Anda di halaman 1dari 31

RANGKUMAN HUKUM AGRARIA SEBELUM UTS

PENDAHULUAN

 Pasal 33 (3) UUD 1945 = Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.

 Bumi = Permukaan tanah, tubuh bumi dibawahnya, serta yang berada di bawah air

 Ruang angkasa = Ruang di atas bumi dan air

 Bahan-bahan galian = Kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi (unsur


kimia, mineral, dll)

 Hukum Agraria = Kelompok berbagai bidang hukum yang mengatur hak penguasaan
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM AGRARIA
1. Dalam Arti Luas
Seperangkat hukum yang mengatur hukum yang mengatur hak penguasaan atas
sumber-sumber alam yang meliputi bumi, air, dan kekayaan alam yang terkadung di
dalamnya termasuk ruang angkasa.
Maka ruang lingkup Hukum Agraria meliputi:
- Hukum Tanah (hukum agraria dalam arti sempit), diatur dalam UUPA
- Hukum Air, diatur dalam UU No. 11 tahun 1974, diubah dengan UU no. 7 Tahun
2004 tentang Sumber Daya Air
- Hukum Pertambangan, diatur dalam UU No. 4 tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, dan UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi
- Hukum Perikanan, diatur UU No. 31 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan
UU No. 45 Tahun 2009
- Hukum Kehutanan, diatur dalam UU No. 41 Tahun 1999
- Hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas unsur-unsur dalam ruang
angkasa
2. Dalam Arti Sempit
Hukum Tanah.
Hukum Agraria dalam Hukum Tanah Barat : (tertulis)
 Buku II BW = Eigendom, Opstal, Erfpacht, Gebruik
 Buku III BW = Jual Beli dan Sewa Menyewa Tanah
 Buku IV BW = Daluwarsa / Acquisitieve
Verjaring Tahap Jual Beli dalam Hukum Tanah
Barat :

 Tahap Perjanjian
 Tahap Juridische Levering
Tanah = Permukaan bumi, termasuk juga tubuh bumi, air, dan ruang diatasnya
(Pasal 4 UUPA)
Namun, untuk tubuh bumi, air, dan ruang diatasnya hanya sebatas penggunaannya
dan bukan pemilikannya (ada pembatasan bagi seseorang yang memiliki hak
perseorangan atas tanah yaitu tidak bisa seenaknya memakai / memanfaatkan /
mengeksploitasi tubuh bumi, air, dan ruang diatasnya)
Pengertian tanah secara :
 Yuridis = Permukaan bumi (berdimensi dua)
 Penggunaannya = Ruang (berdimensi tiga)
Soil = Tanah ; Land = Lahan
Asas Pemisahan Horizontal :
- Asas hukum tanah
- Bangunan dan / atau tanaman bukan merupakan bagian dari tanah
- Kepemilikan hak atas tanah belum tentu kepemilikan atas bangunan dan / atau
tanaman di atasnya
- PPAT harus menulis dalam akta dengan kata-kata “Tanah beserta Bangunan”
jika ingin bangunan dan / atau tanaman di atas tanah itu diakui juga miliknya
Prinsip Agraria di negara lain :

 Asas Accessie / Perlekatan (kalau beli tanah pasti beli bangunan dan vegetasi di
atas tanah juga) = Malaysia, Singapura
 Ownership States = Arkansas, Kansas, Missipi, Ohio, Pennsylvania, Texas, West
Virginia
 Minyak bumi, helium, emas, dan perak dalam penguasaan negara = New South
Wales
Ada sifat religius dalam hukum tanah Indonesia (Dasar hukum = Pasal 1 ayat (2) UUPA
yaitu “...wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa...”)
Konsepsi hukum tanah nasional adalah adanya hak komunal religius / Tanah itu milik
bersama

GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA


1. Hukum Tanah Lama (Sebelum UUPA)  Sebelum 24 September 1960
a. Hukum Tanah Adat  tidak tertulis dan sejak semula berlaku di
kalangan masyarakat asli Indonesia sebelum datangnya bangsa
Portugis, Belanda,
Inggris, dan sebagainya
b. Hukum Tanah Swapraja  keseluruhan peraturan tentang pertanahan yang
khusus berlaku di daerah Swapraja (Kesultanan Yogyakarta, Surakarta, dan
Deli.) Di atas tanah swapraja dapat didirikan hak-hak kebendaan, seperti
hak eigendom, hak erfpacht, hak opstal, dan sebagainya.
c. Hukum Tanah Administrasi  memberikan landasan hukum bagi penguasa
atau negara untuk melaksanakan politik pertanahan dan memberikan
wewenang khusus kepada penguasa untuk melakukan tindakan-
tindakan di bidang pertanahan. Agrarische Wet 1870.
Berlaku Cultuurstelsel
d. Hukum Tanah Antar Golongan  tidak tertulis, namun berbentuk
putusan pengadilan yang menjadi yurisprudensi dan pendapat para ahli atau
sarjana hukum.  menyelesaikan hubungan antar golongan yang
menyangkut masalah tanah sesuai dengan pembagian golongan
penduduk Indonesia
2. Macam Hak Penguasaan atas Tanah di Indonesia dan Pengaturannya dalam
Sistem Tanah sebelum UUPA
a. Tanah Hak Indonesia: semua tanah yang tidak diatur oleh hukum tanah
Barat.:
 Kaedah tidak tertulis, yang berlaku di Indonesia bagi penduduk asli
sejak semula  hukum tanah adat
- Hak ulayat  hak bersama
- Hukum tanah adat hanya mengenal 2 macam hak sebagai
bentuk umum, yaitu:
a. Hak pakai
b. Hak milik
Dari kedua bentuk umum itu, muncullah bentuk-bentuk khusus
misalnya hak bagi hasil, hak numpang rumah, atau numpang
pekarangan.
Tidak didaftarkan secara tertulis, tapi jelas batas-batasnya. Hak-
hak atas tanah dihargai setiap warga, kepentingan hukum
terjamin. Ada yang melanggar maka ada sanksi sosial.
Ada pula tanah gogolan atau pekulen  tanah kepunyaan
bersama dari warga desa yang pertama menduduki lingkungan
tanah tersebut serta keturunannya.

 Kaidah tertulis, yang diciptakan oleh:


- Pemerintah Swapraja  Hukum Tanah Swapraja  bagian dari
hukum tanah adat yang tertulis
Tanah-tanah swapraja : rakyat memiliki hak pakai yang disebut hak
anggaduh kagungan dalem (di Jawa)  turun temurun  mirip
dengan hak milik.
Ada apanase stelsel  raja memberikan tanah sebagaii hadiah
kepada anggota keluarga atau kawula-kawulanya yang berjasa
atau setia untuk nafkah mereka.  disertai pelimpahan hak raja
kepada pemegang apanase untuk memungut bagian dari hasil
pertanian dari rakyat yang menggarapnya.
- Pemerintah Hindia Belanda
b. Tanah Hak Barat
 Norma / kaedah bersifat individualistis
 Hukum Belanda Kuno:
- Tertulis
- Tidak tertulis : peraturan tentang sewa menyewa tanah partikelir
 Sesudah 1848:
- Buku II BW mengatur lembaga-lembaga: eigendom, opstal,
erfpacht, gebruik
- Buku III BW mengatur:
a. Masalah jual beli tanah yang terdiri dari 2 tahap: perjanjian
dan levering yuridis
b. Masalah sewa menyewa tanah
- Buku IV BW: Lembaga Daluwarsa  upaya hukum untuk
dinyatakan sebagai eigenaar. Hak eigendom dapat diperoleh
melalui lembaga daluwarsa.
Hak opstal, erfpacht, gebruik dapat dibebankan atas tanah hak eigendom
dan domein negara.
Hak erfpacht = hak untuk mengusahakan atau menggunakan tanah
milik orang lain  tanah eigendom orang atau tanah eigendom negara.
 Agrarische Wet 1870  peraturan dasar, memiliki peraturan
pelaksanaan yaitu Agrarische Besluit  diatur tentang domein
verklaring yaitu semua tanah-tanah yang tidak dapat dibuktikan hak
eigendomnya adalah tanah negara.
Negara boleh memiliki hak milik.
Maka sebelum UUPA, tanah-tanah di Indonesia adalah sebagai berikut:

 Tanah Daerah Swapraja:


