Anda di halaman 1dari 38

KAPITA SELEKTA HUKUM PERDATA

PERTEMUAN I - 1 SEPTEMBER 2021


Topik : Kuliah Pembuka
Dosen : Abdul Salam

Kompetensi:
- Menerangkan pengertian seluruh bidang hukum perdata
- Menganalisis bidang hukum perdata
- Menganalisis permasalahan hukum dengan pendekatan hukum perdata
- Mampu menggunakan asas hukum yang terdapat dalam KUH Perdata dan doktrin
yang relevan dalam kasus
- Memahami teori tentang perbuatan melawan hukum dan menganalisisnya

Materi:
- Perbuatan Melawan Hukum
- Tanggung Gugat
- Penghinaan → karena dalil yang digunakan adalah perbuatan melawan hukum
- Perbuatan yang dilakukan oleh badan hukum
- Kecakapan dan kewenangan bertindak
- Gadai saham
- Perbuatan melawan hukum dalam hubungan kontraktual → hanya dapat dilakukan
apabila kontraknya tidak mengatur secara spesifik
- Franchise
- Perjanjian Keagenan
- Factoring
- Leasing

Komponen Penilaian:
Tugas Individu → 20%
Tugas Kelompok → 10%
UTS → 30%
UAS → 40%

PERTEMUAN II - 8 SEPTEMBER 2021


Topik : Perbuatan Melawan Hukum
Dosen : Abdul Salam

PMH
Diatur dalam buku III KUHPer Bab III → Perikatan yang bersumber dari undang-undang →
Pasal 1365 - 1380 KUHPer
Perbuatan dari undang-undang:
- Dari undang-undang saja
Hak dan kewajiban langsung timbul → contoh hak anak dan kewajiban orang tua
- Dari perbuatan manusia (Pasal 1353 KUHPer)
Ada perbuatan terlebih dahulu yang memicu adanya pertanggungjawaban, bedanya sama
perjanjian (Pasal 1313 KUHPer) adalah dalam perjanjian harus mengikatkan diri terlebih
dahulu. Jadi bedanya kalau perbuatan 1353 itu hak dan kewajibannya timbul setelah
perbuatan dilakukan meskipun tidak dikehendaki oleh para pihak, sedangkan perbuatan 1313
para pihak saling menghendaki adanya hak dan kewajiban. Menurut Pasal 1353 ada dua jenis
perbuatan:
a. Perbuatan halal → pengurusan sukarela (1354), pembayaran tidak diwajibkan (1360)
b. Perbuatan melawan hukum (1365)
Menimbulkan kewajiban bagi pelaku PMH tersebut untuk membayar ganti kerugian →
kewajiban timbul dari undang-undang, bukan dari perjanjian para pihak
Ganti rugi di PMH (1365) beda sama ganti rugi (tanggung jawab) kontraktual di Pasal 1267
KUHPer
- Biaya → biaya yang telah dikeluarkan → kalau wanprestasi konser berarti mengganti
misal biaya venue, biaya keamanan, biaya iklan, dll
- Rugi → kerugian yang timbul dari wanprestasi → misal karena kabar konser di-
cancel terus penggemar ngamuk dan merusak venue tralala kan rugi tuh
- Bunga → keuntungan yang diharapkan → harusnya dari konser ini dapat keuntungan
penjual tiket
Tujuan tanggung jawab kontraktual → supaya seolah-olah debitur melaksanakan
kewajibannya → aturannya lebih lengkap
Tujuan ganti rugi PMH → mengembalikan pada posisi sebelum terjadinya PMH tersebut →
tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai bentuk ganti ruginya (beda sama ganti rugi wanprestasi
yang dijabarkan ada biaya, rugi, bunga gitu)
wanprestasi → kerugian materiil → makanya pasal ganti rugi terhadap materi itu berbentuk
biaya, rugi, bunga
PMH → juga mengganti → pemulihan nama baik
Ada beberapa ahli yang menyatakan bahwa ketentuan ganti rugi wanprestasi bisa
diaplikasikan secara mutatis mutandis terhadap ganti rugi PMH, ada juga yang menyatakan
tidak bisa.
1250 → gak bisa diaplikasikan terhadap ganti rugi PMH (Subekti, Satrio)

Pemutusan perjanjian secara sepihak & pembatalan perjanjian dapat digugat dengan PMH →
hasil rapat Mahkamah Agung
Berarti hubungan kontraktual bisa masuk gugatan PMH, terutama apabila di dalam kontrak
tidak diatur hal khusus mengenai hak-hak yang kenyataannya tidak dipenuhi atau ada
pelanggaran terhadap itikad baik.

