Anda di halaman 1dari 37

MAL PRAKTEK

KASUS MAL PRAKTIK


“Remaja aborsi tewas usai disuntik bidan “

DISUSUN OLEH
NAMA : TINI PURWATI
NPM : 011.02.0738

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES ) MATARAM


PRODI D-IV KEBIDANAN
2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagai calon bidan yang ahli dan professional dalam melayani klien, sudah menjadi suatu
kewajiban kita untuk mengetahui lebih dahulu apa saja wewenang yang boleh kita lakukan dan
wewenang yang seharusnya ditangani oleh seorang dokter SpOG sehingga kita harus meninjau
agar tindakan kita tidak menyalahi. PERMENKES yang berlaku. Akhir-akhir ini sering kita
menemukan dalam pemberitaan media massa adanya peningkatan dugaan kasus malpraktek dan
kelalaian medik di Indonesia, terutama yang berkenaan dengan kesalahan diagnosis bidan yang
berdampak buruk terhadap pasiennya. Media massa marak memberitahukan tentang kasus
gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau pidana) kepada bidan, dokter dan tenaga medis lain,
dan/ atau manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi
korban dari tindakan malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis. Lepas dari fenomena
tersebut, ada yang mempertanyakan apakah kasus-kasus itu terkategori malpraktik medik
ataukah sekedar kelalaian (human error) dari sang bidan/dokter. Perlu diketahui dengan sangat,
sejauh ini di negara kita belum ada ketentuan hukum tentang standar profesi kebidanan yang bisa
mengatur kesalahan profesi.
Melihat fenomena di atas, maka kami melalui makalah ini akan membahas tentang salah satu
kasus malpraktik di Indonesia.
B. PERMASALAHAN
Bagaimana sudut pandang hukum dan etika terhadap tindakan aborsi?
C. TUJUAN PENULISAN
a. Menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan terutama yang berkaitan dengan
malpraktek aborsi.
b. Memahami permasalahan yang berkaitan dengan malpraktek aborsi serta upaya- upaya untuk
mencegahnya.
c. Memahami tuntutan hukum terhadap malpraktek aborsi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Aborsi (LBH APIK Jakarta, 2010)
Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute for Social,
Studies and Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan aborsi didefinisikan sebagai
penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim
(uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu. Di Indonesia, belum ada batasan resmi
mengenai aborsi. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Prof. Dr. JS. Badudu dan Prof. Sutan
Mohammad Zain, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996) abortus didefinisikan sebagai terjadi
keguguran janin; melakukan abortus sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena
tak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu). Secara umum istilah aborsi diartikan sebagai
pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu secara sengaja
maupun tidak. Sementara dalam pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor 23/1992 disebutkan bahwa
dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya,
dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Sedangkan pada ayat 2 tidak disebutkan bentuk dari
tindakan medis tertentu itu, hanya disebutkan syarat untuk melakukan tindakan medis
tertentu.Dengan demikian pengertian aborsi yang didefinisikan sebagai tindakan tertentu untuk
menyelamatkan ibu dan atau bayinya (pasal 15 UU Kesehatan).
B. Penyebab Aborsi (Akhmadi, 2009)
Adapun penyebab melakukan tindakan aborsi tanpa rekomendasi medis adalah:
a. Ingin terus melanjutkan sekolah atau kuliah. Perlu dipikirkan oleh pihak sekolah bagaimana
supaya tetap dipertahankan sekolah meski sedang hamil kalau terlanjur.
b. Belum siap menghadapi orang tua atau memalukan orang tua dan keluarga. Hal ini juga perlu
legawa orang tua karena psikologis anak sangat besar.
c. Malu pada lingkungan sosial dan sekitarnya.
d. Belum siap baik mental maupun ekonomi untuk menikah dan mempunyai anak.
e. Adanya aturan dari kantor bahwa tidak boleh hamil atau menikah sebelum waktu tertentu
karena terikat kontrak.
f. Tidak senang pasangannya karena korban perkosaan.
Adapun penyebab lain dari kejadian aborsi ini antara lain adalah :
a. Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami isteri yang sudah tidak mau menambah
anak lagi karena kesulitan biaya hidup, namun tidak memasang kontrasepsi, atau dapat juga
karena kontrasepsi yang gagal.
b. Faktor penyakit herediter, di mana ternyata pada ibu hamil yang sudah melakukan
pemeriksaan kehamilan mendapatkan kenyataan bahwa bayi yang dikandungnya cacat secara
fisik.
c. Faktor psikologis, di mana pada para perempuan korban pemerkosaan yang hamil harus
menanggung akibatnya. Dapat juga menimpa para perempuan korban hasil hubungan saudara
sedarah (incest), atau anak-anak perempuan oleh ayah kandung, ayah tiri ataupun anggota
keluarga dalam lingkup rumah tangganya.
d. Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang masih muda yang masih belum dewasa
& matang secara psikologis karena pihak perempuannya terlanjur hamil, harus membangun suatu
keluarga yang prematur.
e. Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan kehamilan ternyata berkembang menjadi
pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia atau eklampsia yang mengancam nyawa ibu.
f. Faktor lainnya, seperti para pekerja seks komersial, ‘perempuan simpanan’, pasangan yang
belum menikah dengan kehidupan seks bebas atau pasangan yang salah satu/keduanya sudah
bersuami/beristri (perselingkuhan) yang terlanjur hamil.

