Anda di halaman 1dari 4

Nama : ARVIE SAMHANA HUMAIRAH

NPM : 6052001011

Kelas : B

1. A.) Pada dasarnya, hukum agraria berangkat dari kata “agraria” dimana dalam
UUPA pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa agraria merupakan seluruh bumi, air
dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa
adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan
kekayaan nasional 1.Dengan kata lain agraria mencakup bumi (permukaan &
perut bumi), air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dimana dalam kata “agraria” ini mengantarkan kita ke dalam 2
pengertian hukum agraria, yaitu dalam pengertian luas dan sempit. Dalam
pengeritan luas, hukum agraria merupakan berbagai ketentuan yang
mengatur mengenai hak penguasaan atas bumi, air, ruang angkasa, dan
kekayaan yang terkandung didalamnya sedangkan dalam pengertian sempit,
hukum agraria merupakan berbagai ketentuan yang mengatur hanya
mengenai hak penguasaan atas tanah (hukum tanah) dimana hak ini
dibedakan menjadi 2 ,yaitu hak sebagai lembaga yang berdiri sendiri (belum
dikaitkan dengan subjek hukum) dan hak yang sudah dalam hubungan hukum
konkrit (sudah dikaitkan dengan subjek hukum).

B.) Pada dasarnya hal ini disebabkan oleh karakteristik yang berbeda diantara
kedua hukum tersebut. Hukum agraria merupakan hukum yang bergerak
dibidang public sekaligus privat sedangkan hukum benda merupakan hukum
yang hanya bergerak di bidang privat saja sehingga apabila kedua hukum ini
disatukan maka akan timbul kerancuan dan perbedaan yang membingungkan
masyarakat. Oleh karena itu, dibuatlah hukum agraria agar dapat berdiri
sendiri melalui UUPA dimana UUPA ini memiliki tujuan untuk mengadakan
kesatuan, kesederhanaan, dan kepastian hukum mengenai hak hak atas tanah
(hukum tanah).2

1
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 50 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
2
Undang-Undang No. 50 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
2. A.)
No. MANFAAT MEMPELAJARI PERKEMBANGAN HUKUM TANAH INDONESIA
1. Menambah wawasan dan pembelajaran mengenai perkembangan hukum
tanah di Indonesia
2. Membantu kita memahami ketentuan hukum apa yang tepat untuk Indonesia
kedepannya
3. Menghargai perjuangan para terdahulu dalam mengembangkan hukum tanah
sehingga bisa lebih baik dan cocok untuk Indonesia.
4. Memupuk rasa cinta tanah air sehingga mendorong untuk melakukan yang
terbaik demi Indonesia kedepannya
5. Menghindari ketentuan-ketentuan yang tidak cocok dengan jati diri bangsa
indonesia

B.)

TANAH EIGENDOM TANAH MILIK ADAT


Bisa dimiliki siapa saja Hanya kepunyaan golongan pribumi
Nilai ekonomi tinggi Nilai ekonomi tanah rendah
Tanah berkembang Tanah tidak berkembang
Berasal dari hukum perdata barat Berasal dari hukum adat

3. A.) Pada dasarnya, Menurut Peraturan Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 5 Tahun 1999 pasal 1 angka (1), hak ulayat merupakan
kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat
tertentu atas wilayah tertentu. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa hukum adat
merupakan hukum asli golongan pribumi dan telah ada bahkan sebelum Indonesia
merdeka sehingga sudah sewajarnya hak ulayat harus diakui oleh UUPA. Selain itu,
hak ulayat juga merupakan hak yang tidak bisa serta merta di hilangkan karena
pada dasarnya telah melekat pada hukum adat Indonesia dan banyak dimiliki
berbagai daerah. Namun, terkadang dengan adanya hak ulayat ini justru
menyebabkan terhambatnya pembangunan suatu negara karena memiliki hak
tersendiri sehingga oleh UUPA pengakuan atas hak ulayat harus diikuti dengan
berbagai syarat seperti yang dituangkan dalam pasal 3 UUPA ,yaitu eksistensinya
harus masih ada dengan arti lain masyarakat hukum adat itu masih ada, tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional, dan tidak bertentangan dengan UU
ataupun peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.

