Anda di halaman 1dari 39

HAK-HAK BARAT ATAS TANAH

Tugas Mata Kuliah

Dosen Pengampu:

Mukmin Zakie, S.H., M.Hum., Ph.D.

Disusun Oleh:

Hanifah Indriyani Anhar 21921051

Heni Wahyuningsih 21921052

Herliyani 21921053

Hudi Sodikin 21921054

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FAKULTAS HUKUM

JANUARI 2023
1

PENDAHULUAN

Kebutuhan akan tanah dewasa ini meningkat sejalan dengan bertambahnya

jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah.

Tanah tidak saja sebagai tempat bermukim, tempat untuk bertani tetapi juga dipakai

sebagai jaminan mendapatkan pinjaman di bank, untuk keperluan jual beli, sewa

menyewa. Begitu pentingnya, kegunaan tanah bagi kepentingan umum bagi orang

atau badan hukum menuntut adanya jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut.1

Kegiatan untuk mengeksploitasi tanah, baik tanah tersebut dalam status hak

milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai akan menimbulkan persoalan

hukum dalam kehidupan sosial kemasyaraktan. K. Wantjik Saleh2 menyatakan

bahwa: tidak seimbangnya antara persediaan tanah dengan kebutuhan manusia itu

telah menimbulkan berbagai persoalan yang banyak segi-seginya.

Hubungan hukum antara manusia dengan tanah (termasuk alam sekitarnya),

demikian pula hubungan antara menusia yang satu dengan manusia lainnya yang

saling berkepentingan akan menimbulkan berbagai hak yang harus dipertahankan,

oleh karena hak tersebut dilindungi oleh hak dasar (hak asasi) yang telah ada dan

dimiliki oleh manusia sejak lahir.

Hak-hak sebagiamana dimaksud diatas sudah barang tentu harus dilindungi

dengan kewajiban-kewajiban hukum demi terciptanya ketertiban, baik sebagai

warga masyarakat maupun sebagai warga negara diatur dengan hukum. Dengan

1
Florianus S.P Sangsun, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah, (Jakarta: Visi Media, 2008)
hlm. 1.
2
K. Wanjik Saleh, Hak Anda Atas Tanag, Ghalia Indonesia, (Jakarta, 1985), hal.7.
2

demikian tingkah laku warga masyarakat dan warga negara adalah merupakan

tingkah laku hukum itu sendiri.

Sebelum tahun 1960, di Indonesia berlaku dualisme hukum pertanahan.

Disatu sisi berlaku hukum-hukum tanah hak kolonial belanda, tanah yang tunduk

dan diatur Hukum Perdata Barat yang sering disebut Tanah Barat atau Tanah Eropa

misalnya tanah hak eigendom, hak opstall, hak erfpacht dan lain-lainnya.

Penguasaan tanah dengan hak penduduk asli atau bumi putera yang tunduk pada

Hukum Adat yang tidak mempunyai bukti tertulis, yang dipunyai penduduk

setempat sering disebut tanah adat misalnya tanah hak ulayat, tanah milik adat,

tanah Yasan, tanah gogolan dan lainnya.

Tanggal 24 September 1960, yang merupakan hari bersejarah karena pada

tanggal tersebut telah diundangkan dan dinyatakan berlakunya Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria bagi seluruh

wilayah Indonesia. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya di sebut UUPA) terjadi

perubahan fundamental pada Hukum Agraria di Indonesia, terutama di bidang

pertanahan.3 Maka berakhirlah dualisme hukum tanah dan terselenggaranya

unifikasi yaitu kesatuan hukum dilapangan hukum pertanahan di Indonesia.

Ketentuan ini sekaligus mencabut Hukum Agraria yang berlakupada zaman

penjajahan antara lain yaitu Agrarische Wet(Stb. 1870 Nomor 55), Agrarische

3
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia jilid I Hukum Tanah Nasional, (Jakarta:
Djambatan, 2007), hlm. 1.
3

Besluitdan Kitab Undang-undang Hukum Perdata khususnya Buku II tentang

Kebendaan, salah satunya yang mengatur tentang masalah hak atas tanah.

Konsekuensi daripada lahirnya UUPA adalah terjadinya ketentuan-

ketentuan konversi hak-hak atas tanah baik yang diatur oleh hukum adat maupun

yang diatur oleh hukum barat, hal ini disebut dengan nama pembaharuan hak-hak

atas tanah. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa UUPA adalah merupakan

Undang-Undang Pokok, maka dengan demikian untuk penerapannya masih

membutuhkan beberapa peraturan organik sebagai atauran pelaksanaannya.

Sehubungan dengan hal tersebut telah dilekuarkan banyak peraturan antara lain :

(a) Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 tahun 1960; (b) Peraturan Menteri Agraria

Nomor 2 tahun 1970, yang kesemuanya mengatur tentang konversi.

Berdasarkan ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997

tentang pendaftaran tanah, yang bisa menjadi objek pendaftaran tanah. Dari

ketentuan tersebut diambil kesimpulan bahwa tanah-tanah yang berasal dari hak-

hak barat tidak bisa didaftar. Jika tanah-tanah ini tidak bisa didaftarkan tentukan

akan merugikan para pemilik tanah, karena mereka tentu akan kehilangan haknya.

Oleh karena itu diperlukan suatu cara agar tanah ini dapat didaftarkan, maka cara

yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan konversi terhadap tanah yang

bersumber dari hak barat tersebut. Dengan adanya konversi tanah dari hak-hak barat

diharapkan masyarakat tidak ada yang dirugikan haknya karena setelah

dikonversikan hak tersebut akan dapat didaftarkan.


4

Meskipun pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan yang

mengatur tentang konversi, akan tetapi dalam kenyataanya masih terdapat hak-hak

atas tanah yang berasal dari hak barat yang belum bisa dikonversi sebagaimana

yang diharapkan oleh UUPA. Sehubungan dengan hal tersebut maka lahirlah

Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1979 tentang Pokok-pokok Kebijaksanaan

Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanag Asal Konversi Hak Barat.

Konversi bekas hak-hak atas tanah itu sendiri merupakan salah satu

instrumen untuk memenuhi asas unifikasi hukum melalui Undang-undang Nomor

5 Tahun 1960. Peraturan Menteri Pertanahan dan Agraria (PMPA) Nomor 2 Tahun

1962 mengatur ketentuan mengenai penegasan konversi dan pendaftaran bekas hak-

hak Indonesia atas tanah secara normatif. Peraturan konversi tersebut merupakan

implementasi ketentuan peralihan Undangundang Nomor 5 Tahun 1960.

Bertitik tolak dari ketentuan tersebut, maka berkas pemegang hak yang

memenuhi syarat ; mengusahakan atau menggunakan sendiri tanah atau bangunan

akan diberikan hak baru atas tanah tersebut, kecuali apabila tanah tersebut

dipergunakan untuk proyek-proyek pembangunan untuk kepentingan umum.