 Tanah Domein Negara
- Bebas  dikuasai MHA sebagai milik bersama (=tanah
ulayat)
- Tidak bebas  dipunyai perorangan warga masyarakat
dengan hak milik, hak usaha, dan lain-lainnnya
 Tanah hak eigendom  dimiliki oleh perseorangan berdasarkan
ketentuan BW
 Tanah hak barat lainnya  tanah dengan hak erfpacht, hak opstal,
hak gebruik
 Tanah hak adaat
PEMBENTUKAN UUPA DAN PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA
1. Fungsi UUPA:
a. Menghapuskan dualisme hukum tanah yang lama  menciptakan unifikasi
serta kodifikasi Hukum Agraria (Tanah) Nasional yang didasarkan pada hukum
(Tanah) adat
b. Mengadakan unifikasi hak atas tanah dan hak jaminan atas tanah melalui
ketentuan konversi (Diktum ke-2 UUPA)
c. Meletakkan landasan hukum untuk pembangunan Hukum Agraria (Tanah)
Nasional  contoh: Pasal 17 UUPA mengenai Landreform
2. Tujuan UUPA:
a. Menciptakan unifikasi Hukum Agraria dengan cara:
i. Menyatakan tidak berlaku lagi peraturan hukum tanah lama
ii. Menyatakan berlakunya Hukum Tanah Nasional
b. Menciptakan unifikasi hak-hak penguasaan atas tanah melalui ketentuan konversi
3. Konsepsi Hukum Tanah Nasional
Hukum Agraria dalam Hukum Positif Indonesia = UUPA, TAP MPR IX/2001, UU 26 /
2007, Pasal 33 UUD 1945
Hukum tanah nasional mulai berlaku sejak 24 September 1960 dan dimuat dalam
UU no. 5 Tahun 1960 / UUPA
Hukum tanah nasional sebelum ada UUPA :
 Adanya domein verklaring / Pernyataan kepemilikan yang menyatakan
bahwa semua tanah yang tidak dapat dibuktikan
hak kepemilikannya, maka tanah itu adalah milik negara / Belanda (hal
ini memperkosa hak-hak rakyat pribumi yang pada waktu itu banyak yg tidak
punya akta atas tanahnya)
 Kedudukan negara adalah badan hukum perdata sebagai pemilik tanah
(tanah milik negara)
 Adanya dualisme hukum tanah (Hukum barat bagi golongan eropa dan timur
asing, dan hukum adat bagi golongan pribumi)
 Adanya pluralisme hukum yang lahir akibat dualisme di atas (Ketentuan
pokoknya adalah hukum adat dan hukum barat, sedangkan ketentuan
pelengkapnya adalah hukum tanah antar golongan, hukum tanah
administrasi, dan hukum tanah swapraja)
Ciri-ciri hukum tanah nasional setelah ada UUPA :

 Sudah ada unifikasi dan kodifikasi hukum pertanahan


 Tanah berfungsi sosial (adanya keseimbangan antara kepentingan umum dan
kepentingan pribadi)
 Tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
 Pembentukan UUPA bersumber pada hukum adat
 Adanya kewajiban untuk mengusahakan tanahnya sendiri secara aktif oleh
yang empunya
 Tidak boleh ada pemerasan (tidak boleh exploitation de l’homme par l’homme)
UUPA mengakhiri berlakunya peraturan-peraturan hukum tanah kolonial, dan
sekaligus mengakhiri dualisme / pluralisme hukum tanah di Indonesia serta
menciptakan dasar- dasar bagi pembangunan hukum tanah nasional yang tunggal
berdasarkan hukum adat sebagai hukum nasional yang asli
UUPA menghapus hak atas tanah dan hipotik di KUHPer (Bab 2
KUHPer) Perbandingan keadaan setelah UUPA
 Kedudukan hukum :
o Pra UUPA = Terpencar (Aturan Tanah barat, aturan tanah administrasi,
aturan tanah adat administrasi, dll)
o Pasca UUPA = Satu objek dan sistematis
 Kedudukan negara :
o Pra UUPA = Pemilik / badan hukum perdata (Negara dapat
dimungkinkan memiliki tanah)
o Pasca UUPA = Badan Penguasa / pengatur = Negara tidak dapat
dimungkinkan memiliki tanah (hanya sebatas menguasai) / Yang
memiliki WNI (Dasar hukum = Pasal 2 ayat (2)
 Kedudukan hak :
o Pra UUPA = Hak barat, hak adat, hak swapraja
o Pasca UUPA = Unifikasi dalam hak (Hak-hak atas tanah yang lama sudah
dikonversi oleh UUPA)
 Kedudukan tanah yang tidak dibebani hak pribadi apapun :
o Pra UUPA = Tanah milik negara = Tanah yang dimiliki oleh negara
o Pasca UUPA = Tanah negara = Tanah yang dikuasai langsung oleh
negara Substansi kewenangan hak menguasai negara :
 Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai subjek hukum tanah
 Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, pemeliharaan tanah
 Mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dan perbuatan hukum yang
menguasai tanah
Politik pertanahan nasional :
 Tentang apa penggunaan dan peruntukan tanah
 Politik pertanahan nasional Indonesia = Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 =
“...dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat...”
Lingkup politik pertanahan nasional = Lingkup Pengertian Agraria Dalam Arti Luas

HAK PENGUASAAN ATAS TANAH MENURUT HUKUM TANAH NASIONAL


Hak atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk
mempergunakan tanah tersebut  kewenangan umum.
Kewenangan mempergunakan tanah  menggunakan permukaan bumi  secara
wajar diperluas hingga meliputi juga:
- Sebagian tubuh bumi yang ada di bawahnya
- Sebagian ruang yang ada di atasnya
Yang diperluas adalah penggunaannya, bukan pemilikannya.

Pengertian
1. Penguasaan dan Menguasai  fisik dan yuridis, beraspek perdata dan publik
a. Penguasaan yuridis  dilandasi hak, dilindungi oleh hukum, memberi kewenangan
kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik
2. Hak Penguasaan atas Tanah
Hubungan hukum yang memberi wewenang untuk berbuat sesuatu kepada subyek
hukum (orang / badan hukum) terhadap obyek hukumnya (tanah yang dikuasai).
2 Teori Penguasaan Hak Atas Tanah:
1. Sebagai Lembaga Hukum: bersifat statis, belum dihubungkan dengan subyek
dan obyek tertentu  Seperangkat aturan.
2. Sebagai Hubungan Hukum yang Konkret  pada saat sudah dihubungkan dengan
subyek atau obyek
Contoh: A punya tanah, tanah dijaminkan ke Bank dengan Hak
Tanggungan Jenis-Jenis Tanah: (PP No. 40 Tahun 1996)
1. Tanah Negara : bisa dibebankan hak atas tanah Primer = tanah yang dikuasai oleh
negara yang di atas tanah itu tidak dilekati hak – hak perseorangan lainnya
2. Tanah Hak : Bisa dibebankan hak atas tanah sekunder = Tanah yang dikuasai
secara individual dengan hak-hak atas tanah primer
3. Tanah Hak Pengelolaan (Penjelasan Umum PMDN No. 1 Tahun
1977) Sistem Hak Penguasaan atas Tanah:

 Mengatur isi kewenangan sesuai jenis hak


 Mengatur hak dan kewajiban
 Memberikan batasan-batasan berupa larangan-larangan
Sistem Hak Penguasaan atas Tanah Nasional:

 Mengatur hubungan antara pemilik tanah (bangsa Indonesia) dengan tanahnya


(hak bangsa Indonesia)
 Mengatur hubungan negara RI & Bangsa Indonesia (Ada pelimpahan wewenang)
 Mengatur hubungan antara negara dengan tanah di wilayah RI (hak menguasai
negara sebagaimana dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945)
Pembagian Hak Penguasaan atas Tanah menurut Kewenangannya

 Mempunyai kewenangan umum


 Mempunyai kewenangan khusus
- Hak bangsa Indonesia (Perdata – Publik)
- Hak Menguasai Negara (Publik)
- Hak ulayat masyarakat hukum adat (perdata – publik)
Macam Hak Penguasaan atas Tanah
Hierarki Hak Penguasaan atas Tanah dalam Hukum Tanah Nasional:
1. Hak Bangsa Indonesia : hak penguasaan atas tanah yang tertinggi  Pasal 1 
aspek perdata dan publik
Hak Ulayat dan hak-hak individual atas tanah, langsung ataupun tidak, semuanya
bersumber dari Hak Bangsa Indonesia.
Hak Ulayat

Hak Bangsa Indonesia Hak Perorangan atas Tanah

Hak Menguasai

Bangsa memberikan mandat kepada negara untuk memberikan perorangan hak


atas tanah.
Hak Bangsa tersebut ditunjukkan dengan pernyataan Pasal 1 ayat 2 yang menyatakan
bahwa, “Seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya, dalam wilayah Republik Indonesia adalah bumi, air dan ruang
angkasa bangsa Indonesia”  tidak ada sejengkal tanah pun di Indonesia yang
merupakan “res nullius” (tanah tak bertuan).
Pasal 1 ayat 3: Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang
angkasa adalah hubungan yang bersifat abadi.  selama rakyat Indonesia masih
ada, dan selama bumi, air, serta ruang angkasa Indonesia masih ada pula, tidak ada
satu kekuasaan pun yang akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan
tersebut  menjadi dasar falsafah perjuangan mengembalikan Irian Barat.
- Unsur Keperdataan Hak Bangsa : tanah bersama = kekayaan nasional (Pasal 1
ayat (2))  hubungan kepunyaan antara Bangsa Indonesia dan tanah bersama
 bukan hubungan pemilikan.
- Unsur Hukum Publik Hak Bangsa : tugas mengelola yang berupa mengatur dan
memimpin penguasaan penggunaan tanah bersama.  didorong dengan
amanat dari Tuhan Yang Maha Esa atas sumber-sumber alam di Indonesia.