Pasal 1365 KUHPer → tidak memberikan definisi namun memberikan norma mengenai
perbuatan melawan hukum (Prof. Rosa)
Unsur: -- bersifat kumulatif
- harus ada perbuatan
perbuatan aktif → dengan sengaja melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian
pada orang lain
perbuatan pasif → melanggar suatu keharusan sehingga menimbulkan kerugian pada
orang lain
- melawan hukum

cohan x lindenbaum → melanggar kesusilaan dan kepatutan


contoh kepatutan → kode etik
- ada kesalahan

Pasal 1366 → sengaja atau tidak sengaja, tuntutan ganti ruginya sama saja
- ada kerugian
kerugian materil → bisa dinilai dengan jumlah tertentu
kerugian immateriil → contohnya nama yang tercemar
- hubungan kausal antara perbuatan dengan akibat (kerugian)
conditio sine qua non (von buri) → apakah tanpa perbuatan tersebut, kerugian akan
timbul? → semua sebab dianggap setara untuk menimbulkan akibat
adequate veroorzaking (von kries) → apakah kerugian dapat dianggap sebagai akibat
yang wajar, yang diharapkan dari PMH? → dari sebab-sebab, mana yang paling
menimbulkan akibat (dicari sebab yang paling relevan, yang tidak relevan tidak bisa
dituntut)

PMH → terhadap jiwa, terhadap raga, terhadap nama baik, oleh penguasa, oleh orang lain
(tanggung gugat)

PERTEMUAN III - 15 SEPTEMBER 2021


Topik : Teori Relativitas (Schutznormtheorie)
Dosen : Akhmad Budi Cahyono

Contoh perbuatan pasif dalam PMH → dokter menelantarkan pasien


Banyak hubungan kontraktual yang juga digugat melalui PMH, misal walau tidak ada yang
dilanggar dari kontrak tersebut, namun ada yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-
undang, melanggar kesusilaan , ketertiban umum.

Schutznormtheorie:
Norma perlindungan, membatasi perluasan PMH supaya memperjelas bahwa norma yang
dilanggar itu bersifat melindungi korban
Schutznormtheorie mengajarkan, bahwa perbuatan yang bertentangan dengan kaidah hukum
dan karenanya adalah melawan hukum, akan menyebabkan si pelaku dapat
dipertanggungjawabkan atas kerugian yang disebabkan oleh perbuatan tersebut, bilamana
norma yang dilanggar itu dimaksudkan untuk melindungi penderita.
(baca aja di http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/135828-T%2027989-Analisa%20ekonomi-
Tinjauan%20literatur.pdf)

PERTEMUAN IV - 22 SEPTEMBER 2021


Topik : Tanggung Gugat
Dosen : Lauditta Humaira

Nomor Mba Ditta → 08161877411


Nomor Absen → 74

PMH → muncul ketika ada perbuatan yang memenuhi unsur-unsur Pasal 1365, tidak perlu
ada hubungan kontraktual
1. Perbedaan tanggung jawab dan tanggung gugat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tanggung jawab didefinisikan
sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (jika terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan lain sebagainya).
Pengertian terkait tanggung gugat salah satunya ada di Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP). Dari
keseluruhan isi UUAP terdapat terminologi tentang tanggung jawab dan tanggung
gugat pada Pasal 1 angka 23.
Jika ditelusuri lebih jauh, tampaknya pembedaan istilah tanggung jawab
dengan tanggung gugat sangat dipengaruhi pembedaan istilah responsibility dengan
liability dalam kepustakaan berbahasa Inggris. Tanggung jawab dipadankan dengan
responsibility sedangkan tanggung gugat padanannya liability.
Terdapat pula yang menyamakan pengertian tanggung gugat dengan
akuntabilitas (accountability) yang mengandung pengertian kesediaan untuk
menggugat tanggung jawab yang sudah diberikan kepada orang yang menerima dan
bersedia melaksanakan tugas tertentu. Mengenai hal ini lihat Benyamin Molan,
Manajemen & Pemasaran (Jakarta: Prenhallindo, 2002). Accountable, menurut
Black’s Law Dictionary, Seventh Edition, 1999, berarti responsible, answerable.
Sedangkan arti kata accountable, menurut The Contemporary English-Indonesia
Dictionary, adalah bertanggung jawab.

Tanggung-gugat (liability/aansprakelijkheid) merupakan bentuk spesifik dari


tanggung jawab. Pengertian tanggung-gugat merujuk kepada posisi seseorang atau
badan hukum yang dipandang harus membayar suatu bentuk kompensasi/ganti rugi
setelah adanya peristiwa hukum atau tindakan hukum. 1 Istilah tanggung gugat tidak
memiliki perbedaan yang mendasar dengan definisi tanggung jawab dalam konteks
hukum. Selain itu, tanggung gugat bukan merupakan terminologi hukum yang dapat
kita temui pengaturannya di peraturan yang berlaku di Indonesia.