Tujuan pendaftaran konversi tanah untuk memberikan kepastian hukum,

perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah atau menghasilkan Surat

Tanda Bukti Hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.4

4
Agung Raharjo, “Pendaftaran Konversi Tanah Hak Milik Adat oleh Ahli Waris”, Tesis,
Universitas Diponegoro Semarang, 2010, hlm. 14.
5

PEMBAHASAN

A. Tanah-Tanah Hak Barat

Hak barat merupakan hak atas tanah bagi orang asing yang diatur dalam

undang-undang.5 Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Undang-Undang Pokok

Agraria), hukum tanah di Indonesia bersifat dualistis. Artinya, berlaku secara

berdampingan dua perangkat hukum tanah yaitu, hukum tanah adat dan hukum

tanah barat.6

Hukum pertanahan pada masa pemerintahan Hindia Belanda

menggunakan sistem hukum tanah barat yang berkonsepsi individualistis. Hak

penguasaan atas tanah yang tertinggi adalah hak milik pribadi yang disebut hak

eigendom.7 Hak eigendom atas tanah dinyatakan dalam Pasal 571 Bab Ketiga

Buku II KUHPerdata. Dikatakan, “Hak milik (eigendom) atas sebidang tanah

mengandung di dalamnya kepemilikan atas segala apa yang ada di atasnya dan

di dalam tanah”.8 Pasal 570 Bab Ketiga Buku II KUHPerdata menyatakan:

Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan


dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan
kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang
atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang
berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain,
kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan
hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-
undang dan dengan pembayaran ganti rugi.

5
N. Karina, Silviana, A., dan Triyono. “Penyelesaian sengketa tanah bekas hak barat (Recht
van verponding) dengan tanah hak pakai di Kota Tegal (Studi kasus Putusan MA Nomor:
1097k/Pdt/2013),” Diponegoro Law Review, (2016): 2.
6
M. Bakri, Unifikasi Dalam Pluralisme Hukum Tanah Di Indonesia (Rekonstruksi Konsep
Unifikasi Dalam UUPA), (Kertha Patrika, 2008), hlm 1.
7
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia; Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan
Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 2003), hlm 184.
8
Elza Syarief, Pensertifikatan Tanah Bekas Hak Eigendom, (Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia (KPG), 2014), hlm 15.
6

Dengan diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria, ketentuan

Buku II KUHPerdata sepanjang mengenai bumi, air, dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dicabut. Sebagai penunjang Undang-Undang Pokok

Agraria khusus untuk tanah bekas hak eigendom yang dihapus diatur dalam

Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok

Kebijaksanaan dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi

Hak-Hak Barat. Sebagai tindak lanjut atas Keputusan Presiden tersebut telah

dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979 tentang

Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru Atas

Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat.

Menurut Nur menyatakan maksud dari pada kedua peraturan tersebut

menegaskan status tanah sebagai tanah yang langsung dikuasai oleh negara,

pada saat berakhirnya hak atas tanah asal konversi hak barat, juga dimaksudkan

untuk mengatur kebijaksanaan menyeluruh dalam rangka penataan kembali

penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah.9

Dalam hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 ayat

(1) UUPA, yaitu “Atas dasar hak menguasai dari Negara atas tanah sebagai

yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas tanah

permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan

dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-

orang lain serta badan-badan hukum”. Hak penguasaan atas tanah adalah hak

9
S. Nur, “Aspek hukum pendaftaran tanah bekas milik asing sebagai aset pemerintah
daerah. Hasanuddin,” Law Review, (April 2015), hlm. 92.
7

yang berisikan wewenang kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya

untuk berbuat sesuatu mengenai hak yang dihaki. “Sesuatu” yang boleh, wajib

atau dilarang untuk diperbuat merupakan isi hak penguasaan yang

bersangkutan dan yang menjadi kriteria untuk membedakan sesuatu hak

penguasaan atas tanah dengan hak penguasaan yang lain. Pengertian

“penguasaan” dan “menguasai” dapat dipakai dalam arti fisik dan yuridis yang

beraspek perdata dan beraspek publik. Penguasaan yuridis menimbulkan

kewenangan pada subyek pemegang hak atas tanah (pemilik tanah) untuk

menguasai secara fisik (menggunakan tanah tersebut) sesuai dengan

peruntukan dan penggunaannya.

Pasal 9 UUPA tersebut memberikan penegasan bahwa hanya WNI saja

yang boleh mempunyai hubungan yang penuh dengan bumi, air, ruang angkasa

dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Orang asing, termasuk

perwakilan perusahaan asing, hanya dapat mempunyai hak atas tanah yang

terbatas, yakni selama kepentingan WNI tidak terganggu dan selama

perusahaan orang asing itu dibutuhkan Republik Indonesia untuk mendukung

pembangunan Indonesia dan hanya sebagai komponen tambahan dalam

pembangunan ekonomi Indonesia,10 UUPA bermaksud mengindonesiakan

kembali hak atas tanah yang terdapat di Indonesia, di mana sewaktu berlaku

BW dikenal hak hak Barat seperti Hak Eigendom, Hak Erfpacht, Hak Opstall.

10
A.P Parlindungan., Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria, (Bandung: CV
Mandar Maju, 1998), hlm. 87.
8

Hak Eigendom adalah hak untuk membuat suatu barang secara leluasa

dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak

bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan

oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu hak-hak orang lain Hak

Eigendom dapat dikonversi menjadi hak milik, hak guna bangunan atau hak

pakai. Namun apabila terhadap hak eigendom tersebut dibebani hak postal atau

hak erfpacht, maka konversinya harus atas kesepakatan antara pemegang hak

eigendom dengan pemegang hak postal atau hak erfpacht.11

Hak Erfacht, menurut Pasal 720 KUHPerdata adalah suatu hak

kebendaan untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak

bergerak milik orang lain, dengan kewajiban akan membayar upeti tahunan

kepada sipemilik sebagai pengakuan akan kepemilikannya, baik berupa uang

maupun pendapatan lainnya.

Hak Opstall adalah suatu hak kebendaan (zakelijk recht) untuk

mempunyai rumah-rumah, bangunan-bangunan dan tanaman diatas tanah milik

orang lain. Hak Opstal menurut Pasal 711 KUHPerdata merupakan hak

numpang karang yaitu suatu hak kebendaan untuk mempunyai gedung-gedung,

bangunan-bangunan dan penanaman diatas pekarangan orang lain.

Undang-Undang Pokok Agraria mengatur ketentuan konversi dalam

bagian kedua yang terdiri dari Pasal I sampai dengan Pasal IX. Salah satu yang

diatur dalam ketentuan konversi adalah keberadaan tanah bekas hak eigendom.