2. Hak Menguasai dari Negara  Pasal 2  beraspek publik


 Sebutan yang diberikan UUPA kepada lembaga hukum dan hubungan hukum
konkret antara Negara dan tanah Indonesia
 Tugas kewenangan di bidang agraria harus tetap ada pada Pemerintah Pusat 
pelimpahan pelaksanaan sebagian wewenang tersebut kepada Daerah dapat
dilakukan dalam bentuk “medebewind”.
 Subyek hak menguasai dari negara : Negara Republik Indonesia  organisasi
kekuasaan seluruh rakyat Indonesia
 Hak menguasai dari negara meliputi semua tanah dalam wilayah RI, baik tanah
yang tidak/belum/sudah dihaki oleh hak-hak perseorangan
 Tanah Negara / Tanah yang dikuasai langsung oleh Negara : hak yang belum diberi
hak perseorangan oleh UUPA.
 Tanah-tanah Negara meliputi:
- Tanah-tanah Wakaf  tanah hak milik yang sudah diwakafkan
- Tanah-tanah hak pengelolaan  tanah yang dikuasai hak pengelolaan, yang
merupakan pelimpahan pelaksanaan sebagian kewenangan Hak
Menguasai dari Negara kepada pemegang haknya.
- Tanah-tanah hak ulayat
- Tanah-tanah Kaum
- Tanah-tanah Kawasan Hutan  dikuasai oleh Departemen Kehutanan 
pelimpahan sebagian kewenangan Hak Menguasai dari Negara
- Tanah-tanah sisanya  bukan tanah wakaf, bukan tanah hak pengelolaan,
bukan tanah hak ulayat, bukan tanah kaum, bukan tanah kawasan hutan 
benar-benar langsung dikuasai negara.

3. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat  Pasal 3  aspek perdata dan publik
Adanya hak bersama para anggota masyarakat hukum adat atas tanah.  tanah
tersebut diyakini sebagai suatu kekuatan gaib peninggalan nenek moyang kepada
masyarakat hukum adat (MHA)  unsur pendukung utama bagi kehidupan MHA 
komunalistik religius.
Ingat! MHA Teritorial (desa, marga, nagari, dan huta) dan MHA Genealogis (suku
atau kaum di Minangkabau).
Sebagai anggota MHA, setiap individu berhak menguasai dan menggunakan
sebagian tanah bersama untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya 
penguasaan tanah bersifat individual.
Pengelolaan tanah bersama untuk memenuhi kebutuhan MHA : dilakukan di bawah
pimpinan Kepala Adat  contoh: tanah untuk tempat penggembalaan ternak bersama
atau tanah untuk pasar, dsb.
Hak individual harus tetap mengingat kepentingan bersama MHA  unsur
kebersamaan.
- Aspek perdata: ada hak kepunyaan bersama atas tanah bersama
- Aspek publik: tugas kewajiban mengelola, mengatur penggunaannya  tugas
tersebut diserahkan kepada Kepala Adat, namun hak kepunyaan atas tanah
bersama tetap ada pada MHA, tidak beralih kepada Kepala Adat.
Hak bersama bukan hak milik dalam arti yuridis, melainkan hak kepunyaan bersama
 dimungkinkan adanya hak milik atas tanah yang dikuasai pribadi oleh anggota MHA.
Tidak di setiap daerah hak ulayat masih ada.
Pasal 3 UUPA: “....pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari MHA,
sepanjang menurut kenyataannya masih ada..”
Hak Ulayat harus dilaksanakan sedemikian rupa  sesuai dengan kepentingan
nasional dan negara  tidak boleh bertentangan dengan UU dan peraturan-
peraturan lain yang lebih tinggi.
Contoh pelaksanaan hak ulayat yang menghambat usaha besar Pemerintah:
Pemerintah sulit mendapat tanah untuk pelaksanaan usaha proyek pertanian
modern di Waytuba (Sumatera Selatan) menjelang 1960  MHA hanya bersedia
menyerahkan tanahnya dengan syarat-syarat yang bukan-bukan.
Hak Ulayat yang sudah tidak ada tidak akan dihidupkan kembali.
Hak Ulayat tidak akan didaftar.

4. Hak perorangan / individual  aspek perdata


Hak yang memberi kewenangan (dalam arti menguasai, menggunakan, dan mengambil
manfaat dari tanah) untuk memakai tanah sesuai jenis-jenis hak atas tanah yang
diberikan.  untuk kepentingan dan dalam memenuhi kebutuhan pribadi dan
keluarganya.
Bersumber dari hak bangsa yang merupakan hak bersama.
a. Hak-hak atas Tanah (Pasal 4):
i. Primer: hak-hak atas tanah yang langsung bersumber pada Hak
Bangsa Hak primer diberikan oleh negara secara langsung.
Cara mendapat : mengajukan permohonan ke negara.
Awalnya, tanah hak primer merupakan tanah negara
Yang mempunyai hak primer punya kewenangan fisik dan yuridis atas tanah
tersebut.
Hak atas tanah primer hanya ada 4, yaitu:
 Hak Milik
 Hak Guna Usaha
 Hak Guna Bangunan, yang diberikan oleh Negara
 Hak Pakai yang diberikan oleh negara
ii. Sekunder: hak-hak atas tanah yang tidak langsung bersumber pada Hak
Bangsa.
Diberikan oleh negara secara tidak lansung.
Cara mendapat : melalui perjanjian pemberian hak dengan orang
lain. Bersumber pada hak pihak lain.
Awalnya tanah itu adalah tanah hak (tanah yang dibebani hak atas tanah
primer orang lain)
 Hak Guna Bangunan yang diberikan oleh pemilik tanah
 Hak Pakai yang diberikan oleh pemilik tanah
 Hak Gadai
 Hak Usaha Bagi Hasil
 Hak Menumpang
 Hak Sewa
b. Wakaf (Pasal 49)
c. Hak jaminan atas tanah: Hak Tanggungan (Pasal 23, 33, 39, 51, dan UU 4/1996)
d. Hak atas satuan rumah susun
e. Hak-hak yang sifatnya sementara  pada suatu waktu hak-hak tersebut
sebagai lembaga hukum tidak akan ada lagi.
Dianggap sementara karena tidak sesuai dengan asas-asas hukum tanah
nasional hak-hak sementara tersebut dapat menimbulkan hubungan-
hubungan yang bersifat pemerasan oleh yang empunya tanah terhadap pihak
yang mengusahakan tanahnya.  bertentangan dengan Pasal 10 UUPA (tanah
pertanian harus dikerjakan atau diusahakan sendiri oleh yang empunya)
(Buku Agraria Boedi Harsono uraian nomor 128: kedudukan tanah sebagai
lembaga hukum  butir E: hak-hak sementara)
Hak sementara memberikan kewenangan untuk menguasai dan
mengusahakan tanah pertanian kepunyaan orang lain.
Terdiri dari:
i. Hak Gadai
ii. Hak Menumpang
iii. Hak Bagi Hasil
(Di buku Agra uraian nomor 118: Hak Milik atas Satuan Rumah Susun bukan hak
penguasaan atas tanah, melainkan hak atas satuan rumah susun tertentu, yang
menurut UU 16/1985 tentang Rumah Susun meliputi juga satu bagian tertentu
sebesar nilai perbandingan proporsionalnya dari hak atas tanah bersama di atas mana
rumah susun yang bersangkutan berdiri)
HAK-HAK ATAS TANAH:
Persamaan dari semua jenis hak atas tanah: bisa menggunakan tanahnya sesuai dengan
jenis hak yang dimiliki.
Tujuan penggunaan tanah adalah: untuk diusahakan (contoh: usaha pertanian,
perkebunan, perikanan/tambak, peternakan) dan tempat membangun sesuatu
(contoh: membangun bangunan gedung, bangunan air, bangunan jalan, lapangan
olahraga, pelabuhan, pariwisata, dll)
Hak atas tanah hanya sebatas permukaan tanah saja (ruang di atas permukaan tanah
dan ruang di bawah permukaan tanah dikuasai negara)  Pasal 8 UUPA  Hak atas
tanah tidak meliputi pemilikan kekayaan alam di tubuh bumi di bawahnya
Pembatasan Pemilik Hak Atas Tanah

