Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

"Hukum Agraria"
Tentang
"Garis-Garis Besar Perkembangan Hukum Tanah di Indonesia"

Dosen Pembimbing :
Dr. Ridha Mulyani, SH.MH
Disusun oleh
Hikmayatul Tesa 2013040049
Muhammad Iqbal 2013040068
Andika Prasetio 1913040064
Arrahmanul Hidayah 1913040184

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAN BONJOL PANDANG
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Beberapa kajian terhadap Hukum Agraria sudah banyak dilakukan oleh berbagai
kalangan, baik dalam bentuk buku-buku referensi, jurnal ilmiah dan di dalam seminar-
seminar serta simposium yang bertajuk Agraria. Tetapi kajian-kajian tersebut tidak begitu
fokus mengkaji tentang sejarah hukum agraria, bagaimana lahirnya hukum agraria di
Indonesia sampai terbentuknya Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960. Bahkan
wacana untuk mengamandemen Undang-undang Pokok Agraria, yang selanjutnya dalam
makalah ini disebut UUPA, terus dilakukan guna menyesuaikan peraturan-peraturan di
bidang ke-agrariaan yang sudah dianggap tidak mengakomodir perkembangan masyarakat.
Ini membuktikan bahwa hukum , khususnya hukum agararia terus berkembang seiring
dengan perkembangan dan kebutuhan masayarakat, untuk itu diperlukan suatu kajian
ilmiah tentang bagaimana rangkaian sejarah (hukum) hukum agraria Indonesia guna
mengetahui setiap perkembangan yang terjadi di bidang agraria. Dengan demikian
setidaknya dari kajian itu dapat diperoleh bahan untuk dijadikan pegangan dalam
melakukan pembaharuan (hukum) terhadap hukum agraria.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa hukum tanah yang dualistic dan pluralisti ?


2. Apa hak penguasaan atas tanah ?
3. Apa macam-mavam hak penguasanya yang bersumber pada hukum tanah adat dan
huku tanah barat ?
4. Apa hukum tanah administrasi pemerintahan hindia belanda ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hukum tanah yang dualistik dan pluralistic

Hukum agraria sebelum berlakunya UUPA dimana Indonesia menganut sifat dualistis
akibat dari adanya politik hukum pada masa pemerintahan kolonial Belanda pada masa itu.
Dualisme artinya dimana diberlakukannya hukum agraria adat yang bersumber pada hukum
adat dan diberlakukannya hukum agraria barat yang bersumber dari hukum perdata barat.
Hak-hak atas tanah yang diatur menurut hukum adat disebut dengan tanah adat. Dimana
hukum agraria adat merupakan sumber pada hukum adat yang bersifat tidak tertulis dimana
mengutamakan jiwa gotong royong dan kekeluargaan. Dikarenakan banyaknya perbedaan
tempat yang memberlakukan hukum adat agraria yang di sebur pluralistic. Sistem Pluralitis
memiliki kelemahan dimana formulasinya tidak tertulis yang mengakibatkan tidak menjamin
adanya kepastian hukum bagi pemegang tanah adat tersebut. Sedangkan hukum agraria barat
bersumber pada hukum barat khususnya pada saat itu KUHPerdata yang termaktub dalam buku
II, III dan IV yang sifatnya tertulis dan dipaksakan berlakunya sebagai hukum positif dimana
memberikan jaminan atas kepastian hukum.
Berdasarkan asas konkordasi dalam penyusunan Peraturan perundang-undangan Hindia
Belanda, hukum antar golongan bertujuan untuk mengatasi persoalan terkait hubungan dan
peristiwa hukum yang terjadi antara orang-orang golongan Indonesia asli dengan orang-orang
golongan Eropa. Artinya, diberlakukan asas konkordasi bermakna bahwa “tanah itu mempunyai
status hukum tersendiri yang terlepas dan tidak dipengaruhi oleh status/hukum dari subyek yang
menghendaki”. Asas hukum agraria antar golongan bukan merupakan ketentuan hukum 30
tertulis, akan tetapi diperkuat dalam berbagai putusan pengadilan. Oleh sebab itu tanah adat
tetap tunduk pada hukum agraria adat pun sebaliknya golongan Eropa tetap tunduk pada hukum
Eropa.
Pada masa itu tanah mempunyai pasaran bebas artinya baik golongan eropa dan golongan
adat dapat mempunyai tanah barat/ tanah adat. Faktor inilah yang menyebabkan dikeluarkannya
peraturan larnagan pengasingan tanah (Grond Vervreemdings Verbod) diundangkan dalam S.
1875 No. 179 yang bertujuan untuk melindungi bangsa Indonesia yang kedudukannya lemah
dalam bidang ekonomi dibandingkan bukan bangsa Indonesia asli (Hindia Belanda) dan untuk
kepentingan Pemerintah Kolonial yakni agar kultur kopi gubermen dapat terlindungi sebab
pemerintah menganggap pengusaha Eropa sangat membahayakan. Sistem dualism dalam
hukum agraria mengandung banyak masalah-masalah yang sulit untuk memecahkannya
meskipun hukum agraria antar golongan akhirnya mampu untuk mengatasinya.
Jadi dualistic adalah hukum agrarian adalah disamping berlakunya hukum agrarian adat
yang bersumber pada hukum adat saat itu juga berlaku hukum agrarian barat yang bersumber
pada hukum perdata barat. Sedangkan pluralistis adalah hukum agrarian yang pokok-pokok dan
asas-asas nya sama tetapi menunjukkan juga adanya perbedaan-perbedaan berdasarkan daerah
atau masyarakat tempat berlakunya hukum agararia adat 1.