11
Helga Cahyaningrum, “Penguasaan Tanah Bekas Hak Eigendom di Kecamatan
Gombong Kabupaten Kebumen”, Prosiding Ilmu Hukum, Volume 6, No. 2, (2020): 590.
9

Undang-Undang Pokok Agraria telah memberi batas waktu konversi sampai

dengan 24 September 1960, hak-hak asing yang memiliki tanah berdasarkan

KUHPerdata harus memindahkan hak tersebut kepada WNI dalam waktu satu

tahun, bila lalai haknya gugur tanahnya menjadi tanah yang kembali dikuasai

negara.12

Dalam Pasal I Ketentuan Konversi Undang-Undang Pokok Agraria

menyatakan hak eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya undang-

undang ini sejak saat tersebut menjadi hak milik, hanya dimungkinkan jika

subjek hak telah menjadi WNI pada tanggal 24 September 1960. Orang asing,

kewarganegaraan ganda dan badan hukum tidak dapat mempunyai hak milik,

hanya dapat dikonversi menjadi hak guna bangunan dengan jangka waktu 20

tahun. Jika hak eigendom dibebani dengan hak opstal atau hak erfpacht, maka

hak opstal dan hak erfpacht itu menjadi hak guna bangunan, yang membebani

hak milik yang bersangkutan selama sisa waktu hak opstal atau hak erfpacht

tersebut selama-lamanya 20 tahun.13

Berikut ini akan diuraiakan landasan hukum konversi terhadap hak atas

tanah yang berasal dari tanah hak barat, sebagaimana diuraikan dalam

ketentuan konversi UUPA seperti:

PASAL I:

(1) Hak Eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya Undang-

undang ini sejak saat tersebut menjadi hak milik, kecuali jika yang

12
Dian Aries Mujiburohman, “Legalisasi Tanah-Tanah Bekas Hak Eigendom (Kajian
Putusan Nomor 17/Pdt.G/2014/PN.Pkl),” Jurnal Yudisial, Vol. 14 No. 1 (April 2021): 124.
13
Dian Aries, 124.
10

mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam

Pasal 21.

(2) Hak Eigendom kepunyaan pemerintah asing yang dipergunakan untuk

keperluan rumah kediaman Kepala Perwakilan dan gedung kedutaan,

sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak pakai tersebut

dalam Pasal 41 ayat 1, yang akan berlangsung selama tanahnya

dipergunakan untuk keperluan tersebut diatas.

(3) Hak Eigendom kepunyaan orang asing, seorang warga negara yang

disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai

kewarganegaraan asing dan badan-badan hukum, yang tidak ditunjuk

oleh Pemerintah sebagai dimaksud dalam Pasal 21 ayat 2 sejak mulai

berlakunya Undang-undang ini menjadi hak-gunabangunan tersebut

dalam Pasal 35 ayat (1) dengan jangka waktu 20 Tahun.

(4) Jika hak eigendom tersebut dalam ayat (1) pasal ini dibebani dengan hak

opstal atau hak erfpacht, maka hak opstal dan hak erfpacht itu sejak

mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak guna bangunan

tersebut dalam Pasal 35 ayat (1), yang membebani hak milik yang

bersangkutan selama sisa waktu hak opstal atau hak erfacht tersebut

diatas, tetapi selama-lamanya 20 Tahun.

(5) Jika hak eigendom tersebut dalam ayat 3 Pasal ini dibebani dengan hak

opstal atau hak erfpacht, maka hubungan antara yang mempunyai hak

eigendom tersebut dan pemegang hak opstal atau hak erfpacht


11

selanjutnya diselesaikan menurut pedoman yang ditetapkan oleh

Menteri Agraria

(6) Hak-hak Hypotheek, Servituut, Vruchtgebruik dan hak-hak lain yang

membebani hak eigendom tetap membebani hak milik dan hak guna

bangunan tersebut dalam ayat (1) dan ayat (3) pasal ini, sedang hak-hak

tersebut menjadi suatu hak menurut Undang Undang ini.

Pasal 54 Undang-Undang Pokok Agraria berbunyi :

Berhubung dengan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 21 dan 26, maka


jika seseorang yang di samping kewarganegaraan Indonesianya
mempunyai kewarganegaraan Republik Rakyat Tiongkok, telah
menyatakan menolak kewarganegaraan Republik Rakyat Tiongkok
untuk yang disahkan menurut peraturan perundangan yang
bersangkutan, ia dianggap hanya berkewarganegaraan Indonesia saja
menurut Pasal 21 ayat (l).
Pasal 54 UUPA ini dapat dikatakan sangat unik, sebab mengatur secara

khusus perihal dwikewarganegaraan Indonesia-RRT. Namun, yang utama

bahwa pasal tersebut merupakan akibat konsekuen prinsip nasionalitas. Maka

konversi tanah-tanah bekas hak Barat harus dikaitkan dengan kepastian

kewarganegaraan tunggal seseorang.14 Surat Departemen Agraria No. Unda

1/7/39 menyatakan bahwa tanggal kewarganegaraan WNI itu dilihat per 24

September 1960. Bila sudah mempunyai kewarganegaraan Indonesia tunggal

per 24 September 1960, hak eigendomnya dikonversi menjadi hak milik. Jika

kewarganegaraan tunggal Indonesianya itu didapat sesudah 24 September

1960, hak eigendomnya dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan. Tanggal

perolehan kewarganegaraan tunggal Indonesia ini merujuk pada tanggal

14
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-peraturan Hukum
Tanah, (Jakarta: Djambatan, 1989), hlm. 45.
12

pernyataan hakim Pengadilan Negeri yang menyatakan bahwa seseorang

menolak kewarganegaraan RRT. Catatan tanggal ini terletak di sebelah kanan

surat pernyataan yang dikeluarkan hakim Pengadilan Negeri.

Jika kewarganegaraan Indonesia tunggal tersebut sesudah tanggal 24

September 1960 dan haknya dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan maka

yang bersangkutan masih dapat mengubahnya menjadi Hak Milik dengan

mempergunakan lembaga pelepasan hak dan memohon hak kembali untuk

menjadi Hak Milik atas tanah tersebut. UUPA mengatur hukum pertanahan di

Indonesia sejak 24 September 1960. Sebelumnya, perkara tanah diatur dalam

hukum benda Buku II KUHPerdata (BW).

Tiap-tiap hak milik (eigendom) harus dianggap “bebas” adanya. Barang

siapa membeberkan bahwa ia mempunyai hak atas kebendaan milik orang lain,

maka ia harus dapat membuktikan hak itu. Kebebasan atas hak milik individu

yang dianut bangsa Barat tidak dapat diterima bangsa Indonesia. Sebab, kultur

bangsa Indonesia bersifat tolong menolong antarsesama, yang terejawantah

dalam kegiatan gotongroyong untuk menuju kesejahteraan dan kemakmuran

bersama.15

Hak eigendom atas tanah setiap individu dalam konsep Barat

berlandaskan pada hukum kodrat dalam teori kepemilikan John Locke.

