Anda di halaman 1dari 103

HUKUM AGRARIA

1. PENGERTIAN AGRARIA DAN HUKUM AGRARIA

A. Pengertian Agraria

Kata agraria mempunyai arti dalam berbagai bahasa a.l :


Latin ager : tanah atau sebidang tanah
agrarius : perladangan, persawahan, pertanian
Inggris agrarian : tanah yg dihubungkan dengan
usaha pertanian
Indonesia agraria : urusan tanah pertanian, perkebunan
UUPA agraria : bumi, air, dan ruang angkasa serta
kekayaan alam yang terkandung didalamnya (Pasal 1 ayat
(2))
B. Pengertian Hukum Agraria

1. Soedikno Mertokusumo
Hukum Agraria adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum, baik tertulis
maupun tidak tertulis yang mengatur agraria

2. Soebekti dan R. Tjitrosudibio


Hukum Agraria adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan hukum baik
hukum perdata, maupun hukum tata negara yang mengatur hubungan
antara orang dengan ketentuan agraria tsb dan wewenangnya

3. Budi Harsono
Hukum Agraria adalah satu kelompokberbagai bidang hukum yang
mengatur hak-hak penguasaan atas sumber2 daya alam tertentu. A.l :
 Hk. Tanah
 Hk. Air
 Hk. Pertambangan
 Hk. Perikanan
 Hk. Penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa
(Psl 48 UUPA)
.
2 Garis-garis Besar Perkembangan Hukum Tanah

di Indonesia
A. Hukum Tanah Lama (sebelum UUPA)
1). Hukum Tanah Adat
Diatur dalam Pasal 5 UUPA Hk. Agraria berlaku atas
bumi, air, dan ruang
angkasa adalah Hk. Adat

Syarat-syaratnya a.l :
a. Berdasarkan persatuan negara
b. Sosialisme Indonesia
c. Peraturan tercantum dalam UUD
d. Unsur-unsur yang lain bersandar pada Hk. Agama

Hk. Adat Hk. yang asli di kalangan golongan rakyat


Indonesia yang sesuai dengan
kesadaran Hk. daripada rakyat banyak
(penjelasan umum UUPA angka III.1)
Hukum adat sebagai dasar bagi pembentukan Hukum Agraria Nasional
mempunyai 2 kedudukan, yaitu :

1. Hukum adat sebagai dasar utama


Menurut Soedikno Mertokusumo asas-asas/konsepsi,lembaga-
lembaga, dan sistem Hukum adat tersebut dituangkan dalam
ketentuan dalam UUPA sebagai hukum positif, a.l :

a. Asas-asas hukum adat yang diambil sebagai dasar :


– Pasal 1 ayat (2) UUPA
– Pasal 2 UUPA
– Pasal 6 UUPA
– Pasal 12 ayat (1) UUPA
– Pasal 9 UUPA

b. Lembaga-lembaga Hukum Adat


Lembaga Hukum Adat adalah susunan macam-macam hak atas
tanah antaralain : hak milik, hak pakai, hak sewa, hak membuka
tanah, hak menikmati hasil hutan diatur dalam Pasal 16 UUPA.
c. Sistem hukum adat terutama mengenai sistematika hubungan
manusia dengan tanah
Di dalam Hukum Adat, tanah merupakan hak milik bersama
masyarakat hukum adat dikenal dengan hak ulayat. Hak ulayat
mengandung 2 unsur yaitu :
• Unsur kepunyaan yaitu semua anggota masyarakat mempunyai
hak untuk menggunakan
• Unsur kewenangan yaitu untuk mengatur, merencanakan, dan
memimpin penggunaannya.

2. Hukum adat sebagai hukum pelengkap

persyaratan dan pembatasan berlakunya hukum adat dalam


Hukum Agraria nasional secara tegas dimuat dalam Pasal 5
UUPA, yaitu:
• tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara
• tidak bertentangan dengan sosialisme Indonesia
• tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada dalam UUPA itu
sendiri
• tidak bertentangan dengan peraturan agraria lainnya
• harus mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum
agama.
B. Hukum Tanah Swapraja
Bersumber pada peraturan tentang tanah
didaerah-daerah swapraja. c/: Yogyakarta,
Aceh

C. Hukum Tanah Administrasi


Ketentuan hukum yang memberi wewenang
kepada pejabat dalam menjalankan
praktek hukum negara dan mengambil
tindakan dari masalah-masalah agraria yang
timbul c/: pendaftaran tanah, pengadaan
tanah, pencabutan hak atas tanah

D. Hukum Tanah Antar Golongan


Hukum yang digunakan untuk menyelesaikan
sengketa agraria
2. Macam Hak Penguasaan atas Tanah di Indonesia dan
Pengaturannya Dalam Sistem Tanah sebelum UUPA
a. Tanah Hak Indonesia
Hak atas tanah sebelum UUPA, dimana dalam Hukum
Agraria sebelum berlakunya UUPA terdapat dua kutub
hukum, yaitu:

• Hukum Agraria adat, dimana hukum ini berasal dari


adat istiadat atau kebiasaan penduduk pribumi yang telah
menjadi aturan atau norma yang harus dipatuhi. Hukum ini
mengenal hak atas tanah seperti hak ulayat, hak milik dan
hak pakai.

• Hukum Agraria Barat, dimana hukum ini adalah


hukum yang sengaja diterapkan oleh Belanda sejak
zaman penjajahan di Indonesia. Hukum ini juga bisa
disebut Hukum Perdata Barat, hukum ini melahirkan
hak-hak atas tanah seperti hak eigendom, hak opsal,
hak arfpacth, hak gebruik.
Hak atas tanah menurut hukum Adat sebelum
berlakunya UUPA:
1. Hak Ulayat
Hak ulayat ialah hak atas tanah yang dipegang
oleh seluruh anggotamasyarakat hukum adapt
secara bersama sama atau komunal. Dengan
hak ulayat ini, masyarakat hukum adat yang
bersangkutan menguasai tanah tersebut secara
menyeluruh. Adapun hak warga masyarakat atas
tanah yang terwujud dalam hak ulayat ini pada
dasarnya berupa:

• Hak untuk meramu atau mengumpulkan hasil


hutan
• Hak untuk berburu dalam wilayah/wewenang
hukum masyarakat mereka.
2. Hak Milik dan Hak Pakai

Hak milik (adat) atas tanah adalah suatu hak atas tanah yang
dipegang oleh perorangan atas sebidang tanah tertentu yang
terletak di dalam wilayah hak ulayat masyarakat hukumadat
yang bersangkutan. C/: tanah yang dikuasai dengan hak milik
dalam hukum adat itu berupa sawah dan beralih turun-
menurun.