 Pembatasan yang bersifat umum: Penggunaan wewenang tersebut tidak boleh


menimbulkan kerugian bagi pihak lain atau mengganggu pihak lain
Tidak boleh ada penyalahgunaan hak (contoh: tanah HGB tidak dibenarkan untuk
digunakan bagi usaha pertanian, karena hak tersebut khusus untuk bangunan)
 Rencana Tata Ruang/Tata Guna Tanah, ketentuan mengenai garis sepadan,
beberapa bagian tanah yang boleh dibangun, batas tinggi bangunan, dan peraturan
yang ditetapkan pemerintah lainnya
 Tidak boleh ada praktek-praktek pemerasan (Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 11 ayat (1))
 Tidak meliputi pemilikan kekayaan alam di dalam tubuh bumi di bawahnya (Pasal 8)
 Asas Pemisahan Horizontal = tidak dengan sendirinya hak atas tanah meliputi
bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah yang dihaki.
 Adanya luas maksimum dan minimum tanah (Pasal 17 UUPA)
 Tidak boleh merugikan pihak lain / mengganggu pihak lain (Pasal 7 UUPA)
Kewajiban
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial (Pasal 6):
- Tanahnya tidak digunakan semata-mata untuk kepentingan pribadi, apalagi
kalau menimbulkan kerugian bagi masyarakat
- Harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada haknya  contoh: kalau
tanah pertanian, jangan digunakan untuk non-pertanian
- Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan harus saling
mengimbangi  kepentingan perseorangan tidak terdesak dengan kepentingan
umum (bukti: Adanya ganti rugi)
- Tidak boleh membiarkan tanah tidak dimanfaatkan
- Pemanfaatan tanah harus sesuai tata ruang
- Tanah bukan komoditi perdagangan
- Tanah tidak boleh dijadikan obyek investasi semata-mata
- Tanah yang tinggi tidak boleh menghalangi air yang melewati tanahnya supaya
tanah yang lebih rendah bisa mendapat air.
- Kalau ada sumber air tanahnya, maka orang itu tidak boleh menghalangi orang lain
untuk mengakses sumber itu (PP 40/1996)
- Harga tanah dikendalikan oleh pemerintah
 Kewajiban untuk mengerjakan / mengusahakan sendiri tanah secara aktif (Pasal 10
UUPA):
- Tidak terbatas pada pemilik tanah saja, namun setiap yang memiliki sesuatu
hak atas tanah tersebut, seperti hak guna usaha dan hak pakai primer (tidak
berarti bahwa segala pekerjaan atas tanah itu harus dikerjakan sendiri, namun
yang terpenting bahwa yang mempunyai hak itu secara langsung turut serta
dalam proses produksi)
- Hanya mengenai tanah-tanah pertanian (pemegang hak sewa, hak gadai, dan
hak usaha bagi hasil tidak dikenakan kewajiban ini)
- Pengecualian: hanya untuk orang yang sakit, orang yang sudah lanjut usia,
orang naik haji, dll)
 Kewajiban memelihara tanah yang dihaki (Pasal 15 UUPA, Pasal 52 ayat (1)):
- Pemeliharaan menurut cara-cara yang lazim dikerjakan di daerah yang
bersangkutan, sesuai petunjuk jawatan yang bersangkutan.
- Bukan hanya dibebankan kepada pemiliknya, tetapi juga kepada setiap orang,
badan hukum atau instansi yang mempunyai suatu hubungan hukum dengan
tanah itu
- Menjaga tanah sekaligus menjaga lingkungan hidup, tidak mencemarkan
lingkungan hidup
- Menjaga kelangsungan fungsi perlindungan wilayah tersebut
Semua hak atas tanah bisa dijual / dijaminkan, kecuali hak pakai yang khusus (dengan
tetap memerhatikan kewarganegaraan subyeknya)
Ketentuan Pokok Hak atas Tanah Mengenai Subyek:
1. Ketentuan Pokok
a. Asas Nasionalitas (Pasal 9 UUPA) : hanya WNI yang dapat mempunyai hubungan
yang sepenuhnya dengan bumi, air, ruang angkasa, menurut batas-batas yang
ditentukan dalam Pasal 1 dan 2)
b. Dasar Demokrasi / Kerakyatan (Pasal 9 UUPA) : Tiap-tiap WNI, baik laki-laki
maupun wanita, mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh hak atas
tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik untuk dirinya maupun
keluarganya.
2. Ketentuan Umum:
a. Tidak ada kebebasan dalam pemindahan hak atas tanah  ada syarat yang harus
dipenuhi oleh subyeknya
Misal: bagi Hak Milik: subyeknya harus berstatus WNI tunggal dan badan-badan
hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah (Pasal 21 ayat 1, 2, dan 4)
b. Tiap WNI diperbolehkan menguasai tanah dengan hak apapun, kecuali secara
tegas ada larangan yang tidak memungkinkannya (contoh: hak pengelolaan
tidak bisa diberikan kepada pribadi kodrati)
c. Tidak diadakan perbedaan antara sesama warga negara Indonesia dari perbedaan
ras atau kelamin, melainkan dari kedudukan ekonominya.  diberikan jaminan
perlindungan bagi kepentingan golongan yang ekonomis lemah
d. Bagi badan hukum dan WNA hanya terbuka kemungkinan menguasai tanah
dengan suatu hak, apabila itu secara tegas disebut dalam peraturan yang
bersangkutan (Contoh: Pasal 30 dan 36 bagi BHI untuk HGU dan HGB. Pasal 42
bagi orang-orang asing dan BHA untuk hak pakai)
e. Status hukum tanah tidak mengikuti status hukum pemegang haknya 
perbuatan hukum mengenai tanah yang termasuk hukum tanah, diselesaikan
menurut hukum yang berlaku terhadap tanahnya, bukan menurut hukum
pemegang haknya, yang bisa nasional, bisa juga asing.
f. Suatu hak atas tanah dipengaruhi oleh status calon pemegang hak atau pemegang
haknya  contoh: Hak Milik tidak akan diberikan kepada orang asing atau
badan hukum yang tidak memenuhi syarat.
3. Ketentuan Khusus:
a. WNI yang memiliki dwi-kewarganegaraan dibedakan dalam hal pemilikan tanah
dari WNI lainnya  WNI berkewarganegaraan ganda tidak bisa memiliki tanah
dengan Hak Milik.
b. Pekerjaan seseorang terkadang menjadi faktor penentu untuk bisa mempunyai
sesuatu hak atas tanah  contoh: Yang diperbolehkan menjadi penggarap
dalam perjanjian bagi hasil tanah pertanian, hanyalah orang-orang tani, yaitu
mereka yang mata pencaharian pokoknya adalah mengusahakan tanah untuk
pertanian
c. Tempat tinggal seseorang juga bisa merupakan faktor penentu untuk
dimungkinkan mempunyai suatu hak atas tanah  tidak boleh memiliki tanah
absentee (di luar kecamatan tempat tinggal pemilik tanah)
Ketentuan Pokok tentang Obyek dalam Hukum Tanah Nasional:
1. Ketentuan Pokok = Hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi yang disebut
tanah (Pasal 4 UUPA) = Objek dari hak atas tanah adalah tanah (permukaan bumi)
2. Ketentuan Khusus :
a. Jenis tanah
i. Objeknya tanah pertanian = Hak guna usaha, hak usaha bagi hasil
ii. Objeknya tanah bangunan = Hak guna bangunan
iii. Objeknya tanah pertanian maupun tanah bangunan = Hak milik, hak pakai,
hak gadai, dll
b. Letak tanah: Larangan pemilikan tanah pertanian secara guntai
c. Luas tanah = Adanya batas maksimal dan minimum dari luas tanah yang dihaki
d. Jangka waktu hak = Adanya batasan jangka waktu penguasaan suatu
tanah HAK ATAS TANAH SEBAGAI HUBUNGAN HUKUM YANG KONKRET
Terciptanya hak-hak atas tanah:

 Konversi hak-hak lama, yaitu:


- Hak Eigendom menjadi Hak Milik, jika pada tanggal 24 September 1960
pemiliknya Berkewarganegaraan Indonesia tunggal.
- Hak Eigendom punya pemerintah Negara Asing (kedutaan, konsul)  menjadi hak
pakai
- Hak Milik Adat, Hak Agrarisch Eigendom, Hak Grant Sultan  Hak milik
- Hak Erfpacht untuk perkebunan besar  HGU
- Hak erfpacht untuk perumahan dan hak opstal  HGB
- dsb
 Pemberian hak (hak atas tanah primer)  meminta permohonan hak, langsung
berhubungan dengan negara
Pemberian hak dilakukan dengan penerbitan suatu SK Pemberian Hak oleh Pejabat
yang berwenang diikuti pendaftarannya pada Kantor Pertanahan Kabupaten /
Kotamadya
HGU, HGB dan Hak Pakai atas Tanah Negara : diberikan dengan SK Badan
Pertanahan Nasional  lahir setelah dibukukan dalam buku tanah
HGB dan Hak Pakai atas tanah Hak Milik  bersangkutan dengan akta PPAT
 Perjanjian pembebanan hak (hak atas tanah sekunder)  hanya untuk terhadap
hak milik
 Menurut ketentuan hukum adat
Contoh: Pembukaan Tanah Ulayat
Pembebanan Hak

 Pembebanan dengan Hak atas tanah yang lain


Contoh: hak milik dibebani dengan hak atas tanah yang lain, seperti HGB, Hak Pakai,
hak Sewa, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, hak menumpang
Tidak ada ketentuan yang memungkinkan hak milik dibebani dengan HGU karena
tanah pertanian yang dikenakan Hak Milik itu pasti terbatas.
Pembebanan Hak Milik dengan HGB  akta PPAT.
 Pembebanan dengan Hak Jaminan atas Tanah
- Hak jaminan atas tanah: hak yang ada pada kreditor, yang memberi wewenang
kepadanya jika debitor cedera janji untuk menjual tanah jaminan dan hasil
penjualan tersebut digunakan untuk melunasi utangnya.
a. Droit de preference: hak terdahulu kreditur untuk mengambil hasil
penjualan tanah jaminan untuk melunasi utangnya
b. Droit de suite: hak jaminan atas tanah tetap membebani tanah yang dijadikan
jaminan, dalam tangan siapapun tanah itu berada
- Hak Tanggungan
Peralihan Hak Atas Tanah

 Karena adanya peristiwa hukum


Contoh: pewarisan tanpa wasiat  secara hukum, hak atas tanah pewaris beralih ke
ahli warisnya
 Karena adanya perbuatan hukum  Perbuatan hukum memindahkan hak  hak atas
tanah dialihkan ke pihak lain melalui: jual beli, tukar-menukar, hibah, pemberian
menurut adat, pemasukan dalam perusahaan (inbreng), hibah-wasiat (legaat).
Hapusnya Hak Atas Tanah

 Karena peristiwa hukum Pasal 27, 34, 40 UUPA.