Dinyatakan, “Tuhan memberi dunia ini kepada manusia sebagai milik bersama,

tetapi karena Ia memberikannya kepada mereka untuk kemaslahatan dan

15
Elza Syarief, 15.
13

kenyamanan terbesar dari hidup yang dapat mereka peroleh dari-Nya, tidak

bisa diandaikan bahwa Ia maksudkan agar dunia ini harus tetap milik bersama

dan tidak diolah. Ia memberikannya untuk digunakan oleh orang yang rajin dan

rasional (dan kerja menjadi dasar bagi haknya atas itu).”16

Dengan keberadaan pengaturan KUHPerdata tentang tanah, yang jelas-

jelas memberi penekanan pada kepemilikan individu, terjadi dualisme aturan

dalam praktik kehidupan masyarakat. Timbul pula pergesekan-pergesekan

akibat dualisme tersebut. Namun, pengaruh KUHPerdata sangat besar dalam

kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia, terutama bagi masyarakat kota.

Masyarakat perkotaan cenderung menyukai ketentuan KUHPerdata daripada

hukum adat. Mereka diam-diam akhirnya tunduk dan menggunakan hukum

Barat tersebut sebagai hukum positif. Namun, di sisi lain, masyarakat Indonesia

pedesaan masih menggunakan hukum adat.17

B. Konversi Hak-hak Barat Ke Dalam Undang-Undang Pokok Agraria

(UUPA)

Kebutuhan akan tanah dewasa ini meningkat sejalan dengan

bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan lain yang

berkaitan dengan tanah. Tanah tidak saja sebagai tempat bermukim, tempat

untuk bertani tetapi juga dipakai sebagai jaminan mendapatkan pinjaman di

bank, untuk keperluan jual beli, sewa menyewa. Begitu pentingnya, kegunaan

16
John Locke, The Second Treatise on Civil Government. (New York: Prometheus Books,
1986), hlm. 22
17
Elza Syarief, 15.
14

tanah bagi kepentingan umum bagi orang atau badan hukum menuntut adanya

jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut.18

Tanggal 24 September 1960, yang merupakan hari bersejarah karena

pada tanggal tersebut telah diundangkan dan dinyatakan berlakunya Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

bagi seluruh wilayah Indonesia. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 5

Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya di

sebut UUPA) terjadi perubahan fundamental pada Hukum Agraria di

Indonesia, terutama di bidang pertanahan.19 Maka berakhirlah dualisme hukum

tanah dan terselenggaranya unifikasi yaitu kesatuan hukum dilapangan hukum

pertanahan di Indonesia. Ketentuan ini sekaligus mencabut Hukum Agraria

yang berlaku pada zaman penjajahan antara lain yaitu Agrarische Wet (Stb.

1870 Nomor 55), Agrarische Besluit dan Kitab Undang-undang Hukum

Perdata khususnya Buku II tentang Kebendaan, salah satunya yang mengatur

tentang masalah hak atas tanah.

Istilah konversi adalah merupakan terjemahan dari kata “convertion”

yang berarti perubahan, pengubahan atau penukaran.20 Apabila pengertian

konversi dikaitkan dengan hukum (khususnya dalam agraria), maka dapat

18
Florianus, S.P Sangsun, 1.
19
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Jilid I Hukum Tanah Nasional, (Jakarta:
Djambatan, Jakarta, 2007), hlm. 1.
20
John M. Echols dan Hassan Shadaly, Kamus Inggris–Indonesia, (Jakarta: Gramedia,
1987), hlm.146.
15

diartikan peralihan, perubahan (omzetting) dari suatu hak tertentu kepada

suatau hak yang lain.21

Tujuan pendaftaran konversi tanah untuk memberikan kepastian

hukum, perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah atau

menghasilkan Surat Tanda Bukti Hak yang berlaku sebagai alat pembuktian

yang kuat.22

1. Klasifikasi Hak Atas Tanah Bekas Hak Barat Setelah Dilakukan

Konversi Sebagaimana Diatur dalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960

Setelah berlakunya UUPA, maka semua hak-hak barat yang belum

dibatalkan sesuai ketentuan sebagaimana tersebut diatas, dan masih

berlaku tidak serta merta hapus dan tetap diakui, akan tetapi untuk dapat

menjadi hak milik atas tanah sesuai dengan sistem yang diatur oleh UUPA,

harus terlebih dahulu dikonversi menurut dan sesuai dengan ketentuan-

ketentuan konversi dan aturan pelaksanaannya. Dalam Pelaksanaan

konversi tersebut ada beberapa prinsip, yaitu :

a. Prinsip Nasionalitas Dalam Pasal 9 UUPA, secara jelas menyebutkan

bahwa hanya Warga Negara Indonesia saja yang boleh mempunyai

hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa.

Badan-badan hukum Indonesia juga mempunyai hak-hak atas tanah,

tetapi untuk mempunyai hak milik hanya badan-badan hukum yang

21
Bachsab Mustafa, Hukum Agraria Dalam Perspektif, (Bandung: Remaja Karya, 1985),
hlm. 46.
22
Agung Raharjo, 14.
16

ditunjuk oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang

Penunjukan Badan-badan Hukum yang dapat mempunyai hak Milik

atas Tanah, antara lain : Bank-bank yang didirikan oleh Oleh Negara,

Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian yang didirikan

berdasarkan Undang-undang Nomor 79 Tahun 1963, badan-badan

keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria setelah

mendengar pendapat Menteri Agama, dan badan-badan sosial yang

ditunjuk oleh Menteri Pertanian atau mendengar Menteri Sosial.

b. Pengakuan Hak-hak tanah terdahulu Ketentuan-konversi di Indonesia

mengambil sikap yang human atas masalah hakhak atas tanah sebelum

berlakunya UUPA, yaitu hak-hak yang pernah tunduk kepada Hukum

Barat maupun Hukum Adat yang kesemuanya akan masuk melalui

Lembaga Konversi ke dalam sistem dari UUPA.

c. Penyesuaian pada ketentuan Konversi Sesuai dengan Pasal 2 dari

Ketentuan Konversi maupun Surat Keputusan Menteri Agraria

maupun dari Edaran-edaran yang diterbitkan, maka hak-hak atas tanah

yang pernah tunduk kepada Hukum Barat dan Hukum Adat harus

disesuaikan dengan hakhak yang diatur oleh UUPA.

d. Status Quo Hak-hak Tanah terdahulu Dengan berlakunya UUPA,

maka tidak mungkin lagi diterbitkan hak-hak baru atas tanah-tanah

yang akan tunduk kepada Hukum Barat. Setelah diseleksi menurut

ketentuanketentuan Konversi Undang-Undang Pokok Agraria dan

Peraturan pelaksanaannya maka terhadap hak-hak atas tanah bekas


17

hak barat dapat menjadi : a. Tanah Negara karena terkena ketentuan

asas nasionalitas atau karena tidak dikonversi menjadi hak menurut

Undang-undang Pokok Agraria. b. Dikonversi menjadi hak yang

diatur menurut Undang-undang Pokok Agraria seperti Hak milik, Hak

Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai.