Hak Pakai (adat) atas tanah ialah suatu hak atas tanah
menurut hukum adat yang telah memberikan wewenang
kepada seseorang tertentu untuk memakai sebidang tanah
tertentu bagi kepentingannya. Biasanya tanah yang dikuasai
dengan hak dalam hukum adat itu berupa ladang.
Hak hak atas tanah diatas tadi merupakan macam hak atas tanah
adat yang secara garis besar atau pada umumnya. Adapun macam
hak atas tanah lainnya,yaitu:

• Hak Gogol
Hak Gogol ialah hak seorang googol, atas apa yang ada dalam
perungdang undangan agrariadalam zaman hindia belanda dahulu,
disebut komunal desa. “Hak Gogol” biasanya disebut “Hak Sanggao”,
atau “Hak Pekulen”.

• Hak Grant
Hak Grant adalah Hak atas tanah atas pemberian Hak Raja raja
kepada bangsa asing. Hak Grant dapat disebut juga Geran Sultan,
Geran Datuk atau Geran Raja

• Hak Hanggaduh
Hak Hanggaduh adalah hak untuk memakai tanah kepunyaan Raja.
Menurut penyataan ini, maka semua tanah Yogyakarta, adalah
kepunyaan Raja, sedang Rakyat hanya menggaduh saja. Untuk
diketahui, bahwa tanah-tanah didaerah istimewa Yogyakarta, adalah
tanah-tanah yang berasal :
- hak-hak yang berasal bekas Hak Barat
- hak-hak yang berasal dari bekas Swapraj
b. Tanah Hak Barat
Hak atas tanah menurut hukum (Perdata) Barat saat sebelum
berlakunya UUPA yaitu:
1. Hak eigendom ( pasal 570 KUHPer/BW)

Hak Eigendom adalah hak untuk membuat suatu barang secara


leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas
sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undang undang dan
asal tidak mengganggu hk hak orang lain. Dengan hak eigendom atas
tanah, pemilik (eignaar) tanah yang bersangkutan mempunyai hak
“mutlak” atas tanahnya.

2. Hak opstal ( pasal 711 KUHPer/BW )


Hak opstal adalah suatu hak kebendaan untuk memiliki bangunan dan
tanaman diatas sebidang tanah orang lain . Adapun, suatu hak yang
memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk memiliki segala
sesuatu di atas tanah eigendom orang lain. Di samping wewenang
untuk dapat memiliki benda benda tersebut, hak opstal juga
memberikan kepada pemegangnya untuk :
• Memindahtangankan (benda yang menjadi) haknya itu kpd
orla.
• Menjadikan benda trsbt sebagai jaminan hutang
• Mengalihkannya kepada ahli warisnya sepanjang jangka waktu
berlakunya belum habis.
3. Hak erfpacht ( pasal 720 KUHPer/BW )
Hak erfpacht ialah hak untuk dapat mengusahakan atau
mengolah tanah orang lain dan menarik manfaat atau hasil
yang sebanyak banyaknya dari tanah tersebut. Di samping
menggunakan tanah orang lain itu untuk dimanfaatkan
hasilnya, pemegang hak erfpacht ini berwenang pula untuk
memindahtangankan haknya itu kepada orang lain,
menjadikannya sebagai jaminan hutang dan mengalihkannya
pula kepada ahli warisnya sepanjang belum habis masa
berlakunya.

4. Hak Gebruik ( pasal 818 KUHPer/BW )


Hak gebruik ialah suatu hak atas tanah sebagai hak pakai atas
tanah orang lain (gebruik =pakai). Hak gebruik ini memberikan
wewenang kepada pemegangnya untuk dapat memakai tanah
eigendom orang lain guna diusahakan dan diambil hasilnya
bagi diri dan keluarganya saja. Di samping itu pemegang hak
gebruik ini boleh pula tinggal di atas tanah tersebut selama
jangka waktu berlaku haknya itu.
3. Hukum Tanah Nasional
A. Pembentukan UUPA dan Perkembangan Hukum Tanah di
Indonesia
1) Fungsi UUPA
- Menciptakan univiikasi hukum tanahh dan mengakhiri hukum tanah
yang dualistik
- Univikasi hak-hak perorangan atas tanah
- Sebagai landasan hukum dalam pembentukan hukum tanah nasional
2) Tujuan UUPA
- meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional
yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan
& keadilan bagi negara& rakyat tani, dalam rangka masyarakat adil &
makmur
- meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan &
kesederhanaan hukum pertanahan
- meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum
mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat
3. Hubungan Fungsionil antara Hukum Adat dengan Hukum
Tanah Nasional
Kita ketahui, bahwa dalam Konsiderans dinyatakan oleh
UUPA, bahwa "perlu adanya hukum agraria nasional, yang
berdasarkan atas hukum adat tentang tanah." Juga, bahwa
dalam pasal 5 ada pernyataan, bahwa "Hukum Agraria yang
berlaku atas bumi, air, dan angkasa ialah hukum adat.“

4. Konsepsi Hukum Tanah Nasional


Konsepsi HTN
konsep HTN = Hk. Adat Komunalistik
Religius

Komunalistik ? Pasal 1 ayat (2)


Religius ?
SEBELUM UUPA S/D SESUDAH UUPA
23 SEPTEMBER 1960 (Sesudah 24 Sept.
1960)
Terpencar dalam berbagai
KEDUDUKAN HUKUM hukum: Satu Obyek
- Hk. Tanah Barat Adm. Satu Sistimatika
Perdata
- Hk. Tanah Adat Adm.
Perdata
- Hk. Tanah Administrasi
- Hk. Tanah Swapraja
- Hk. Tanah Antar
Golongan
KEDUDUKAN NEGARA Pemilik /Badan Hukum Badan Penguasa
Perdata
KEDUDUKAN HAK Hak-hak Barat Unifikasi dalam Hak
Hak-hak Adat melalui Ketentuan
Hak-hak Swapraja Konversi
4. Hak Penguasaan atas Tanah Menurut Hukum Tanah
Nasional

a. Pengertian
“penguasaan” dapat diartikan secara fisik maupun arti yuridis
penguasaan yuridis yang beraspek publik yaitu disebutkan
dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 2 UUPA.