Hapusnya hak atas tanah harus dinyatakan dengan SK Pejabat yang berwenang
 Berakhirnya jangka waktu yang bersangkutan, tidak memungkinkan adanya
perpanjangan, dan tidak dimintakan pembaharuan hak
Pasal 29 UUPA: Jangka Waktu HGU paling lama 25 tahun, bagi perusahaan yang
memerlukan waktu lebih lama dapat diberikan HGU dengan jangka waktu paling lama
35 tahun.
HGB: paling lama 30 tahun, diperpanjang maksimal 20 tahun
Hak Pakai atas tanah negara: 25 tahun, diperpanjang maksimal 20
tahun Hak Pakai oleh pemilik tanah: 25 tahun, tidak bisa diperpanjang
 Karena pelepasan hak
 Jika dibatalkan oleh Pejabat yang berwenang  sanksi terhadap tidak dipenuhinya
kewajiban tertentu / dilanggarnya larangan oleh pemegang hak.
Contoh: HGU hapus karena ditelantarkan
 Hapus karena hukum  karena tidak dipenuhinya suatu kewajiban atau
dilanggarnya larangan.
Contoh: Hapusnya HGB, Hak Milik karena hukum, yaitu karena pemegang haknya tidak
memenuhi syarat subyek hak yang bersangkutan atau lalai melepaskan atau
memindahkannya dalam waktu yang ditentukan.
 Pencabutan hak  dilakukan semata-mata bagi kepentingan umum
Untuk pelaksanaan pembangunan. Harus ada ganti rugi
 Tanah yang bersangkutan musnah
Perbedaan pembatalan hak atas tanah dan pencabutan hak atas tanah:
- Dibatalkan: ada kesalahan prosedur, subyek, batas, dll
- Pencabutan: dicabut oleh kepentingan umum
Kalau hak sudah dihapus  tanah itu menjadi tanah negara
PENJELASAN JENIS-JENIS HAK ATAS TANAH:
Hak Milik/Perwakafan

 Pasal 20 – 27 UUPA, Pasal 50 ayat (1) dan Pasal 56 UUPA


 Hak turun-temurun, terkuat, terpenuh  memberi kewenangan untuk menggunakan
tanah bagi keperluan apapun  tidak ada batas waktu penguasaan, tidak ada batas
luas lingkup penggunaan tanah
- Terkuat : hak milik tidak mudah hapus dan musnah, mudah dipertahankan
terhadap hak pihak lain  harus didaftarkan
- Terpenuh : kewenangan pemegang hak milik paling penuh, dibatasi ketentuan
Pasal 6 UUPA  Dapat digunakan untuk apa saja, di bidang pertanian maupun
non-pertanian
- Turun temurun : jangka waktu tidak terbatas  dapat beralih karena perbuatan
hukum dan peristiwa hukum.
 Bukan hak milik adat, bukan hak eigendom
 Subyek:
- WNI yang berkewarganegaraan tunggal
- Badan-badan Hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 21 ayat (2) UUPA)
Diatur dalam PP 38/1963:
a. Bank-bank yang didirikan oleh Negara (Bank Negara)
b. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasarkan
atas UU No. 79/1958
c. Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian / Agraia,
setelah mendengar Menteri Agama
d. Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian / Agraria, setelah
mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial
(Rata-rata badan hukum yang boleh memiliki hak milik adalah badan
hukum non profit)
 Hak milik tidak boleh dimiliki oleh: (Pasal 21 ayat (1) dan ayat (3) UUPA):
- WNA
- WNI yang dwi-kewarganegaraan
- WNI yang memiliki pencampuran harta / harta bersama dengan WNA
Ingat!
Harta bersama = Harta benda yang diperoleh selama perkawinan (UU Perkawinan)
Harta pribadi = Harta bawaan dari masing-masing suami maupun istri serta harta benda yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan selama perkawinan (harta pribadi di bawah
penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain).  HAK MILIK YANG
DIPEROLEH SEBELUM PERKAWINAN TERMASUK HARTA PRIBADI
- WNI yang berganti kewarganegaraan menjadi WNA
- WNA yang mendapat hak milik dari warisan tanpa wasiat dari WNI (WNA yang
memiliki orang tua WNI)
Pasal 21 ayat (2): ada waktu 1 tahun bagi WNA tersebut untuk melepaskan atau
mengalihkan hak milik tersebut.
Pasal 26 ayat (2): apabila WNA mendapatkan hak milik karena perbuatan
hukum (jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan
perbuatan lainnya)  batal demi hukum.
 Jangka waktu: tidak terbatas
 Penggunaan tanah hak milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan
peraturan perundang-undangan (Pasal 24 UUPA)
 Ciri-ciri:
- Wajib didaftarkan menurut PP 10/1961 jo. PP 24/1997
- Turun temurun
- Dapat beralih karena pewarisan
- Dapat dipindahkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat
- Dapat dilepaskan
- Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan
- Dapat dibebani dengan hak atas tanah lainnya (HGB, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak
Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang)
- Dapat diwakafkan (Pasal 49 UUPA)
 Kewenangan Pemegang Hak:
- Dapat menggunakan
- Dapat memungut hasil
- Dapat melakukan tindakan-tindakan hukum lainnya
 Terjadinya: Menurut Pasal 22 UUPA:
- Hukum Adat
a. Pembukaan tanah bagian tanah Ulayat
b. Aanslibbing (lidah tanah)
- Penetapan Pemerintah
a. Pemberian hak baru
b. Perubahan dari HGB menjadi Hak Milik
- Karena Undang-Undang (melalui ketentuan Konversi UUPA pada 24 September
1960)
 Hapusnya:
- Tanah menjadi tanah negara, karena:
a. Pencabutan hak
b. Dilepaskan seara sukarela
c. Dicabut untuk kepentingan umum
d. Tanahnya ditelantarkan
e. Tanahnya dialihkan kepada WNA
- Tanah musnah
Hak Guna Usaha

 Pasal 28 – 34 UUPA, Pasal 50 jo. 52, Pasal 51 dan 52


 Hak untuk mengusahakan tanah negara, selama jangka waktu terbatas, guna
perusahaan pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan.  terbatas untuk 4 bidang
tersebut saja.
 Hak guna usaha bukan hak erfpacht
 Subyek:
- WNI
- Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia
 Sifat dan ciri-ciri:
- Wajib didaftarkan
- Dapat beralih kepada ahli waris
- Dapat dialihkan
- Jangka waktu terbatas
- Dapat dilepaskan oleh Pemegang HGU sehingga menjadi tanah Negara
- Dapat dijadikan jaminan hutang dengan Hak Tanggungan
 Jangka waktu HGU:
- Paling lama: 35 tahun, diperpanjang paling lama 25 tahun
- Sesudah jangka waktu tersebut berakhir, kepada pemegang hak dapat
diberikan pembaharuan HGU di atas tanah yang sama
 Hak Guna Usaha tidak boleh dimiliki oleh:
- WNA
- WNI yang dwi-kewarganegaraan
- WNI yang memiliki harta bersama dengan WNA
- WNI yang berganti kewarganegaraan menjadi WNA
- WNA yang mendapat HGU dari warisan tanpa wasiat dari WNI
Pasal 30 ayat (2) UUPA: dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau
mengalihkan tanah HGU. Jika tidak dilepaskan atau dialihkan  hapus karena hukum.

