Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang

Hadirnya masyarakat informasi (information society) yang diyakini sebagai salah satu
agenda penting masyarakat dunia di milenium ketiga antara lain ditandai dengan pemanfaatan
Internet yang semakin meluas dalam berbagai akiivitas kehidupan manusia, bukan saja di
negara-negara maju tapi juga di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Banyak
orang yang mengatakan bahwa dunia cyber (cyberspace) tidak dapat diatur. Cyberspace
adalah dunia maya dimana tidak ada lagi batas ruang dan waktu. Padahal ruang dan waktu
seringkali dijadikan acuan hukum. Jika seorang warga Indonesia melakukan transaksi dengan
sebuah perusahaan Inggris yang menggunakan server di Amerika, dimanakah (dan kapan)
sebenarnya transaksi terjadi? Hukum mana yang digunakan?

Cyberlaw merupakan salah satu topik yang hangat dibicarakan akhir-akhir ini. Di Indonesia
telah keluar dua buah Rancangan Undang-Undang (RUU). Yang satu diberi nama: “RUU
Pemanfaatan Teknologi Informasi” (PTI), sementara satunya lagi bernama “RUU Transaksi
Elektronik”. RUU PTI dimotori oleh Fakultas Hukum Universitas Pajajaran dan Tim
Asistensi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan jalur Departemen Perhubungan
(melalui Dirjen Postel), sementar RUU TE dimotori oleh Lembaga Kajian Hukum dan
Teknologi dari Universitas Indonesia dengan jalur Departemen Perindustrian dan
Perdagangan.

1.2.        Maksud Dan Tujuan

Maksud dalam pembuatan makalah ini adalah :

1.2.1.      Memenuhi salah satu mata kuliah KBK


1.2.2.      Melatih mahasiswa untuk lebih aktif dalam pencarian bahan-bahan materi
1.2.3.      Menambah wawasan tentang pengatahuan Cyber Law
1.2.4.      Sebagai masukan kepada mahasiswa agar menggunakan ilmu yang didapatnya untuk
kepentingan yang positif

Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :

1.2.1.      Untuk dapat di presentasikan sehingga mendapatkan nilai UAS dikarenakan mata kuliah ini
adalah matakuliah KBK
1.2.2.      Memberikan informasi tentang cyber law kepada kami sendiri pada khususnya dan
masyarakat yang membaca pada umumnya. 

BAB II
LANDASAN TEORI
1.3.            Sejarah

Cyber law adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya
diasosiasikan dengan Internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di
banyak negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu, Internet dan jaringan komputer
mendobrak batas ruang dan waktu ini. Cyber Law juga didefinisikan sebagai kumpulan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang berbagai aktivitas manusia di
cyberspace (dengan memanfaatkan teknologi informasi). Cyber Law sendiri merupakan
istilah yang berasal dari Cyberspace. Cyberspace berakar dari kata latin Kubernan yang
artinya menguasai atau menjangkau. Karena ”cyberspace”-lah yang akan menjadi objek atau
concern dari ”cyber law”. Ruang lingkup dari Cyber Law meliputi hak cipta, merek dagang,
fitnah/penistaan, hacking, virus, akses Ilegal, privasi, kewajiban pidana, isu prosedural
(Yurisdiksi, Investigasi, Bukti, dll), kontrak elektronik, pornografi, perampokan,
perlindungan konsumen dan lain-lain.
Perkembangan Cyber Law di Indonesia sendiri belum bisa dikatakan maju. Hal ini
diakibatkan oleh belum meratanya pengguna internet di seluruh Indonesia. Berbeda dengan
Amerika Serikat yang menggunakan telah internet untuk memfasilitasi seluruh aspek
kehidupan mereka. Oleh karena itu, perkembangan hukum dunia maya di Amerika Serikat
pun sudah sangat maju. 
Landasan fundamental di dalam aspek yuridis yang mengatur lalu lintas internet sebagai
hukum khusus, di mana terdapat komponen utama yang meng-cover persoalan yang ada di
dalam dunai maya tersebut, yaitu : 
Yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait.
Komponen ini menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan
di dalam dunia maya itu. · Landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan
kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang
menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan
penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa
pendidikan melalui jaringan internet.
· Aspek hak milik intelektual di mana ada aspek tentang patent, merek dagang rahasia yang
diterapkan, serta berlaku di dalam dunia cyber.
· Aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing
yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya
sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan.
· Aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna dari internet.
· Ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan didalam internet sebagai
bagian dari pada nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip keuangan
atau akuntansi. 
· Aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan
atau bisnis usaha.
 

Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka kita akan dapat melakukan penilaian untuk
menjustifikasi sejauh mana perkembangan dari hukum yang mengatur sistem dan
mekanisme internet di Indonesia. Walaupun belum dapat dikatakan merata, namun
perkembangan internet di Indonesia mengalami percepatan yang sangat tinggi serta
memiliki jumlah pelanggan atau pihak yang mempergunakan jaringan internet terus
meningkat sejak paruh tahun 90'an.
Salah satu indikator untuk melihat bagaimana aplikasi hukum tentang internet
diperlukan di Indonesia adalah dengan banyak perusahaan yang menjadi provider
untuk pengguna jasa internet di Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang memberikan
jasa provider di Indonesian sadar atau tidak merupakan pihak yang berperanan
sangat penting dalam memajukan perkembangan Cyber Law di Indonesia dimana
fungsi-fungsi yang mereka lakukan seperti : 
· Perjanjian aplikasi rekening pelanggan internet; 
· Perjanjian pembuatan desain home page komersial; 
· Perjanjian reseller penempatan data-data di internet server; 
· Penawaran-penawaran penjualan produk-produk komersial melalui internet; 
· Pemberian informasi yang di-update setiap hari oleh home page komersial; 
· Pemberian pendapat atau polling online melalui internet.
Fungsi-fungsi di atas merupakan faktor dan tindakan yang dapat digolongkan sebagai
tindakan yang berhubungan dengan aplikasi hukum tentang cyber di Indonesia. Oleh
sebab itu ada baiknya di dalam perkembangan selanjutnya, setiap pemberi jasa atau
pengguna internet dapat terjamin. Maka hukum tentang internet perlu dikembangkan
serta dikaji sebagai sebuah hukum yang memiliki displin tersendiri di Indonesia.

1.4.            Pengertian
Cyber Law ialah sebuah aturan yang berbentuk hukum yang di buat khusus untuk dunia
digital atau internet. Dengan makin banyak dan berkembangnya tindak kriminal dan
kejahatan yang ada di dunia internet, maka mau tidak mau hukum dan aturan tersebut harus
di buat. Cyber law sendiri ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan
orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi
internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyber
Law sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1.      Rumusan Masalah

            Rumusan masalah yang dapat diambil dari makalah ini adalah :

3.1.1.      Topik tentang Cyber Law


3.1.2.      Ruang Lingkup Cyber Law
3.1.3.      Komponen dari Cyber Law
3.1.4.      Asas-asas Cyber Law

3.1.1.   Topik tentang Cyber Law


Secara garis besar ada lima topic dari cyberlaw di setiap negara yaitu:
1.      a.  Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan
integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah
kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
2.      b.  On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang
melalui internet.
3.      c.  Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna
maupun penyedia content.
4.      d.  Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang
dialirkan melalui internet.
5.      e.  Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet
termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum
3.1.2.    Ruang Lingkup Cyber Law
Pembahasan mengenai ruang lingkup ”cyber law” dimaksudkan sebagai inventarisasi atas
persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan
pemanfaatan Internet. Secara garis besar ruang lingkup ”cyber law” ini berkaitan dengan
persoalan-persoalan atau  aspek hukum dari:
a.      E-Commerce,
b.      Trademark/Domain Names,
c.       Privacy and Security on the Internet,
d.      Copyright,
e.       Defamation,
f.       Content Regulation,
g.      Disptle Settlement, dan sebagainya.