C. Cara aborsi yang sering dilakukan (Akhmadi, 2009):


a. Manipulasi fisik, yaitu dengan cara melakukan pijatan pada rahim agar janin terlepas dari
rahim. Biasanya akan terasa sakit sekali karena pijatan yang dilakukan dipaksakan dan
berbahaya bagi oragan dalam tubuh.
b. Menggunakan berbagai ramuan dengan tujuan panas pada rahim. Ramuan tersebut seperti
nanas muda yang dicampur dengan merica atau obat-obatan keras lainnya.
c. Menggunakan alat bantu tradisional yang tidak steril yang dapat mengakibatkan infeksi.
Tindakan ini juga membahayakan organ dalam tubuh.
D. Dampak Aborsi (Akhmadi, 2009)
a. Pendarahan sampai menimbulkan shock dan gangguan neurologis/syaraf di kemudian hari,
akibat lanjut perdarahan adalah kematian.
b. Infeksi alat reproduksi yang dilakukan secara tidak steril. Akibat dari tindakan ini adalah
kemungkinan remaja mengalami kemandulan di kemudian hari setelah menikah.
c. Risiko terjadinya ruptur uterus (robek rahim) besar dan penipisan dinding rahim akibat
kuretasi. Akibatnya dapat juga kemandulan karena rahim yang robek harus diangkat seluruhnya.
d. Terjadinya fistula genital traumatis, yaitu timbulnya suatu saluran yang secara normal tidak
ada yaitu saluran antara genital dan saluran kencing atau saluran pencernaan.
E. Pengertian Malpraktek
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi
yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti
“pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang
salah”. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan
difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau bidan untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat
pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos,
California, 1956). Berlakunya norma etika dan norma hukum dalam profesi kesehatan. Di dalam
setiap profesi termasuk profesi tenaga bidan berlaku norma etika dan norma hukum. Oleh sebab
itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari
sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical
malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice
F. Jenis-Jenis Malpraktek
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai
bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice, Civil malpractice dan Administrative
malpractice.
1. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakalaperbuatan
tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :
a. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela.
b. Dilakukan dengan sikap batin yang salah yang berupa kesengajaan, kecerobohan atau
kealpaan.
• Criminal malpractice yang bersifat sengaja misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP),
membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263
KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP).
• Criminal malpractice yang bersifat ceroboh misalnya melakukan tindakan medis
tanpapersetujuan pasien informed consent.
• Criminal malpractice yang bersifat lalai misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat
atau meninggalnya pasien.Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice
adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkankepada orang lain atau
kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
2. Civil malpractice
a. Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak
melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati
(ingkar janji).Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpracticeantara lain:a.
Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.

Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula
dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah
sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya
(tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas
kewajibannya.
3. Administrative malpractice
Tenaga bidan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala tenaga bidan
tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police
power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang
kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga bidan untuk menjalankan profesinya (Surat
Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga bidan. Apabila aturan
tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar
hukum administrasi.

BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Tinjauan Kasus
Kasus : Remaja Aborsi Tewas Usai Disuntik Bidan
Minggu,18 Mei 2008 20:00 WIB
KEDIRI - Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi Kediri. Novila Sutiana (21), warga
Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah berusaha
menggugurkan janin yang dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat
perangsang oleh bidan puskesmas.
Peristiwa naas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung seorang bayi hasil hubungannya
dengan Santoso (38), warga Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya, janin yang
dikandung tersebut bukan buah perkawinan yang sah, namun hasil hubungan gelap yang
dilakukan Novila dan Santoso.
Santoso sendiri sebenarnya sudah menikah dengan Sarti. Namun karena sang istri bekerja
menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong, Santoso kerap tinggal sendirian di rumahnya.
Karena itulah ketika bertemu dengan Novila yang masih kerabat bibinya di Ponorogo, Santoso
merasa menemukan pengganti istrinya. Ironisnya, hubungan tersebut berlanjut menjadi
perselingkuhan hingga membuat Novila hamil 3 bulan.
Panik melihat kekasihnya hamil, Santoso memutuskan untuk menggugurkan janin tersebut atas
persetujuan Novila. Selanjutnya, keduanya mendatangi Endang Purwatiningsih (40), yang sehari-
hari berprofesi sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri. Keputusan itu diambil
setelah Santoso mendengar informasi jika bidan Endang kerap menerima jasa pengguguran
kandungan dengan cara suntik.
Pada mulanya Endang sempat menolak permintaan Santoso dan Novila dengan alasan keamanan.
Namun akhirnya dia menyanggupi permintaan itu dengan imbalan Rp2.100.000. Kedua
pasangan mesum tersebut menyetujui harga yang ditawarkan Endang setelah turun menjadi
Rp2.000.000. Hari itu juga, bidan Endang yang diketahui bertugas di salah satu puskesmas di
Kediri melakukan aborsi.
Metode yang dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia menyuntikkan obat penahan rasa nyeri
Oxytocin Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin B12 ke tubuh
Novila. Menurut pengakuan Endang, pasien yang disuntik obat tersebut akan mengalami
kontraksi dan mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya.
"Ia (bidan Endang) mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6 jam setelah disuntik. Hal itu
sudah pernah dia lakukan kepada pasien lainnya," terang Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Didit
Prihantoro di kantornya, Minggu (18/5/2008).
Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian, Novila terlihat mengalami kontraksi hebat.
Bahkan ketika sedang dibonceng dengan sepeda motor oleh Santoso menuju rumahnya, Novila
terjatuh dan pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ intimnya terus
mengelurkan darah.
Warga yang melihat peristiwa itu langsung melarikannya ke Puskemas Puncu. Namun karena
kondisi korban yang kritis, dia dirujuk ke RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas medis di ruang
gawat darurat tak sanggup menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia pada hari Sabtu pukul
23.00 WIB.
Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung menginterogasi Santoso di rumah sakit. Setelah
mengantongi alamat bidan yang melakukan aborsi, petugas membekuk Endang di rumahnya
tanpa perlawanan. Di tempat praktik sekaligus rumah tinggalnya, petugas menemukan sisa-sisa
obat yang disuntikkan kepada korban. Saat ini Endang berikut Santoso diamankan di Mapolres
Kediri karena dianggap menyebabkan kematian Novila.
Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di RSUD Pare Kediri mengaku kaget dengan kehamilan
yang dialami anaknya. Sebab selama ini Novila belum memiliki suami ataupun pacar. Karena itu
ia meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku.
Akibat perbuatan tersebut, Endang diancam dengan pasal 348 KUHP tentang pembunuhan.
Hukuman itu masih diperberat lagi mengingat profesinya sebagai tenaga medis atau bidan.
Selain itu, polisi juga menjeratnya dengan UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992. Belum diketahui
secara pasti sudah berapa lama Endang membuka praktik aborsi tersebut. (Hari Tri Wasono,
2008)

B. Pembahasan Hukum
Aborsi menurut pandangan hukum di Indonesia :
1) Menurut KUHP dinyatakan bahwa ibu yang melakukan aborsi, dokter atau bidan atau dukun
yang membantu melakukan aborsi, dan orang yang mendukung terlaksananya aborsi akan
mendapat hukuman.
Pasal 229
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati,
dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat
digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak
empat puluh ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan
tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat,
pidananya dapat ditambah sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pekerjaannya maka dapat
dicabut haknya untuk melakukan pekerjaan itu.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita
tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2. Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling
lama lima belas tahun.
Pasal 348
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang wanita
dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal
346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam
pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan
sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan
dilakukan.
Pasal 535
Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan
kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara
terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat,
sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan:
1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain,
diancam hukuman empat tahun.
2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan
ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil itu mati diancam 15 tahun
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu
hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter, bidan
atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk
praktek dapat dicabut.
2) Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan :
Pasal 15
1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :
a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b. oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan
sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya;
d. pada sarana kesehatan tertentu.
Pasal 80
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana
dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
3) Pembaharuan Undang - Undang Kesehatan yaitu UU No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan,
dijelaskan pula tentang aborsi.
Pasal 75
1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam
nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun
yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan;
c. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang
dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,
kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat
yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung
jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah
C. ETIKA DAN ABORTUS
Perusahaan riset Internasional Synovate atas nama DKT Indonesia melakukan penelitian
terhadap perilaku seksual remaja berusia 14-24 tahun yang dilakukan terhadap 450 remaja dari
Medan, Jakarta, Bandung dan Surabaya. Terungkap bahwa 64% remaja mengakui secara sadar
melakukan hubungan seks pranikah dan telah melanggar nilai-nilai dan norma agama. Tetapi,
kesadaran itu ternyata tidak mempengaruhi perbuatan dan prilaku seksual mereka. Alasan para
remaja melakukan hubungan seksual tersebut adalah karena semua itu terjadi begitu saja tanpa
direncanakan.
Hasil penelitian juga memaparkan para remaja tersebut tidak memiliki pengetahuan
khusus serta komprehensif mengenai seks. Informasi tentang seks (65%) mereka dapatkan
melalui teman, Film Porno (35%), sekolah (19%), dan orangtua (5%). Dari persentase ini dapat
dilihat bahwa informasi dari teman lebih dominan dibandingkan orangtua dan guru, padahal
teman sendiri tidak begitu mengerti dengan permasalahan seks ini, karena dia juga
mentransformasi dari teman yang lainnya. Pada zaman modren sekarang ini, remaja sedang
dihadapkan pada kondisi sistem-sistem nilai, dan kemudian sistem nilai tersebut terkikis oleh
sistem nilai yang lain yang bertentangan dengan nilai moral dan agama. Seperti model pakaian
(fashion), model pergaulan dan film-film yang begitu intensif remaja mengadopsi kedalam gaya
pergaulan hidup mereka termasuk soal hubungan seks di luar nikah dianggap suatu kewajaran.
Bebera faktor yang menyebabkan terjadinya pergaulan bebas dikalangan remaja yaitu
faktor agama dan iman; faktor Lingkungan seperti orangtua, teman, tetangga dan media;
pengetahuan yang minim ditambah rasa ingin tahu yang berlebihan; dan perubahan
zaman.

