Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HUKUM AGRARIA
TENTANG
“ HUKUM PERTANAHAN DI INDONESIA SEBELUM UUPA”

OLEH
FAHMI HAMZAH 183 0201 019

DOSEN
RESTU MARDHATILLAH, S.H., M.Kn

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAHFAKULTAS


SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) BATUSANGKAR
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirabil alamin puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat nikmat beserta karunia-Nya lah kita dapat
melangkahkan kaki melakukan aktifitas sehari-hari.
Shalawat beserta salam kita sampaikan kepada junjungan alam yakni nya
Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membina umat manusia menuju alam
yang penuh pengetahuan ini.
Makalah ini merupakan tugas mata kuliah HUKUM AGRARIA. Disini
pemakalah mencoba menjelaskan tentang “Hukum Pertanahan Di Indonesia
Sebelum UUPA” supaya berguna untuk menambah wawasan kita bersama dan
dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Batusangkar, 13 April 2021

Pemakalah
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum agraria didalamnya memuat berbagai macam hak
penguasaan atas tanah. Beberapa hal penting yang diatur dalam Undang-
Undang Pokok Agraria (UUPA) adalah penetapan tentang jenjang
kepemilikan hak atas penguasaan tanah dan serangkaian wewenang,
larangan, dan kewajiban bagi pemegang hak untuk memanfaatkan dan
menggunakan tanah yang telah dimilikinya tersebut.
Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.
Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat
manusia selalu berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua
kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu
memerlukan tanah. Pun pada saat manusia meninggal dunia masih
memerlukan tanah untuk penguburannya Begitu pentingnya tanah bagi
kehidupan manusia, maka setiap orang akan selalu berusaha memiliki dan
menguasainya. Dengan adanya hal tersebut maka dapat menimbulkan suatu
sengketa tanah di dalam masyarakat. Sengketa tersebut timbul akibat
adanya perjanjian antara 2 pihak atau lebih yang salah 1 pihak melakukan
wanprestasi.
Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika
pembangunan, maka didalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3
disebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat . Ketentuan mengenai tanah juga dapat kita lihat dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang biasa kita sebut dengan
UUPA.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, di Indonesia masih berlaku 2 (dua)
macam hukum yang menjadi dasar bagi hukum pertanahan yaitu hukum
adat dan hukum barat. 2 Sifat dualisme hukum agraria dipengaruhi dari
politik-hukum pemerintah jajahan sehingga berlaku peraturan-peraturan
dari hukum adat di samping peraturan-peraturan dari dan yang didasarkan
atas hukum barat. Dualisme hukum tersebut mengakibatkan adanya (2) dua
macam tanah, yaitu “tanah adat” atau bisa disebut “tanah Indonesia” dan
“tanah barat” atau juga disebut “tanah Eropa”.
Dengan demikian, apabila ingin sungguh-sungguh mempelajari dan
mengerti Hukum Agraria maka haruslah dipelajari Hukum Pertahanan Di
Indonesia Sebelum UUPA.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka makalah ini membahas
mengenai bagaimana keadaan Hukum pertanahan sebelum adanya UUPA?
C. Tujuan Penulisan
Dengan demikian tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui keadaan Hukum pertanahan sebelum adanya UUPA.
BAB II