B. Hak Penguasa Atas Tanah


Hukum perdata barat tentang hukumnya tanah bertitik tolak dar pengutamaan
kepentingnan pribadi (Individualisistis/liberalistis), sehingga pangkal dan pusat pengaturan
terletak pada eigendom-recht (hak eigendom) yaitu pemilikan perorangan yang penuh dan
mutlak, di samping domein verklaring (pernyataam domein) atas pemilikan tanah oleh
negara. Hukum adat tanahnya sebagian bagian terpenting dari hukum adat yang bertitik tolak
dari pemungutan kepentinganmasyarakatyang berakibatkan senantiasa mempertimbangkan
antara kepentingan umum dan kepentingan perorangan. Dalam hukum adat terdapat hak
ulayat berarti hak persekutuan hukum atas tanah. Maka landasan filsafat terkait dengan hak
atas tanah yang berlainan dengan antara hukum perdata barat sebagai berikut:

a) Hak-hak atas tanah menurut Hukum Perdata Barat Jenis hak-hak atas tanah yang
diberlakukan pada zaman pemerintahan kolonial Belanda biasanya disebut dengan
hak-hak barat yang diatur dan tunduk pada hukum perdata barat (Burgerlijk
Wetbook) yang disebut tanah barat (tanah Eropa) diantaranya tanah hak Eigendom,

1I Ketut Sudiarta. (et.al.). 2017. Diktat Hukum Agraria. Fakultas Hukum. Universitas
Udayana Denpasar. Hal. 15
hak opstall, hak erpacht dan lain-lainnya.2 Setelah diberlakukannya UUPA maka
hak-hak atas tanah barat yang belum di dibatalkan oleh para pihak sesuai ketentuan
UUPA maka masih berlaku tidak serta merta hapus dan tetap diakui, akan tetapi
untuk dapat menjadi hak milik atas tanah harus 32 mengikuti sistem yang telah
diataur dalam UUPA dimana harus terlebih dahulu di konversi menurut aturan
pelaksanaannya.
b) Hak-hak atas tanah menurut Hukum Adat Penguasaan tanah dengan hak penduduk
asli(bumiputera) yang tunduk pada hukum adat dimana berlaku hukum tidak tertulis
sehingga tidak memiliki bukti tertulis atas tanah bersangkutan. Jenis hak-hak atas
tanah menurut hukum adat diantaranya tanah hak ulayat, tanah yayasan, tanah milik
adat, dan tanah golongan.3

Jadi dengan demikian ada landasan filsafat yang berlainan antara hukum
perdata baratdengan:

1. Hak-hak atas tanah yang terpenting menurut hukum perdata barat.


Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang kedudukan tanah-tanah sebelum
berlakunya UUPA, perlu diketahui terlebih dahulu macam-macam hak atas tanah
pada zaman colonial, yang dikenal dengan hak-hak Barat diatur dalam Burgerlijk
Wetboek, diantaranya hak eigendom, hak postal, hak erfpacht dan sebagainya.
a) Hak Eigendom
Hak eigendom adalah hak kebendaan yang paling luas. Pasal 570 B.W.
menerangkan,bahwa eigendom adalah hak untuk dengan bebas mempergunakan
(menikmati) suatu benda sepenuh- penuhnya dan untuk menguasainya seluas-
luasnya.
asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau 17 peraturan-peraturan
umum yang ditetapkan oleh instansi (kekuasaan) yang berhak menetapkannya,
serta tidak mengganggu hak-hak orang lain, semua itu kecuali pencabutan