D. PEMBAHASAN KASUS
Aborsi yang dilegalkan diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan Pasal 15, sedangkan Pembaharuan Undang - Undang Kesehatan yaitu UU
No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dijelaskan pula pada Pasal 75 ayat 2 dan pasal 76.
Pada kasus di atas dijelaskan bahwa terjadi suatu aborsi tetapi jenis aborsi illegal. Kasus diatas
berawal dari pasangan yang melakukan hubungan gelap (perselingkuhan) yang mengakibatkan
sang wanita hamil, Pria dan wanita sepakat untuk menggugurkan kandungan yang berumur 3
bulan itu ke bidan. Bidan menyanggupi untuk melakukan aborsi tersebut dengan imbalan Rp
2.000.000,00.
Semua ahli madya kesehatan wajib mengucap sumpah janji ketika lulus dari pendidikan. Salah
satu isi sumpah janji tersebut yaitu untuk melaksanakan tugas sabaik-baiknya menurut undang-
undang yang berlaku. Tetapi pada kasus ini bidan E melanggar sumpah tersebut. Bidan dengan
sengaja dan adanya niat memberikan suntikan oxytocin duradril 1,5 cc yang dicampur dengan
cynano balamin. Hal ini mengakibatkan perdarahan hebat pada wanita tersebut dan berakhir
dengan kematian.
Kasus aborsi di atas termasuk kasus pidana, karena adanya aduan dari ayah korban yang
meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku. Kasus ini
mengakibatkan bidan E terjerat pasal 348 KUHP tentang pembunuhan daan melanggar Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 atau pada Undang-undang yang baru yaitu
Undang-undang Kesehatan No 36 tahun 2009.
Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 bidan E bisa dijerat dengan
Pasal 80 dengan ketentuan dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), sedangkan menurut
pembaharuan Undang Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 dijerat dengan pasal 194
dengan ketentuan dipidana dengan penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Malpraktik aborsi yang tidak aman dan ilegal masih banyak dilakukan di sekitar kita,
bahkan oleh tenaga kesehatan sekalipun. Sebagai contoh dari kasus di atas, diketahui bahwa
seorang bidan dengan sengaja telah melakukan praktik aborsi kepada salah satu pasiennya,
dimana bidan itu sadar betul kalau tindakan tersebut adalah bukan kewenangannya. Tindakan
aborsi mengandung risiko yang cukup tinggi, apabila dilakukan tidak sesuai standar profesi
medis. Risiko yang mungkin timbul antara lain, perdarahan, infeksi pada alat reproduksi, rupture
uteri, bahkan bisa sampai terjadi kematian. Pasal-pasal yang mengatur tentang tindakan aborsi
pun tidak sedikit, dengan berbagai ancaman hukuman, namun hal ini tidak menyurutkan niat
para oknum tenaga medis untuk tetap melakukan praktik aborsi yang ilegal.

B. SARAN
Semua tenaga kesehatan, baik dokter, bidan ataupun yang lainnya harus memahami betul
apa-apa yang menjadi kewenangannya dan apa-apa pula yang bukan menjadi kewenangan dari
profesinya. Peraturan per Undang-undangan yang telah disusun sedemikian rupa dan diadakan
pembaharuan, janganlah hanya dianggap sebagai peraturan tertulis semata, namun harus di
patuhi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
DAFTAR PUSTAKA

Frans H. Winarta, Pro-Kontra Abortus dalam UU Kesehatan, www.sinarharapan.co.id


Kapita Seleksi Kedokteran, Edisi 3, halaman 260;
RSS Feed Twitter

Setyaningrum Adi Kusuma

Tautan FKIK UNSOED

 Jurusan Kedokteran Umum


 Jurusan Kedokteran Gigi
 Jurusan Kesehatan Masyarakat
 Jurusan Keperawatan
 Jurusan Farmasi
 Program Studi Ilmu Gizi
 Program Studi PJKR

About Me

Setyaningrum Adi Kusuma

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

 ▼ 2014 (20)
▼ November (20)
o
 Waspada Infeksi TORCH pada Ibu Hamil
 Dengue Fever (DF) and Dengue Hemorrhagic Fever (DH...
 Musim hujan tiba, hati-hati leptospirosis
 RESUME FILM: “PATCH ADAMS”
 PAPPER: KONSEP DASAR GENDER DALAM KESEHATAN REPROD...
 MAKALAH: KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DAN LANGKAH-LAN...
 LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI: PEMERIKSAAN CACING...
 LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI: PEMERIKSAAN TELUR ...
 MAKALAH: PENGARUH TIPE PERILAKU TERHADAP PENYAKIT ...
 MAKALAH: HUBUNGAN KESEIMBANGAN NITROGEN NEGATIF DE...
 PAPPER: PRAKTIK ABORSI OLEH DOKTER “RD” DI KABUPAT...
 MAKALAH: ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM SARAF
 MAKALAH: ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PANCAINDRA
 LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI: PENGENALAN ALAT
 TUGAS: ANGKA BEBAN TANGGUNGAN DI KABUPATEN BANJARN...
PAPPER: PRAKTIK ABORSI OLEH DOKTER “RD” DI KABUPATEN CILACAP
20.38 Setyaningrum Adi Kusuma