 Luas Tanah HGU:


- Minimum: 5 hektar
- Maksimum perorangan: 25 hektar, maksimum badan hukum: sesuai dengan
PMNA/Ka BPN 2/1999 tentang Izin Lokasi
 Terjadinya HGU
- Permohonan hak kepada pihak yang berwenang atas tanah negara
- Kalau tanah kawasan hutan  setelah tanah dikeluarkan statusnya dari
kawasan hutan
- Kalau tanah sudah dikuasai hak tertentu  harus ada pelepasan hak
- Kalau tanah ada tanaman/bangunan milik pihak lain  pemilik
tanaman/bangunan diberikan ganti kerugian  dibayar pemilik HGU baru
 Hapusnya HGU:  menjadi tanah negara
- Berakhirnya jangka waktu
- Hak dibatalkan oleh Pejabat yang berwenang
- Dilepaskan secara sukarela
- Dicabut
- Ditelantarkan
- Tanahnya musnah
Hak Guna Bangunan

 Pasal 35 – 40, Pasal 50 jo. 52, Pasal 55


 HGB bukan Hak Opstal
 Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah negara atau milik orang
lain, selama jangka waktu terbatas
 Sifat dan ciri-ciri:
- Wajib didaftarkan
- Dapat beralih karena peristiwa hukum
- Dapat dialihkan karena perbuatan hukum
- Jangka waktu terbatas
- Dapat dilepaskan menjadi tanah Negara
- Dapat dijadikan jaminan hutang dengan Hak Tanggungan
 Subyek:
- WNI
- Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia
 Jangka waktu:
- Paling lama 30 tahun, diperpanjang sampai maksimal 20 tahun
- Kalau habis  dapat pembaharuan HGB di tanah yang sama
 HGB tidak boleh dimiliki oleh:
- WNA
- WNI yang dua kewarganegaraan
- WNI yang punya harta bersama dengan WNA
- WNI yang berganti kewarganegaraan menjadi WNA
- WNA yang mendapat hak guna bangunan dari warisan tanpa wasiat dari WNI
 Pasal 36 ayat (2) UUPA: Orang atau badan hukum yang tidak memenuhi syarat subyek
dan punya HGB  jangka waktu 1 tahun, wajib melepaskan / mengalihkan  kalau
tidak, maka HGB tersebut akan hapus karena hukum.
 Perumnas atau komplek perumahan swasta  memakai HGB  Developer tidak boleh
punya hak milik  HGB ada yang merupakan hak atas tanah sekunder, sehingga
memudahkan developer menjual tanah ke calon pembeli
 HGB hanya bisa dibebankan di atas tanah hak milik.
 Terjadinya HGB:
- HGB atas tanah negara: keputusan pemberian hak oleh Menteri / Pejabat yang
ditunjuk
HGB atas tanah pengelolaan: keputusan pemberian oleh Menteri / Pejabat yang
ditunjuk berdasarkan usul pemegang hak pengelolaan
Didaftar pada Buku tanah pada kantor pertanahan + diberikan sertifikat
- HGB atas tanah hak milik: pemberian oleh pemegang hak milik dengan akta
PPAT
 didaftar pada kantor pertanahan  mengikat sejak didaftarkan
 Hapusnya HGB:
- Berakhirnya jangka waktu
- Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang
- Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya
- Dicabut
- Ditelantarkan
- Tanahnya musnah
Hapusnya HGB atas tanah negara  menjadi tanah negara
Hapusnya HGB atas tanah pengelolaan  kembali ke dalam penguasaan pemegang
hak pengelolaan
Hapusnya HGB atas tanah hak milik  kembali ke dalam penguasaan pemegang
hak milik
Hak Pakai

 Pasal 41 – 43 UUPA, Pasal 49 ayat (1), Pasal 50 ayat (2) jo. Pasal 52 UUPA
 Hak pakai bukan hak gebruik
 Hak-hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah Negara atau tanah
milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam surat
keputusan pemberiannya oleh Pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan gadai tanah, perjanjian sewa-
menyewa, atau perjanjian pengolahan ataupun penggunaan tanah yang lain.
- Menggunakan: dapat digunakan sebagai bangunan
- Memungut hasil: untuk usaha pertanian (Faktor produksi)
 Subyek:
- WNI
- Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia
- Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah
- Badan-badan keagamaan dan sosial
- WNA, berkedudukan di Indonesia
- Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional  contoh:
Kedubes PP 103 / 2015  Orang Asing dapat memiliki rumah untuk tempat tinggal
atau hunian dengan Hak Pakai
Tanah yang dipakai untuk pelayanan publik rata-rata memakai hak pakai
 Sifat dan ciri-ciri:
- Wajib didaftarkan
- Dapat dialihkan  dengan izin pejabat berwenang
- Dapat diberikan dengan Cuma-Cuma  dengan pembayaran atau pemberian jasa
berupa apapun
- Dapat dilepaskan
- Dapat dijadikan jaminan utang dengan Hak Tanggungan
 2 jenis Hak Pakai:
- Hak Pakai Umum
a. Subyeknya sesuai dengan yang dijelaskan di atas
b. Jangka waktu: 25 tahun, diperpanjang maksimal 20 tahun / tidak
ditentukan selama tanahnya digunakan untuk keperluan tertentu. Setelah
habis dapat mendapat pembaharuan Hak Pakai
- Hak Pakai Khusus
a. Subyeknya:
i. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah
ii. Perwakilan Negara Asing dan Perwakilan Badan Internasional
iii. Badan Keagamaan dan Badan Sosial
b. Jangka waktu: Tidak ditentukan
 Terjadinya:
- HP atas Tanah Negara: Keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat
yang ditunjuk
HP atas Tanah Pengelolaan: Keputusan Pemberian hak oleh Menteri atau Pejabat
yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang hak pengelolaan
HP atas tanah negara dan atas tanah hak pengelolaan: sejak didaftar oleh
kantor pertanahan
- HP atas tanah hak milik: pemberian tanah oleh pemegang Hak Milik dengan
akta PPAT
Didaftarkan dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan
HP atas tanah hak milik mengikat pihak ketiga sejak pendaftarannya
 Hapusnya:
- Berakhirnya jangka waktu
- Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaan atau
pemegang hak milik
- Dilepaskan secara sukarela
- Dicabut
- Ditelantarkan
- Tanahnya musnah
- Pemegang hak tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak pakai
Hak Sewa

 Pasal 44 – 45 UUPA
 Mempergunakan tanah milik orang lain dengan membayar kepada pemiliknya uang
sebagai sewa.
 Hak sewa bukan huur
 Hanya untuk di bidang pertanian
 Subyek:
- WNI
- Badan hukum Indonesia
- WNA yang berkedudukan di Indonesia
- Badan Hukum Asing yang punya perwakilan di Indonesia
 Sifat dan ciri-ciri:
- Bersifat pribadi  tidak dapat dialihkan tanpa izin pemiliknya
- Dapat diperjanjikan
- hubungan sewa putus bila penyewa meninggal dunia
- Tidak terputus bila hak milik dialihkan
- Tidak dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan
- Dapat dilepaskan
- Tidak perlu didaftar, cukup dengan perjanjian yang dituangkan di atas akta otentik
atau akta bawah tangan
 Jangka waktu: sesuai perjanjian
 Terjadinya: karena perjanjian atau konversi
 Luas Tanah:
- Untuk tanah pertanian: dibatasi dengan UU No. 56/Prp/1960
- Untuk tanah bangunan: tidak ada
pembatasan Hak Gadai

 Pasal 53 UUPA
 Hak Gadai = hubungan hukum antara seseorang dengan tanah milik orang lain yang
telah menerima uang gadai daripadanya  memberi wewenang kepadanya untuk
menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah tersebut
Contoh: A menggadaikan tanahnya kepada B. B telah menerima uang gadai dari A  B
berhak menggunakan / mengambil manfaat dari tanah itu.
 Sifat dan ciri-ciri
- Jangka waktu terbatas
- Hak menebus dapat beralih kepada ahli waris
- Tidak berakhir dengan meninggalnya pemegang gadai
- Dapat dibebani hak atas tanah yang lain (dianak-gadaikan)
- Dapat dialihkan kepada pihak ketiga
- Tidak hapus bila hak atas tanah dialihkan kepada pihak lain
- Uang gadai dapat ditambah
- Hak yang harus didaftar menurut PP No. 24/1997
 Jangka waktu:
- Tanah pertanian: 7 tahun
- Untuk tanah bangunan: tidak tertentu
 Subyek: WNI
 Terjadinya: karena jual gadai atau konversi
 Luas Tanah
- Tanah pertanian: dibatasi UU No. 56/Prp/1960
- Tanah bangunan: tidak tertentu
 Hapusnya:
- Penebusan oleh pemberi gadai (pemilik tanah)
- Jangka waktu habis
- Dicabut untuk kepentingan umum
- Tanahnya musnah
 Besarnya uang penebusan gadai: (lebih dari 7 tahun)
1
(7 − ) − 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑒𝑟𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔𝑛𝑦𝑎 𝑔𝑎𝑑𝑎𝑖
2
7 𝑥 𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑔𝑎𝑑𝑎𝑖
 Perbedaan hak gadai tanah dan hak gadai perdata
- Hak gadai tanah = kreditur bisa mengusahakan tanah debitur
- Hak gadai perdata = kreditur tidak boleh menggunakan / memakai barang debitur
 Perbedaan hak gadai tanah dan hak jaminan atas tanah:
- Pada hak tanggungan, kreditur tidak menguasai tanah yang dijaminkan debiturnya,
melainkan memegang sertifikat hak atas tanahnya (menguasai tanah secara
yuridis saja)
- Pada hak gadai, kreditur menguasai langsung tanah yang menjadi obyek hak gadai
(menguasai tanah secara fisik saja)
Hak Usaha Bagi Hasil