Pengaturan hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum


Tanah dibagi menjadi 2 yaitu :
• hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum.
• hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang
konkret.
b. Macam Hak Penguasaan atas Tanah

1) Hak Bangsa Indonesia atas tanah, dimuat dalam Pasal 1 ayat (1)-ayat (3)
UUPA
2) Hak menguasai dari Negara atas tanah, dimuat dalam Pasal 2 ayat (2)
UUPA
3) Hak ulayat masyarakat hukum adat, diatur dalam Pasal 3 UUPA. hak
ulayat masyarakat hukum adat adalah serangkaian wewenang dan
kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan
tanag yang terletak dalam lingkungan wilayahnya.
4) Hak perseorangan atas tanah, meliputi :
• hak-hak atas tanah (Pasal 4 ayat (1) UUPA)
• wakaf tanah Hak Milik (Pasal 49 ayat (3) UUPA)
• hak tanggungan (Pasal 1 angka 1 UU No. 4 Tahun 1996 Tentang
Hak tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan
dengan Tanah)
• hak milik atas satuan rumah susun (Pasal 4 ayat (1) UUPA)
c. Uraian Hak atas Tanah

1. Hak Milik
Diatur dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 27 UUPA. Hak
Milik menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah hak turun-
temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang
atas tanah

Peralihan Hak Milik diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UUPA


yaitu :
 Beralih
berpindahnya Hak Milik atas tanah dari pemiliknya kepada
pihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum. Misalnya
pemilik tanah meninggal dunia
 Dialihkan/pemindahan hak
berpindahnya Hak Milik atas tanah dari pemiliknya kepada
pihak lain dikarenakan adanya sustu perbuatan hukum.
Contohnya jual beli, tukar menukar, hibah.
Subjek Hak Milik menurut UUPA :

 Perseorangan (Pasal 21 ayat (1) UUPA)


 Badan-badan hukum(Pasal 21 ayat (2) UUPA)

Hak Milik atas tanah dapat terjadi melalui 3 cara sebagaimana


diatur dalam Pasal 22 UUPA, yaitu :
 hukum adat
 penetapan pemerintah
 ketentuan undang-undang

Hapusnya Hak Milik diatur dalam Pasal 27 UUPA, menetapkan


faktor-faktor penyebab hapusnya HM antara lain :
 Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18
 Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
 Karena ditelantarkan
 Karena subjeknya tidak memenuhi syarat
 Karena adanya peralihan hak.
b. Hak Guna Bangunan
Diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 40 UUPA. HGB
menurut Pasal 35 UUPA yaitu hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri
dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat
diperpanjang selama 20 tahun.

Subjek HGB menurut Pasal 36 UUPA jo. Pasal 19 PP No. 40


Tahun 1996 adalah :
 WNI
 Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.
Terjadinya HGB berdasarkan atas asal tanahnya sebagai
berikut :
 HGB atas tanah Negara
 HGB atas tanah pengelolaan
 HGB atas tanah HM

Hapusnya HGB menurut pasal 40 UUPA dapat dijelaskan


sebagai berikut :

 jangka waktu berakhir


 tidak memenuhi syarat
 dicabut untuk kepentingan umum
 Ditelantarkan
 tanahnya musnah
 ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2)
c. Hak Guna Usaha
Menurut pasal 28 ayat (1) UUPA, HGU adl hak untuk
mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara,
dlm jangka waktu sebagaimana tsb dlm Psl 29

 Luas HGU
Utk Perseorangan min.5 ha dan max. 25 ha
Utk Badan Hukum min. 5 ha dan max. ditetapkan oleh Ka.
BPN (Psl 28 ayat(2) UUPA jo Psl 5 PP No. 40 Th.1996)

 Subjek HGU
Menurut Psl 30 UUPA jo Psl 2 PP No. 40 Th. 1996, yang
mempunyai subjek hukum HGU adl :
a. WNI
b. Badan Hukum yang didirikan di Indonesia dan berdiri
dengan hukum Indonesia
 Hapusnya HGU
Berdasarkan Psl 34 UUPA HGU hapus, karena :
a.Jangka waktunya berakhir
b.Dihentikan sebelum jangka waktu berakhir karena ada
beberapa syarat tidak dipenuhi
c.Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka
waktunya berakhr
d.Dicabut untuk kepentingan umum
e.Ditelantarkan
f.Tanahnya musnah
g.Ketentuan dalam Pasal 30 ayat (2)
HAK PAKAI

• Ketentuan hak pakai disebutkan dalam


Pasal 16 ayat 1 huruf d UUPA secara
khusus diatur dalam pasal 41 sampai
dengan pasal 43 UUPA.
PENGERTIAN HAK PAKAI

• Hak pakai menurut pasal 41 ayat 1 UUPA adalah hak


untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah
milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban
yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh
pejabat yang berwenang memberikannya
SUBYEK HAK PAKAI
(Menurut Pasal 42 UUPA)
1. Warga Negara Indonesia
2. Badan hukum yang didirikan menurut
hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia
3. Badan2 keagamaan dan sosial
4. Badan hukum asing yang mempunyai
perwakilan di Indonesia
5. Orang asing yg berkedudukan di
Indonesia
ASAL TANAH HAK PAKAI

• Menurut pasal 41 ayat 1 UUPA menyebutkan


bahwa asal tanah hak pakai adalah tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik
orang lain
TERJADINYA HAK PAKAI