PRAKTIK ABORSI OLEH DOKTER “RD”

DI KABUPATEN CILACAP

Tugas terstruktur dalam rangka memenuhi kewajiban dalam pembelajaran

mata kuliah Etika dan Hukum Kesehatan

Kelompok 4 :

Lala Shofia Latifah G1B013040

Setyaningrum Adi Kusuma G1B013041


Arya Adhi Nugraha G1B013044

Harsanji Pratomo M. G1B013047

Fero Amelia F. G1B013056

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

PURWOKERTO

2014

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Membahas persoalan aborsi sudah bukan merupakan rahasia umum dan bukan hal yang tabu

untuk dibicarakan. Sekarang aborsi dapat terjadi dimana-mana dan bisa saja dilakukan oleh berbagai

kalangan,baik oleh pasutri, pasangan remaja, bahkan oleh tenaga kesehatan. Kelahiran anak yang

seharusnya dianggap sebagai suatu anugerah yang tidak terhingga dari Allah SWT sebagai Sang Pencipta

justru dianggap sebagai suatu beban yang kehadirannya tidak diinginkan.


Sejauh ini, persoalan aborsi pada umumnya dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai

tindak pidana. Namun, dalam hukum positif di Indonesia, tindakan aborsi pada sejumlah kasus tertentu

dapat dibenarkan apabila merupakan abortus provokatus medicialis. Sedangkan aborsi yang

digeneralisasi menjadi suatu tindak pidana lebih dikenal sebagai abortus provokatus criminalis.

Terlepas dari adanya sikap penerimaan maupun sikap penolakan yang saling bertentangan

tersebut, tetap saja angka kematian akibat aborsi begitu mencengangkan dan sangat memprihatinkan.

Data WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa 15-50% kematian ibu disebabkan oleh

pengguguran kandungan yang tidak aman. Dari 20 juta pengguguran kandungan tidak aman yang

dilakukan tiap tahun, ditemukan 70.000 perempuan meninggal dunia. Dengan kata lain, 1 dari 8 ibu

meninggal dunia akibat aborsi yang tidak aman. Hasil riset Allan Guttmacher Institute ( 1989 )

melaporkan bahwa setiap tahun sekitar 55 juta bayi digugurkan. Angka ini memberikan bukti bahwa

setiap hari 150.658 bayi dibunuh, atau setiap menit 105 nyawa bayi direnggut sewaktu masih dalam

kandungan.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa definisi aborsi?

2. Apa saja jenis-jenis aborsi?

3. Apa saja faktor yang mendorong terjadinya aborsi?

4. Bagaimana risiko aborsi?

5. Apa perundang-undangan tentang aborsi di Indonesia?

6. Bagaimana sanksi pidana bagi pelaku aborsi di Indonesia?


7. Bagaiman menanggapi kasus aborsi oleh tenaga kesehatan berdasarkan konsep aborsi dan peraturan

perundangan tentang aborsi?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini antara lain:

1. Untuk mengetahui definisi aborsi.

2. Untuk mengetahui jenis-jenis aborsi.

3. Untuk mengetahui faktor pendorong terjadinya aborsi.

4. Untuk mengetahui risiko aborsi.

5. Untuk mengetahui perundang-undangan tentang aborsi di Indonesia.

6. Untuk mengetahui sanksi pidana bagi pelaku aborsi di Indonesia.

7. Untuk dapat menanggapi kasus aborsi oleh tenaga kesehatan berdasarkan konsep aborsi dan peraturan

perundangan tentang aborsi.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah ini antara lain:

1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi aborsi.

2. Mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis aborsi.

3. Mahasiswa dapat mengetahui faktor pendorong terjadinya aborsi.

4. Mahasiswa dapat mengetahui risiko aborsi.

5. Mahasiswa dapat mengetahui perundang-undangan tentang aborsi di Indonesia.

6. Mahasiswa dapat mengetahui sanksi pidana bagi pelaku aborsi di Indonesia.


7. Mahasiswa dapat menanggapi kasus aborsi oleh tenaga kesehatan berdasarkan konsep aborsi dan

peraturan perundangan tentang aborsi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep tentang Aborsi

1. Pengertian Aborsi

Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”, berarti

pengeluaran hasil konsepsi (pertemuannya sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup diluar

kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk

bertumbuh. Sedangkan Menurut WHO, aborsi adalah penghentian kehamilan sebelum usia janin 20

minggu atau berat janin 500 mg.