 Pasal 5 UUPA
 Hak untuk mengusahakan tanah pertanian berdasarkan perjanjian antara
pemiliknya dan seseorang atau sesuatu badan hukum yang disebut “penggarap”,
berdasakan perjanjian mana penggarap diperkenankan pemilik untuk
menyelenggarakan usaha pertanian di atas tanah yang bersangkutan, dengan
pembagian hasilnya antara kedua belah pihak sesuai perjanjian.
 Sifat dan ciri-ciri:
- Jangka waktu terbatas
- Tidak dapat dialihkan tanpa izin pemilik
- Tidak dapat dihapus bila hak milik beralih
- Tidak hapus bila penggarap meninggal dunia, tetapi hapus apabila pemilik
meninggal
- Didaftar menurut peraturan khusus
- Pada waktunya akan dihapuskan
 Subyek: WNI
- Yang membagi hasilkan: Pemilik, Penyewa, Pemegang Hak Gadai
- Yang dapat menjadi penggarap: WNI, Koperasi Tani/Desa
 Jangka waktu: tanah sawah minimum 3 tahun; tanah kering minimum 5 tahun
 Terjadinya: karena perjanjian atau konversi
 Luas tanah : maksimum 3 hektar
 Hapusnya:
- Jangka waktunya berakhir
- Atas persetujuan kedua belah pihak
- Izin kepala desa atas tuntutan pemilik
- Tanahnya musnah
Hak menumpang

 Pasal 53 UUPA
 Hak adat untuk mempunyai rumah di atas tanah milik orang lain yang bukan HGB
dan Hak Sewa, dengan izin lisan dari pemiliknya. Pemegang Hak Menumpang tidak
membayar sesuatu kepada pemilik tanah, namun ia wajib membantu pemilik tanah
melakukan pekerjaan ringan sehari-hari.
 Sifat dan ciri-ciri:
- Hak yang sangat lemah
- Tidak ada pembayaran sewa
- Sewaktu-waktu jika pemilik tanah memerlukan tanahnya, hak tersebut hapus
- Turun temurun
- Tidak dapat dialihkan
 Jangka waktu: tidak tetap, tergantung pemilik tanah
 Subyek: WNI
 Terjadinya: karena perjanjian atau konversi
 Hapusnya:
- Pengakhiran hubungan
- Dicabut untuk kepentingan umum
- Dilepaskan oleh pemilik
- Tanahnya musnah
Hak Pengelolaan

 Disinggung dalam Penjelasan Umum bagian A II (2)


 Berasal dari hak beheer, yaitu hak penguasaan atas tanah negara yang setelah
UUPA melalui PMA No. 9/1965 dikonversi menjadi hak atas tanah menurut hukum
tanah nasional.
 Hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian
dilimpahkan kepada pemegangnya: Pasal 1 angka 2 PP No. 40 / 1996
 Sifat dan ciri-ciri:
- Wajib didaftarkan
- Tidak dapat dipindahtangankan
- Tidak dapat dijadikan jaminan hutang
- Tidak bisa dijualbelikan
- Mempunyai segi perdata dan segi publik
- Tidak termasuk hak atas tanah primer maupun hak atas tanah sekunder
- Kewenangan negara atas tanah hak pengelolaan sama dengan kewenangan
negara atas tanah negara
- Berada di aspek yang strategis (Contoh: industri, dll)
 Subyek:
- Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah yang bergerak dalam kegiatan usaha sejenis dengan
industri dan pelabuhan (BUMN, BUMD)
- Instansi pemerintah termasuk pemerintah daerah
- Badan Otorita
- PT Persero
- Badan-badan hukum lainnya yang ditunjuk Pemerintah
 Terjadinya: karena Penetapan Pemerintah dan diberikan selama tanah tersebut
dipergunakan
 Jangka waktu: selama tanah tersebut dipergunakan sesuai ketentuan dalam
pemberian HPL tersebut.
 Luas Tanah: Tidak dibatasi, menurut kebutuhan
 Wewenang pemegang hak pengelolaan:
- Merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanah
- Menggunakan tanah untuk keperluan sendiri
- Menyerahkan sebagian tanahnya kepada pihak ketiga
 Contoh HPL: Bandara, Pulau Batam (dikelola oleh industri), dll
 Hak pengelolaan tidak bisa dijual ataupun dijaminkan, TAPI hak di atas / hak yang
melekat dengan hak pengelolaan bisa dijual / dijaminkan
 Jika hak pengelolaan hapus, maka hak di atasnya juga dihapus
 Hapusnya:
- Dapat dilepaskan oleh pemegang haknya
- Dicabut untuk kepentingan umum
- Ditelantarkan
- Tanahnya musnah
HAK JAMINAN ATAS TANAH

 Hak jaminan atas tanah = Hak penguasaan atas tanah yang hanya memberikan
kewenangan secara yuridis (bukan secara fisik)
 Tidak memiliki kewenangan fisik atas tanah (hanya kewenangan yuridis)
 Tanah masih dikuasai oleh debitur, namun sertifikat-sertifikat tanah itu ada di tangan
kreditur
 Nama lembaga hak jaminan atas tanah = Hak tanggungan
HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN

 Strata Titles = memungkinkan kepemilikan bersama secara horisontal di samping


pemilikan secara vertikal (dalam satuan rumah susun)
WAKAF

 Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan


sebagian dari harta miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah
 Wakif : pihak yang mewakafkan harta benda miliknya
 Nazhir: pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukkannya.
 Wakaf = Hak Penguasaan atas tanah, tetapi bukan hak atas tanah
 Fungsi wakaf: mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf
untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum
 Subjek wakaf bukanlah orang perseorangan maupun badan hukum
 Hanya tanah hak milik yang dapat diwakafkan
LANDREFORM DI INDONESIA

FUNGSI TANAH

Sebagai Wadah (Di kota) Sebagai faktor produksi ( di desa)

Hak-Hak yang dapat diperoleh


1. HAK PRIMER
1. Hak milik (untuk perumahan / 1. Hak Milik (untuk sawah atau
usaha) kebun)
2. Hak Guna Bangunan (untuk 2. Hak Guna Usaha (untuk
kantor, tempat usaha, pabrik perkebunan, peternakan, dan
atau industri.  HGB untuk perikanan
memenuhi kebutuhan 3. Hak Pakai
masyarakat modern, tapi
pada dasarnya tetap dari
Hukum Tanah Adat
3. Hak Pakai
4. Hak Pengelolaan (Khusus
untuk instansi pemerintah)

2. HAK SEKUNDER (Pasal 53 UUPA Sementara)


1. Hak Sewa 1. Hak Sewa
2. Hak Pakai 2. Hak Pakai
3. Hak Guna Bangunan 3. Hak Usaha Bagi Hasil
4. Hak Gadai
5. Hak Menumpang

Landreform merupakan usaha untuk pemerataan tanah, khususnya tanah


pertanian. 2% penduduk Indonesia menguasai 85% tanah.
Hak Guna Usaha pada dasarnya lebih kuat dibandingkan hak milik.  kalau yang punya
adalah perusahaan, perusahaan itu bisa memanfaatkan tanah sampai 100.000 hektar.
Program Landreform:
1. Larangan pemilikan tanah melebihi batas maksimum
Pasal 7 UUPA: tidak memperkenankan penguasaan atas tanah yang melebihi
batas
Pasal 1 ayat (1) UU No. 56 Prp Tahun 1960: setiap orang atau keluarga hanya
boleh menguasai tanah pertanian (miliknya sendiri, kepunyaan orang lain, maupun
miliknya sendiri bersama kepunyaan orang lain)  jumlahnya tidak melebihi batas
maksimum.
Indikator batas maksimum = kepadatan penduduk
Kepadatan Penggolongan Sawah (Hektar) Tanah Kering
penduduk tiap km2 daerah (Hektar)
0-50 Tidak padat 15 20
51 - 251 P A D A T Kurang padat 10 12
251 - 400 Cukup padat 7,5 9
401 ke atas Sangat padat 5 6
Menghitung luas maksimum apabila tanah pertanian terdiri dari sawah dan tanah
kering:
Daerah tidak padat: luas tanah sawah +
30% Daerah padat: luas tanah sawah +
20%
Tanah pertanian yang dikuasai seluruhnya maksimal 20 hektar.

