Anda di halaman 1dari 9

Konsep tanggung jawab hukum berkaitan erat dengan konsep hak dan

kewajiban. Konsep hak merupakan suatu konsep yang menekankan


pada pengertian hak yang berpasangan dengan pengertian
kewajiban. Pendapat yang umum mengatakan bahwa hak pada
seseorang senantiasa berkorelasi dengan kewajiban pada orang lain.

Sebuah konsep yang berkaitan dengan konsep kewajiban hukum


adalah konsep tanggung jawab (pertanggung jawaban) hukum.

Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan


tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, artinya dia
bertanggung jawab atas suatu sanksi bila perbuatannya bertentangan
dengan peraturan yang berlaku.

Menurut Hans Kelsen dalam teorinya tentang tanggung jawab hukum


menyatakan bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas
suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab
hukum, subjek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi
dalam hal perbuatan yang bertentangan.

Teori tradisional dibedakan dua jenis tanggung jawab (pertanggung


jawaban) yaitu: tanggung jawab yang didasarkan atas unsur
kesalahan, dan tanggung jawab mutlak.

Situasi tertentu, seseorang dapat dibebani tanggung jawab untuk


kesalahan perdata yang dilakukan orang lain, walaupun perbuatan
melawan hukum itu bukanlah kesalahannya. Hal semacam ini dikenal
dengan sebagai tanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan oleh
orang lain. Teori tanggung jawab berdasarkan perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh orang lain tersebut dapat dibagi dalam 3
(tiga) ketegori sebagai berikut:
1. Tanggung jawab atasan
2. Tanggung jawab pengganti yang bukan dari atasan orang-orang
dalam tanggungannya
3. Tanggung jawab pengganti dari barang-barang yang berada di
bawah tanggungannya.

KUHPerdata menjelaskan beberapa pihak yang harus menerima


tanggung jawab dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
pihak lain sebagai berikut:

1. Orang tua atau wali yang bertanggung jawab atas tidakan yang
dilakukan oleh anak-anak di bawah tanggungannya atau di
bawah perwaliannya.
2. Majikan bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan oleh
pekerjanya.
3. Guru bertanggung jawab atas muridnya.
4. Kepala tukang bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan
oleh pekerja yang berada dibawahnya.
5. Pemilik binatang bertanggung jawab atas tindakan yang
dilakukan oleh binatang peliharaannya.
6. Pemilik gedung bertanggung jawab atas ambruknya gedung
kerena kelalaian dalam pemeliharaan atau karena cacat dalam
pembangunan maupun tatanannya.

Secara umum, prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat


dibedakan sebagai berikut :

 Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan


(Liability based on fault)
Prinsip ini adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum perdata
khususnya Pasal 1365, 1366, dan 1367 KUHPerdata. Secara umum, asas tanggung
jawab ini dapat diterima karena adil bagi orang yang berbuat salah untuk
mengganti kerugian bagi pihak korban. Dengan kata lain, tidak adil jika orang
yang tidak bersalah harus mengganti kerugian yang diderita orang lain.
Perkara yang perlu dijelaskan dalam prinsip ini adalah defenisi tentang subjek
pelaku kesalahan yang dalam doktrin hukum dikenal asas vicarious
liability dan corporate liability.
Vicarious liability mengandung pengertian, majikan bertanggung jawab
atas kerugian pihak lain yang ditimbulkan oleh orang atau karyawan yang
dibawah pengawasannya. Corporate liability memiliki pengertian yang
sama dengan vicarious liability. Menurut doktrin ini, lembaga yang
menaungi suatu kelompok pekerja mempunyai tanggung jawab terhadap tenaga
yang diperkerjakannya.
Persoalan semacam ini tidaklah sederhana, karena dalam praktek belum tentu
setiap pengangkut bersedia akan mengakui kesalahannya. Jika demikian, maka
pihak penumpang, pengirim atau penerima barang atau pihak ketiga tidak boleh
bertindak sepihak dan harus dapat membuktikan bahwa kerugian terjadi karena
kesalahan pengangkut. Pembuktiann tersebut dilakukan di Pengadilan untuk
diputus oleh hakim.