Macam-macam hak atas tanah hak-hak Barat adalah:

a. Hak Eigendom (Recht van Eigendom)

Dalam pasal 570 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

menyebutkan bahwa hak eigendom adalah hak untuk menikmati suatu

kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap

kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan

dengan undang-undanga tau peraturan umum yang ditetapkan oleh

suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu

hak-hak orang lain, kesemuanya itu tidak mengurangi akan

pencabutan atas kebenda hak itu demi kepentingan umum berdasarkan

atas ketentuan Undang-Undang dan dengan pembayaran ganti rugi.

b. Hak Erfpacht (Recht van Erfpacht)

Hak Erfacht, menurut Pasal 720 KUHPerdata adalah suatu hak

kebendaan untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang

tak bergerak milik orang lain, dengan kewajiban akan membayar upeti

tahunan kepada sipemilik sebagai pengakuan akan kepemilikannya,

baik berupa uang maupun pendapatan lainnya.

c. Hak Opstal (Recht van Opstal)


18

Hak Opstal adalah suatu hak kebendaan (zakelijk recht) untuk

mempunyai rumahrumah, bangunan-bangunan dan tanaman diatas

tanah milik orang lain. Hak Opstal menurut Pasal 711 KUHPerdata

merupakan hak numpang karang yaitu suatu hak kebendaan untuk

mempunyai gedung-gedung, bangunan-bangunan dan penanaman

diatas pekarangan orang lain. Bagi pemegang Hak Opstal, mempunyai

kewajiban, antara lain : a. Membayar Canon (uang yang wajib dibayar

pemegang hak opstal setiap tahunnya kepada negara) b. Memelihara

tanah opstal itu sebaik-baiknya c. Opstaller dapat membebani haknya

kepada hipotik d. Opstaller dapat membebani tanah itu dengan

pembebanan pekarangan selama hak opstall itu berjalan e. Opstaller

dapat mengasingkan hak opstall itu kepada orang lain.

d. Hak Van Gebruik

Menurut Pasal 756 KUHPerdata, Recht van Gebruik adalah suatu hak

kebendaan, dengan mana seorang diperbolehkan menarik segala hasil

dari sesuatu kebendaan milik orang lain, sehingga seolah-olah dia

sendiri pemilik kebendaan itu, dan dengan kewajiban memeliharanya.

Konversi hak-hak atas tanah adalah penyesuaian hak lama atas

tanah menjadi hak baru menurut Undang-Undang Pokok Agraria.23

Sedangkan menurut A.P Parlindungan, konversi hak-hak atas tanah adalah

23
Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia Jilid 1, (Prestasi Pustaka
Raya, Jakarta, 2004), hlm. 80.
19

bagaimana pengaturan dari hak-hak atas tanah yang ada sebelum

berlakunya UUPA untuk masuk dalam sistem UUPA.24

Dalam UUPA terdapat 3 (tiga) jenis konversi: Konversi hak atas

tanah, berasal dari tanah hak barat. Konversi hak atas tanah, berasal dari

hak Indonesia. Konversi hak atas tanah, berasal dari tanah bekas Swapraja.

Khusus konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah hak barat terdapat

3 (tiga ) hak yang dikonversi ke dalam UUPA, yaitu; Hak Eigendom, Hak

Erfpacht, Hak Opstall. Apabila kita cermati arti konversi diatas, bahwa ada

suatu peralihan atau perubahan dari hak tanah tertentu kepada hak tanah

yang lain, yaitu perubahan hak lama yang secara yuridis adalah hak-hak

sebelum adanya UUPA menjadi hak-hak baru atas tanah sebagaimana

dimaksud dalam rumusan UUPA, khususnya sebagaimana diatur dalam

pasal 16 ayat (1) antara lain hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan,

dan hak pakai.

Berikut ini akan diuraiakan landasan hukum konversi terhadap hak

atas tanah yang berasal dari tanah hak barat, sebagaimana diuraikan dalam

ketentuan konversi UUPA seperti:

PASAL I:

(1) Hak Eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya Undang-

undang ini sejak saat tersebut menjadi hak milik, kecuali jika yang

24
A.P. Parlindungan, Konversi Hak-Hak Atas Tanah, (Mandar Maju, Bandung, 1990), hlm.
21.
20

mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam

Pasal 21.

(2) Hak Eigendom kepunyaan pemerintah asing yang dipergunakan untuk

keperluan rumah kediaman Kepala Perwakilan dan gedung kedutaan,

sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak pakai

tersebut dalam Pasal 41 ayat 1, yang akan berlangsung selama

tanahnya dipergunakan untuk keperluan tersebut diatas.

(3) Hak Eigendom kepunyaan orang asing, seorang warga negara yang

disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai

kewarganegaraan asing dan badanbadan hukum, yang tidak ditunjuk

oleh Pemerintah sebagai dimaksud dalam Pasal 21 ayat 2 sejak mulai

berlakunya Undang-undang ini menjadi hak-guna-bangunan tersebut

dalam Pasal 35 ayat (1) dengan jangka waktu 20 Tahun.

(4) Jika hak eigendom tersebut dalam ayat (1) pasal ini dibebani dengan

hak opstal atau hak erfpacht, maka hak opstal dan hak erfpacht itu

sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi hak guna

bangunan tersebut dalam Pasal 35 ayat (1), yang membebani hak milik

yang bersangkutan selama sisa waktu hak opstal atau hak erfacht

tersebut diatas, tetapi selama-lamanya 20 Tahun.

(5) Jika hak eigendom tersebut dalam ayat 3 Pasal ini dibebani dengan

hak opstal atau hak erfpacht, maka hubungan antara yang mempunyai

hak eigendom tersebut dan pemegang hak opstal atau hak erfpacht
21

selanjutnya diselesaikan menurut pedoman yang ditetapkan oleh

Menteri Agraria.

(6) Hak-hak Hypotheek, Servituut, Vruchtgebruik dan hak-hak lain yang

membebani hak eigendom tetap membebani hak milik dan hak guna

bangunan tersebut dalam ayat (1) dan ayat (3) pasal ini, sedang hak-

hak tersebut menjadi suatu hak menurut Undang-Undang ini.

PASAL III:

(1) Hak Erfpacht untuk perusahaan perkebunan besar, yang ada pada

mulai berlakunya Undang-undang ini, sejak saat tersebut menjadi hak

guna usaha tersebut dalam Pasal 28 ayat 1 yang akan berlangsung

selama sisa waktu hak erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20

Tahun.

(2) Hak Erfpacht untuk pertanian kecil yang ada pada mulai berlakunya

Undang-undang ini, sejak saat tersebut hapus dan selanjutnya

diselesaikan menurut ketentuanketentuan yang diadakan oleh Menteri

Agraria.

PASAL V:

Hak Opstall dan hak Erfpacht untuk perumahan, yang ada pada mulai

berlakunya Undang-undang ini, sejak saat tersebut menjadi hak guna

bangunan tersebut dalam Pasal 35 ayat (1) yang berlangsung selama sisa

waktu hak opstall dan erfpacht tersebut, tetapi selama-lamanya.