3.1.3.     Komponen dari Cyber law


a. Pertama, tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait; komponen ini menganalisa dan
menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu.
b.   Kedua, tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan
berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek
accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet
(internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui
jaringan internet.
c.    Ketiga, tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang patent, merek
dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber.
d.   Keempat, tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di
masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan
dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan.
e.    Kelima, tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet.
f.    Keenam, tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam internet
sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip
keuangan atau akuntansi.
g.   Ketujuh, tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet
h.   sebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.
3.1.4.      Asas-asas Cyber Law
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa
digunakan, yaitu :
a.  Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan
berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di
negara lain.
b.  Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum
dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan
bagi negara yang bersangkutan.
c. Nationality, yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan
hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
d.   Passive Nationality, yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
e.  Protective Principle, yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara
untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang
umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah.
f.  Universality. Asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan
hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”.
Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan
menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula
kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan, genosida,
pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini
mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking
and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan
untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional.
g.  Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan
pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang
cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and
passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally significant
(online) phenomena and physical location.
3.2    Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Penyalahgunaan Informasi Dunia
Maya
“Salah satu kemajuan terknologi informasi yang diciptakan pada akhir abad ke-20
adalah internet. Jaringan komputer-komputer yang saling terhubung membuat hilangnya
batas-batas wilayah. Dunia maya menginternasionalisasi dunia nyata. Dunia cyber yang
sering disebut dunia maya menjadi titik awal akselerasi distribusi informasi dan membuat
dunia internasional menjadi  tanpas batas. “Teknologi informatika saat ini menjadi pedang
bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan
peradaban dunia, sekaligus menjadi sarana efektif melawan hukum. Maka untuk menghadapi
sifat melawan hukum yang terbawa dalam perkembangan informasi data di dunia maya.
Diperlukan sebuah perlawanan dari hukum positif yang ada. “Suatu perbuatan tidak dapat
dipidana, kecuali  berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah
ada sebelumnya” hal ini adalah asas legalitas yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1
tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukum pidana
merupakan salah satu instrumen dalam menghadapi perbuatan melawan hukum. Maka perlu
dikaji lebih mendalam secara teoritik bagaimana kebijakan hukum pidana yang dalam
faktanya sering kalah satu langkah dengan tindak pidana. Dalam hal ini terhadap kejahatan
penyalahgunaan informasi data di dunia cyber.
Sesuai Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE) Pasal 1 angka 1 bahwa : “Informasi elektronik adalah
satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta, rancangan, poto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik
(electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,
simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang
yang mampu memahaminya.
3.3    Perkembangan Cyber law di Indonesia
Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus
utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi
elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan
oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik, diharapkan
rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih
spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana.
Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk
ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain
adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan
penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan
internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan
nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-
undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan
semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan
Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan
Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa
undang-undang. Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait
dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan
terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini?
Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di
Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar
cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan
sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini
jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk
mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.
3.4    Pasal dalam Undang-undang ITE
Pada awalnya kebutuhan akan Cyber Law di Indonesia berangkat dari mulaibanyaknya
transaksi-transaksi perdagangan yang terjadi lewat dunia maya. Atastransaksi-transaksi
tersebut, sudah sewajarnya konsumen, terutama konsumen akhir(end-user) diberikan
perlindungan hukum yang kuat agar tidak dirugikan, mengingat transaksi perdagangan yang
dilakukan di dunia maya sangat rawanpenipuan.
Dan dalam perkembangannya, UU ITE yang rancangannya sudah masuk dalamagenda DPR
sejak hampir sepuluh tahun yang lalu, terus mengalami penambahandisana-sini, termasuk
perlindungan dari serangan hacker, pelaranganpenayangancontent yang memuat unsur-unsur
pornografi, pelanggaran kesusilaan,pencemaran nama baik, penghinaan dan lain sebagainya.
Terdapat sekitar 11 pasal yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarangdalam
UU ITE, yang mencakup hampir 22 jenis perbuatan yang dilarang. Dari 11Pasal tersebut ada
3 pasal yang dicurigai akan membahayakan blogger, pasal-pasalyang mengatur larangan-
larangan tertentu di dunia maya, yang bisa saja dilakukanoleh seorang blogger tanpa dia
sadari. Pasal-Pasal tersebut adalah Pasal 27 ayat (1) dan (3), Pasal 28 ayat (2), serta Pasal 45
ayat (1) dan (2).
Pasal 27 ayat (1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. 
Pasal 27 ayat (3)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Pasal 28 ayat (2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Atas pelanggaran pasal-pasal tersebut, UU ITE memberikan sanksi yang cukup berat
sebagaimana di atur dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2).
Pasal 45 ayat (1)
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat
(2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 45 ayat (2)
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
3.5 Pelanggaran Norma Kesusilaan
Larangan content yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana diatur
dalam Pasal 27 ayat (1) idealnya mempunyai tujuan yang sangat mulia. Pasal ini berusaha
mencegah munculnya situs-situs porno dan merupakan dasar hukum yang kuat bagi pihak
berwenang untuk melakukan tindakan pemblokiran atas situs-situs tersebut. Namun
demikian, tidak adanya definisi yang tegas mengenai apa yang dimaksud melanggar
kesusilaan, maka pasal ini dikhawatirkan akan menjadi pasal karet.
Bisa jadi, suatu blog yang tujuannya memberikan konsultasi seks dan kesehatan akan terkena
dampak keberlakuan pasal ini. Pasal ini juga bisa menjadi bumerang bagi blog-blog yang
memuat kisah-kisah perselingkuhan, percintaan atau yang berisi fiksi macam novel Saman,
yang isinya buat kalangan tertentu bisa masuk dalam kategori vulgar, sehingga bisa dianggap
melanggar norma-norma kesusilaan.
3.6 Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik
Larangan content  yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) ini sebenarnya adalah berusaha untuk
memberikan perlindungan atas hak-hak individu maupun institusi, dimana penggunaan setiap
informasi melalui media yang menyangkut data pribadi seseorang atau institusi harus
dilakukan atas persetujuan orang/institusi yang bersangkutan.
Bila seseorang menyebarluaskan suatu data pribadi seseorang melalui media internet, dalam
hal ini blog, tanpa seijin orang yang bersangkutan, dan bahkan menimbulkan dampak negatif
bagi orang yang bersangkutan, maka selain pertanggungjawaban perdata (ganti kerugian)
sebagaimana diatur dalam Pasal 26 UU ITE, UU ITE juga akan menjerat dan memberikan
sanksi pidana bagi pelakunya.
Dalam penerapannya, Pasal 27 ayat (3) ini dikhawatirkan akan menjadi pasal sapu
jagat atau pasal karet. Hampir dipastikan terhadap blog-blog yang isinya misalnya:
mengeluhkan pelayanan dari suatu institusi pemerintah/swasta, atau menuliskan efek negatif
atas produk yang dibeli oleh seorang blogger, blog yang isinya kritikan-kritikan atas
kebijakan pemerintah,blogger yang menuduh seorang pejabat telah melakukan tindakan
korupsi atau tindakan kriminal lainnya, bisa terkena dampak dari Pasal 27 ayat (3) ini.
3.7 Pasal Pencemaran Nama Baik
Selain pasal pidana pencemaran nama baik dalam UU ITE tersebut di atas, Kitab-Kitab
Undang Hukum Pidana juga mengatur tentang tindak pidana penghinaan dan pencemaran
nama baik. Pasal-pasal pidana mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik ini memang
sudah lama menjadi momok dalam dunia hukum. Pasal-pasal tersebut antara lain Pasal
310  dan 311 KUHP.