2 Ulfia Hasanah. Status Kepemilikan Tanah Hasil Konversi Hak Barat Berdasarkan UU No.
5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Dihubungkan Dengan PP No. 24
Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 2 No. 1 .
3 Iman Soetiknjo. 1994. Politik Agraria Nasional. Yogyakarta. Dadjah Mada University

Press. Hal. 60
eigendom (onteigening) untuk kepentingan umum dengan pembayaran yang
layak. menurut peraturan-peraturan umum. Dalam dalam pasal ini ditegaskan
bahwa. eigendom itu adalah suatu hak kebendaan (zakelijk recht), artinya orang
yang mempunyai eigendom itu mempunyai wewenang untuk:
1. Menggunakan atau menikmati benda itu dengan batas dan sepenuh-
penuhnya
2. Mengasai benda itu dengan seluas-luasnya.
3. Onteigening (dicabut) harus untuk kepentingan umum dengan ganti kerugian
yang layak dan menurut peraturan-peraturan hukum.
b) Hak Erfpacht.
Dalam Pasal 720 BW Hak Erfpacht adalah hak kebendaan untuk menikmati
sepenuhnya kegunaan sebidang tanah milik orang lain dengan kewajiban untuk
membayar setiap tahun sejumlah uang atau hasil bumi kepada pemilik tanah
sebagai pengakuan atas hak eigendom dari pemilik itu.
c) Hak Opstal.
Menurut pasal 711 BW hak postal adalah suatu hak kebendaan (zakeijk
recht) untuk mempunyai rumah-rumah, bangunan-bangunan dan tanaman diatas
tanah milik orang lain.

C. Macam-macam penguasa yang bersumber pada hukum tanah adat dan hukum tanah
barat
Hukum perdata barat tentang hukumnya tanah bertitik tolak dar
pengutamaan kepentingnan pribadi (Individualisistis/liberalistis), sehingga pangkal dan pusat
pengaturan terletak pada eigendom-recht (haeigendom) yaitu pemilikan perorangan yang
penuh dan mutlak, disamping domein verklaring (pernyataam domein) atas pemilikan tanah
oleh negara.Hukum adat tanahnya sebagian bagian terpenting dari hukum
adat yang bertitik tolak dari pemungutan kepentingan masyarakat yang berakibatkan
senantiasa mempertimbangkan antara kepentingan umum dan kepentingan perorangan.Dalam
hukum adat terdapat hak ulayat berarti hak persekutuan hukum atas tanah. Maka landasan
filsafat terkait dengan hak atas tanah yang berlainan dengan antara hukum perdata barat
sebagai berikut:
a) Hak-hak atas tanah menurut Hukum Perdata Barat Jenis hak-hak atas tanah yang
diberlakukan pada zaman pemerintahan kolonial Belanda biasanya disebut dengan hak-
hak barat yang diatur dan tunduk pada hukum perdata barat (Burgerlijk
Wetbook) yang disebut tanah barat (tanah Eropa) diantaranya tanah hak Eigendom, hak
opstall, hak erpacht dan lain-lainnya. Setelah diberlakukannya UUPA maka hak-hak
atas tanah barat yang belum di dibatalkan oleh para pihak sesuai ketentuan
UUPA maka masih berlaku tidak serta merta hapus dan tetap diakui, akan tetapi untuk
dapat menjadi hak milik atas tanah harus 32 mengikuti sistem yang telah diatur dalam
UUPA dimana harus terlebih dahulu dikonversi menurut aturan pelaksananya.
b) Hak-hak atas tanah menurut Hukum Adat Penguasaan tanah dengan hak penduduk asli
(bumi putera) yang tunduk pada hukum adat dimana berlaku hukum tidak tertulis
sehingga tidak memiliki bukti tertulis atas tanah bersangkutan. Jenis hak-hak atas tanah
menurut hukum adat diantaranya tanah hak ulayat, tanah yasan, tanah milik adat dan
tanah golongan.