PEMBAHASAN

Hukum pertanahan di Indonesia dipengaruhi oleh sistem hukum yang


bersifat kolonial dan feodal sebagai akibat selama ratusan tahun dijajah oleh
Belanda, sehingga ada dua macam tanah yaitu tanah- tanah dengan hak barat dan
tanah- tanah dengan hak adat, yang berakibat pada berbedaan dalam peralihannya,
termasuk perolehan hak melalui jual beli, perlindungan hukum dan kepastian
hukum bagi pemilik tanah yang bersangkutan.
Akibat zaman penjajahan terjadi perlakuan yang tidak wajar terutama pada
hukum agraria yang bersifat dualisme, yaitu terhadap tanah-tanah hak barat yang
pada umumnya dimiliki oleh golongan Eropa atau yang dipersamakan, mendapat
jaminan yang kuat dengan pendaftaran pada daftar umum sesuai dengan hak yang
melekat padanya serta bukti hak atas tanah tersebut. ( Sayuti Thalib,1985:17)
“Terhadap tanah-tanah hak adat diatur menurut hukum adat dan tidak diberi
jaminan dan kepentingan hukum atas hak tersebut, karena tidak didaftarkan pada
daftar umum dengan hak atas tanah yang tegas, melainkan hanya diberikan bukti
pembayaran pajak saja dan bukan merupakan bukti hak”. ( Sayuti Thalib,1985:17)
Hukum dan kebijakan pertanahan yang ditetapkan oleh penjajah senatiasa
diorentasikan pada kepentingan dan keuntungan mereka penjajah, yang pada
awalnya melalui politik dagang. Mereka sebagai penguasa sekaligus merangkap
sebagai pengusaha menciptakan kepentingan-kepentingan atas segala sumber-
sumber kehidupan di bumi Indonesia yang menguntungkan mereka sendiri sesuai
dengan tujuan mereka dengan mengorbankan banyak kepentingan rakyat Indonesia.
( Urip Santoso,2009:24)
Hukum agraria kolonial memiki sifat dualisme hukum, yaitu dengan
berlakunya Hukum Agraria yang berdasarkan atas hukum adat, disamping
peraturan-peraturan dari dan berdasarkan atas hukum barat. Proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia ( RI ) dinyatakan pada tanggal 17 Agustus 1945
oleh soekarno dan Mohamad Hatta atas nama bangsa indonesia sebagai tanda
terbentuknya negara kesatuan RI sebagai suatu bangsa yang merdek. Dari segi
yuridis, proklamasi kemerdekaan merupakan saat tidak berlakunya hukum kolonial
dan saat mulai berlakunya hukum nasional, sedangkan dari segi politis, peroklamasi
kemerdekaan mengandung arti bahwa bangsa indonesia terbatas dari penjajahan
bangsa asing dan memiliki kedaulatan untuk menentukan nasibnya sendiri.
Proklamasi kemerdekaan RI mempunyai 2 arti penting bagi penyusunan
hukum agraria nasional, yaitu pertama, bangsa indonesia memutuskan
hubungannya dengan hukum agraria kolonial, dan kedua, bangsa indonesia
sekaligus menyusun hukum agraria nnasional. Pada tanggal 18 Agustus 1945
panitia persiapan kemerdekaan indonesia (PPKI) yang dipimpin oleh soekarno
mengadakan sidang, menghasilkan keputusan antara lain ditetapkannya Undang-
undang Dasar (UUD) 1945 sebagai hukum dasar ( konstitisi ) negara RI.
UUD 1945 meletakkan dasar politik agraria nasional yang dimuat dalam
pasal 3, yaitu “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung untuk sebesarnya
kemakmuran rakyat”. Ketentuan ini bersifat imperaktif yaitu mengandung
Pemerintah kepada negara agar bumi,air,dan kekayaan alam alam yang terkandung
didalamnya, yang diletakkan dalam penguasaan negara itu dipergunakan untuk
mewujudkan kemakmuran bagi seluruh rakyat indonesia. Dengan demikian, tujuan
dari penguasaan oleh negara atas bumi,air, dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya adalah untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
indonesia.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah indonesia untuk menyesuaikan
hukum agraria kolonial dengan keadaan dan kebutuhan setelah indonesia merdeka,
yaitu ( Aricel Asri Agustiwi,2010:4)
a. Mengunakan kebijaksanaan dan tafsir baru.