1 Deny Pala’langan, “Tanggung Gugat Perusahaan Penerbangan Terhadap Kehilangan Bagasi


Penumpang,” Lex et Societatis, (Mei 2017), hlm. 91.
2. Bentuk tanggung gugat
a. Strict Liability
Merupakan tanggung jawab secara mutlak. Seseorang yang kegiatannya
beresiko menimbulkan kerugian, bertanggung jawab atas kerugian yang
muncul sebagai konsekuensi yang wajar dari kegiatan tersebut. Dengan
demikian tidak perlu ada pembuktian melalui kesalahan. Dalam strict liability
penggugat perlu membuktikan bahwa tergugat telah melakukan pelanggaran
hukum. Penggugat hanya perlu membuktikan bahwa kerugian yang diderita
adalah akibat dari perbuatannya.
Konsep strict liability pertama kali diintrodusir dalam hukum Indonesia antara
lain melalui UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Yang selanjutnya diubah dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UUPPLH”). Dalam Pasal 88 UU PPLH
ini disebutkan secara tegas mengenai konsep strict liability:
“Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya
menggunakan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun, editor), menghasilkan
dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius
terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang
terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.”
b. Contractual liability
Tanggung gugat yang timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban dari
hubungan kontraktual yang telah disepakati.
c. Tortius Liability atau Liability based on Fault
Tortius liability merupakan tanggung gugat yang berdasarkan asas kesalahan.
Tanggung gugat ini berasal dari zaman Romawi.
Konsep tanggung gugat dalam berdasarkan kesalahan ini mengandung makna
bahwa tergugat bertanggung gugat apabila ia dapat dibuktikan bersalah maka
ia dibebaskan dari pertanggung gugatan perdata.
Dalam hukum perdata konsep tanggung gugat ini tertuang dalam Pasal 1365
KUH.Perdata tentang perbuatan melawan hukum, yang sebenarnya
mengandung persamaan dengan Pasal 1401 BW Belanda.
d. Vicarious liability
Vicarious liability merupakan pertanggung jawaban seseorang atas perbuatan
salah yang dilakukan orang lain. Dalam hal ini, vicarious liability timbul
kepada seseorang/badan hukum hanya jika orang tersebut memiliki hubungan
hukum dengan orang yang melakukan perbuatan melawan hukum. Asas
Vicarious liability tertuang dalam Pasal 1367 KUHPerdata. Dalam praktiknya,
asas vicarious liability dapat dilihat dalam Pasal 116 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, di mana pasal ini menyebutkan bahwa tanggung jawab terhadap tindak
pidana lingkungan hidup dijatuhkan kepada orang yang memberi perintah atau
pimpinan.

PERTEMUAN V - 29 SEPTEMBER 2021


Topik : PMH oleh Penguasa
Dosen : Lauditta Humaira
PMH oleh Penguasa: subjek hukum (siapa pemerintah, apakah presiden aja atau LN juga),
konsep ganti rugi, disertakan kasus (+20 poin)

PMH oleh Pemerintah → digugatnya bisa ke PN bisa ke PTUN


Apabila yang dilakukan adalah tindakan di ranah publik → PTUN
Pasal 50 KUHP → dasar pembenar → pelaksana undang-undang

Putusan MA 1970 no. 838 → istilah yang digunakan adalah “Penguasa”


UU PTUN juga pakai istilah penguasa

Pasal 53 UU PTUN → Gugatan PTUN

piercing the corporate veil?

PERTEMUAN VI - 6 OKTOBER 2021


Topik : PMH oleh Penguasa dan PMH oleh Badan Hukum
Dosen : ABC
PMH Badan Hukum → gak cuma terkait perusahaan, bisa juga terkait ke Yayasan, Koperasi,
Perkumpulan, LSM, Parpol
Badan Hukum gak bisa mengajukan tuntutan kerugian immateriil, tapi bisa dituntut atas
kerugian immateriil - Pak ABC
Kalau misal ada pencemaran nama baik dan berakibat omzet turun, maka dianggap kerugian
materiil karena omzetnya turun itu. Kalau terkait rasa malu, yang menuntut itu direksinya
karena rasa malu lebih terkait ke psikologi seseorang → Kasus Blue Bird
Terus misal atas pencemaran nama baik perusahaan terus nyuruh Tergugat untuk minta maaf
di koran nasional, itu bukan meminta ganti rugi namun meminta Tergugat melakukan
perbuatan tertentu.

Piercing the Corporate Veil → tanggung jawab tidak lagi terbatas (misal pemegang saham
kan tanggung jawabnya terbatas namun jika ia melakukan intervensi maka tanggung jawab
atas akibat yang muncul jadi masuk ke tanggung jawab pribadi juga).