1. Hak pakai atas tanah Negara


2. Hak pakai atas tanah hak
pengelolaan
3. Hak pakai atas tanah hak
milik
Hak pakai atas tanah Negara
• Hak pakai ini diberikan dengan keputusan
pemberian hak oleh Badan Pertanahan
Nasional. Hak pakai ini terjadi sejak
keputusan pemberian hak pakai
didaftarkan kepada kepala Kantor
pertanahan Kabupaten/kota setempat
untuk dicatat dalam buku tanah dan
diterbitkan sertifikat sebagai tanda bukti
Hak pakai atas tanah hak
pengelolaan
• Hak pakai ini diberikan dengan keputusan
pemberian hak pakai oleh BPN
berdasarkan usul pemegang hak pakai.
Hak pakai ini terjadi sejak keputusan
pemberian hak pakai didaftarkan kepada
kepala Kantor pertanahan Kabupaten/kota
setempat untuk dicatat dalam buku tanah
dan diterbitkan sertifikat sebagai tanda
bukti
Hak pakai atas tanah hak milik
• Hak pakai ini terjadi dengan pemberian
tanah oleh pemilik tanah dengan akta
yang dibuat PPAT. Akta ini wajib
didaftarkan ke kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota setempat untuk
dicatatkan dalam buku tanah.
JANGKA WAKTU HAK PAKAI
• Pasal 41 ayat 2 UUPA tidak menentukan
secara tegas berapa lama jangka waktu
hak pakai. Pasal ini hanya menentukan
bahwa hak pakai dapat diberikan selama
jangka waktu tertentu atau selama
tanahnya dipergunakan untuk keperluan
tertentu
Hak pakai atas tanah Negara
• Hak pakai ini berjangka waktu untuk
pertama kali paling lama 25 tahun, dapat
diperpanjang untuk jangka waktu paling
lama 20 tahun dan dapat diperbaharui
untuk jangka waktu paling lama 25 tahun
Hak pakai atas tanah pengelolaan
• Hak pakai ini berjangka waktu untuk
pertama kali paling lama 25 tahun, dapat
diperpanjang untuk jangka waktu paling
lama 20 tahun dan dapat diperbaharui
untuk jangka waktu paling lama 25 tahun
Hak pakai atas tanah hak milik
• Hak pakai ini diberikan untuk jangka waktu
paling lama 25 tahun dan tidak dapat
diperpanjang lagi.
KEWAJIBAN PEMEGANG HAK PAKAI
(Berdasarkan Pasal 50 dan pasal
51 PP no 40 tahun 1996 )
1. memelihara dengan baik tanah dan bangunan
yang ada diatasnya serta menjaga kelestarian
lingkungan hidup
2. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan
dengan hak pakai kepada Negara,pemegang
hak pengelolaan atau pemilik tanah sesudah
hak pakai tersebut hapus
3. Memberikan jalan keluar atau jalan air atau
kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang
tanah yang terkurung oleh tanah hak pakai
HAK PEMEGANG HAK PAKAI
(Berdasarkan pasal 52 PP No.40 tahun
1996)
1. menguasai dan mempergunakan tanah
selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi
atau usahanya
2. memindahkan hak pakai kepada pihak lain
3. menguasai dan mempergunakan tanah untuk
jangka waktu yang tidak ditentukan selama
tanahnya dipergunakan untuk keperluan
tertentu
HAPUSNYA HAK PAKAI
(Menurut pasal 55 PP No.40 tahun 1996)
1. berakhirnya jangka waktu sebagaimana
ditetapkan dalam keputusan pemberian atau
perpanjangan atau dalam perjanjian
pemberiannya
2. dibatalkan oleh pejabat yang berwenang,
pemegang hak pengelolaan atau pemilik tanah
sebelum jangka waktu berakhir
3. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang
haknya sebelum jangka waktu berakhir
4. hak pakainya dicabut
5. ditelantarkan
HAK SEWA
• adalah hak yang dipunyai seseorang
atau suatu badan hukum mempunyai
hak sewa atas tanah, apabila ia berhak
mempergunakan tanah milik orang lain
untuk keperluan bangunan, dengan
membayar kepada pemiliknya sejumlah
uang sebagai sewa (pasal 44 ayat 1
UUPA)
HAK GADAI (GADAI TANAH)

• MENURUT BOEDI HARSONO


• HaK gadai (gadai tanah) adalah hubungan
antara seseorang dengan tanah kepunyaan
orang lain,yang telah menerima uang gadai
daripadanya. Selama uang gadai belum
dikembalikan, tanah tersebut dikuasai oleh
pemegang gadai. Selama itu hasil tanah
seluruhnya menjadi pemegang gadai.
Pengembalian uang gadai atau lazim disebut
penebusan tergantung kepada kemauan atau
kemampuan pemilik tanah yang menggadaikan.
PARA PIHAK DALAM HAK
GADAI(GADAI TANAH)
1. pemilik tanah pertanian disebut pemberi
gadai
2. pihak yang menyerahkan uang kepada
pemberi gadai adalah
penerima(pemegang) gadai
PERBEDAAN HAK GADAI (GADAI
TANAH)DENGAN GADAI DALAM
HUKUM PERDATA
• Gadai tanah yaitu berupa perjanjian
penggarapan tanah pertanian oleh orang yang
memberikan uang gadai,
• Gadai menurut hukum perdata terdapat dua
perbuatan hukum yang berupa perjanjian pinjam
meminjam uang sebagai perjanjian pokok dan
penyerahan benda bergerak sebagai jaminan
sebagai perjanjian ikutan.
JANGKA WAKTU HAK GADAI
(GADAI TANAH)