Pasal 310 KUHP :


“(1)  Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang
dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum
diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan……..”
“(2)  Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan atau
ditempelkan dimuka umum,maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana
penjara paling lama 1 tahun 4 bulan…”
“(3)  Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan
demi kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri.”
Pasal 311 KUHP :
“(1) Jika yang melakukan kejahatan pencemaran tertulis, dalam hal dibolehkan untuk
membuktikan bahwa apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan
dilakukan bettentangan dengan apa yang diketahui, maka da diancam karena melakukan
fitnah, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.”
3.8  Dampak positif dan negatif undang-undang informasi dan transaksi elektronik
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang bisa disingkat dengan UU
ITE yang diterbitkan pada 25 Maret 2008 dengan cakupan meliputi globalisasi,
perkembangan teknologi informasi, dan keinginan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Undang-Undang ini marupakan undang-undang yang dinilai mempunyai sisi positif dan
negatif.
1.      Sisi Positif UU ITE
Berdasarkan dari pengamatan para pakar hukum dan politik UU ITE mempunyai sisi positif
bagi Indonesia.Misalnya memberikan peluang bagi bisnis baru bagi para wiraswastawan di
Indonesia karena penyelenggaraan sistem elektronik diwajibkan berbadan hukum dan
berdomisili di Indonesia.Otomatis jika dilihat dari segi ekonomi dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi.Selain pajak yang dapat menambah penghasilan negara juga menyerap
tenaga kerja dan meninggkatkan penghasilan penduduk.
UU itu juga dapat mengantisipasi kemungkinan penyalahgunaan internet yang merugikan,
memberikan perlindungan hukum terhadap transaksi dan sistem elektronik serta memberikan
perlindungan hukum terhadap kegiatan ekonomi misalnya transaksi dagang.Penyalahgunaan
internet kerap kali terjadi seperti pembobolan situs-situs tertentu milik pemerintah.Kegiatan
ekonomi lewat transaksi elektronik seperti bisnis lewat internet juga dapat meminimalisir
adanya penyalahgunaan dan penipuan.
UU itu juga memungkinkan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang di luar Indonesia dapat
diadili.Selain itu, UU ITE juga membuka peluang kepada pemerintah untuk mengadakan
program pemberdayaan internet.Masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang kurang
tersentuh adanya internet.Undang-undang ini juga memberikan solusi untuk meminimalisir
penyalahgunaan internet.
1.       Sisi Negatif UU ITE
Selain memiliki sisi positif UU ITE ternyata juga terdapat sisi negatifnya.Contoh kasus Prita
Mulyasari yang berurusan dengan Rumah Sakit Omni Internasional juga sempat dijerat
dengan undang-undang ini. Prita dituduh mencemarkan nama baik lewat internet. Padahal
dalam undang-undang konsumen dijelaskan bahwa hak dari konsumen untuk menyampaikan
keluh kesah mengenai pelayanan publik.Dalam hal ini seolah-olah terjadi tumpang tindih
antara UU ITE dengan UU konsumen.UU ITE juga dianggap banyak oleh pihak bahwa
undang-undang tersebut membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat, dan
menghambat kreativitas dalam berinternet.Padahal sudah jelas bahwa negara menjamin
kebebasan setiap warga negara untuk mengeluarkan pendapat.Undang-undang ini
menimbulkan suatu polemik yang cukup panjang.Maka dari itu muncul suatu gagasan untuk
merevisi undang-undang tersebut.
BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Berdasarkan data yang telah dibahas dalam makalah ini, di dunia ini banyak hal yang
memiliki kedua sisinya saling berlawanan. Seperti teknologi informasi dan komunikasi, hal
ini diyakini sebagai hasil karya cipta peradaban manusia tertinggi pada zaman ini.
Namun karena keberadaannya yang bagai memiliki dua mata pisau yang saling berlawanan,
satu mata pisau dapat menjadi manfaat bagi banyak orang, sedangkan  mata  pisau  lainnya
dapat menjadi sumber kerugian bagi yang lain, banyak pihak yang memilih untuk tidak
berinteraksi dengan teknologi informasi dan komunikasi. Sebagai manusia yang beradab,
dalam  menyikapi dan  menggunakan teknologi ini, kita harus berhati-hati dalam
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi agar kita tidak salah dalam
menggunakannnya karena dalam teknologi informasi dan komunikasi juga mempunyai aturan
hukum
4.2.   Saran
Berkaitan dengan cyber Law tersebut maka perlu adanya upaya untuk pencegahannya, untuk
itu yang perlu diperhatikan adalah :

4.2.1.      Segera membuat regulasi yang berkaitan dengan cyber law pada umumnya dan cyber
crime pada khususnya.
4.2.2.      Berhati-hati dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi
4.2.3.      Melakukan perjanjian ekstradisi dengan negara lain.

Anda mungkin juga menyukai