2. Jenis-Jenis Aborsi

Aborsi dapat dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Abortus provokatus medicialis


Merupakan aborsi yang dilakukan dengan disertai indikasi medis. Aborsi ini dapat

dipertimbangkan, dipertanggung-jawabkan, dan dibenarkan oleh hukum. Misalnya, calon ibu yang

sedang hamil tetapi mempunyai penyakit yang berbahaya seperti penyakit jantung, bila kehamilan

diteruskan akan membahayakan nyawa ibu serta janin. Dalam hal ini, keputusan menggugurkan akan

sangat dipikirkan secara matang.

b. Abortus provokatus criminalis

Merupakan aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medis (ilegal). Aborsi ini

melanggar hukum kode etik kedokteran, melanggar hukum agama, dan melanggar undang-

undang(kriminal). Dalam proses menggugurkan janin pun kurang mempertimbangkan segala

kemungkinan apa yang akan terjadi kepada wanita/ calon ibu yang melakukan tindakan aborsi ilegal.

3. Faktor Pendorong Aborsi

Aborsi dilakukan oleh seorang wanita dengan alasan medis maupun non-medis, tetapi alasan

yang paling utama pada banyak kasus adalah alasan-alasan yang non-medis.

Pernyataan tersebut didukung oleh studi dari Aida Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (1998) yang

menyatakan bahwa:

a. Sebanyak 1% kasus aborsi karena perkosaan atau incest (hubungan intim satu darah).

b. Sebanyak 3% kasus aborsi karena membahayakan nyawa calon ibu.

c. Sebanyak 3% kasus aborsi karena janin akan bertumbuh dengan cacat tubuh yang serius.

d. Sebanyak 93% kasus aborsi karena alasan-alasan yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri,

diantaranya: takut tidak mampu membiayai, takut dikucilkan, malu atau gengsi.
4. Risiko Aborsi

Aborsi memiliki risiko yang tinggi terhadap kesehatan dan keselamatan fisik seorang wanita,

maupun terhadap kesehatan mental wanita. Menurut Brian Clowes, Phd dalam buku Facts of Life , ada

2 macam risiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi, yaitu:

a. Risiko kesehatan dan keselamatan secara fisik

Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa risiko yang akan

dihadapi seorang wanita, yaitu:

1) Kematian mendadak karena pendarahan hebat.

2) Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.

3) Kematian akibat infeksi serius disekitar kandungan.

4) Rahim yang sobek (uterine perforation).

5) Kerusakan leher rahim (cervical lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.

6) Kanker payudara karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita.

7) Kanker indung telur (ovarian cancer).

8) Kanker leher rahim (cervical cancer).

9) Kanker hati (liver cancer).

10) Kelainan pada plasenta/ari-ari (placenta previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan

pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.

11) Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (ectopic pregnancy).

12) Infeksi rongga panggul (pelvic inflammatory disease).

13) Infeksi pada lapisan rahim (endometriosis).


b. Risiko kesehatan mental

Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki risiko tinggi dari segi kesehatan dan

keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap

keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai Post-Abortion

Syndrome (PAS) atau Sindrom Paska Aborsi.

Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:

1) Kehilangan harga diri.

2) Berteriak-teriak histeris.

3) Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi.

4) Ingin melakukan bunuh diri.

5) Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang.

6) Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual.

7) Dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.

B. Perundang-Undangan Tentang Aborsi dan Sanksi Pidana Bagi Pelaku Aborsi

1. Perundang-undangan tentang Aborsi

Berkaitan dengan masalah aborsi, Indonesia telah mengatur hal-hal tentang aborsi di dalam

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, terutama pada pasal 75, pasal 76, dan pasal

77.

a. Pasal 75

(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
(a) indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu

dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak

dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

(b) kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau

penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor

yang kompeten dan berwenang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

b. Pasal 76

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:

a) sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal

kedaruratan medis;

b) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang

ditetapkan oleh menteri;

c) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;

d) dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan

e) penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

c. Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta

bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, untuk melaksanakan ketentuan Pasal 75 ayat (2), (3) dan ayat (4) pada Undang-

Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, maka hadirlah Peraturan Pemerintah tentang

Indikasi Kedaruratan Medis dan Perkosaan untuk Pengecualian Larangan Aborsi.

Selain itu, kaitannya dengan kode etik profesi tenaga medis, misalnya kode etik dokter, dijelaskan

juga bahwa “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk

insan”, maka yang jelas dilarang baik oleh Kode Etik Kedokteran juga dilarang oleh agama,maupun

Undang-Undang Negara adalah perbuatan-perbuatan:

a. Menggugurkan kandungan (abortus) tanpa indikasi yang benar.

b. Mengakhiri kehidupan seseorang pasien dengan alasan bahwa menurut ilmu kedokteran penyakit yang

dideritanya tidak mungkin lagi bisa disembuhkan (euthanasia).

2. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Aborsi

Di Indonesia , sanksi bagi pelaku tindak pidana aborsi diatur di dalam Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 194. Dalam Pasal 194 disebutkan:

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan

denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.


Selain itu, sanksi bagi pelaku tindak pidana aborsi diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana , di dalam pasal 229, pasal 346, pasal 347, pasal 348, dan pasal 349.

a. Pasal 229 KUHP

(1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh seorang wanita supaya diobati

dengan memberitahu atau menerbitkan pengharan bahwa oleh karena pengobatan itu dapat gugur

kandungannya, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun (4 tahun) atau denda

sebanyak-banyaknya empat puluh lima ribu rupiah (Rp 45.000,-).

