juga harus
terutama para hakim yang menjadi sasaran dari para pencari keadilan harus
130
Sebagai pengukur adanya independensi dalam lembaga peradilan dapat dilihat pada
kondisi di mana lembaga peradilan sebagai bagian dan komponen lembaga yudikatif dalam
mengawasi sekaligus membatasikekuasaan legislatif dan eksekutif, lihat dalam Ahmad Mujahidin,
Op.Cit., hlm. 16
131
Jimly Asshidiqie, Pengantar ...., Op.Cit., hlm. 312
132
Umar Sholehudin, Op.Cit., hlm. 45
85
H.P. Panggabean, Op.Cit., hlm. 4
57
Bagan 1. Sistematika Penegakan Hukum
SISTEM
Tingkat II –
PERADILAN
Fungsi Hakim Tingkat Tinggi
(Banding)
Kewenangan
Tingkat III – MA
Fungsi Peradilan (Kasasi)
dilalui untuk mencari keadilan, karena tidak lepas dari kodrat manusia yang
kadang bisa salah dan tidak cermat, begitupun dengan putusan yang dihasilkan
lebih luas dengan dapat berperkara pada tiga tingkatan peradilan itu. 134Di dunia
Perhatian pada asas hukum, kaidah hukum, dan peraturan hukum yang
tanggung jawab inidividual dengan kematangan integritas moral dan hati nurani
134
Mahkamah Agung menjadi penyelenggara peradilan tingkat tertinggi, yakni kasasi,
yang diajukan setelah putusan dari badan-badang peradilan dikeluarkan pada tingkat pertama
dan tingkat tinggi atau banding. Kekuasaan dan kewenangan Mahkamah Agung secara yuridis
formal setelah diberlakukannya peradilan satu atap di Indonesia adalah sebagai sentral pelaksana
kekuasaan lembaga peradilan untuk mengurusi, membina, dan mengawasi empat lembaga
peradilan di bawahnya (peradilan umum, agama, militer, dan tata usaha negara).Kebijakan sistem
peradilan satu atap (one roof system) di bawah kekuasaan Mahkamah Agung merupakan
perwujudan kemandirian lembaga peradilan Indonesia dalam upaya penegakan hukum, lihat
dalam Ahmad Mujahidin, Op.Cit.hlm. 4
135
Aliran positivis adalah aliran yang berpandangan bahwa hukum sebagai perintah dari
otoritas yang berdaulat di dalam masyarakat, yang merupakan ungkapan dari keinginan yang
diarahkan oleh otoritas yang berbuat yang mewajibkan orang atau orang-orang untuk berbuat
atau tidak berbuat suatu hal, lihat dalam Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Op.Cit., hlm. 40
136
Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Op.Cit., hlm. 40
59
jawab secara institusional menuntut adanya manajemen peradilan yang baik untuk
manajemen pembangunan nasional itu baru akan bernilai strategis jika dilakukan
dengan cara merekrut dan mengarahkan semua potensi yang ada serta
mencapai tujuan yang secara politis telah dirumuskan dalam Haluan Negara (dulu
masyarakat, maka kegiatan peradilan pun harus terus dibangun dan dikembangkan
137
Barda Nawawi Arief “Masalah Penegakan Hukum & Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan” sebagaimana dikutip dalam Ahmad Mujahidin, Op.Cit., hlm. 24
138
Solly Lubis, Manajemen Strategis Pembangunan Hukum, Bandung: Mandar Maju,
2011, hlm. 57
60