PASAL VIII:
22

(1) Terhadap hak-guna-bangunan tersebut dalam Pasal I ayat 3 dan 4,

Pasal II ayat 2 dan Pasal V berlaku ketentuan dalam Pasal 36 ayat 2.

(2) Terhadap Hak-guna-usaha tersebut Pasal II ayat 2, Pasal III ayat 1 dan

2 dan Pasal IV Ayat 1 berlaku ketentuan dalam Pasal 30 ayat 2.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan mengenai

penggolongan konversi hak atas tanah yang bersumber dari hak barat

sebagai berikut:

a. Hak-hak yang dikonversi menjadi hak milik meliputi: hak eigendom

atas tanah (Pasal I ayat 1 ).

b. Hak-hak yang dikonversi menjadi hak guna usaha meliputi:

1) Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar (Pasal III ayat 1)

2) Pemegang concessie dan sewa untuk perusahaan kebun besar

(Pasal IV ayat 1)

c. Hak-hak yang dikonversi menjadi hak guna bangunan meliputi:

1) Hak eigendom kepunyaan orang/ badan hukum asing (Pasal I ayat

3).

2) Hak opstall atau hak erfpacht yang membebani hak eigendom

(Pasal I ayat 4).

3) Hak opstall dan hak erfpacht untuk perumahan (Pasal V).

d. Hak-hak yang dikonversi menjadi hak pakai meliputi: hak eigendom

kepunyaan pemerintahan negara asing yang dipergunakan untuk

keperluan rumah kediaman kepala perwakilan dan gedung kedutaan

(Pasal I ayat 2).


23

e. Hak-hak yang setelah dikonversi menjadi hapus meliputi: hak

erfpacht untuk pertanian kecil (Pasal III ayat 2 ).

2. Status Kepemilikan Tanah Hasil Konversi Hak Barat Berdasarkan

UU No. 5 Tahun 1960 Dihubungkan dengan Pendaftaran Tanah

Pasal 19 UUPA mengamanahkan bahwa untuk menjamin adanya

kepastian hukum, pemerintah wajib melaksanakan pendaftaran tanah

diseluruh wilayah Indonesia, hal ini dilakukan dengan mengingat keadaan

negara dan masyarakat serta keperluan lalu lintas sosial ekonomis

masyarakat. Secara legal formal pendaftaran tanah menjadi dasar bagi

status/kepemilikan tanah bagi individu atau badan hukum selaku

pemegang hak yang sah secara hukum.

Berkaitan dengan pelaksanaan konversi hak atas tanah, khususnya

yang berasal dari hak barat sebagaimana diatur dalam UUPA, pendaftarn

tanah menjadi dasar bagi terselenggaranya konversi, karena konversi

bukan peralihan hak secara otomatis, tetapi harus dimohonkan dan

didaftarkan ke Kepala Kantor Pendaftaran Tanah (BPN).

Jika dilihat ketentuan konversi, maka jelas bahwa prinsipnya hak-

hak atas tanah sepanjang pemegang haknya pada saat ketentuan konversi

berlaku adalah Warga Negara Indonesia tunggal maka hak itu akan

dikonversikan menjadi hak milik menurut UUPA. Konsekuensi dari

berlakunya ketentuan konversi (UUPA) mengharuskan semua bukti

kepemilikan sebelum berlakunya UUPA harus diubah status hak atas tanah

menurut ketentuan konversi yang diatur dalam UUPA. Cara mengubah


24

status hak atas tanah tersebut yaitu dengan mendaftarkan tanah tersebut

untuk diberikan bukti kepemilikan yang baru, yaitu sertifikat hak atas

tanah, dengan catatan hal itu dilakukan sebelum jangka waktu yang

ditetapkan yakni sampai 24 september 1980, jika permohonan atau

pendaftaran hak atas tanah tidak dilakukan maka hak atas tanah akan

dikuasai langsung negara.

Cara melakukan pendaftaran tanah untuk mengubah status hak atas

tanahdapat dibagi atas 2 (dua) cara yaitu:

a. Jika pemohon memiliki bukti hak atas tanah yang diakui berdasarkan

Pasal 23 dan 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, maka

dapat ditempuh proses Konversi langsung yaitu dengan cara

mengajukan permohonan dan menyerahkan bukti kepemilikan hak

atas tanah kepada Kantor Pertanahan.

b. Jika pemohon tidak memiliki atau kehilangan bukti kepemilikan hak

atas tanah, maka cara yang ditempuh adalah melalui Penegasan

Konversi atau melalui Pengakuan Hak.

Terdapat 3 (tiga bukti tertulis yang dapat diajukan oleh pemilik

tanah, yaitu:

a. Bukti tertulisnya lengkap.

b. Bukti tertulisnya sebagian tidak ada lagi.

c. Bukti tertulisnya semua tidak ada lagi.

Dalam kondisi bukti tertulisnya lengkap, maka tidak lagi

memerlukan tambahan alat bukti, jika buktinya sebagian maka harus


25

diperkuat dengan keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan.

Sedangkan jika bukti tertulisnya senuanya tidak ada lagi maka harus

diganti keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan.

Penegasan konversi dilakukan jika ada surat pernyataan

kepemilikan tanah dari pemohon dan dikuatkan oleh keterangan saksi

tentang kepemilikan tanah tersebut, tapi juga tergantung pada lamanya

penguasaan fisik tanah tersebut oleh pemohon.

Pengakuan hak sangat bergantung dengan lamanya penguasaan

fisik, yaitu selama 20 tahun demikian disebutkan didalam pasal 24 ayat (2)

Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997. Persyaratan pengakuan hak

tersebut dapat dirincikan sebagai berikut:

1) Bahwa pemohon telah menguasai tanah tersebut selama 20 tahun atau

lebih secara berturut-turut atau dari pihak lain yang telah

menguasainya.

2) Penguasaan itu telah dilakukan dengan itikad baik.

3) Penguasaan tanah itu tidak pernah diganggu gugat dan diakui serta

dibenarkan oleh masyarakat di kelurahan atau tempat objek hak

tersebut.

4) Bahwa tanah tersebut sekarang tidak dalam sengketa.

5) Bahwa jika pernyataan tersebut memuat hal-hal yang tidak sesuai

dengan kenyataan maka pemohon dapat dituntut secara pidana


26

maupun perdata dimuka pengadilan karena memberikan keterangan

palsu.

Penegasan konversi, pengakuan hak dan pemberian hak diatur

didalam pasal 56 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, yaitu sebagai berikut:

1) Berdasarkan berita acara pengesahan data fisik data yuridis

sebagaimana dimaksud dalam pasal 64 ayat (1) dilaksanakan kegiatan

sebagai berikut:

a. Hak atas sebidang tanah yang alat bukti tertulisnya lengkap

sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 ayat (2) dan yang alat

bukti tertulisnya tidak lengkat tapi ada keterangan saksi maupun

pernyataan yang bersangkutan sebagaimana yang dimaksud pasal

60 ayat (3) oleh Ketua Panitia Ajudikasi ditegaskan konversinya

menjadi hak milik atas nama pemegang hak yang terakhir.

b. Hak atas tanah yang bukti kepemilikannya tidak ada tetapi telah

dibuktikan kenyataan penguasaan fisiknya selama 20 tahun

sebagaimana dimaksud pasal 61 oleh Ketua Ajudikasi diakui

sebagai hak milik.