1. hak gadai (gadai tanah) lamanya tidak


ditentukan
2. hak gadai (gadai tanah) perdata
lamanya ditentukan
HAPUSNYA HAK GADAI (GADAI
TANAH)
1. telah dilakukan penebusan oleh pemilik tanah
(pemberi gadai)
2. hak gadai sudah berlangsung 7 tahun atau lebih
3. adanya putusan pengadilan yang menyatakan
bahwa pemegang gadai menjadi pemilik tanah
atas tanah yang digadaikan karena pemilik tanah
tidak dapat menebus dalamjangka waktu yang
disepakati oleh kedua belah pihak dalam gadai
tanah
4. tanahnya dicabut untuk kepentingan umum
5. tanahnya musnah
HAK USAHA BAGI HASIL
(PERJANJIAN BAGI HASIL)
• PENGERTIAN
• Pasal 53 UUPA tidak memberikan
pengertian apa yang dimaksud hak usaha
bagi hasil.
• Menurut boedi harsono
• Hak usaha bagi hasil adalah hak seseorang
atau badan hukum (yang disebut penggarap)
untuk menyelenggarakan usaha pertanian di
atas tanah kepunyaan pihak lain (yang disebut
pemilik) dengan perjanjian bahwa hasilnya akan
dibagi antara kedua belah pihak menurut
imbangan yang telah disepakati
Mekanisme Hak Usaha Bagi hasil
(perjanjian bagi hasil)
• Menurut uu no 2 tahun 1960
• Perjanjian bagi hasil harus dibuat secara
tertulis di muka Kepala desa, disaksikan
oleh minimal dua orang saksi, dan
disahkan oleh camat setempat serta
diumumkan dalam kerapatan desa yang
bersangkutan
Tujuan Mengatur Hak Usaha Bagi
Hasil (Perjanjian Bagi Hasil)
• Disebutkan dalam Penjelasan Umum UU No.2 Tahun
1960
a. Agar pembagian hasil tanah antara pemilik dan
penggarap dilakukan atas dasar yang adil;
b. Dengan menegaskan hak-hak dan kewajiban-
kewajiban dari pemilik dan penggarap agar terjamin
pula kedudukan hukum yang layak bagi penggarap;
c. Dengan terselenggaranya apa yang disebut pada a
dan b diatas, maka bertambahlah kegembiraan
bekerja bagi para petani penggarap, hal mana akan
berpengaruh baik pada caranya memelihara
kesuburan dan mengusahakan tanahnya.
Sifat-sifat dan ciri-ciri Hak Usaha
Bagi Hasil (Perjanjian Bagi hasil)
• Menurut Boedi Harsono
a. Perjanjian bagi hasil jangka waktunya terbatas
b. Perjanjian bagi hasil tidak dapat dialihkan kepada pihak
lain tanpa izin pemilik tanahnya
c. Perjanjian bagi hasil tidak hapus dengan berpindahnya
hak milik atas tanah yang bersangkutan kepada pihak
lain
d. Perjanjian bagi hasil tidak hapus jika penggarap
meninggal dunia, tetapi hak itu hapus jika pemilik
tanahnya meninggal dunia
e. Perjanjian bagi hasil didaftar menurut peraturan khusus
(diKantor Kepala desa)
f. Sebagai lembaga perjanjian bagi hasil ini pada waktunya
akan dihapus
Jangka waktu Hak Usaha Bagi
Hasil (perjanjian bagi hasil)
• Menurut Hukum Adat
• Jangka waktu hak usaha bagi hasil hanya
berlaku satu (1) tahun dan dapat
diperpanjang, akan tetapi perpanjangan
jangka waktunya tergantung pada
kesediaan pemilik tanah, sehingga bagi
penggarap tidak ada jaminan untuk dapat
menggarap dalam waktu yang layak
Hak dan kewajiban pemilik tanah
• Hak pemilik tanah
Berhak atas bagian hasil tanah yang ditetapkan
atas dasar kesepakatan oleh kedua belah pihak
dan berhak menuntut pemutusan hubungan bagi
hasil jika ternyata kepentingannya dirugikan
penggarap
• Kewajiban pemilik tanah
Menyerahkan tanah garapan kepada penggarap
dan membayar pajak atas tanah yang garapan
yang bersangkutan
Hak dan kewajiban penggarap
tanah
• Hak penggarap tanah
Selama perjanjian bagi hasil berlangsung berhak untuk
mengusahakan tanah yang bersangkutan dan menerima
bagian dari hasil tanah itu sesuai dengan imbangan yang
ditetapkan atas dasar kesepakatan oleh kedua belah
pihak
• Kewajiban penggarap
Mengusahakan tanah tersebut dengan baik,
menyerahkan bagian hasil tanah yang menjadi hak
pemilik tanah, memenuhi beban yang menjadi
tanggungannya dan menyerahkan kembali tanah
garapannya kepada pemilik tanah dalam keadaan baik
setelah berakhirnya jangka waktu perjanjian bagi hasil
HAPUSNYA HAK USAHA BAGI
HASIL
1. jangka waktunya berakhir
2. atas persetujuan kedua belah pihak ,
perjanjian bagi hasil diakhiri
3. pemilik tanahnya meninggal dunia
4. adanya pelanggaran oleh penggarap
terhadap larangan dalam perjanjian bagi
hasil
5. tanahnya musnah
HAK MENUMPANG
• PENGERTIAN
• UUPA tidak memberikan pengertian apa
yang dimaksud hak menumpang
• Menurut Boedi harsono
• Hak menumpang adalah hak yang
memberi wewenang kepada seseorang
untuk mendirikan dan menempati rumah
diatas tanah pekarangan milik orang lain.
• CARA TERJADINYA
• Hak menumpang biasanya terjadi atas dasar
kepercayaan oleh pemilik tanah kepada orang
lain yang belum mempunyai rumah sebagai
tempat tinggal dalam bentuk tidak tertulis, tidak
ada saksi dan tidak diketahui oleh perangkat
desa/kelurahan,sehingga jauh dari kepastian
hukum dan perlindungan hukum bagi kedua
belah pihak.
SIFAT DAN CIRI-CIRI HAK
MENUMPANG
1. tidak mempunyai jangka waktu yang pasti karena
sewaktu-waktu dapat dihentikan
2. hubungan hukumnya lemah yaitu sewaktu-waktu dapat
diputuskan oleh pemilik tanah jika ia memerlukan
tanah tersebut
3. pemegang hak menumpang tidak wajib membayar
sesuatu (uang sewa)kepada pemilik tanah
4. tidak wajib didaftarkan ke kantor pertanahan
5. bersifat turun temurun artinya dapat dilanjutkan oleh
ahli warisnya
6. tidak dapat dialihkan kepada pihak lain yang bukan
ahli warisnya
HAPUSNYA HAK
MENUMPANG
1. pemilik tanah sewaktu-waktu dapat mengakhiri
hubungan hukum antara pemegang hak
menumpang dengan tanah yang bersangkutan
2. hak milik atas tanah yang bersangkutan
dicabut untuk kepentingan umum
3. pemegang hak menumpang melepaskan
secara sukarela hak menumpang
4. tanah musnah
LANDREFORM INDONESIA
Asal Kata Landreform