(2) Kalau yang bersalah berbuat karena mencari keuntungan, atau melakukan kejahatan itu sebagai mata

pencaharian atau kebiasaan atau kalau ia seorang doker, bidan atau juru obat pidana dapat ditambah

sepertiganya.

(3) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya maka, dapat dicabut haknya

melakukan pekerjaan itu.

b. Pasal 346 KUHP

Wanita dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau menyuruh orang lain

menyebabkan itu, dipidana penjara selama-lamanya empat tahun (4 tahun).

c. Pasal 347 KUHP

(1) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang wanita dengan izin

wanita itu, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya duabelas tahun (12 tahun).

(2) Jika perbuatan itu berakibat wanita itu mati, ia dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima

belas tahun (15 tahun).

d. Pasal 348 KUHP

(1) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gagal atau mati kandungan seorang wanita dengan izin wanita

itu,dipidana dengan pidana selama-lamanya lima tahun enam bulan (5 tahun 6 bulan).
(2) Jika perbuatan itu berakhir wanita itu mati, ia dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh

tahun (7 tahun).

e. Pasal 349 KUHP

(1) Bila dokter,bidan, atau juru obat membantu kejahatan tersebut dalam pasal 346, atau bersalah

melakukan atau membantu salah satu kejahatan diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana

yang ditentukan dalam pasal itu dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan yang dipergunakan untuk

menjalankan kejahatan itu.

BAB III

TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Tinjauan Kasus

Seorang dokter kandungan di Kabupaten Cilacap berinisial RD mengaku sudah melakukan praktik

aborsi berulang-ulang dan sudah lupa sudah berapa janin yang sudah digugurkannya. Dokter RD sudah

menjalani praktiknya sebagai dokter kandungan selama 30 tahun.

Polisi menangkap RD pada Kamis, 15 Maret 2012, dan langsung melanjutkan penyelidikan dengan

membongkar septic tank yang diduga sebagai tempat pembuangan janin hasil aborsi. Dalam

pembongkaran septic tank yang dilakukan tim forensik, mereka menemukan potongan organ tubuh

yang tertanam dalam septic tank. Selain menemukan potongan tubuh janin, tim forensik juga
menemukan tiga buah botol. Botol tersebut masing-masing berisi potongan tangan, tulang belakang,

dan sisa kuretase janin.

Polisi menduga dokter RD tidak hanya melakukan praktik aborsi di rumahnya saat ini di Jalan

Gatot Subroto, Cilacap. Dari pengungkapan kasus ini, polisi mendapati barang bukti sejumlah alat medis

yang digunakan untuk praktek aborsi yang dilakukan RD. Selain RD, polisi juga menetapkan lima

tersangka lainnya. Seorang tersangka lainnya merupakan pasien RD yang melakukan aborsi, DH, 19

tahun, asal Pemalang; HRK; SM; AK; dan NK yang membiayai aborsi.

B. Pembahasan

Kasus aborsi di atas termasuk abortus provokatus criminalis karena praktik aborsi tersebut

sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medis (ilegal) dan aborsi tersebut melanggar hukum kode etik

kedokteran. Setelah mempelajari tinjauan pustaka di atas, maka pada kasus ini yang dapat menerima

sanksi tindakan abosi adalah wanita yang melakukan aborsi, orang - orang yang mendukung

terlaksananya aborsi, dan dokter yang membantu melakukan aborsi.

1. Wanita yang melakukan aborsi

Pada kasus ini, wanita yang melakukan aborsi terjerat pasal 194 dalam Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan subsider pasal 346 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling

lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2. Orang - orang yang mendukung terlaksananya aborsi


Pada kasus ini, orang - orang yang mendukung terlaksananya aborsi terjerat pasal 194 dalam

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan subsider pasal 229 KUHP dengan ancaman

pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).

3. Dokter yang membantu melakukan aborsi

Pada kasus ini, dokter yang membantu melakukan aborsi telah melanggar kode etik dokter, dan

terjerat pasal 194 dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan subsider pasal 348

KUHP subsider pasal 349 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan

denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Dari uraian di atas, maka dapat kami simpulkan:

1. Aborsi berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuannya sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat

hidup diluar kandungan.

2. Aborsi dilihat dari aspek hukum dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu: aborsi legal (abortus

provocatus therapeticus) dan aborsi ilegal (abortus provocatus criminalis).

3. Faktor pendorong aborsi bisa karena alasan medis maupun non-medis, tetapi pada banyak kasus, faktor

pendorong utama adalah alasan-alasan yang bersifat non-medis.


4. Praktik aborsi pada wanita dapat menimbulkan risiko kehatan dan keselamatan fisik, serta kesehatan

mental.

5. Dalam Perundang-Undangan Negara Republik Indonesia, pengaturan tentang aborsi terdapat dalam dua

Undang-Undang, yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang Nomor 30

Tahun 2000 tentang Kesehatan.