 Prinsip Praduga untuk Selalu Bertanggung Jawab (presumtion


of liability)
Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab sampai ia
dapat membuktikan ia tidak bersalah. Jadi, beban pembuktian ada pada si
tergugat. Apabila pihak tergugat tidak dapat membuktikan kesalahan pengangkut,
maka ganti rugi tidak akan diberikan. Berkaitan dengan prinsip tanggung jawab
ini, dalam doktrin hukum pengangkutan dikenal empat variasi:

1. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab kalau


ia dapat membuktikan, kerugian ditimbulkan oleh hal-hal di luar
kekuasaannya.
2. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia
dapat membuktikan, ia mengambil suatu tindakan yang
diperlukan untuk menghindari timbulnya kerugian
3. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia
dapat membuktikan, kerugian yang timbul bukan karena
kesalahannya
4. Pengangkut tidak bertanggung jawab jika kerugian itu
ditimbulkan oleh kesalahan penumpang atau kualitas barang
yang tidak baik.

 Prinsip Praduga untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab


(presumtion nonliability principle)
Prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip praduga untuk selalu bertanggung
jawab. Prinsip ini hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat
terbatas.
Prinsip ini lebih diterapkan pada kasus-kasus seperti kasus yang dimana apabila
terjadi suatu kecelakaan lalu lintas yang mempunyai peran aktif dalam melakukan
pembuktian adalah pihak penggugat.
Berdasarkan penjelasan tersebut dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009,
penerapan prinsip ini dapat dilihat dari Pasal 194 ayat (1) yang menyatakan
bahwa perusahaan angkutan umum tidak bertanggung jawab atas kerugian yang
diderita oleh pihak ketiga, kecuali jika pihak ketiga dapat membuktikan bahwa
kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan Perusahaan Angkutan Umum
sehingga ia dapat menuntut ganti kerugian yang ia derita.

 Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (strict liability)


Prinsip tanggung jawab mutlak sering diidentikkan dengan prinsip tanggung
jawab absolut. Ada yang mengatakan tanggung jawab mutlak adalah prinsip
yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Sebaliknya
tanggung jawab absolut adalah tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada
pengecualiannya.
Asas tanggung jawab mutlak merupakan salah satu jenis pertanggungjawaban
Perdata ( Civil Liability). Tanggung jawab perdata merupakan suatu
instrumen hukum perdata dalam konteks penegakan hukum untuk mendapatkan
ganti kerugian pada kasus tersebut.
TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN ETIK (ANTARA LAIN PASAL 1365,1366,1367)
RAHASIA KEDOKTERAN
PENGERTIAN
· Tanggung jawab menurut KBBI adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya
(kalau terjadi apa-apa boleh dipersalahkan, dituntut dan diperkarakan)
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk
mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya kekacauan.
Etik menurut KBBI adalah Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak di mana
Nilai tersebut mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat

BUNYI PASAL 1365,1366,1367 KUHP


· Pasal 1365KUHPerdata
Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut
Pasal 1366 KUHPerdata
setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaiannya atau kurang hati-
hatinya.
Pasal 1367 KUHPerdata
Seorang tidak saja bertanggung-jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya
sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi
tanggungannya, atau disebabkan oleh orang-orang yang berada di bawah pengawasannya dst.

PERBUATAN MELANGGAR HUKUM


Beberapa defenisi lain yang pernah diberikan terhadap perbuatan melawan hukum adalah
sebagai berikut:
tidak memenuhi sesuatu yang menjadi kewajiban sendiri selain dari kewajiban kotraktual atau
kewajiban quasi contractual yang menerbitkan hak untuk mengganti rugi.
Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang mengakibatkan timbulnya kerugian bagi orang
lain tanpa sebelumnya ada suatu hubungan hukum, kewajiban mana ditujukan terhadap setiap
orang pada umumnya dan dengan tidak memenuhi kewajibannya tersebut dapat diminta suatu
ganti rugi.
Tidak memenuihi suatu kewajiban yang dibebankan oleh hukum, kewajiban mana ditujukan
terhadap setiap orang pada umumnya dan dengan tidak memenuhi kewajibannya tersebut dapat
diminta suatu ganti rugi.
Suatu kesalahan perdata terhadap mana suatu ganti kerugian dapat dituntuk yang bukan
merupakan wanprestasi terhadap kontrak, atau wanprestasi atas kewajiban trust, ataupun
wanprestasi terhadap kewajiban equitylainnya.
Suatu kerugian yang tidak disebabkan oleh wanprestasi terhadap kontrak, atau lebih tepatnya,
merupakan suatu perbuatan yang merugikan hak-hak orang yang diciptakan oleh hukum yang
tidak tertib dari hubungan kontraktual.
Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara bertentangan dengan hukum
melanggar hak orang lain yang diciptakan oleh hukum, dan karenanya suatu ganti rugi dapat
dituntut oleh pihak yang dirugikan.