PERTEMUAN VII - 13 OKTOBER 2021


Topik : Penghinaan dan Pembelaan terhadap PMH
Dosen : Abdul Salam

Penghinaan → 1372 - 1380 KUHPer

1372 → Gugatan penghinaan meminta ganti rugi, pemulihan kehormatan dan nama baik →
hakim menilai ada tidaknya, kasar tidaknya penghinaan tersebut berdasarkan
pangkat,kedudukan, keadaan, dan kemampuan kedua belah pihak → menentukan
berat/ringannya suatu penghinaan

Melihat apakah ada hak yang di-kontra-kan → hak untuk kebebasan berpendapat berlawanan
dengan hak terhadap harkat martabat seseorang
Di seluruh dunia, pasal terhadap penghinaan tetap ada
Penghinaan dianggap merusak karakter dan melanggar hak asasi manusia
Contoh kasus → #KoinUntukPrita Prita vs Omni → Prita mengirim surel ke temannya terkait
pelayanan di RS Omni

Kebebasan berekspresi → jangan sampai merugikan orang lain, melanggar harkat/martabat


orang lain
Penghinaan diatur both di perdata dan pidana

1373 → bisa berlaku Pasal 314 KUHP jika ternyata itu fitnah (bukan hinaan)
1374 → dengan tidak mengurangi kewajibannya untuk memberikan ganti rugi, si tergugat
dapat menawarkan untuk meminta maaf di muka umum di hadapan Hakim → untuk
menghindari pelaksanaan Pasal 1373
1375 → tuntutan di 1372, 1374, 1375 → diberikan ke orang-orang yang disebutkan di pasal
ini → jadi tuntutannya dapat diwariskan

Alasan pembuat UU melimitasi kenapa Pasal 1375 cuma pasangan, ayah-ibu, anak, cucu,
kakek-nenek, tapi nggak ke saudara? → Kata Pak Abs belum ada jawabannya, bisa jadi
topik skripsi

1376 → tuntutan tak dapat dikabulkan jika ternyata tak ada maksud untuk menghina → misal
untuk kepentingan umum/pembelaan diri secara terpaksa → jadi Dasar Pembenar
1377 → tuntutan tak dapat dikabulkan jika si terhina sudah diputuskan oleh hakim bahwa ia
telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya → misal si A dihina pencuri (dan
emang udah diputus bersalah mencuri), mau dia merasa terhina juga gabisa ngajuin gugatan
PMH penghinaan ini
alinea selanjutnya → walaupun gitu, kalau si penghina emang berniat terus-menerus
menghina, dia harus ngasih ganti rugi

Bisa minta ganti rugi immateriil


Cara menghitungnya → gak ada metodenya → misal mengembalikan ketenangan hidup,
gimana ngitungnya?

Dasar Pembenar terhadap PMH (Penghinaan)


1. Dasar pembenar UU → ini ada di buku Prof Rosa
- Daya Paksa (Keadaan Memaksa) → Pasal 49 KUHP (overmacht), 1245 BW
- Pembelaan Terpaksa (noodtoestand)
- Menjalankan UU
- Perintah Jabatan
2. Dasar pembenar non-UU→
Izin → ada konsen dari korban → misal di penanganan medis biasanya butuh konsen
Penerimaan Risiko (contributory negligence)

PERTEMUAN IX- 27 OKTOBER 2021


Topik : Review
Dosen : ABC

PMH → melanggar ketentuan perundang-undangan


1919 diperluas melalui kasus Cohen-Lindenbaum → jadi melanggar ketentuan hukum tertulis
maupun tidak tertulis