Landreform berasal dari kata


“land” yang artinya tanah,
dan “Reform” yang artinya perubahan,
perombakan atau penataan kembali.
Pengertian Landreform
• Dalam arti Sempit
Landreform adalah serangkaian tindakan dalam rangka agrarian reform
Indonesia.
• Dalam arti Luas
Landreform dalam arti luas mencakup lima program (panca program)
revolusi di bidang agraria yang meliputi :
1. Pembaruan hukum agraria melalui unifikasi hukum dan kepastian
hukum.
2. Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial atas tanah.
3. Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur.
4. Perombakan pemilikan dan penguasaan dalam mewujudkan pemerataan
kemakmuran dan keadilan-keadilan
5. Perencanaan persediaan dan peruntukan bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya serta penggunaanya secara terencana sesuai dengan
daya dukung dan kemampuannya.
Dasar Hukum Landreform
• Landreform diatur oleh UU No. 56 Prp 1960
(tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian)
• Induk Landreform yaitu Pasal 7 UUPA (Utk tdk
merugikan kepentingan umum mk pemilikan &
penguasaan tanah yg melampaui batas tdk
diperkenankan)
• UUPA mengatur dasar pelaksanaan Landreform :
- Psl 7&17 : pembatasan luas mak.
- Psl 10 : larangan tanah absentee
- Psl 53 : hak2 sementara atas tanah pertanian
UU No. 56 Prp Tahun 1960
Undang-Undang Landreform
• Pelaksanaan dari ketentuan Pasal 17 maka dikeluarkanlah
oleh Pemerintah tgl 29 Des 1960 yaitu Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 56
Tahun 1960
• Ada 3 hal yang diatur disana :
a. penetapan luas maksimum pemilikan dan penguasaan
tanah
b. Penetapan luas minimum dan larangan yang
mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah-tanah
c. Pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian
yang digadaikan
Tujuan Landreform
• Adanya keadilan khusunya pihak petani agar tidak terjadi lagi
tanah sebagai obyek spekulasi dan alat pemerasan.
• Untuk memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi
setiap warga Negara Indonesia, Suatu pengakuan dan perlindungan
terhadap privat bezit, yaitu hak milik sebagai hak yang terkuat,
bersifat perseorangan dan turun temurun tetapi berfungsi sosial.
• Untuk mengakhiri system tuan tanah dan menghapuskan pemilikan
dan penguasaan tanah secara besar-besaran dengan tak terbatas,
dengan menyelenggarakan batas maksimum dan batas minimum
untuk tiap keluarga.
• Untuk mempertinggi produksi nasional dan mendorong
terselenggaranya pertanian yang intensif secara gotong royong
dalam bentuk koperasi
Objek Landreform
• Tanah kelebihan batas maksimum
• Tanah absentee
• Tanah bekas swapraja
• Tanah negara lainnya yang merupakan tanah
pertanian yang telah digarap rakyat a.l :
- tanah hak eigendom lebih 10 bouw
- tanah bekas perkebunan (bekas hak erfpacht atau
HGU)
-Tanah bekas hak ulayat masyarakat hukum adat,
bekas tanah kehutanan
Program Landreform
• Pembatasan luas maksimal penguasaan tanah
• Larangan pemilikan tanah secara absentee/guntai,
• Redistribusi tanah-tanah kelebihan dari batas maksimal,
tanah larang absentee, tanah bekas swapraja dan tanah-tanah
Negara.
• Pengaturan soal pengembalian dan penebusan tanah-tanah
pertanian yang digadaikan
• Pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian.
• Penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian disertai
larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah pertanian
menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil.
Program I.
Pembatasan Luas Maksimum
Penguasaan Tanah
• Larangan menguasai tanah melampaui batas
Diatur dalam Psl 7 : “untuk tidak merugikan
kepentingan umum maka pemilikan dan
penguasaan tanah yang melampaui batas
tidak diperkenankan”

atau dapat disebut dg “groot grondbezit”


Data tahun 1960-70 an rakyat Indonesia 80% hidup
dari usaha pertanian sdgkn
60% dari 80% keadaannya menyedihkan

Yang dilarang oleh Psl 7 bukan hanya pemilikan


tanah saja tetapi juga penguasaannya (HM, gadai,
sewa, usaha bagi hasil)

Th. 1960 org memp. tanah dg HM di Jawa, Bali,


Madura, Lombok dan Sulsel hanya 85.000 untuk
tanah luas kurleb 5 Ha.
Yaitu : sawah = 27.000 org
tanah kering = 58.000 org
• Penetapan Luas Maksimum
Pasal 17 adalah pelaksanaan dari Pasal 7 ayat (1)
& (2) bahwa dalam waktu yang singkat perlu diatur
luas maksimum tanah yang boleh dipunyai dengan
sesuatu hak oleh satu keluarga atau badan hukum

Ditetapkan dalam ayat (3) bahwa tanah2 yang


merupakan kelebihan dari batas maksimum tersebut
akan diambil oleh Pemerintah dengan ganti
kerugian untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat
yang membutuhkan
Hal ini diharapkan pemilikan tanah akan lebih
merata serta pembagian hasilnya akan merata pula.
Tindakan tersebut akan mendorong kearah kenaikan
produksi pertanian

Luas maksimum ditetapkan dengan suatu peraturan


perundangan. UUPA tidak secara mutlak
menghendaki penetapan luas maksimum, tetapi
menetapkan dengan suatu peraturan lain
Penetapan Luas Maksimum
Daerah Tingkat II (Kabupaten)
• Menurut Psl 7 yg menentukan maksimum
itu dilampaui atau tidak bukan terbatas
pada tanah-tanah milik sendiri
melainkan keseluruhan tanah pertanian
yang dikuasai (gadai, sewa dsb)
• Penetapan luas maksimum memakai
dasar keluarga sesuai dengan Psl 17
• Selain didasarkan pada kepadatan
penduduk harus memperhatikan juga
keadaan sosial-ekonomi daerah yang
bersangkutan
• Tanah-tanah yang dikuasai dengan
HGU/hak lain yang bersifat sementara
dan terbatas yang diperoleh dari
Pemerintah (mis. Tanah bengkok/jabatan)
serta tanah-tanah pertanian yang dikuasai
oleh badan-badan hukum (mis. koperasi
pertanian) tidak terkena mengenai
ketentuan tsb
Tanah Pertanian, Sawah dan
Tanah Kering
• Tanah pertanian adalah semua tanah perkebunan,
tambak untuk perikanan, tanah tempat pengembalaan
ternak, tanah belukar bekas ladang dan hutan yang
menjadi tempat mata pencaharian bagi yangberhak
• Sawah adalah sebidang lahan pertanian yang
kondisinya selalu ada dalam kondisi basah dan kadar
air yang dikandungnya selalu di atas kapasitas lapang
• Tanah kering adalah lahan yang digunakan untuk
usaha pertanian dengan menggunakan air secara
terbatas dan biasanya mengharapkan dari curah
hujan.
Jumlah Luas Maksimum
Didaerah-daerah Digolongkan Sawah Tanah
yang kepadatan daerah ha kering
penduduknya tiap ha
kilometer persegi

a. 0 - 50 tidak padat 15 20
b. 51- 250 kurang padat 10 12
c. 251- 400 cukup padat 7,5 9
d. 401- keatas sangat padat 5 6
Rumus Menghitung Luas
Maksimum Untuk Daerah Yang
Padat
• Jika yang akan dilepaskan tanah kering
maka :
Rumus : 120% x Luas Sawah

• Jika yang akan dilepaskan sawah maka :


Rumus : 5/6 x Luas Tanah Kering
Rumus Menghitung Jumlah Luas
Maksimum Untuk Daerah Yang
Tidak Padat
• Jika yang akan dilepaskan tanah kering
maka :

Rumus : 130% x Luas Sawah

• Jika yang akan dilepaskan sawah maka :