UNSUR-UNSUR PERBUATAN MELAWAN HUKUM


Agar suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum, maka
harus memenuhi unsur-unsur perbuatan sebagai berikut:
Adanya suatu perbuatan. Suatu perbuatan melawan hukum diawali oleh suatu perbuatan dari si
pelakunya. Perbuatan disini meliputi perbuatan aktif (berbuat sesuatu) maupun pasif (tidak
berbuat sesuatu), padahal secara hukum orang tersebut diwajibkan untuk patuh terhadap
perintah undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan (public order and morals).
Perbuatan tersebut melawan hukum. Manakala pelaku tidak melaksanakan apa yang diwajibkan
oleh undang-undang, ketertiban umum dan atau kesusilaan, maka perbuatan pelaku dalam hal
ini dianggap telah melanggar hukum, sehingga mempunyai konsekwensi tersendiri yang dapat
dituntut oleh pihak lain yang merasa dirugikan.
Adanya kerugian bagi korban. Yang dimaksud dengan kerugian, terdiri dari kerugian materil dan
kerugian immateril. Akibat suatu perbuatan melawan hukum harus timbul adanya kerugian di
pihak korban, sehingga membuktikan adanya suatu perbuatan yang melanggar hukum secara
luas.
Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian. Hubungan kausal merupakan
salah satu ciri pokok dari adanya suatu perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum
dalam hal ini harus dilihat secara materiil. Dikatakan materiil karena sifat perbuatan melawan
hukum dalam hal ini haru dilihat sebagai suatu kesatuan tentang akbat yang ditimbulkan olehnya
terhadap diri pihak korban. Untuk hubungan sebab akibat ada2 (dua) macam teori, yaitu teori
hubungan faktual dan teori penyebab kira-kira. Hubungan sebab akibat (causation in fact)
hanyalah merupakan masalah fakta atau apa yang secara faktual telah terjadi. Sedangkan teori
penyebab kira-kira adalah lebih menekankan pada apa yang menyebabkan timbulnya kerugian
terhadap korban, apakah perbuatan pelaku atau perbuatan lain yang justru bukan dikarenakan
bukan suatu perbuatan melawan hukum. Namun dengan adanya suatu kerugian, maka yang
perlu dibuktikan adalah hubungan antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang
ditimbulkan.
PENGGANTIAN KERUGIAN
Penggantian kerugian sebagai akibat dari adanya perbuatan melawan hukum, sebagaimana
telah disinggung diatas, dapat berupa penggantian kerugian materiil dan immateriil. Lajimnya,
dalam praktek penggantian kerugian dihitung dengan uang , atau disetarakan dengan uang
disamping adanya tuntutan penggantian benda atau barang-barang yang dianggap telah
mengalami kerusakan/perampasan sebagai akibat adanya perbuatan melawan hukum pelaku.
Secara teoritis penggantian kerugian sebagai akibat dari suatu perbuatan melawan hukum
diklasifikasikan ke dalam dua bagian, yaitu : kerugian yang bersifat actual (actual loss) dan
kerugian yang akan datang. Dikatakan kerugian yang bersifat actual adalah kerugian yang
mudah dilihat secara nyata atau fisik, baik yang bersifat materiil dan immateriil. Kerugian ini
didasarkan pada hal-hal kongkrit yang timbul sebagai akibat adanya perbuatan melawan hukum
dari pelaku. Sedangkan kerugian yang bersifat dimasa mendatang adalah kerugian-kerugian
yang dapat diperkirakan akan timbul dimasa mendatang akibat adanya perbuatan melawan
hukum dari pihak pelaku. Kerugian ini seperti pengajuan tuntutan pemulihan nama baik melalui
pengumuman di media cetak dan atau elektronik terhadap pelaku. Ganti kerugian dimasa
mendatang ini haruslah didasarkan pula pada kerugian yang sejatinya dapat dibayangkan
dimasa mendatang dan akan terjadi secara nyata.

RAHASIA KEDOKTERAN
Lafal sumpah dokter:
”Demi Allah saya bersumpah,bahwa saya akan merahasikan segala sesuatu yang saya ketahui
karena perkerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter”.
Kodeki pasal 13:
”Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita,
bahkan setelah penderita itu meninggal dunia”.
Pada Lembaran Negara No. 21 th.1966:
Pasal 1 “Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh
orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam
lapangan kedokteran”
Pasal 2 “Pengetahuan tersebut dalam pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang
tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi
daripada Peraturan-Peraturan ini menentukan lain”
Pasal 3 “Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:
● Dokter/Dokter ahli
● Mahasiswa Kedokteran
● Perawat/Bidan
● Petugas Administrasi Kedokteran Forensik/kamar jenazah”
Walaupun demikain, rahasia kedokteran dapat dibuka pada keadaan:
1. Terpaksaan
Dasar : KUHP pasal 48:
“Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana”.
2. Ada undang-undang yang mengatur
Dasar : KUHP pasal 50:
“Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak
dipidana”.
3. Atas permintaan atasan dokter yang memeriksa
Dasar : KUHP pasal 51:
1. Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh
penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
2. Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang
diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah yang diberikan dengan wewenang dan
pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.