Unsur-unsur PMH:
- Perbuatan
aktif → melakukan perbuatan yang intinya melanggar hukum dan mengakibatkan
kerugian, serta dilakukan baik sengaja/atau
negatif → tidak berbuat terhadap apa yang menjadi kewajiban hukumnya
terkait pemerintah → pemerintah membiarkan jalanan rusak sehingga ada korban
- Melawan hukum
Baik hukum tertulis maupun tidak tertulis
a. melanggar hak subjektif orang lain
hak yang dimiliki oleh individu yang dilindungi oleh undang-undang
con: mencuri berarti melanggar hak kepemilikan orang lain, penghinaan dan
pemerkosaan melanggar hak kehormatan orang lain
b. melanggar kewajiban hukum
ada kewajiban yang diatur oleh undang-undang → terkait perbuatan
negatif/pasif
c. melanggar kesusilaan
melanggar ketentuan hukum tidak tertulis
d. melanggar patiha
melanggar kepatutan, ketelitian, kehati-hatian
lebih konkrit karena diatur dalam ketentuan khusus meskipun bukan hukum
positif yang diundangkan → misal kode etik
- kesalahan
seseorang dianggap bersalah apabila ia melakukan tindakannya secara sengaja/lalai
pembelaan → yang meniadakan unsur kesalahan : overmacht, menjalankan UU,
menjalankan perintah atasan/jabatan
- kerugian
tujuan ganti rugi → mengembalikan ke kondisi semula seandainya pmh tersebut tidak
terjadi = beda sama tujuan ganti rugi wanprestasi yakni menempatkan kreditur pada
keadaan seandainya prestasi dilaksanakan
jenis ganti rugi:
a. materil
biaya, rugi, bunga = minta ganti rugi kehilangan keuntungan/expectation
damages di pmh agak susah kecuali kalau dasar pmh itu ada hubungan
kontraktual (misal pelanggaran itikad baik dalam kontrak karena secara riil
tidak diperjanjikan dalam kontrak bahwa harus ada itikad baik)
kalau pmhnya tidak didasarkan pada hubungan kontraktual, maka yang bisa
diminta itu real damages (kerugian riil)
1243 → unsur-unsur ganti rugi → biaya dan bunga
b. immateril
ganti rugi atas kehilangan kesenangan hidup dan hanya mungkin dituntut
umumnya terkait orang pribadi
pencemaran nama baik → minta ganti rugi atas rusaknya reputasi badan
hukum → itu bukan minta ganti rugi immateriil karena rusaknya reputasi
perusahaan pasti berdampak ke penurunan pendapatan perusahaan dll jadi
ujung-ujungnya minta ganti rugi materil juga
nominal ganti rugi disesuaikan pada kedudukan para pihak
- hubungan kausalitas antara kesalahan dengan kerugian
conditio sine qua non → semua sebab yang bisa menimbulkan kerugian dapat dituntut
adequate theorie → mencari penyebab yang sebanding dengan kerugian
gabungan conditio sine qua non dan adequate theorie → contoh: dua orang masuk lift
dan mengakibatkan liftnya overload terus jatuh, dicari penyebabnya siapa ya
penyebabnya kedua orang itu

schutznormtheorie → apabila tujuan pengaturan normanya bukan untuk melindungi tergugat


→ contoh kasus dokter ngegugat dokter ilegal atas alasan pasiennya jadi beralih ke dokter
ilegal tersebut, padahal harusnya yang paling merasa dirugikan itu ya si pasien misal dia kena
malpraktik

dalam praktik, gugatan pmh didasarkan pada 1365 KUHPer dan 1367 KUHPer
1365 → diberlakukan kalau pelaku itulah yang melakukan PMH sehingga ia dapat
dimintakan pertanggungjawaban
1367 → tanggung gugat (vicarious liability) → walau seseorang tidak bersalah tetap dapat
dimintakan pertanggungjawaban karena ia bertanggung jawab atas orang-orang yang berada
di bawah pengawasannya → sering digunakan kalau mau menggugat badan hukum terhadap
perbuatan yang dilakukan oleh karyawannya yang merugikan pihak ketiga
tergugatnya jadi 2, si karyawannya pakai pasal 1365 dan badan hukumnya pakai 1367 →
nanti biasanya pertanggungjawaban tanggung renteng

tanggung gugat:
a. terhadap orang
tanggung jawab majikan terhadap bawahannya tidak mengenal istilah overmacht (gak
ada dasar pemaaf).
misal sopir yang mengangkut barang perusahaan terus nabrak rumah orang, yang bisa
dimintakan pertanggungjawaban bukan hanya sopir namun juga perusahaannya
beda kalau kejadiannya di luar jam kerja ya itu tanggung jawabnya pribadi
kalau terkait murid-guru → masih ada dasar pemaaf overmacht
merupakan bentuk pertanggungjawaban resiko → kalau mempekerjakan orang ya
harus tanggung resiko kalau pekerja tersebut melakukan pmh atas pekerjaan yang kita
minta terhadap mereka
b. terhadap benda/hewan di bawah pengawasan

Onrechtmatige Overheidsdaad
sebelum UUAP, PMH oleh penguasa itu terkait keputusan tertulis
tapi sejak UUAP, tindakan materiil juga bisa jadi PMH oleh penguasa

resume perkara pengadaan barang dan jasa tahun 2014 → masuk lingkup peradilan perdata
atau TUN? → tugas kelompok deadlinenya pas uts → formatnya kayak kapos dalam bentuk
pdf dilampirkan putusan
biasanya terkait konstruksi gitu sih

PERTEMUAN XI - 10 NOVEMBER 2021


Topik : Kontrak Pemerintah
Dosen : Mbak Ditta

Kontrak Baku → biasanya satu pihak lebih tinggi kedudukannya → apakah kontrak baku
menyalahi 1320 tentang kesepakatan? Mendegradasi unsur kebebasan berkontrak?

