Anda di halaman 1dari 5

KETERANGAN AHLI

ATAS SURAT KEPUTUSAN PEMBERHENTIAN


PENGGUGAT

YAYASAN PAHAM INDONESIA


WILAYAH SUMBAR
PERMASALAHAN KEPUTUSAN YANG MERUGIKAN PIHAK YANG
DIBUAT OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA
(Kasus pemecatan dari Dr.Hayati Syafri,S.S,.M.Pd)

Jika melihat dari Permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi di Negara


ini adalah HAM (Hak Asasi Manusia). Seyogyanya bahwa Indonesia sebagai
Negara Hukum yang berdaulat maka selayaknya Hak Asasi Manusia menjadi suatu
Concern atau Prioritas Utama. Kita dapat melihat Indonesia pernah di embargo saat
dulu oleh negara-negara lain ketika banyak sekali kasus HAM yang dialami oleh
Masyarakatnya tersebut. Melihat contoh Pelanggaran HAM Berat di Dunia seperti
di jaman Pemerintahan Nazi yang dipimpin oleh Hitler bahwa sungguh Asingnya
suatu Frasa dari “HAM”. Tetapi Pelanggaran HAM tidak harus mengakibatkan
suatu kejahatan luar biasa atau Merampas Nyawa Orang lain secara Keji. Dibalik
itu, Pelanggara HAM juga terjadi apabila suatu Keputusan atau kebijakan yang
dibuat oleh Pemerintah atau Elit Politik tidak mencerminkan kebebasan akan hidup
dan kepastian hukum.
Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukm yang adil srta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Telah
ditentukan berdasarkan Konstitusi 1945 adanya pengakuan terhdap Subjek Hukum
untuk melaksanakan aktivitasnya sebagai entitas (Kesatua) bangsa Indonesia
ditentukan secara Eksplisit. Walaupun telah dijelas secara terang-menerang masih
banyak peristiwa-peristiwa yang sangat merugikan dalam segi Kejahatan
bahkanpun Kebijakan yang dibuat oleh Penguasa bangsa yang seolah-olah atas
Kepentingan hukum dan Rakyat. Hubungan Negara Hukum dengan Hak Asasi
Manusia tidak akan lepas secara langsung ataupun tidak langsung kecuali Nasib
dari tuhan. Secara hakikatnya bangsa yang mengakui negara hukum sudah
mengakui akan prioritas utama atas Kejahatan atau hal-hal yang merugikan HAM.
Hal ini bangasa ini telah meng-atribusikan tugas ini untuk melindungi HAM
sebagaimana akan menjadi tanggung jawab (Responsibility) dan Beban (Liability)
.

KASUS Pemecatan Seorang Dosen IAIN Bukittingi


Secara ketentuan di Undang-Undang Aparatu Negara Nomor 30 Tahun 2014,
bahawa Pemerintah merupakan aparatur yang melaksanakan seluruh kebijakan-
kebijakan demi kepentinga umum secara netral dan tidak Diskriminatif. Melihat
hak-hak yang dimiliki oleh Pemerintah untuk kepentingan umum ada yang
namanya adalah “Diskresi”. Kebijakan diskresi merupakan suatu kebijakan
atas hak yang dikeluarkan oleh pemerintah bilamana terjadinya suatu
tumpang tindih, ketidakpastian, adanya suatu kebijakan yang merugikan
beberapa pihak yang menyangkut Hak Asasi Hidupnya, salah satunya
mendapatkan pekerjaan yang layak. Saya secara pribadi memiliki suatu analisa
untuk melihat dari Surat Keputusan atas Pemberhentian sebagai Aparatur Sipil
Negara (ASN) kepada Saudari Dr.Yollanda Khairina,S.S,.M.Pd. secara Track
Record, saya mengetahui bahwa Beliau pernah di Non-aktifkan oleh Pihak IAIN
karena menggunakan Cadar saat mengajar di Tahun 2017. Hal ini Memang adanya
hubungan atas ketetapan atas pemberhentian dari ASN yang diberikan langsung
oleh Menteri Agama Republik Indonesia.
Bahwa Pemberhentian beliau sebagai ASN dikarenakan telah mangkir dari
mengajar lebi dari 67 Hari dan tidak mengikuti aturan pada Peraturan Pemerintah
No.53 Tahun 2017 Pasal 3 ayat 11 bahwa batas untuk tidak mengajar hanya 48
Hari. Namun, melihat bukti-bukti lainnya bahwa Beliau mangkir mengajar karena
mengikuti kuliah S3 (Doktor) di UNP dengan atas Izin surat belajar dari pihak
Kampus tersebut. Jika melihat dari kasus ini adalah keputusan pemberhentian
saudari Hayati Syafri tidak secara murni dikarenakan mangkir dari mengajar lebih
dari 67 hari. Hal ini secara dejure bahwa beliau telah mendapatkan surat izin belajar
dari pihak kampus bahkan masih tetap menyempatkan waktu untuk mengajar.
Melihat contoh juga terdapat tenaga pengajar seperti Dr. Hayati Syafri,S.S,.M.Pd
yang kuliah mengambil gelar S3 (Doktor) dan juga diberikan izin belajar namun
mengapa tidak diberikan pemberhentian sebagai ASN. Hal ini cukup janggal atas
Surat Keputusan Pemberhentian sebagai ASN dari Kementerian Agama atas
pelanggara kode etik.

KESIMPULAN
Oleh karena itu, saya memiliki pendapat hasil analisa dari Surat Keputusan
Pemberhentian Sebagai ASN atas Saudari Dr.Hayati Syafri,S.S,.M.Pd. bahwa saya
memberikan keterangan secara rinci bahwa layaknya Putusan surat pemberhentian
sebagai ASN dan layak untuk disengketakan sebagai berikut;
1. Bahwa Keputusan No. B.II/3/PDH/03178 atas surat pemberhentian sebagai
ASN atas Nama Dr. Hayati Syafri,S.S,.M.Pd harus dibatalkan secara
hukum.hal ini bertentangan dengan Peraturan perundang-undang yang
berlaku. (Pasal 53 ayat 2 angka 1 UU No.5 Tahun 1985 tentang TUN).
2. Bahwa terdapat bukti-bukti lain terhadap dasar dari pemberhentian Saudari
Dr. Hayati Syafri,S.S,.M.Pd yang dikatakan bertentangan sebagaimana
tertera dan tunjukkan di sidang TUN meliputi :
a. Pembernhentian karena menggunakan cadar atas Surat Keputusan Peng-
Nonaktifan sebagai Dosen Bahasa Inggris di IAIN Bukittinggi
b. Terdapatnya surat izin belajar yang telah diberikan dan dibuat oleh
pihak IAIN Bukittinggi
c. Terdapatnya adanya diskriminatif terhadap pemberhentian sebagai ASN
dikarenakan tidak hadir untuk mengajar lebih dari 48 Hari. Tetapi
pengajar yang sama derajatnya tidak diberikan sanksi seperti penggugat.
Karena mereka sama-sama sedang menempuh kuliah untuk gelar (S3).
3. Bahwa Surat Keputusan Pemberhentian ASN sangat dikriminatif dan
memiliki kejanggalan-kejanggalan lain dari surat pemberhentian sebagai
ASN
Demikian atas Pandangan saya selaku Ahli dari Penggugat serta keterangan
mengenai analisa dari Surat Keputusan Pemberhentian ASN yang dialami oleh
Dr.Hayati Syafri,.S.S,.M.Pd

-------------------------------------SEKIAN---------------------------------------

Anda mungkin juga menyukai