Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

KONVERSI HAK ATAS TANAH


Tugas mata kuliah
HUKUM AGRARIA
Dosen Pengampu:
Ida Tutia Rakhmi, S.H., S.Sos.I.,M.H.

Disusun Oleh:

M.Hafidz Ath-Thayyar (220104021)


Ajril Zamzal (220104128)
Khairani Karen Azara (220104056)
Syifa nabila (220104048)
Susi Amanda (220104067)

PRODI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.Latar Belakang
Kebutuhan akan tanah dewasa ini meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
meningkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah. Tanah tidak saja sebagai tempat bermukim,
tempat untuk bertani tetapi juga dipakai sebagai jaminan mendapatkan pinjaman di bank, untuk keperluan
jual beli, sewa menyewa. Begitu pentingnya, kegunaan tanah bagi kepentingan umum bagi orang atau badan
hukum menuntut adanya jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut.1
Tanggal 24 September 1960, yang merupakan hari bersejarah karena pada tanggal tersebut telah
diundangkan dan dinyatakan berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria bagi seluruh wilayah Indonesia. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya di sebut UUPA) terjadi perubahan
fundamental pada Hukum Agraria di Indonesia, terutama di bidang pertanahan. Maka berakhirlah dualisme
hukum tanah dan terselenggaranya unifikasi yaitu kesatuan hukum dilapangan hukum pertanahan di
Indonesia. Ketentuan ini sekaligus mencabut Hukum Agraria yang berlaku pada zaman penjajahan antara
lain yaitu Agrarische Wet (Stb. 1870 Nomor 55), Agrarische Besluit dan Kitab Undang-undang Hukum
Perdata khususnya Buku II tentang Kebendaan, salah satunya yang mengatur tentang masalah hak atas
tanah.
Dengan adanya Hukum Pertanahan Nasional diharapkan terciptanya kepastian hukum di Indonesia.
Untuk tujuan tersebut oleh pemerintah ditindaklanjuti dengan penyediaan perangkat hukum tertulis berupa
peraturan-peraturan lain dibidang hukum pertanahan nasional yang mendukung kepastian hukum serta
selanjutnya lewat perangkat peraturan yang ada dilaksanakan penegakan hukum berupa penyelenggaraan
pendaftaran tanah yang efektif.

1
Florianus, S.P Sangsun, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah, Visi Media, Jakarta, 2008, Hlm. 1
2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konversi Hak Tanah menurut Hukum Barat

Upaya Pemerintah Indonesia untuk membentuk Hukum Agraria Nasional yang akan menggantikan
Hukum Agraria Kolonial, yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sudah dimulai
padatahun 1948 dengan membentuk kepanitiaan yang diberi tugas untuk menyusun draft Undang-Undang
Agraria. Setelah mengalami beberapa perubahan kepanitiaan agraria yang cukup berlangsung selama 12
tahun sebagai suatu rangkaian proses yang cukup panjang dan berliku-liku, maka baru pada tanggal 24
September 1960 Pemerintah Indonesia berhasil menyusun Hukum Agraria Nasional, yang dituangkan
dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Setelah berlakunya UUPA, maka semua hak-hak barat yang belum dibatalkan sesuai ketentuanpada
masa penjajahan, dan masih berlaku tidak serta merta hapus dan tetap diakui, akan tetapi untuk dapat
menjadi hak milik atas tanah sesuai dengan sistem yang diatur oleh UUPA, harus terlebih dahulu dikonversi
menurut dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan konversi dan aturan pelaksanaannya. 2

Macam-macam hak atas tanah Barat dalam KUHPerdata diamtaramya adakah :

A. Hak Egiendom
Pengertian Hak Egiendom Menurut Pasal 570 KUHPerdata adalah :
Eigendom adalah hak terhadap suatu benda untuk mengenyam kenikmatan secara bebas dan
menguasai (menggunakannya) secara yang tidak terbatas (beschikking), asal saja tidak
dipergunakan yang bertentangan dengan UU atau peraturan- peraturan umum yang diadakan oleh
suatu kekuasaan yang berhak menetapkan, dan asal tidak mengganggu hak terhadap benda
(zakelijkrecht) dari pada hak perseorangan untuk kepentingan umum dengan syarat akan dibayar
ganti kerugian yang layak berdasarkan ketentuan yang sah
Mengenai konversinya, hak eigendom dapat di konversi menjadi Hak Milik. Apabila hak
eigendom atas tanah yang ada sejak berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menjadi hak milik setelah memenuhi syarat sebagaimana
tersebut dalam Pasal 21”.
B. Hak Opstal

2
Ulfia Hasanah, “Status kepemilikan Tanah Hasil Konversi Hak Barat Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang
Peratutan Dasar Pokok-Pokok Agraria Dihubungkan Dengan PP No. 24 Thun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah”,Jurnal Ilmu Hukum, 1Volume 3 No.1
3

Hak Opstal adalah hak untuk mempunyai rumah, bangunan atau tanaman-tanaman di atas
tanah orang lain. Pasal 711 KUHPerdata menyatakan bahwa: “suatu hak kebendaan untuk
mempunyai gedung-gedung, bangunan-bangunan dan penanaman diatas pekarangan orang lain”.
Pasal 1 ketentuan konversi UUPA menentukan “Hak opstal dan hak erfpacht untuk
perumahan yang ada pada pada mulai berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, sejak saat tersebut menjadi hak guna bangunan tersebut
dalam Pasal 35 ayat (1), yang berlangsung selama sisa waktu hak opstal dan erfpacht tersebut, tetapi
selama-lamanya 20 tahun”.Dengan demikian maka hak opstal itu dikonversi menjadi hak guna
bangunan menurut Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria dalam jangka waktu sisa waktu dari hak opstal sejak tanggal 24 September
tersebut, dengan ketentuan maksimum 20 tahun hak opstal yang sudah habis waktunya pada tanggal
24 September 1960 tidak dikonversi. Jadi dengan demikian, maka bekas yang punya hak opstal
dapat mengajukan permohonan hak baru.

C. Hak Erfpacht
Hak erpacht adalah hak benda yang paling luas yang dapat dibebankan atas benda orang
lain. Pada 720 KUHPerdata menyebutkan bahwa:
Suatu hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak bergerak milik
orang lain dengan kewajiban memberi upeti tahunan kepada pemilik sebagai pengakuan atas
kepemilikannya, baik berupa uang, berupa hasil atau pendapatan.
Disebutkan didalamnya pula bahwa pemegang erfpacht mempunyai hak untuk
mengusahakan dan merasakan hasil benda itu dengan penuh. Hak ini bersifat turun temurun,
banyak diminta untuk keperluan pertanian. Di Jawa dan Madura Hak erfpacht diberikan untuk
pertanian besar, tempat tempat kediaman di pedalaman, perkebunan dan pertanian kecil. Sedang di
daerah luar Jawa hanya untuk pertanian besar, perkebunan dan pertanian kecil.
Hak erfpacht adalah hak untuk memetik kenikmatan seluas-luasnya dari tanah milik orang
lain, mengusahakan untuk waktu yang sangat lama.Pasal 15 ayat 2 Peraturan Menteri Agraria No.
2 Tahun 1960, menentukan: “Hak erfpacht termaksud dalam ayat 1 Pasal ini yang sudah habis
waktunya dikonversi menjadi hak pakai yang berlaku sementara sampai ada keputusan yang pasti”.

D. Hak van Gebruik


Hak van gebruik adalah suatu hak kebendaan atas benda orang lain bagi seseorang tertentu
untuk mengambil benda sendiri danmemakai apabila ada hasilnya sekedar buat keperluannya
sendiri beserta keluarganya.
4

Hak-hak gebruik sejak berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria tanggal 24 September 1960 sesuai dengan Pasal VI ketentuan konversi
Undang-Undang Pokok-Pokok Aagraria dikonversi menjadi hak pakai, sebagaimana dimaksud
Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.3

2.2 Konversi Hak atas Tanah Menurut Hukum Adat

Dengan keluarnya Keppres No. 32 tahun 1979, maka pelaksanaan konversi untuk tanah hak barat
telah selesai. Keppres tersebut menyatakan tanah-tanah hak barat telah berakhir masa konversinya.
Oleh karena itu, tanah-tanah yang tidak atau belum diselesaikan haknya akan kembali menjadi tanah
yang dikuasai langsung oleh negara. Berikut ini adalah jenis hak barat yang harus dikonversi (Warman,
2006): (a) Hak eigendom, (b) Hak erfpacht, (c) Hak consessie, (d) Hak opstal, dan (e) Hak hipoteek,
servituut, vruhtgebruik.

Berbeda dari konversi tanah-tanah hak barat yang berakhir pada tanggal 24 September 1980,
konversi terhadap tanah-tanah yang tunduk pada hukum adat tidak ada batas waktunya. Hal ini
ditegaskan secara implisit dalam SK. Mendagri No. SK. 26/DDA/1970 tentang Penegasan dan
Pendaftaran Hak-hak Indonesia atas Tanah, sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Pertanian dan
Agraria (PMPA) No. 2 tahun 1962. Walaupun secara tegas kedua peraturan tersebut telah dicabut
dengan PMNA/ KBPN No. 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah namun konversi atas tanah-tanah hak Indonesia tetap diperkenankan. 4

Ketentuan konversi beberapa jenis hak atas tanah adat berikut konversinya yang telah ditegaskan
dalam UUPA adalah sebagai berikut:

1. Hak agrarisch eigendom (hak milik adat yang ditundukkan pada hukum barat), milik, anderbeni, hak
atas druwe, pesini, grant sultan, landerijenbezitrecht, altijddurendeefpracht, hak guna usaha atas tanah
partikelir dan hak-hak lainnya yang mirip dengan hak milik (menurut menteri agraria) dikonversi
menjadi hak milik.

2. Hak ganggam bauntuik (ganggam bauntuak), anggaduh, bengkok, lungguh, pituwas, dan lain-lain
hak yang mirip dengan hak pakai (menurut menteri agraria), dikonversi menjadi hak pakai. Khusus
terhadap hak anggaduh, walaupun dinyatakan konversinya menjadi hak pakai, namun dengan SK.
Menteri Agraria No. SK. 272/Ka/61, hak anggaduh yang turun temurun (ngango run temurun) dapat

3
Ibid
4
Didik Wihardi, “Sistem Konversi Hak Atas Tanah Adat Kampung Naga”, Jurnal Sosioteknologi Edisi 20 Tahun 9,
Agustus 2010
5

dikonversi menjadi hak milik bukan menjadi hak pakai. Hak serupa ini dapat ditemui di Surakarta dan
Mangkunegara yang memang isi haknya mirip dengan hak milik.

3. Hak gogolan, pekulen atau sanggan yang bersifat tetap dikonversi menjadi hak milik, sedangkan hak
gogolan, pekulen atau sanggan yang tidak tetap, dikonversi menjadi hak pakai. Berdasarkan Surat
Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agraria dan Mendagri No. 30/depag/65, No. 11/DDN/1965 dan
Surat Edaran Menteri Agraria tanggal 18 Mei 1965 No. DHK/27/24, hak gogolan tidak tetap pun dapat
dikonversi menjadi hak milik dengan syarat sampai tanggal 4 Mei 1965, saat dikeluarkannya SKB
tersebut, bekas gogol pemegang hak pakai tersebut masih menguasai/menggarap tanah itu. 5

2.3 Konversi Hak atas Tanah Swapraja

Konversi Hak atas Tanah Swapraja adalah penyesuain hak-hak atas tanah yang pernah tunduk
kepada sistem hukum lama yaitu hak-hak tanh menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Barat
dan tanah yang tunduk kepada Hukum Adat, untuk kemudian dimasukkan dalam sistem hak-hak tanah
menurut ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria. Maksudnya penyesuian hak atas tanah dari sistem lama yaitu, yang diatur dalm Kitab
Unddang-Undang Hukum Perdata Barat dan Hukum Adat ke sistem baru sebagaimana yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahnu 18660 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.6

Konversi hak-hak atas tanah tak terlepas dari tujuan pokok diberlakukan nya Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-pokok Agraria, yaitu unifikasi dan kesederhanaan
hukum Nasional dalm hukum nasional dalam hukum pertanahan serta untuk memberikan jaminan
kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah dan terciptanya kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan
bagi negara dan rakyat. Konversi hak atas tanah lebih khusus dimaksudkan agar kelak di kemudian hari
tidak ada lagi hak-hak atas tanah yang tunduk pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata Barat dan
hak asta tanah yang tunduk pada hukum Adat.

Dasar Hukum pelaksanaan konversi hak atas tanah terdapat padda bagian kedua Undang-undang
Pokok-pokok Agraria , yaitu tentang ketentuan-ketentuan konversi yang terdapat dalam Pasal 1sampai
dengan pasal 8, yang secara garis besar konversi hak atas tanah dibagi menjadi 2 jenis yaitu: 7

5
Ibid Hlm.4
6
Effendi Perangin, 401 Pertanyaan dan Jawaban Tentang Hukum Agraria, Penerbit PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1994, Hlm 97
7
H.Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia) Jilid 1, Penerbit Prestasi Pusaka, Jakarta, 2004
6

a. Konversi hak atas tanah yang berasal dari tanah hak barat, seperti hak eigendom, hak postal¸ hak
erfpacht, hak gebruik dan hak bruikleen.
b. Konversi atas tanah yang berasal dari tanah hak Idonesia, seperti hak erfpacht yang altijddured,
hak agrarische eigenddom dan hak gogolan.

Hak atas tanah yang dikonversi meliputi :


a. Hak hanggaduh
Hak hanggaduh merupakan hak untuk memakai tanah kepunyaan raja. Di Daerah Istimewa
Yogyakarta, seuma tanah adalah kepunyaan raja, sedangkan rakyat hanya manggaduh saja. Hak
hanggaduh dapat di konversi menjadi hak pakai.
b. Hak grant
Hak grant adalah hak atas tanah atas pemberian hak raja kepada bangsa asing. Hak grant juga disebut
geran datuk, geransultan atau geran raja, Hak grant terdiri dari 3 macam:
1) Grant Sultan, adalah hak milik untuk mengusahakan tanah yang diberikan oleh sulthan kepda
kuwala swapraja. Hak ini ddapat dikonversi menjadi hak milik, hak guna usaha, atau hak guna
bangunan sesuai dengan subyek hak dan peruntukan nya.
2) Grant controleur, diberikan oleh sulthan kepada bukan kawula swapraja. Hak ini dikonversi
menjadi hak pakai.
3) Grant deli maatschappy, diberikan oleh sulthan kepada deli maascahppy yang berwenang untuk
memberikan bagian-bagian tanahnya kepada pihak lain. Terhadap konversi hak garan
maatschappy tidak terdapat ketentuan yang mengaturnya. Namun menurut Boedi Harsono, hak
ini dapat dikonvwesi menjadi hak pakai karena sifatnya sama dengan grant controleur.
c. Hak konsesi dan sewa untuk perusahaan kebun besar
Hak konsesi untuk perusahaan kebun besar adalah hak-hak untuk mengusahakan tanah swapraja,
sedangkan hak sewa untuk perusahaan besar adalah hak sewa atas tanah negara, termasuk tanah bekas
swapraja untuk dipergunakan sebagai perkebunan yang luasnya 25 hektar atau lebih. Hak-hak ini
dapat dikonversi menjadi hak guna usaha.
7

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Konversi merupakan pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk
masuk kedalam sistem dari UUPA, atau dengan kata lain adanya peralihan, perubahan (omzetting ) dari
suatu hak kapada suatu hak lain. hak atas tanah yang berasal dari hak-hak barat seperti, hak eigendom, hak
opstal, hak erfpacht, dengan berlakunya ketentuan konversi akan mengalami perubahan atau peralihan.
Dalam ketentuan konversi, sebagaimana dimaksud pada bagian kedua UUPA dinyatakan bahwa semua hak
yang ada sebelum berlakunya UUPA beralih menjadi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan
hak pakai
Konversi Hak atas Tanah Menurut Hukum Adat konversinya yang telah ditegaskan dalam UUPA
adalah sebagai berikut:1.Hak agrarisch eigendom (hak milik adat yang ditundukkan pada hukum barat)
dikonversi menjadi hak milik. 2. Hak ganggam bauntuik (ganggam bauntuak) dikonversi menjadi hak
pakai. Hak gogolan, pekulen atau sanggan yang bersifat tetap dikonversi menjadi hak milik.
Konversi Hak atas Tanah Swapraja adalah penyesuain hak-hak atas tanah yang pernah tunduk
kepada sistem hukum lama yaitu hak-hak tanh menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Barat dan
tanah yang tunduk kepada Hukum Adat, untuk kemudian dimasukkan dalam sistem hak-hak tanah
menurut ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
Hak atas tanah yang dikonversi meliputi : 1. Hak hanggaduh merupakan hak untuk memakai tanah
kepunyaan raja. Hak hanggaduh dapat di konversi menjadi hak pakai. 2. Hak grant adalah hak atas tanah
atas pemberian hak raja kepada bangsa asing Hak grant terdiri dari 3 macam : Grant Sultan, Grant
controleur, Grant deli maatschappy, 3. Hak konsesi untuk perusahaan kebun besar adalah hak-hak untuk
mengusahakan tanah swapraja dapat dikonversi menjadi hak guna usaha.
8

DAFTAR PUSTAKA
Florianus, S.P Sangsun, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah, Visi Media, Jakarta, 2008, Hlm. 1

Ulfia Hasanah, “Status kepemilikan Tanah Hasil Konversi Hak Barat Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960
Tentang Peratutan Dasar Pokok-Pokok Agraria Dihubungkan Dengan PP No. 24 Thun
1997 Tentang Pendaftaran Tanah”,Jurnal Ilmu Hukum, 1Volume 3 No.1
Didik Wihardi, “Sistem Konversi Hak Atas Tanah Adat Kampung Naga”, Jurnal Sosioteknologi Edisi 20 Tahun 9,
Agustus 2010

Effendi Perangin, 401 Pertanyaan dan Jawaban Tentang Hukum Agraria, Penerbit PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1994, Hlm 97
H.Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia) Jilid 1, Penerbit Prestasi Pusaka, Jakarta,
2004

Anda mungkin juga menyukai