1. Apakah kontrak baku itu dalam perjanjian mendegradasi ketentuan 1320? Kebebasan
berkontrak?
2. Apa yang dimaksud dengan kontrak pemerintah? Telaah secara umum dari segi
perdata. Biasanya ada hal harta kekayaan, mengenai perikatan di mana pemerintah
yang diwakilkan lembaga/pejabat → terkait kewenangan pemerintah mengadakan
kontrak perdata, pakai ketentuan LKPP - Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah

Minggu 23:59 → deadline makalah

Kontrak Baku
Larangan Klausula Baku → Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen 1999

PERTEMUAN XIII - 24 NOVEMBER 2021


Topik : Masalah Aktual Hukum Orang dan Keluarga
Dosen : Mbak Ditta

UAS → 15 Desember
Dasar kewenangan pemerintah dalam melakukan kontrak pemerintah
LKPP, Peraturan Pemerintah terkait → menambahkan unsur kecakapan pemerintah
Naskah Perjanjian yang dikeluarkan oleh pemerintah → termasuk perjanjian atau tidak
Deadline → 5 Desember → buat tugas kelompok
Resume → dikumpulkan H-1 UAS → lihat nanti jadwal UASnya aja kapan

Masalah Aktuil Hukum Orang dan Keluarga:


- ganti jenis kelamin
- surrogate mother
- harta benda dalam perkawinan

Menjual harta warisan → atas nama seorang wanita yang meninggal 10 tahun lalu, siapa yang
berwenang menjualnya?
- Apakah ketika dia meninggal punya suami atau dalam keadaan cerai? Kalau punya
suami (meskipun sudah cerai) berarti ada unsur harta bersama, itu rumahnya harta
perkawinan atau harta bawaan?
- Orangnya agama apa, kalau Islam tetap harus apply waris Islam
- Apakah yang menjual rumah tersebut benar-benar berwenang? Kalau tidak
berwenang, bahkan orang yang salah → batal demi hukum → contohnya kasus Nirina
Zubir, kan yang menjual bukan pemilik tanah yang sah

Kalau badan hukum


- melihat anggaran dasar badan hukum dan peraturan perundang-undangan terkait (UU
PT, UU Yayasan)

Pejabat yang menerima perintah


- sejauh mana pejabat tersebut mendapatkan kewenangan? siapa yang memayungi
wewenang tersebut

Surrogate Mother
Black’s Law → a woman who carries a child to term on behalf of another woman and then
assigns her parental rights to that woman and the father → sewa rahim (karena sel telur dan
sperma tetap dari orang tua biologis)
Yang sering Surrogate Mother → India
Di Indonesia, surrogate mother belum ada pengaturannya dan belum diakui juga prakteknya
→ meskipun ya emang ada aja yang pakai jasa surrogate mother
Kalau surrogate mothernya unmarried, berarti anaknya ALK
Peraturan di atas lebih untuk bayi tabung sih…
Jatuhnya di Indonesia surrogate mother tuh pelanggaran hukum dan punya implikasi sanksi
pidana (meskipun belum jelas aturannya di mana)

Hukum Perkawinan Indonesia bagi Transeksual


sama mendasarkan pada UU HAM
Harta Benda dalam Perkawinan
Sekarang perjanjian kawin boleh dilakukan setelah perkawinan dilangsungkan

Jenis perjanjian kawin:


- pemisahan harta secara penuh
- pemisahan untung-rugi → ketika suami-istri berusaha, yang mau dipisah hanya
untung rugi dari usaha tersebut saja → supaya tidak memberikan risiko pada usaha;
harta selain dari usaha jadi boedel harta bersama
- pemisahan harta hasil pendapatan → suami-istri yang mendapat penghasilan dari gaji
(bukan dari usaha); gaji masing-masing yang dipisah dan harta lain jadi boedel harta
bersama

Pembatalan Janji Kawin


gak bisa dikenai gugatan wanpres, bisanya PMH

Masalah Aktuil Hukum Kebendaan


Putusan MK 18/2019 → eksekusi fidusia sudah tidak bisa langsung →
Putusan MK 02/2021 → penetapan pengadilan bersifat kasuistis → tidak memperbaiki
kesalahan yang ada dalam PMK 18/2019
PERTEMUAN XIV - 1 DESEMBER 2021
Topik : Waralaba dan Perjanjian Elektronik
Dosen : Mbak Ditta

Jawaban atas Pertanyaan:


1. Pembatalan Janji Kawin bisa diminta ganti rugi? Sebenarnya janji kawin tuh PMH
jadi bisa minta ganti rugi (both materil dan immateril) dengan syarat pernikahannya
sudah diumumkan atau udah sebar undangan. Karena sudah ada kerugian, dan ada
kausalitas.
2. Kontrak waralaba tuh baku. Pihak franchise berkedudukan lebih tinggi. Klausula baku
tuh diperbolehkan asal tidak mengandung yang ada dalam Pasal 18 UUPK atau
klausula eksonerasi → tidak mendegradasi 1320 KUHPer
Harus melihat apakah business to customer, business to business, atau customer to
customer. Jadi kalau B2B bukan klausula baku, melainkan standar kontrak yang di
dalamnya ada klausula baku (gak bisa pakai larangan klausula baku di UUPK karena
pelakunya adalah business).
3. Kontrak pemerintah privat soalnya ada pemerintah bersama badan hukum di sektor
privat. Kalau kontrak pemerintah publik tuh contohnya kerjasama antar kementerian
(di luar bahasan Perdata).
4. BOT bisa dilakukan dengan warga sipil tapi prakteknya tidak mungkin karena ada
pembangunan skala besar dan ada win-win solution antara pemerintah dengan badan
privat.
5. Ganti kelamin terus boleh mengganti kelamin secara administrasi di UU Adminduk.
Jadi mereka harus melapor supaya identitasnya bisa disesuaikan dengan kelaminnya
saat ini.
6. Surrogate mother → gak diakui di Indonesia. Jadi further discussion terkait warisan,
hubungan hukum, dll juga belum bisa dibahas.
7. Kalau ada suami/istri yang mengganti kelamin (walaupun dibolehkan pasangan),
maka harus melihat ketentuan hukum perkawinan yang mana perkawinan adalah
antara laki-laki dan perempuan. Bisakah negara membatalkan perkawinan? Bisa aja
dengan penetapan pengadilan (merujuk pada syarat pembatalan perkawinan di UU)
karena perkawinan tersebut melanggar norma.
8. sanksi terhadap waralaba → kalau gak keluar STPW tapi tetap beroperasi (coba cek
PP 42/2007)
9. konsekuensi apabila waralaba tidak didaftarkan → tidak memiliki STPW → tidak
punya izin usaha di Indonesia (illegal). Pembuatan STPW, franchisor harus
meregistor prospek penawaran kepada Kemendag, franchisee juga harus meregister
ketika sudah menandatangani, kalau tidak dipenuhi ada potensi batal demi hukum.
10. Kalau modelnya mirip franchise tapi nyediain tempat → sebenarnya bukan waralaba
karena dihandle oleh franchisor sendiri. Lihat perjanjiannya, apakah perjanjiannya
kerja sama atau apakah ada klausula yang menggambarkan karakter khusus waralaba?
Walau judulnya perjanjian kerjasama namun isinya terdapat kriteria waralaba, maka
itu waralaba. Soalnya ada juga waralaba terselubung, misal pembatasan jumlah gerai
jadinya mereka kerjasama bikin cabang gitu.
11. kedudukan hukum pemberi dan penerima waralaba → tergantung seberapa besar
keturutsertaan/pengawasan franchisor. Kalau franchisor tinggi dalam pengawasan
(misal 1 franchisor memberikan franchise namun seluruh masakan bumbu tetap dari 1
orang, beda akibat hukumnya sama franchise di mana franchisee meramu sendiri
resep yang telah diberikan franchisor). Di Skenario A franchisor bertanggung jawab,
di Skenario B tanggung jawab bisa di franchisee.
12. Akibat hukum wanprestasi waralaba → lihat apakah di perjanjian waralaba ada
klausula yang secara spesifik mengatur tentang wanprestasi atau nggak, kalau nggak
ya tetep berlaku ketentuan wanprestasi di KUHPer.
13. Franchisor bertanggung jawab kepada pihak ketiga atas kesalahan franchisee →
tergantung seberapa ketat franchisor melakukan quality control
14. Jenis HAKI dalam Waralaba → paling umum merek, bisa juga business process
(paten, rahasia dagang). Klausula yang dimuat untuk melindungi HAKI → pemberian
lisensi, diperjanjikan mengenai royalty fee, ada larangan franchisee untuk
memberikan kewenangan penggunaan logo kepada pihak lain, kewajiban menjaga
nama baik merek yang telah dibangun. Intinya yang penting HAKI sudah teregistrasi,
kalau masih pending bisa pakai adjustment clause (kalau HAKI sudah granted, maka
klausula di atas berlaku).
15.

Waralaba

franchise (waralaba), business opportunity, lisensi.


franchise → hak khusus terhadap suatu karakteristik unik dari suatu sistem bisnis yang dapat
digunakan pihak lain dalam suatu franchise agreement → franchisor dan franchisee
karakteristik unik → dilindungi HAKI sehingga di dalamnya juga ada perjanjian lisensi.
Lisensi → suatu pemberian izin yang diberikan oleh pemilik/pemegang HAKI kepada orang
lain, misal dari pemegang merek kepada pihak lain yang mau pakai merek tersebut.
business opportunity/agreement /partnership → Kerjasama UMKM dengan perusahaan
besar
Waralaba juga seperti kerjasama usaha kecil dengan pemilik HAKI yakni perusahaan besar.