TANGGUNG JAWAB DOKTER TERHADAP PASIEN


1. Tanggung Jawab Etik
Peraturan yang mengatur tanggung jawab etik dari seorang dokter adalah Kode Etik
Kedokteran Indonesia dan Lafal Sumpah Dokter. Kode etik adalah pedoman perilaku. Kode Etik
Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan no. 434 /
Men.Kes/SK/X/1983. Kode Etik Kedokteran Indonesia disusun dengan mempertimbangkan
International Code of Medical Ethics dengan landasan idiil Pancasila dan landasan strukturil
Undang-undang Dasar 1945. Kode Etik Kedokteran Indonesia ini mengatur hubungan antar
manusia yang mencakup kewajiban umum seorang dokter, hubungan dokter dengan pasiennya,
kewajiban dokter terhadap sejawatnya dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri.
Pelanggaran terhadap butir-butir Kode Etik Kedokteran Indonesia ada yang merupakan
pelanggaran etik semata-mata dan ada pula yang merupakan pelanggaran etik dan sekaligus
pelanggaran hukum. Pelanggaran etik tidak selalu berarti pelanggaran hukum, sebaliknya
pelanggaran hukum tidak selalu merupakan pelanggaran etik kedokteran. Berikut diajukan
beberapa contohnya:
Menarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari keluarga sejawat dokter dan
dokter gigi.
Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya.
Memuji diri sendiri di depan pasien.
Tidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran yang berkesinambungan.
Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri.
2. Tanggung Jawab Hukum
Tanggung jawab hukum dokter adalah suatu “keterikatan” dokter terhadap ketentuan-
ketentuan hukum dalam menjalankan profesinya.
Tanggung jawab seorang dokter dalam bidang hukum terbagi dalam 3 (tiga) bagian, yaitu13 :
Tanggung jawab hukum dokter dalam bidang hukum perdata
Tanggung Jawab Hukum Perdata Karena Wanprestasi
Pengertian wanprestasi ialah suatu keadaan dimana seseorang tidak memenuhi
kewajibannya yang didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak.
Pada dasarnya pertanggungjawaban perdata itu bertujuan untuk memperoleh ganti rugi atas
kerugian yang diderita oleh pasien akibat adanya wanprestasi atau perbuatan melawan hukum
dari tindakan dokter.
Menurut ilmu hukum perdata, seseorang dapat dianggap melakukan wanprestasi apabila :
Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan, melakukan apa yang dijanjikan tetapi
terlambat dan melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan serta
melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Sehubungan dengan masalah ini, maka wanprestasi yang dimaksudkan dalam tanggung
jawab perdata seorang dokter adalah tidak memenuhi syarat-syarat yang tertera dalam suatu
perjanjian yang telah dia adakan dengan pasiennya.
Gugatan untuk membayar ganti rugi atas dasar persetujuan atau perjanjian yang terjadi
hanya dapat dilakukan bila memang ada perjanjian dokter dengan pasien. Perjanjian tersebut
dapat digolongkan sebagai persetujuan untuk melakukan atau berbuat sesuatu. Perjanjian itu
terjadi bila pasien memanggil dokter atau pergi ke dokter, dan dokter memenuhi permintaan
pasien untuk mengobatinya. Dalam hal ini pasien akan membayar sejumlah honorarium.
Sedangkan dokter sebenarnya harus melakukan prestasi menyembuhkan pasien dari
penyakitnya. Tetapi penyembuhan itu tidak pasti selalu dapat dilakukan sehingga seorang dokter
hanya mengikatkan dirinya untuk memberikan bantuan sedapat-dapatnya, sesuai dengan ilmu
dan ketrampilan yang dikuasainya. Artinya, dia berjanji akan berdaya upaya sekuat-kuatnya
untuk menyembuhkan pasien.
Dalam gugatan atas dasar wanprestasi ini, harus dibuktikan bahwa dokter itu benar-benar
telah mengadakan perjanjian, kemudian dia telah melakukan wanprestasi terhadap perjanjian
tersebut (yang tentu saja dalam hal ini senantiasa harus didasarkan pada kesalahan profesi).
Jadi di sini pasien harus mempunyai bukti-bukti kerugian akibat tidak dipenuhinya kewajiban
dokter sesuai dengan standar profesi medis yang berlaku dalam suatu kontrak terapeutik. Tetapi