2) Untuk pengakuan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,

tidak diperlukan penerbitan surat keputusan pengakuan hak.

Sementara terhadap pelaksanaan konversi dapat dilakukan dalam 2

(dua) kondisi dan dilengkapi dengan dokumen-dokumen sebagai berikut:


27

a. Bagi konversi langsung, maka dokumen yang dibutuhkan adalah:

1) Surat permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan.

2) Bukti pemilikan/ penguasaan tanah; berupa surat bukti seperti,

girik/ letter

3) pipit, verponding Indonesia ( jika dimiliki ). Bukti tersebut harus

juga dilakukan dengan bukti lain:

a) Surat-surat asli jual beli, tukar menukar, hibah atau akta

waris.

b) Pernyataan dari pemohon atas penguasaan tanah tersebut,

bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa.

4) Foto copy KTP pemohon yang masih berlaku.

5) Kartu keluarga.

6) Surat tanda bukti pelunasan SPPT PBB (Pajak Bumi dan

Bangunan) yang terakhir

7) Surat berkewarganegaraan Republik Indonesia dan atau surat

pernyataan Ganti Nama (apabila warga keturunan).

8) Surat ukur/ gambar situasi (bila sudah ada dan masih dapat

digunakan).

b. Bagi penegasan konversi/ pengakuan hak, dokumen yang dibutuhkan

adalah:

1) Surat permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan bukti

penguat pemilikan penguasaan tanah;

a) Pernyataan dan permohonan.


28

b) Keterangan dari kelurahan dan keterangan dari sekurang-

kurangnya 2 (dua) saksi atau lebih yang dapat dipercaya serta

telah menjadi penduduk setempat dan tidak memiliki

hubungan kekeluargaan dan kekerabatan dengan pemohon.

2) Foto copy KTP pemohon

3) Kartu Keluarga.

4) Bukti pelunasan PBB terakhir

5) Surat kuasa (bila dikuasainya).

6) Surat Berkewarganegaraan Republik Indonesia (SKBRI) dan

surat pernyataan ganti nama (apabila warga keturunan).

7) Surat ukur/ gambar situasi (apabila sudah ada dan masih dapat

digunakan).

Permohonan hak atas tanah dapat dilakukan terhadap:

a. Tanah negara bebas; belum pernah melekat sesuatu hak diatasnya.

b. Tanah negara asalnya masih melekat sesuatu hak dan jangka

waktunya belum berakhir, namun dimintakan perpanjangannya.

c. Tanah negara asalnya pernah melekat sesuatu hak dan jangka

waktunya telah berakhir untuk dimintakan pembaharuannya,

termasuk tanah-tanah Hak Barat, sebagai mana dijelaskan dalam

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 tahun1979 tentang

pokok-pokok kebijaksanaan dalam rangka pemberian hak baru atas

tanah asal konversi hak barat, pasal 1 ayat (1); “Tanah Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan, dan hak pakai asal konversi hak barat,
29

yangg jangka waktunya akan berakhir selambat-lambatnya pada

tanggal 24 September 1980. sebagaimana yang dimaksud dalam

UUPA, pada saat berakhirnya hak, yang bersangkutan menjadi tanah

yang dikuasai langsung oleh Negara“ maupun tanah-tanah yang telah

terdaftar menurut Undang-Undang Pokok Agraria ( UUPA ).

Selanjutnya terkait dengan pendaftaran SK pemberian hak untuk

mendapatkan sertifikat tanda bukti hak diperlukan dokumen berikut ini:

a. Surat permohonan pendaftaran.

b. Surat pengantar.

c. SK pemberian hak untuk keperluan pendaftaran.

d. Bukti pelunasan uang pemasukan atau BPHTB apabila dipersyaratkan

e. Identitas pemohon

Hak milik dapat diberikan kepada; warga negara Indonesia, badan-

badan hukum yang ditetapkan pemerintah, misalnya Bank Pemerintah,

Badan Keagamaan, dan Badan Sosial yang ditunjuk pemerintah. Hak ini

bersifat turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang

atas tanah, dengan mengingat fungsi sosial tanah, maka jangka waktu

berlakunya hak milik dalah untuk waktu yang tidak ditentukan. Terhadap

hak ini juga dapat hapus, apabila; (1) Karena pencabutan hak, (2) Karena
30

penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya, (3) Karena ditelantarkan, (4)

Beralih kepada orang asing, (5) Tanahnya musnah.25

Sementara itu terhadap hak guna usaha, hak guna bangunan, dan

hak pakai dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Warga Negara Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut

hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia dapat memperoleh

HGU. HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai

langsung oleh negara guna perusahaan pertanian, perikanan, atau

peternakan. Jangka waktu berlakunya HGU adalah 5 tahun dan dapat

diperpanjang paling lam 25 tahun, dan apabila waktu tersebut berakhir

maka kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan HGU

diatas tanah yang sama.

b. Hak guna Bangunan (HGB) diberikan kepada WNI, badan hukum

yang didirikan menurut hukum dan berkedudukan di Indonesia. HGB

adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan

atas tanah yang bukan miliknya sendiri. Jangka waktunya 30 tahun

dan dapat diperpanjang selama 20 tahun, setelah berakhir maka

kepada bekas pemegang hak dapat diberikan pembaharuan HGB

diatas tanah yang sama.26

25
Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria
26
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Dan Hak Pakai Atas Tanah.
31

c. Hak pakai dapat diberikan kepada WNI, orang asing yang

berkedudukan di Indonesia, instansi pemerintah, badan hukum yang

didirikan menurut hukum Indonesia, badan hukum asing yang

mempunyai perwakilan di Indonesia. Hak pakai adalah hak untuk

menggunakan dan/ atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai

langsung oleh negara atau milik orang lain, jangka waktu berlakunya

adalah 25 tahun dan diperpanjang selama 20 tahun atau untuk jangka

waktu yang tidak ditentukan dengan syarat selama tanahnya

dipergunakan untuk keperluan tertentu, setelah jangka waktu hak dan

perpanjangan berakhir, maka kepada pemegang hak dapat diberikan

pembaharuan hak pakai atas tanah yang sama.

d. Hak pengelolaan diberikan kepada; instansi pemerintah termasuk

pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik

daerah, PT Persero, badan otorita, badan hukum pemerintah lainnya

yang ditunjuk pemerintah. Jangka waktunya tidak ditentukan tetapi

bergantung selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.

e. Hak milik atas satuan rumah susun; hak milik ini diberikan atas

pemilikan rumah susun. Rumah susun adalah bangunan gedung

bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam

bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah

horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang

masingmasing dapat dimiliki dan dibangun secara terpisah, terutama


32

untuk tempat hunian atau bukan hunian, yang dilengkapi dengan

bagian bersama dan tanah bersama.