b. Penghapusan hak-hak kovensi.
c. Penghapusan tanah pertikelir.
d. Perubahan peraturan persewaan tanah rakyat.
e. Peraturan tambahan untuk mengawasi pemindahan hak atas tanah.
f. Peraturan dan tindakan mengenai tanah-tanah perkebunan.
g. Kenaikan canon dan ciji.
h. Larangan dan penyelesayan soal pemakaian tanah tanpa izin.
i. Peraturan perjanjian bagi hasil (tanah pertanian).
j. Peralihan tugas dan wewenang.
Untuk lebih jelasnya mengenai keadaan hukm agraria sebelum lahirnya
UUPA, akan kami jabarkan keadaan Hukum Agraria dari masa Hindia dan
seterusnya.
A. Pengertian Hukum Agraria
Agraria berasal dari kata Akker (Bahasa Belanda), Agros (Bahasa Yunani)
tanah pertanian, Agger (Bahasa Latin)tanah atau sebidang tanah, Agrarian
(Bahasa Inggris)berarti tanah untuk pertanian.
Menurut Soedikno Mertokusumo Adalah keseluruhan kaidah-kaidah
hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur agraria.
Menurut Bachsan Mustofa Menjabarkan kaidah hukum yang tertulis adalah
hukum Agraria dalam bentuk hukum Undangundang dan peraturan-peraturan
yang tertulis lainnya yang dibuat oleh negara Kaidah Hukum yang tidak tertulis
adalah hukum agraria dalam bentuk Hukum adat Agraria yang dibuat oleh
masyarakat adat setempat dan yang pertumbuhan, perkembangan serta
berlakunya dipertahankan oleh masyarakat adat yang bersangkutan.
Hukum agraria dalam arti sempit artinya tanah. Hukum agraria dalam arti
luas meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya. Menurut Soebekti dan R.Tjitrosoedibio Hukum Agraria (Agrarisch
Recht) adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan hukum, baik hukum perdata
maupun hukum tata negara (Staatsrecht) maupun Hukum tata Usaha negara
(Administratifrecht) yang mengatur hubungan-hubungan antara orang termasuk
badan hukum dengan bumi, air dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara
dan mengatur pula wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan-
hubungan tersebut. Menurut Boedi Harsono Hukum Agraria merupakan satu
kelompok berbagai bidang hukum. Hukum Agraria merupakan satu kelompok
berbagai bidang hukum, yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan
atas sumber-sumber daya alam tertentu.( http://staffnew.uny.ac.id)
Hukum dan kebijakan pertanahan yang ditetapkan oleh penjajah senatiasa
diorentasikan pada kepentingan dan keuntungan mereka penjajah, yang pada
awalnya melalui politik dagang. Mereka sebagai penguasa sekaligus merangkap
sebagai pengusaha menciptakan kepentingan-kepentingan atas segala sumber-
sumber kehidupan di bumi Indonesia yang menguntungkan mereka sendiri
sesuai dengan tujuan mereka dengan mengorbankan banyak kepentingan rakyat
Indonesia.( Urip Santoso,2009:21)
B. Hukum Agraria Sebelum UUPA
1. Pada masa terbentuknya VOC (1602-1799) VOC didirikan sebagai badan
perdagangan dengan maksud untuk menghindari/mencegah persaingan antara
pedagang Belanda, mendapatkan monopoli di Asia Selatan, membeli murah
dan menjual mahal hasil rempah-rempah sehingga memperoleh keuntungan
yang sebesar-besarnya. Kebijakan politik pertanian yang sangat menindas
rakyat Indonesia yang di tetapkan oleh VOC, antara lain:
a. Contingenten pajak atas hasil tanah pertanian harus diserahkan kepada
penguasa kolonial (kompeni). Petani harus menyerahkan sebagian dari
hasil pertaniannya kepada kompeni tanpa dibayar seperserpun.
b. Verplicthe leverante suatu bentuk ketentuan yang diputuskan kompeni
dengan para raja tentang kewajiban menyerahkan hasil panen dengan
pembayaranya yang harganya juga sudah ditetapkan sepihak.
c. Roerendiensten Kebijakan ini dikenal dengan kerja rodi yang dibebankan
kepada rakyat Indonesia yang tidak mem
2. Pada masa pemerintahan Gubernur Herman Willem Daendles (1800-1811)
Kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Gubernur Herman Willem Daendles
adalah menjual tanah-tanah rakyat Indonesia kepada orang-orang cina, Arab
maupun bangsa Belanda sendiri. Tanah-tanah yang dijual itu dikenal dengan
sebutan tanah patikelir.
3. Pada masa pemerintahan Gubernur Thomas stamford raffles (1811-1816)
Kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur Thomas stamford raffles adalah
Landrent atau pajak tanah. Kekuasaan tanah telah berpindah dari tanah milik
raja ( daerah swapraja di Jawa) kepada pemerintah Inggris. Akibat hukumnya
adalah hak pemilikan atas tanah tersebut beralih kepada raja Inggris. Tanah
yang dikuasai bukan miliknya, melainkan milik raja Inggris. Rakyat wajib
membayar pajak tanah kepada raja Inggris.
4. Pada masa pemerintahan gubernur Johanes van den Bosch Pada tahun 1830
Gubernur Johanes van den Bosch menetapkan kebijakan pertanahan yang
dikenal dengan sistem tanam paksa atau cultur stesel. Para petani dipaksa
menanam satu jenis tanaman tertentu yang langsung maupun tidak langsung
dibutukan oleh pasar Internasional. Hasil pertanian diserahkan kepada
pemerintah colonial. Rakyat yang tidak mempunyai tanah pertanian wajib
menyerahkan tenaganya yaitu seperlima bagi masa kerjanya atau 66 hari
untuk waktu satu tahun.
5. Pada masa berlakunya Agrarische Wet Stb. 1870 No.55 Berlakunya
Agrarische Wet politik monopoli (politik kolonial konservatif) dihapuskan
dan digantikan dengan politik liberal yaitu pemerintah tidak ikut mencampuri
di bidang usaha, pengusaha diberikan kesempatan dan kebebasan
mengembangkan usaha dan modalnya dibidang pertanian di Indonesia.
6. Pada masa berlakunya Agrarische Besluit Stb.1870 No.118 salah satu
ketentuan pelaksanaan Agrarische Wet adalah Agrarische Besluit, yang
dimuat dalam Stb.1870 Nomor 118. Pasal 1 Agrarische Besluit memuat suatu
pernyataan yang dikenal dengan Domein Verklaring (pernyataan
kepemilikan), yang pada garis besarnya berisi asas bahwa semua tanah yang
pihak lain tidak dapat membuktikan sebagai hak eigendomnya adalah domein
(milik) negara Agrarische Besluit terdiri atas 3 bab;
a. Pasal 1-7 tentang hak atas tanah
b. Pasal 8-8b tentang pelepasan hak
c. Pasal 19-20 tentang peraturan campuran.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum Agraria (dalam arti luas), yaitu bidang hukum positif yang
mengatur unsur-unsur sumber alam adan masing-masing unsur dijabarkan
lebih lanjut dalam bidang hukum tertentu, yang meliputi hukum tanah,
hukum air, hukum pertambangan, hukum perikanan, hukum kehutanan dan
hukum ruang angkasa (bukan dalam arti “space law”).
Hukum dan kebijakan Agraria merupakan alat untuk membawa
kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat maupun
masyarakat luas dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur, juga
untuk meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan
kesederhanaan dalam Hukum Pertanahan serta meletakkan dasar-dasar
untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi
rakyat seluruhnya.
B. Saran
Saya selaku penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi
pedoman untuk kita bersama, terkhusus bagi pembaca makalah ini, namun
saya selaku penulis menyarankan kepada pembaca agar sebagusnya mencari
referensi lain agar lebih paham terhadap makalah yang di sajikan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

https://fajarweiz.blogspot.com/2011/12/makalah-hukum-agraria.html

Aricel dari Asri Agustiwi, Hukum Dan Kebijakan Hukum Agraria Di Indonesia,

Sajuti Thalib, Hubungan Tanah Adat Dengan Hukum Agraria di Minangkabau,


(Jakarta, Penerbit Bina Aksara, 1985

Urip Santoso, Hukum Agraria & Hak-hak Atas Tanah, PT Fajar Interpratama
Offset, Jakarta, 2009

Anda mungkin juga menyukai