Subjek: antara pelaku usaha di mana mereka melakukan suatu hubungan hukum dalam
kerangka perjanjian waralaba
Objek: suatu keunikan dari sistem bisnis yang dimiliki oleh seseorang dan digunakan oleh
orang lain, keunikannya dilindungi oleh HAKI → mostly merek dan rahasia dagang.
Merek dan Rahasia Dagang → perlu didaftarkan

Peraturan
Permendag 53/2012

Definisi

harus ada HAKI yang telah didaftarkan, jadi untuk bisnis yang HAKI-nya belum terdaftar
tidak bisa membuat waralaba → jalan tengahnya bikin perjanjian kerjasama biasa

Kriteria Waralaba?
syarat lain: telah terbukti telah beroperasi setidaknya 5 tahun

Klausula Umum dalam Perjanjian Waralaba

perjanjian waralaba sebagai dasar yang mengikat para pihak → 14 klausula


perlu diatur → dispute resolution process, penggunaan bahasa Indonesia,

deklarasi franchisee dan franchisor ketika perjanjian berakhir → ketika ada terminasi lebih
awal terhadap perjanjian → clean-break statement (dulu ada di peraturan lama tapi sekarang
gak disebutkan lagi).
Terminasi → tidak boleh mendaftarkan waralaba eksklusif yang sama sampai pencabutan
pendaftarannya selesai → contoh klausula clean-break statement.

Jenis Waralaba
Distributorship

maksimal 150 outlet (cmiiw)

Chain Style

ini biasanya food and beverage → max 250 outlet, harus diberikan kepada perusahaan
lokal/small enterprise

Manufacturing Plans

franchisor dan franchisee → 80 persen kandungan lokal, penggunaan logo harus memakai
logo waralaba yang resmi (baik, dapat ditampilkan).

Kontrak Elektronik
perjanjian para pihak melalui sistem elektronik.
lingkup privat → menghasilkan kontrak elektronik
lingkup publik → pelayanan publik
kontrak elektronik → transaksi elektronik lingkup privat yang bersumber dari perjanjian yang
menggunakan sistem elektronik.

UU Perdagangan merujuk kepada KUHD, Pasal 1 KUHD merujuk kepada KUHPer → lex
specialis derogat legi generalis
Kontrak Elektronik tetap merujuk pada 1320 KUHPer

UU yang dipakai → UU ITE (PP PSTE) dan UU Perdagangan (PP PMSE)


Kontrak Elektronik → Pasal 1 angka 4 PP 80/2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik → ada persetujuan di dalamnya → pelaku usaha, konsumen, pemerintah yang
didalamnya pihak-pihak tersebut saling terkait satu sama lain (bisa business to business,
business to customer, business to government, dll)

Transaksi Elektronik → isinya kontrak elektronik


Smart Contract ditimbulkan karena adanya teknologi blockchain → suatu informasi
didistribusikan , pihak lain melakukan verifikasi, maka ia akan dikunci dalam suatu block ,
block itu ditempelkan ke block-block sebelumnya sehingga membentuk blockchain.
Contoh: sekarang Resi Gudang pakai blockchain.
acceptance theory → Pasal 20 → ‘kecuali ditentukan lain’ berarti para pihak bebas
menggunakan teori apa
Pasal 20 ayat (2) → penerimaan harus secara elektronik (padahal di PP 71/2019
memungkinkan kontrak secara konvensional).

Pasal 19 → Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem
Elektronik yang disepakati
Cara mengetahui kesepakatannya? Apabila tidak ada penawaran penggunaan media sebagai
acceptance, maka media yang digunakan dalam penawaran adalah media yang digunakan
untuk penerimaan.
transaksi elektronik → masuk ke perjanjian bernama maupun perjanjian tak bernama (1319
jo 1320 KUHPer)

Penggunaan HPI → Pasal 18 UU ITE → pakai pilihan forum/pilihan hukum, kalau gak ada
ya pake teori HPI

Tandatangan Elektronik
UU ITE → istilah TTD Elektronik
Praktiknya ada TTD Digital (bagian TTD Elektronik).
TTD scan bisa aja jadi TTD Elektronik, atau kode gitu juga bisa
Namun TTD seperti itu sangat mudah untuk disangkal (kerahasiaan, otentisitas, identitas,
kenirsangkalan).
TTD Digital → di Eropa advance electronic signature

UU ITE → apapun yang menggantikan TTD → kode, dll


Tanda Tangan Elektronik → tidak memerlukan sertifikasi
Tanda Tangan Digital → memerlukan sertifikasi → PP 71/2019 dan Permenkominfo
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik → ada lingkup privat (Privy.id) dan publik (BSSN,
BPPT)

Pasal 11 UU ITE
Akta Otentik yg TTD Digital → secara teknis otentik karena keasliannya terjaga.
Menggunakan teknologi kriptografi sehingga yang tidak memiliki password tidak bisa
membaca TTD tersebut → hanya pada dokumen tertentu.
Verifikasi → barcode, software, dsb

Anda mungkin juga menyukai