33

KESIMPULAN

Hak barat merupakan hak atas tanah bagi orang asing yang diatur dalam

undang-undang. Hukum pertanahan pada masa pemerintahan Hindia Belanda

menggunakan sistem hukum tanah barat yang berkonsepsi individualistis. UUPA

bermaksud mengindonesiakan kembali hak atas tanah yang terdapat di Indonesia,

di mana sewaktu berlaku BW dikenal hak hak Barat seperti Hak Eigendom, Hak

Erfpacht, Hak Opstall.

Tiap-tiap hak milik (eigendom) harus dianggap “bebas” adanya. Barang

siapa membeberkan bahwa ia mempunyai hak atas kebendaan milik orang lain,

maka ia harus dapat membuktikan hak itu. Kebebasan atas hak milik individu yang

dianut bangsa Barat tidak dapat diterima bangsa Indonesia. Sebab, kultur bangsa

Indonesia bersifat tolong menolong antarsesama, yang terejawantah dalam kegiatan

gotongroyong untuk menuju kesejahteraan dan kemakmuran bersama

Konversi merupakan pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum

berlakunya UUPA untuk masuk kedalam sistem dari UUPA, atau dengan kata lain

adanya peralihan, perubahan (omzetting) dari suatu hak kapada suatu hak lain.

Adapun yang menjadi landasan hukum bagi pelaksanaan konversi hak atas tanah

adalah bagian kedua UUPA tentang ketentuan-ketentuan konversi yang terdiri atas

9 (sembilan) pasal yang mengatur tiga jenis konversi yaitu; konversi hak atas tanah

yang bersumber dari hak-hak Indonesia, konversi hak atas tanah bekas Swapraja

dan konversi hak atas tanah yang berasal dari hak-hak barat. Khusus mengenai hak

atas tanah yang berasal dari hak-hak barat seperti, hak eigendom, hak opstal, hak

erfpacht, dengan berlakunya ketentuan konversi akan mengalami perubahan atau


34

peralihan. Dalam ketentuan konversi, sebagaimana dimaksud pada bagian kedua

UUPA dinyatakan bahwa semua hak yang ada sebelum berlakunya UUPA beralih

menjadi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai. Dengan

pemberlakuan ketentuan konversi ini berarti pengakuan dan penegasan terhadap

hak-hak lama, juga sebagai maksud penyederhanaan hukum dan upaya untuk

menciptakan kepastian hukum.

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979, ketentuan

konversi bagi hak-hak barat telah berakhir sejak tanggal 24 September 1980, berarti

telah diberikan jangka waktu yang relatif lama sampai 20 tahun sejak

diberlakukannya ketentuan konversi sebagaimana diatur dalam UUPA, yang

dimaksudkan untuk mengakhiri sisa-sisa hak barat atas tanah di Indonesia dengan

segala sifatnya yang tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Dengan

demikian setiap hak atas tanah barat hanya dapat dikonversi sesuai jangka waktu

yang telah ditetapkan, apabila lewat jangka waktu tersebut maka hak atas tanah

tersebut akan dibawah kekuasaan negara. Selanjutnya bukti hak atas tanah yang

muncul setelah jangka waktu tersebut, maka kepada pemegang hak diharuskan

mengajukan permohonan langsung ke Kepala Kantor Pertanahan, dengan

melengkapi syarat sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang

pendaftaran tanah.

Untuk selanjutnya akan di proses sebagai pemegang hak yang sah atas

tanah. Pemberlakuan ketentuan konversi terhadap hak-hak atas tanah yang berasal

dari hak barat meliputi 2 kondisi yakni; (1) hak-hak yang dapat dikonversi

langsung, (2) pengakuan hak/ penegasan konversi, jadi setiap hak-hak atas tanah
35

perlu dilakukan legalisasi kepemilikan hak baik secara fisik maupun yuridis,

melalui mekanisme yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku guna

terciptanya kepastian hak dan kepastian hukum.

Dosen Pengampu Mukmin Zakie, S.H., M.Hum., Ph.D., diizinkan untuk

mengutip, menggunakan bagian tulisan, untuk keperluan akademik, dengan

tetap mengindahkan etika akademik.


36

DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan dan Dan Hak Pakai Atas Tanah.

2. Buku

Bakri, M. Unifikasi Dalam Pluralisme Hukum Tanah di Indonesia

(Rekonstruksi Konsep Unifikasi Dalam UUPA). Kertha Patrika, 2008.

Chomzah, Ali Achmad. Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia Jilid 1.

Prestasi Pustaka Raya, Jakarta, 2004.

Echols, John M. dan Hassan Shadaly. Kamus Inggris–Indonesia. Jakarta:

Gramedia, 1987.

Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-peraturan

Hukum Tanah. Jakarta: Djambatan, 1989.

_____________ Hukum Agraria Indonesia; Sejarah Pembentukan UUPA, Isi

dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan, 2003.

_____________Hukum Agraria Indonesia Jilid I Hukum Tanah Nasional.

Jakarta: Djambatan, Jakarta, 2007.

Locke, John. The Second Treatise on Civil Government. New York: Prometheus

Books, 1986.

Mustafa, Bachsab. Hukum Agraria Dalam Perspektif. Bandung: Remaja Karya,

1985.
37

Parlindungan, A.P. Konversi Hak-Hak Atas Tanah. Mandar Maju, Bandung,

1990.

________________Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria. Bandung:

CV Mandar Maju, 1998.

Saleh, K. Wanjik. Hak Anda Atas Tanag, Ghalia Indonesia. Jakarta, 1985.

Sangsun, Florianus, S.P. Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah. Visi Media,

Jakarta, 2008.

Syarief, Elza. Pensertifikatan Tanah Bekas Hak Eigendom. Jakarta:

Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), 2014.

3. Jurnal

Cahyaningrum, Helga. “Penguasaan Tanah Bekas Hak Eigendom di

Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen.” Prosiding Ilmu Hukum,

Volume 6, No. 2 (2020).

Karina, N., dkk. “Penyelesaian Sengketa Tanah Bekas Hak Barat (Recht Van

Verponding) dengan Tanah Hak Pakai Di Kota Tegal (Studi kasus

Putusan MA Nomor: 1097k/Pdt/2013).” Diponegoro Law Review,

(2016).

Mujiburohman, Dian Aries. “Legalisasi Tanah-Tanah Bekas Hak Eigendom

(Kajian Putusan Nomor 17/Pdt.G/2014/PN.Pkl).” Jurnal Yudisial, Vol.

14 No. 1 (April 2021).

Nur, S. “Aspek Hukum Pendaftaran Tanah Bekas Milik Asing Sebagai Aset

Pemerintah Daerah.” Hasanuddin Law Review, (April 2015).

4. Lain-lain
38

Raharjo, Agung. “Pendaftaran Konversi Tanah Hak Milik Adat oleh Ahli

Waris.” Tesis, Universitas Diponegoro Semarang, 2010.

Anda mungkin juga menyukai