Rumus : 100/130 x Luas Tanah Kering


• Penetapan batas luas maksimum ini memakai dasar
unit keluarga yang menentukan maksimum luas tanah
bagi suatu keluarga adalah jumlah luas tanah yang
dikuasai oleh anggota-anggota dari keluarga tersebut.
• Yang termasuk anggota suatu keluarga ialah yang
masih menjadi tanggungan sepenuhnya dari keluarga
itu.
• Jumlah anggota keluarga ditetapkan maksimum 5
(lima) orang termasuk kepala keluarga.
• Jika jumlahnya melebihi 5 orang yaitu maksimal 7
orang, luas tanah awal baik sawah maupun tanah
kering ditambah (+) 30%. Jika lebih dari 7 orang maka
luas maksimum tanah ditambah (+) 1.
• Luas maksimum yang ditetapkan tersebut harus
memperhatikan keadaan daerah tingkat II masing-
masing dan faktor-faktor sebagai berkut :
1. Tersedianya tanah-tanah yang masih dapat
dibagi.
2. Kepadatan penduduk.
3. Jenis-jenis kesuburan tanahnya (diadakan
perbedaan antara sawah dan tanah kering
diperhatikan apakah ada perairan yang teratur
atau tidak).
4. Besarnya usaha tani yang sebaik-baiknya
menurut kemampuan satu keluarga dengan
mengerjakan beberapa buruh tani.
5. Tingkat kemajuan teknik pertanian.
• Pengecualian
Penetapan maksimum tidak berlaku terhadap tanah
pertanian yang dikuasai :
a. Dengan Hak Guna Usaha;
b. Dengan hak-hak lainnya yang bersifat sementara
dan terbatas yang didapat dari pemerintah (Hak Pakai
atas tanah negara);
c. Tanah Bengkok/Jabatan;
d. Oleh badan-badan hukum.

• Apabila perorangan atau suatu keluarga yang memiliki


tanah pertanian yang luasnya melebihi batas maksimum
diberi suatu kewajiban berupa :
1. Melapor;
2. Meminta ijin apabila ingin memindahkan hak atas
tanahnya;
3. Usaha penguasaan tidak melebihi batas maksimum
yang telah ditetapkan
Program II :
Larangan pemilikan tanah secara absentee/guntai

• Tanah absentee yaitu pemilikan tanah yang letaknya


diluar daerah tempat tinggal yang mempunyai tanah
tersebut. Dengan kata lain tanah absentee adalah
tanah yang letaknya berjauhan dengan pemiliknya.
• Dasar hukumnya adalah pasal 10 ayat 2 UUPA.
Adapun larangan pemilikan tanah
secara absentee berpangkal pada dasar hukum yang
terdapat dalam Pasal 10 ayat (1) UUPA, yaitu sebagai
berikut :
“Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai
sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya
diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya
sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara
pemerasan”.
Dalam waktu 6 bulan, pemilik tanah yang masih
tetap memiliki tanah secara absentee/guntai
diberi suatu kewajiban untuk :
1. Melepaskan dan memindahkan hak atas
tanahnya kepada pihak yang bertempat tinggal
di kecamatan yang sama dengan tanah
tersebut terletak, atau;
2. Berpindah tempat tinggal pada satu
kecamatan yang sama dengan tempat dimana
tanah itu terletak.
Pengecualian : pemilik tanah diperbolehkan untuk tetap memiliki tanah
secara absentee/guntai, apabila :

1. Letak tanah :
Kecamatan dimana letak tanah tersebut berada berbatasan dengan
kecamatan dimana pemilik tanah bertempat tinggal, asalkan jarak
antara tempat tinggal pemilik dan tanahnya masih memungkinkan
mengerjakan tanah itu secara efisien (pasal 3 (2) PP 224/1961).
2. Subyek :
a. Berdasarkan pasal 3 ayat (4) PP 224/1961, yaitu bagi :
- mereka yang menjalankan tugas negara (pegawai negeri,
pejabat- pejabat militer serta yang dipersamakan dengan
mereka);
- mereka yang menunaikan kewajiban agama;
- mereka yang mempunyai alasan khusus lainnya yang dapat
diterima.
b. Berdasarkan pasal 2 ayat (1) PP No. 4/1977, yaitu:
- pensiunan pegawai negeri; dan
- janda pegawai negeri dan janda pensiunan pegawai negeri
selama tidak menikah lagi dengan seorang yang bukan pegawai
negeri atau pensiunan pegawai negeri.
• Bagi subyek yang dikecualikan tersebut di
atas, dibatasi memiliki tanah secara
absentee sampai batas 2/5 dari luas
maksimum yang ditetapkan pasal 2 UU
No. 56/Prp/1960.
Program III:
Redistribusi tanah-tanah yang selebihnya dari batas
maksimum, tanah absentee, tanah bekas swapraja,
tanah-tanah negara lainnya.

• Pengaturan
a. PP No. 224/1961;
b. PP No. 41/1964.
Distribusi
Kesejahteraan dan kekuasaan berbasis tanah diterima oleh
petani miskin, namun kelas tuan tanah tidak kehilangan apapun
dalam proses ini transfer oleh negara.
Pembaruan biasanya terjadi di tanah milik negara dapat
mencakup transfer hak ataupun tidak dapat diterima oleh
individu maupun kelompok.
Redistribusi
Transfer kesejahteraan dan kekuasaan berbasis tanah dari
kelas tuan tanah Pembaruan dapat terjadi di tanah privat dapat
mencakup transfer kepemilikan penuh maupun tidak dapat
diterima oleh individu ataupun kelompok   
           
• Sumber: Joyo Winoto, Pemaparan pembukaan Rakernas BPN-
RI, 2010.
 Tanah-tanah yang akan diredistribusikan :
(Pasal 1 PP 224/1961)

(1) Tanah-tanah selebihnya dari batas maksimum.


Tanah-tanah selebihnya dari batas maksimum
ialah tanah-tanah yang merupakan kelebihan
maksimum. Tanah-tanah tersebut diambil oleh
Pemerintah dengan ganti rugi dan selanjutnya
dibagikan kepada petani-petani yang
membutuhkan.
(2) Tanah-tanah absentee/guntai.
(3) Tanah-tanah Swapraja dan bekas Swapraja.
Yang dimaksud dengan tanah swapraja dan bekas
swapraja ialah domein swapraja dan tanah bekas swapraja
yang dengan berlakunya UUPA menjadi hapus dan
tanahnya beralih kepada Negara,
(4) Tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.
Tanah-tanah lain yang dikuasai oleh Negara dan
ditegaskan menjadi obyek landreform adalah :
a. Tanah bekas partikelir;
b. Tanah-tanah bekas hak erfpact yang telah berakhir
jangka waktunya, dihentikan atau dibatalkan;
• Yang tidak termasuk di dalam ketentuan ini
adalah tanah-tanah wakaf dan tanah-tanah untuk
peribadatan.