dalam prakteknya tidak mudah untuk melaksanakannya, karena pasien juga tidak mempunyai
cukup informasi dari dokter mengenai tindakan-tindakan apa saja yang merupakan kewajiban
dokter dalam suatu kontrak terapeutik. Hal ini yang sangat sulit dalam pembuktiannya karena
mengingat perikatan antara dokter dan pasien adalah bersifat inspaningsverbintenis.
Tanggung Jawab Perdata Dokter Karena Perbuatan Melanggar Hukum (onrechtmatige daad)
Tanggung jawab karena kesalahan merupakan bentuk klasik pertanggungjawaban perdata.
Berdasar tiga prinsip yang diatur dalam Pasal 1365, 1366, 1367 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yaitu sebagai berikut :
Berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Pasien dapat menggugat seorang dokter oleh karena dokter tersebut telah melakukan
perbuatan yang melanggar hukum, seperti yang diatur di dalam Pasal 1365 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa : “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kesalahan itu, mengganti kerugian tersebut”.
Undang-undang sama sekali tidak memberikan batasan tentang perbuatan melawan hukum,
yang harus ditafsirkan oleh peradilan. Semula dimaksudkan segala sesuatu yang bertentangan
dengan undang-undang, jadi suatu perbuatan melawan undang-undang. Akan tetapi sejak tahun
1919 yurisprudensi tetap telah memberikan pengertian yaitu setiap tindakan atau kelalaian baik
yang : (1) Melanggar hak orang lain (2) Bertentangan dengan kewajiban hukum diri sendiri (3)
Menyalahi pandangan etis yang umumnya dianut (adat istiadat yang baik) (4) Tidak sesuai
dengan kepatuhan dan kecermatan sebagai persyaratan tentang diri dan benda orang seorang
dalam pergaulan hidup.
Seorang dokter dapat dinyatakan melakukan kesalahan. Untuk menentukan seorang pelaku
perbuatan melanggar hukum harus membayar ganti rugi, haruslah terdapat hubungan erat
antara kesalahan dan kerugian yang ditimbulkan.
Berdasarkan Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Seorang dokter selain dapat dituntut atas dasar wanprestasi dan melanggar hukum seperti
tersebut di atas, dapat pula dituntut atas dasar lalai, sehingga menimbulkan kerugian. Gugatan
atas dasar kelalaian ini diatur dalam Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang
bunyinya sebagai berikut : “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang
disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian
atau kurang hati-hatinya”.
Berdasarkan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Seseorang harus memberikan pertanggungjawaban tidak hanya atas kerugian yang
ditimbulkan dari tindakannya sendiri, tetapi juga atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakan
orang lain yang berada di bawah pengawasannya. (Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata).
Dengan demikian maka pada pokoknya ketentuan Pasal 1367 BW mengatur mengenai
pembayaran ganti rugi oleh pihak yang menyuruh atau yang memerintahkan sesuatu pekerjaan
yang mengakibatkan kerugian pada pihak lain tersebut.
Nuboer Arrest ini merupakan contoh yang tepat dalam hal melakukan tindakan medis dalam
suatu ikatan tim. Namun dari Arrest tersebut hendaknya dapat dipetik beberapa pengertian untuk
dapat mengikuti permasalahannya lebih jauh. Apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal
1367 BW, maka terlebih dahulu perlu diadakan identifikasi mengenai sampai seberapa jauh
tanggung jawab perdata dari para dokter pembantu Prof. Nuboer tersebut. Pertama-tama
diketahui siapakah yang dimaksudkan dengan bawahan. Adapun yang dimaksudkan dengan
bawahan dalam arti yang dimaksud oleh Pasal 1367 BW adalah pihak-pihak yang tidak dapat
bertindak secara mandiri dalam hubungan dengan atasannya, karena memerlukan pengawasan
atau petunjuk-petunjuk lebih lanjut secara tertentu.
Sehubungan dengan hal itu seorang dokter harus bertanggung jawab atas tindakan yang
dilakukan oleh bawahannya yaitu para perawat, bidan dan sebagainya. Kesalahan seorang
perawat karena menjalankan perintah dokter adalah tanggung jawab dokter.

Anda mungkin juga menyukai