D. Hukum Tanah Administrasi Pemerintahan Hindia Belanda


1. Periode sebelum Proklamasi Kemerdekaan Pada zaman VOC (1602-1799) yang berkaitan
dengan politik pertanahan, telah dikenal memberlakukan peraturan perundang-undangan
mengenai pertanahan
2. yang sangat menindas rakyat miskin.
a) “Contingenten” yaitu berupa pajak atas hasil pertanian yang harus diserahkan kepada
penguasa kolonial.
b) Peraturan “Verplichte Leverantieen” yaitu raja wajib menyerahkan seluruh hasil
pertanian dengan pembayaran yang harganya sudah ditentukan secara
sepihak. Pada tanggal 31 Desember 1979 VOC membubarkan diri, maka pada tanggal 1
januari 1800 seluruh tanah 19 jajahan menjadi bagian dari wilayah Negeri Belanda
dengan status sebagai negara jajahan Hindia Belanda. Gubernur pertama yang
memerintah Hindia belanda adalah Herman Willem Daendels (1808 – 1811). Politik
yang dijalankan berkaitan dengan tanah adalah menjual tanah-tanah kepada pemilik
modal besar terutama kepada Cina, Arabmaupun kepada bangsa Belanda. Tanah-tanah
yang dijual ini disebut dengan Tanah partkelir. Daendels digantikan oleh Jan Willmen
Janssens, tidak beberpa lama pemerintah kolonial Belanda jatuh ketangan Inggris,
Janssens diganti oleh Stamford Raffles (1811-1816). Raffles dalam bidang pertanahan
mewujudkan pemikiran tentang fiscal (pajak) yang dikenal dengan “landrent “ (pajak
tanah). Landrent tersebut tidak dibebankan langsung kepada para pemilik tanah, tetapi
ditugaskan kepada para Kepala Desa. Pada tahun 1816 Pemerintah Inggris menyerahkan
kekuasaannya kembali kepada Pemerintah Belanda, dibawah pimpinan Johannes van
den Bosch. Pada tahun 1830 diadakan sistem tanam paksa (cultur stelsel). Pada tahun
1870 pemerintah kolonial Belanda mengesahkan undang-undang agraria yang disebut
dengan “Agrarische Wet”. Stb 1870 No 55 Undang-undang yang dibuat di negeri
Belanda ini tujuannya adalah untuk memberi kemungkinan dan jaminan kepada modal
besar asing agar dapat berkembang di Indonesia.
a. Dasar dari hukum agraria lama adalah agrarische wet yang dijadikan satu dalam
pasal 51 IS (Indische Staats Regeling) Adapun bunyi ketentuan Pasal 51 IS adalah
sebagai berikut:
1. Gubernur jendral tidak boleh menjual tanah
2. Didalam larangan ini tidak termasuk tanah-tanah yang tidak luas, yang
diperuntukan perluasan kota dan desa serta mendirikan bangunan-bangunan
kerajinan/ industri.
3. Gubernur jenderal dapat menyewakan tanah, menurut ketentuan-ketantuan
yang ditetapkan dengan ordonansi. Adapun tanah-tanah yang telah dibuka oleh
orang-orang Indonesia asli atau yang dipunyai oleh desa sebagai tempat
pengembalaan umum atau atas dasar lainnya tidak boleh dipersewakan.
4. Menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan dengan ordonansi diberikan tanah
dengan hak erfpacht selama waktu tidak boleh lebih dari 75 tahun.
5. Gubernur jenderal menjaga jangan sampai ada pemberian tanah yang melanggar
hak-hak penduduk Indonesia asli.
6. Gubernur jenderal tidak boleh mengambil tanah- tanah yang telah dibuka oleh
orang-orang Indonesia asli untuk keperluan mereka sendiri atau tanah-tanah
kepunyaan desa sebagai tempat pengembalaan umum atau atas dasar lainnya.
Kecuali untuk kepentingan umum berdasarkan pasal 133 dan untuk keperluan
pengusahaan yang diselenggarakan atas perintah atasan, dengan pemberian
ganti kerugian yang layak pasal 133 dan untuk keperluan pengusahaan yang
diselenggarakan atas perintah atasan, dengan pemberian ganti kerugian yang
layak.
7. Tanah-tanah yang dipunyai oleh orang-orang Indonesia asli dengan hak milik,
atas permintaan pemiliknya yang sah diberikan kepadanya hak eigendom
dengan pembatasan-pembatasan seperlunya yang ditetapkan dengan ordonansi.
8. Menyewakan tanah atau menyerahkan tanah untuk dipakai oleh orang-orang
Indonesia asli kepada bukan orang-orang indonesia asli dilakukan menurut
peraturan-peraturan yang ditetapkan dengan ordonansi. Ketentuan-ketentuan
dari Agrarische Wet pelaksanaannya diatur lebih lanjut didalam berbagai
peraturan dan keputusan. Salah satu diantaranya yang penting ialah yang diatur
dalam Koninkjlk Besluit yang kemudian dikenal dengan nama Agrarisch
Besluit dan diundangkan dalam S 1870 No 118. Pasal 1 dari Agrarisch Besluit
ini menentukan : “Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan ke2 dan ke
3 dari Undang-undang tersebut (ayat 5 dan 6 Pasal 51 IS) maka tetap dipegang
teguh dasar hukum yang menyatakan bahwa: semua tanah
yang tidak ada buktinya hak eigendom adalah kepunyaan negara”.

b. Asas domein (domein beginsel) atau pernyataan domein berdasarkan ketentuan


pasal 20 S 1870 No 118 hanya diberlakukan di Jawa dan Madura saja. Tetapi dengan
S 1875 No 119a, pernyataan domein itu diberlakukan juga untuk daerah luar Jawa
dan Madura. Pernyataan domein yang dimuat dalam S 1870 No 118 dan S 1875 No
119a itu bersifat umum dan oleh karena itu disebut juga pernyataan domein umum.

c. Disamping itu ada juga pernyatan domein khusus yang pada pokoknya berbunyi:
“semua tanah liar (kosong) termasuk tanah negara, kecuali tanah- tanah yang dihaki
rakyat berdasarkan atas haknya untuk membuka tanah” Pernyataan domein khusus
ini berlaku bagi daerah Sumatera, Manado, dan Kalimantan Selatan dan Timur
Kenyataan dalam praktek domein verklaring ini mempunyai beberapa fungsi antara
lain:

1. Dipakai sebagai landasan hukum bagi pemerintah kolonial untuk dapat


memberikan tanah dengan hak-hak barat, yaitu hak-hak yang diatur didalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seperti Misalnya: Hak Eigendom, hak
Erfpacht, hakOpstaal.
2. Untuk keperluan pembuktian, yaitu apabila negara berperkara, maka negara
tidak perlu membuktikan hak eigendomnya atas tanah yang diperkarakan,
tetapi pihak lainlah yang wajib untuk membuktikan haknya.

• Periode sesudah Proklamasi Kemerdekaan Dualisme hukum agraria ternyata


masih berlangsung meskipun negara Republik Indonesia sudah merdeka.
Ketentuan-ketentuan agraria lama terpaksa masih diberlakukan berdasarkan
ketentuan Pasal II AP UUD 1945. Sejak berlakunya UUD 1945 politik
pemerintah kolonial Belanda ditinggalkan, diganti dengan politik agraria
yang baru seperti yang telah digariskan didalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945,
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat.
BAB III
KESIMPULAN

Dualistic adalah hukum agrarian adalah disamping berlakunya hukum agrarian adat yang
bersumber pada hukum adat saat itu juga berlaku hukum agrarian barat yang bersumber pada
hukum perdata barat. Sedangkan pluralistis adalah hukum agrarian yang pokok-pokok dan asas-
asas nya sama tetapi menunjukkan juga adanya perbedaan-perbedaan berdasarkan daerah atau
masyarakat tempat berlakunya hukum agararia adat.
Hukum perdata barat tentang hukumnya tanah bertitik tolak dari pengutamaan
kepentingnan pribadi (Individualisistis/liberalistis), sehingga pangkal dan pusat pengaturan
terletak pada eigendom-recht (ha eigendom) yaitu pemilikan perorangan yang penuh dan mutlak,
di samping domein verklaring (pernyataam domein) atas pemilikan tanah oleh negara. Hukum adat
tanahnya sebagian bagian terpenting dari hukum adat yang bertitik tolak dari pemungutan
kepentingan masyarakat yang berakibatkan senantiasa mempertimbangkan antara kepentingan
umum dan kepentingan perorangan.
DAFTAR PUSTAKA

I Ketut Sudiarta. (et.al.). 2017. Diktat Hukum Agraria. Fakultas Hukum. Universitas Udayana
Denpasar. Hal. 15
Iman Soetiknjo. 1994. Politik Agraria Nasional. Yogyakarta. Dadjah Mada University Press. Hal.
60.
Ulfia Hasanah. Status Kepemilikan Tanah Hasil Konversi Hak Barat Berdasarkan UU No. 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Dihubungkan Dengan PP No. 24
Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 2 No. 1 .

Anda mungkin juga menyukai