Penetapan maksimum tidak berlaku untuk tanah pertanian yang dikuasai:


- Dengan Hak Guna Usaha
- Dengan hak lainnya yang bersifat sementara dan terbatas yang didapat dari
pemerintah (Hak Pakai atas Tanah Negara)
- Tanah Bengkok / Jabatan
- Oleh badan-badan hukum

Kewajiban pemilik tanah pertanian melebihi batas maksimum:


 Melapor
 Meminta izin apabila ingin memindahkan hak atas tanahnya
 Usaha penguasaan tidak melebihi batas maksimum yang telah ditetapkan

2. Larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee


Absentee = apabila pemilik tanah tidak ada di tempat di mana tanah tersebut
berada.  Pasal 3 PP No. 224 Tahun 1961: tanahnya di luar kecamatan tempat
tinggal pemilik tanah.
Pasal 10 UUPA: pemilik tanah  mengusahakan sendiri secara aktif, boleh
pakai buruh tanpa cara pemerasan.
Pemilik tanah yang masih memiliki tanah secara absentee, dalam waktu 6
bulan punya kewajiban untuk:
- Melepaskan dan memindahkan hak atas tanahnya kepada pihak yang
bertempat tinggal di kecamatan yang sama dengan tanah tersebut
- Berpindah tempat tinggal ke kecamatan tempat tanah tersebut
Pengecualian:
- Kalau kecamatan tempat tanah berada dengan kecamatan si pemilik
berbatasan langsung  jarak antara pemilik dengan tanah masih bisa
memungkinkan pemilik untuk mengerjakan tanah itu.
- Subyek:
a. Pegawai negeri, pejabat militer, dan yang sedang menjalankan tugas negara
b. Menunaikan kewajiban agama
c. Alasan khusus lainnya
d. Pensiunan pegawai negeri
e. Janda Pegawai Negeri dan Janda pensiunan pegawai negeri (selama
tidak menikah lagi dengan orang yang bukan pegawai negeri maupun
pensiunan pegawai negeri)

3. Redistribusi tanah  terlebih dahulu dilakukan pengambilalihan tanah yang


melebihi batas maksimum (no. 1) dan tanah yang absentee (no. 2)
Diatur dalam PP No. 224 tahun 1961 dan PP No. 41 Tahun 1964
Tanah yang diredistribusi (obyek Landreform):
 Tanah yang melebihi batas maksimum : diambil Pemerintah  diberikan ganti
rugi  tanah tsb dibagikan kepada petani yang membutuhkan
 Tanah absentee
 Tanah swapraja dan bekas swapraja
 Tanah yang dikuasai langsung oleh Negara: tanah bekas partikelir, tanah
bekas hak erfpacht, tanah kehutanan
Penerima redistribusi:
Petani penggarap / buruh tanah (WNI)  tinggal di kecamatan tempat tanah ada
 kuat kerja dalam pertanian
Status hukum tanah yang diredistribusi: Tanah hak milik
Persyaratan bagi penerima redistribusi:
- Penerima redistribusi wajib membayar uang pemasukan  kalau belum
dibayar tidak boleh mengalihkan hak
- Tanah diberi tanda batas
- Hak harus didaftarkan  dapat sertifikat
- Mengusahakan tanahnya dengan aktif
- Kenaikan hasil tanaman harus tercapai selama 2 tahun
- Menjadi anggota kooperasi tanah pertanian
- Apabila lalai memenuhi kewajiban  hak milik dicabut tanpa ganti rugi

4. Pengaturan kembali gadai tanah pertanian


Gadai tanah dalam hukum adat:
A pemilik tanah, meminjam uang dan menggadaikan tanahnya pada B  B sebagai
pemegang gadai  A membayar gadai kepada B sebagai bunga dari utang 
tanah A tetap dikuasai B  kalau A mampu, maka melakukan penebusan.
Gadai tanah  unsur pemerasan  maka diatur dalam UU No. 56 Prp Tahun
1960:
- Kalau sudah digadaikan lebih dari 7 tahun  tanah dikembalikan kepada
pemilik tanah tanpa kewajiban membayar uang tebusan, sebulan setelah
tanaman selesai dipanen
- Kalau kurang dari 7 tahun  ada uang tebusan:
1
(7 − ) − 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑏𝑒𝑟𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔𝑛𝑦𝑎 𝑔𝑎𝑑𝑎𝑖
2
𝑥 𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑔𝑎𝑑𝑎𝑖
7
5. Pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian
- Petani  tanah tidak lebih dari 3 Ha  tanah kepunyaan penggarap sendiri
/ tanah yang disewa / melalui perjanjian bagi hasil
- Perjanjian dibuat tertulis, di hadapan kepala desa, saksi 2 orang,
memerlukan waktu pengesahan Camat, sawah maksimum digarap 3 tahun
,tanah kering 5 tahun, diperpanjang maksimum 1 tahun.
- Disahkan Bupati dengan beberapa pertimbangan

6. Penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian dan larangan pemecahan


pemilikan tanah menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil
Luas minimum tanah yang dimiliki petani: 2 Hektar
Langkah-langkah:
- Ekstensifikasi / perluasan dengan pembukaan tanah besar-besaran di luar
Jawa
- Transmigrasi
- Industrialisasi
Kalau langkah 1-5 dilakukan, maka nomor 6 dapat menjadi tujuan akhir. Targetnya adalah
setiap petani memiliki tanah. Hingga dengan tahun 2013, petani memiliki tanah
kurang dari 2 hektar karena adanya perubahan fungsi tanah dari pertanian ke non-
pertanian.
Status subyek menentukan status tanah yang boleh dikuasai

WNI BHI (Badan Hukum WNA / BHA (Badan Hukum


Indonesia) Asing)
 Hak Milik  Hak Guna Usaha  Hak Pakai (Pasal 24)
 Hak Guna Usaha  Hak Guna Bangunan  Hak Sewa (Pasal 45
 Hak Guna Bangunan  Hak Pakai UUPA)
 Hak Pakai  Hak Sewa
 Hak Sewa  Hak Pengelolaan,
 Hak Gadai khusus badan hukum
 Hak Usaha Bagi Hasil yang sahamnya milik
 Hak Menumpang negara

Kedutaan Besar  HAK PAKAI  seharusnya tidak bisa diperjualbelikan.


Yang punya hak milik: WNI Tunggal.

Pasal 21 ayat (3) UUPA


Ada kalanya WNA dapat memiliki hak milik  karena adanya peristiwa hukum
(bersifat pasif). Ada 3 peristiwa hukum, yaitu:
- Pewarisan
- Percampuran harta karena perkawinan campuran (antara WNA dengan WNI)
- Pindah kewarganegaraan
Contoh: Anggun C. Sasmi, tadinya WNI jadi WNA. Ayahnya memiliki tanah di Indonesia,
kemudian beliau meninggal dan tanah tersebut menjadi warisan untuk Anggun.
Dalam 1 tahun, Anggun punya waktu untuk memindahkan (kepada orang yang berhak)
maupun melepaskan (kepada negara) tanah warisnya.  apabila tidak lakukan
haknya otomatis batal demi hukum  otomatis menjadi tanah negara  namun, hak
pihak lain yang membebani tanah tersebut tidak terpengaruh.
Jika WNI menikah dengan WNA, maka ada harta bersama dengan harta bawaan 
tergantung perjanjian kawin juga (sebelum atau pada saat perkawinan).
Kalau pasangan WNI dengan WNA, mereka tidak mungkin membeli tanah yang statusnya
hak milik karena akan menjadi harta bersama, kecuali ada perjanjian perkawinan.
Pasangan WNA dengan WNI bisa membeli tanah asalkan tanahnya merupakan tanah hak
pakai.
1 tahun waktu yang tercantum dalam UUPA bukan berarti WNA tersebut dapat
memiliki tanah hak milik selama 1 tahun; namun 1 tahun adalah jangka waktu untuk
melepaskan
/ memindahkan a hak milik tersebut.

Pasal 26 ayat (2) UUPA  Larangan pemindahan hak milik  adanya suatu perbuatan
hukum
Tidak bebas memindahkan hak milik:
- Jual beli  yang membeli hanyalah WNI, tidak boleh WNA yang punya dua
kewarganegaraan. Jika WNA yang membeli, maka jual beli tersebut batal demi
hukum, bukan perjanjian jual belinya.
Ingat! Jual beli dalam hukum perdata berbeda dengan jual beli hukum agraria (yang
berlandaskan hukum adat)
Jual beli di hukum agraria memiliki asas terang dan tunai:
 Terang = di hadapan pejabat berwenang
 Tunai:
 Pelepasan hak atas tanah
 Dibayar  sebagian pun tidak masalah yang penting sudah
ada pembayaran
Jual beli di hukum perdata memiliki syarat haruslah ada levering yuridis 
pemberian akta tanah.
Akta menurut hukum agraria bukan parameter kepemilikan, dan bukan pula
konteks levering yuridis. Akta hanyalah diberikan untuk BPN (saat pendaftaran
tanah).
Batal demi hukum = tidak memenuhi syarat subyektif  tidak usah dibuktikan
Jual beli yang batal demi hukum  tanah tersebut menjadi tanah negara
Pasal 30 ayat (2) UUPA
Apabila orang atau badan hukum tidak memenuhi syarat pemilik hak guna usaha
(yaitu WNI dan Badan Hukum Indonesia)  ada jangka waktu 1 tahun untuk
mengalihkan atau melepaskan tanah tersebut.  tidak langsung batal demi hukum.
Pasal 36 ayat (2) UUPA
- 1 tahun untuk pelepasan / pemindahan hak, jadi tidak langsung batal demi hukum
- WNA tidak memenuhi subyek HGB (Hak Guna Bangunan), namun pada
kenyataannya, banyak orang asing yang membeli properti, dengan status tanah
bersamanya yaitu tanah HGB.
- Dalam praktik: Ada yang namanya PPJB  Perjanjian Pengikatan Jual Beli  tidak
ada di dalam hukum agraria.
Kalau rumah susun ada yang namanya Pra-PPJB

Anda mungkin juga menyukai