B.) Pada dasarnya, pengakuan hak ulayat ini dituangkan dalam pasal 3 UUPA dan
18 B (2) UUD’45 yang berbunyi Negara mengakui dan menghormati kesatuan-
kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih
hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang 3 .Sehingga dapat kita
3
Pasal 18 B (2) UUD’45
simpulkan bahwa hak ulayat masih diakui di dalam Indonesia. Namun hanya saja,
dalam prakteknya sedikit sulit karena pada dasarnya tidak ada ketentuan secara
khusus dan tegas mengenai hak ulayat ini disebabkan oleh terbatasnya sarana-
sarana yang ada dimana seperti yang kita ketahui hak ulayat tersebar di berbagai
daerah yang berbeda dengan ketentuan yang berbeda pula. Selain itu, seiring
dengan perkembangan zaman, hak ulayat semakin menipis dengan digantikan oleh
hak-hak pribadi yang semakin kuat. Namun, walaupun begitu hak ulayat yang masih
bertahan hingga saat ini tetap diakui oleh negara seperti yang dijelaskan secara
implisit dalam pasal 18 B (2) UUD’45 tadi apabila syarat-syarat yang ada masih
terpenuhi.

4. Pada dasarnya tanah eigendom merupakan tanah yang berasal dari hak-hak hukum
perdata barat dimana dalam pembuktian kepemilikan nya dibuktikan lewat
eigendom verponding. Tetapi, sejak berlakunya UUPA setelah Indonesia merdeka,
tanah eigendom yang memiliki hak-hak barat diharuskan untuk dikonversikan
menjadi hak hak baru sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam UUPA.
Pemberlakuan konversi ini pada dasarnya memilki jangka waktu ,yaitu 20 tahun
sejak diberlakukannya UUPA sehingga apabila ada seorang WNI yang tidak
mengonversikan tanah tersebut menjadi hak milik maka tanah akan kembali
dikuasai oleh negara. Namun, disebabkan oleh minimnya informasi, banyak orang-
orang yang telat ataupun bahkan belum mengonversikan tanah eigendomnya
sehingga dalam praktik, jangka waktu tersebut tidak dihiraukan dan orang orang
pun tetap mengonversikan tanah eigendom nya diluar jangka waktu 20 tahun
tersebut hingga muncullah PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah
dimana disebutkan bahwa “Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang
berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai
adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan/atau,
pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi
dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan
dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak,
pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya”. 4 Sehingga dapat kita
simpulkan bahwa seorang WNI masih bisa mengakui dan mengonversikan tanah
eigendomnya dengan alat-alat bukti yang dalam hal ini termasuk eigendom
verponding menjadi hak miliknya.

Daftar Pusaka
Tunardy, Wibowo. (2012). Pengertian Hukum Agraria. Jurnal Hukum.
4
PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah
Dipo, Iwan. (2010). Konsekuensi Yuridis Perubahan Pasal 18 UUD 1945 terhadap
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi Universitas Islam Indonesia.

Hidayat. (2015). Pengakuan Hukum terhadap Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Jurnal
Hukum.

Condro, Adi. (2012). Konversi Tanah Berstatus Eigendom. Hukum online. Diakses pada 16
Oktober 2021, dari
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4ee984c34448a/konversi-tanah-
berstatus-eigendom

Republik Indonesia. Undang-Undang No. 50 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok. Agraria jurnal ky

Republik Indonesia. PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.

Idris, Muhammad. (2020). Mengenal Eigendom, Bukti Kepemilikan Tanah Warisan Belanda.
Kompas. Diakses pada 16 Oktober 2021, dari
https://money.kompas.com/read/2020/07/04/150741826/mengenal-eigendom-bukti-
kepemilikan-tanah-warisan-belanda?page=all

Aries, Dian. (2021). Legalisasi Tanah-Tanah Bekas Hak Eigendom. Jurnal Yudisial.

Sutadi, Ambar. (2018). Penyelenggaran Kewenangan Bidang Pertahanan di Kabupaten


Bantul Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Universitas Islam Indonesia.

Rosalina. (2010). Eksistensi Hak Ulayat di Indonesia. Jurnal Sasi Vol. 16 No. 3.

Anda mungkin juga menyukai