• Syarat-syarat penerima redistribusi :


a. Petani penggarap atau buruh tanah yang
berkewarganegaraan Indonesia;
b. Bertempat tinggal di kecamatan letak tanah
yang bersangkutan;
c. Kuat kerja dalam pertanian.
Status hukum tanah yang dibagi adalah Hak Milik,
dengan diberikan syarat-syarat sebagai berikut (Pasal
14 PP 224/1961) :

a. Penerima redistribusi wajib membayar uang pemasukan;


b. Tanah yang bersangkutan harus diberi tanda batas;
c. Haknya harus didaftarkan guna memperoleh sertipikat
sebagai tanda bukti hak;
d. Penerima redistribusi wajib mengerjakan/mengusahakan
tanahnya secara aktif;
e. Setelah 2 tahun harus dicapai kenaikan hasil tanaman;
f. Penerima redistribusi wajib menjadi anggota koperasi
tanah pertanian;
g. Dilarang mengalihkan hak kepada pihak lain selama
uang pemasukan belum dibayar;
h. Hak Milik dapat dicabut tanpa ganti rugi apabila lalai
dalam memenuhi kewajibannya
• Pelaksanaan (pasal 6 dan 7 PP 224/1961)
Memberikan ganti rugi kepada bekas pemilik,
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Ganti kerugian itu ditetapkan atas dasar
perhitungan perkalian hasil bersih rata-rata
selama 5 tahun terakhir ditetapkan tiap
hektarnya menurut golongan klas tanahnya.
b. Harga umum sebagai dasar untuk
menetapkan ganti rugi jika harga tanah lebih
tinggi dari
harga umum.
Program IV :
Pengaturan soal pengembalian dan penebusan
tanah pertanian yang digadaikan

Gadai tanah menurut hukum adat adalah


hubungan hukum antara seseorang dengan
tanah kepunyaan pihak lain, yang telah
menerima uang gadai dari padanya. Selama
utang tersebut belum dilunasi, tanah tetap
berada dalam penguasaan yang meminjamkan
uang (pemegang gadai) dan selama itu hasil
tanah seluruhnya menjadi hak pemegang gadai
sebagai bunga dari utang tersebut.
Rumus Gadai (Biasa)
Uang tebusan =
(7+1/2) – waktu gadai x uang gadai
7
Uang gadai =
uang tebusan x 7
(7+1/2) – waktu gadai
•  dengan ketentuan bahwa sewaktu-waktu hak
gadai itu telah berlangsung 7 tahun, maka
pemegang gadai wajib mengembalikan tanah
tersebut tanpa pembayaran uang tebusan,
dalam waktu sebulan setelah tanaman yang
ada selesai dipanen.
Rumus Gadai (Emas)
Uang tebusan =
(7+1/2)-wkt gd x (uang gadai + ½ selisih uang gada
7
Uang gadai =
uang tebusan x 7 - ½ selisih uang gadai
(7+1/2) - wkt gd
Program V :
Pengaturan kembali tentang perjanjian bagi hasil.

• Dasar Hukum : UU No. 2 Tahun 1960


• Syarat penggarapan :
a. Petani;
b. Luas tanah yang digarap tidak akan lebih dari 3
Ha.
c. Tanah garapan, bisa berupa :
- kepunyaan penggarap sendiri;
- diperoleh penggarap secara menyewa, atau;
- melalui perjanjian bagi hasil; atau dengan cara lain.
• Bentuk perjanjian :
a. Perjanjian dibuat tertulis;
b. Dihadapan Kepala Desa;
c. Disaksikan oleh 2 orang;
d. Memerlukan pengesahan Camat;
e. Jangka waktu :
- untuk sawah adalah 3 tahun;
- untuk tanah kering adalah 5 tahun;
jangka waktu dapat diperpanjang tidak
lebih dari 1 tahun
• Besarnya bagian hasil tanah
Ditetapkan oleh Bupati dengan
memperhatikan :
a. Jenis tanaman;
b. Keadaan tanah;
c. Kepadatan penduduk;
d. Faktor-faktor ekonomis;
Program VI:
Penetapan batas minimum pemilikan tanah pertanian serta
larangan melakukan perbuatan-perbuatan yang
mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah pertanian
menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil.

• Setiap petani sekeluarga memiliki tanah


pertanian minimum 2 Ha, bisa berupa sawah,
tanah kering atau sawah dan tanah kering
• Penetapan luas minimum ini bertujuan
supaya setiap keluarga petani mempunyai
tanah yang cukup luasnya untuk dapat hidup
yang layak.
• Untuk mencapai tujuan tersebut
dilaksanakan usaha-usaha untuk mencapai
target supaya setiap keluarga petani
mempunyai tanah pertanian dengan hak
milik seluas minimum 2 Ha, misalnya
dengan jalan :
- perluasan tanah pertanian (ekstensifikasi)
dengan pembukaan tanah secara
besar- besaran di luar Jawa;
- melaksanakan transmigrasi; dan
- program industrialisasi.
• Oleh karena berbagai kendala yang
mengakibatkan belum memungkinkan dicapainya
batas minimum itu dalam waktu yang singkat,
maka pelaksanaannya dilakukan berangsur-
angsur (tahap demi tahap).
• Tahap pertama perlu dicegah pemecahan-
pemecahan pemilikan tanah pertanian, dengan
jalan diadakan pembatasan-pembatasan di
dalam pemindahan hak yang berupa tanah
pertanian yang luasnya kurang dari 2 Ha.
• Larangan ini tidak berlaku bagi yang mempunyai
tanah kurang dari 2 Ha, dapat dijual sekaligus.
• Jika 2 orang atau lebih mempunyai tanah
pertanian kurang dari 2 Ha, harus
mengambil alternatif:
a. Menunjuk salah seorang menjadi
pemilik tanah pertanian yang
bersangkutan, atau
b. Memindahkan hak atas tanahnya
kepada pihak lain.
• Suatu perbuatan hukum berupa
pembagian warisan tidak dapat dibatasi
atau dilarang untuk melakukan
pemecahan pemilikan tanah pertanian,
karena itu terjadi karena hukum.
• Mengenai bagian warisan yang kurang
dari 2 Ha akan diatur oleh Peraturan
Pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai