UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN
UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
UNDANG-UNDANG LINGKUNGAN
UU NOMOR 32 Tahun 2009 Tentang
MATERI Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
sejarah
pertanahan
SEJARAH HUKUM PERTANAHAN
Sesuai dengan sistem pemerintahan pada jaman Hindia Belanda, daerah Indonesia dibagi
atas 2 bagian yang mempunyai lingkungan hukum sendiri yaitu :
1. Daerah yang diperintah langsung oleh atau atas nama Pemerintah Pusat dan disebut
dengan Daerah Gubernemen.
2. Daerah-daerah yang tidak diperintah langsung oleh Pemerintah Pusat yang disebut
dengan daerah swapraja (Dirman, 1952: 13).
Menurut pasal 21 ayat (2) Indische Staatsregeling (IS), bahwa peraturan yang ditetapkan oleh
pemerintah Pusat hanya berlaku di daerah-daerah gubernemen saja. Jika peraturan-peraturan
Pemerintah Pusat akan diberlakukan di daerah Swapraja harus dinyatakan dengan tegas di da1am
peraturah tersebut bahwa juga berlaku untuk daerah Swapraja atau ditegaskan dengan suatu peraturan
lain.
Lanjutan …Sejarah Hukum Pertanahan
Sebagai contoh :
1. Pasal 1 Agrarisch Besluit (S. 1870 -118) tentang “tanah negara’ (Staatsdornein) tidak berlaku
untuk daerah-daerahswapraja.
2. “Tanah mentah “ (Woeste gronde) di daerah-daerah swapraja tidak ditetapkan siapa pemiliknya
menurut Pasal 1 Agrarisch Besluit.
Secara singkat pemerintah belanda mulai memberlakukan Agrarische Wet kepada pengusaha swasta asing atas
desakan dari para kolongmerat belanda dan aktifis HAM dari Belanda yang mengecam kultur selsel (kerja rodi).
Secara logis, culture stelsel merugikan pemilik modal swasta yang ingin berinfestasi karena pembatasan
kepemilikan tanah oleh pemerintah dengan maksimal sewa tanah 20 tahun. Setelah berlakunya Agrarische Wet hak
erfpacht mulai dapat di terapkan pada Indonesia. Seiring berjalanya waktu praktek hak erfpacht mulai bergeser
menjadi hak eigendom dan pemerintah Belanda merasa cultur stelsel memberi keuntungan kepada pemerintah
sehingga terjadilah percampuran hukum pada Agrarische Wet.
Dengan kebijakan pemerintah Belanda Agrarische Besluit (Stb 1870 No. 118) Pasal 1 AB :
“Semua tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan, bahwa tanah itu tanah eigendomnya adalah domein
Negara”
Dengan adanya pasal tersebut pihak kesultanan Kerataon Yogyakarta membuat peraturan : RIJKSBLAD Yogyakarta
1918 No. 16 :Semua bumi (tanah) yang tidak memiliki tanda bukti (hak milik) eigendom, maka menjadi hak milik
keraton Jogjakarta.
Lanjutan …Sejarah Hukum Pertanahan
1. dihapusnya azas domein dan diakuinya hak ulayat yang harus tunduk kepada
kepentingan umum atau negara.
2. Asas domein diganti dengan hak kekuasaan Negara
3. Dualisme hukum agraria dihapuskan
4. hak-hak atas tanah, hak milik sebagai hak yang terkuat mempunyai fungsi sosial, hak
usaha, hak bangunan dan hak pakai.
5. hak milik hanya boleh dipunyai oleh orang-orang WNI tidak dibedakan warga negara
asli atau warga negara tidak asli, serta badan hukum pada dasarnya tidak dibolehkan
memiliki hak atas tanah.
6. perlu diadakan penetapan batas minimum dan maksimum tanah yang boleh dipakai
oleh Badan Hukum.
7. tanah pertanian pada dasarnya harus dikerjakan dan diusakan sendirian dan
diusahakan oleh pemiliknya.
8. perlu diadakan pendaftaran tanah dan rencana penggunaan tanah.
Lanjutan …Sejarah Hukum Pertanahan
D. MASA SETELAH UUPA 1960 –SEKARANG
Sebelum adanya peraturan pertanahan yang di buat oleh Belanda di Indonesia, Indonesia
saat itu telah memiliki hukum pertanahan sendiri. Hukum pertanahan tersebut berasal
dari hukum adat masing-masing daerah, karena pada saat itu belum ada persatuan antar
suku dan bangsa. Hukum pertanahan adat itu sampai sekarang masih berlaku dan sering
disebut hak ulayat adat.
Dalam rangka pembangunan nasional adalah pembangunan untuk kepentingan umum, seperti
pembangunan jalan raya, pemukiman rakyat, pasar tradisional, dan sebagainya.
BERSIFAT SEMENTARA
HAK-HAK ATAS TANAH
MENURUT UUPA DAN PP. NO.40/1996
Hak-hak Atas Tanah yang bersifat Hak-hak Atas Tanah yang
tetap (pasal 16 UUPA) bersifat sementara
(pasal 53 UUPA)
- Hak Milik
- Hak Guna Usaha - Hak Gadai
- Hak Guna Bangunan - Hak Usaha Bagi Hasil
- Hak Pakai - Hak Menumpang dan Hak Sewa
- Hak Sewa Tanah Pertanian
- Hak Membuka Tanah
- Hak Memungut Hasil Hutan
ALHAMDULILLAH
WASSALLAM