6. Dalam KUHP hanya mengatur tentang ancaman hukuman melakukan aborsi ilegal, sedangkan tentang

aborsi legal diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Kesehatan.

B. Saran

Sesuai dengan simpulan di atas, maka kami memberi saran, sebagai berikut:

1. Masyarakat hendaknya meningkatkan pendalaman ajaran agama dan menjaga etika dalam pergaulan

untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mencegah tindakan aborsi yang tidak aman.

2. Para dokter dan tenaga medis lainnya hendaknya selalu menjaga sumpah profesi dan kode etiknya dalam

melakukan pekerjaan sehingga kasus aborsi ilegal dapat dikurangi.

3. Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari tindak aborsi yang tidak aman, tidak

bermutu, dan tidak bertanggung jawab, dengan cara menindak pelaku-pelaku praktek aborsi yang tidak

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Pemerintah wajib melakukan pengawasan terhadap prosedur dan metode aborsi agar sesuai ketentuan

perundang-undangan.
DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, Aris. 2012. 30 Tahun Dokter RD Praktek Aborsi.


http://www.tempo.co/read/news/2012/03/16/058390730/30-Tahun-Dokter-RD-Praktek-Aborsi ,
diakses 15 mei 2014.

Depkes RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
http://www.depkes.go.iddownloadsUU_No._36_Th_2009_ttg_Kesehatan.pdf , diakses 15 Mei 2014.

FK USU. 2006. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
http://www.dikti.go.id/files/atur/sehat/Kode-Etik-Kedokteran.pdf, Kode Etik Kedokteran IDI , diakses
15 Mei 2014.

Kemenkes RI. 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Indikasi Kedaruratan Medis Dan
Perkosaan. http://www.ykesehatanperempuan.orgwp-contentuploadsDraft-PP-Indikasi-Kedaruratan-
Medis.pdf , diakses 15 Mei 2014.

Law Skripsi. 2008. Tinjauan Atas Tindakan Aborsi Dengan Dalih Indikasi Medis Karena Terjadinya Kehamilan
Akibat Perkosaan Incest.
http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=125&Itemid=125, diakses
15 Mei 2014.

Rahmadi, Akhmad. 2013. Makalah Aborsi Perpektif Kesehatan.


http://www.akhmadrahmadi2103.blogspot.com/2013/10/makalah-aborsi-perpektif-kesehatan.html ,
diakses 15 Mei 2014.
Lampiran

30 Tahun, Dokter RD Praktek Aborsi

Jumat, 16 Maret 2012 || 19:49 WIB , oleh Aris Andrianto

EMPO.CO, Cilacap – Seorang dokter berinisial RD mengaku lupa sudah berapa janin yang sudah

digugurkannya. Dokter RD sendiri sudah menjalani prakteknya sebagai dokter kandungan selama 30

tahun.

“Dalam pemeriksaan, RD mengaku sudah melakukan praktek aborsi berulang-ulang. Dia tidak

ingat jumlahnya,” kata Kepala Satuan Resor Kriminal Kepolisian Resor Cilacap, Ajun Komisaris Polisi

Guntur Saputra, Jumat, 16 Maret 2012 petang.

Guntur mengatakan RD sudah menjalani praktek kandungan selama 30 tahun. Menurut

pengakuan RD ke penyidik, proses aborsi dilakukan atas analisis dokter itu seorang diri.

Polisi menangkap RD pada Kamis, 15 Maret 2012, dan langsung melanjutkan penyelidikan dengan

membongkar septic tank yang diduga sebagai tempat pembuangan janin hasil aborsi.

Guntur menambahkan, dalam pembongkaran septic tank yang dilakukan tim forensik, mereka

menemukan potongan organ tubuh yang tertanam dalam septic tank. “Kami menemukan sedikitnya 14

potongan organ tubuh," kata dia.

Selain menemukan potongan tubuh janin, tim forensik juga menemukan tiga buah botol. Botol

tersebut masing-masing berisi potongan tangan, tulang belakang, dan sisa kuretase janin.

Potongan organ tubuh itu akan dikirim ke laboratorium forensik di Jakarta untuk dilakukan tes

DNA. Polisi juga akan meminta pendapat Dinas Kesehatan setempat, apakah tindakan aborsi yang

dilakukan RD merupakan praktek legal atau ilegal.


Masih menurut Guntur, pihaknya akan terus mengembangkan kasus tersebut. Diduga dokter

tersebut tidak hanya melakukan praktek aborsi di rumahnya saat ini di Jalan Gatot Subroto, Cilacap.

Selain RD, polisi juga menetapkan lima tersangka lainnya. Seorang tersangka lainnya merupakan

pasien RD yang melakukan aborsi, DH, 19 tahun, asal Pemalang; HRK; SM; AK; dan NK yang membiayai

aborsi.

Dari pengungkapan kasus ini, polisi mendapati barang bukti sejumlah alat medis yang digunakan

untuk praktek aborsi yang dilakukan RD. RD dikenai Pasal 194 UU Nomor 36 Tahun 2000 tentang

Kesehatan subsider Pasal 348 KUHP. Para tersangka diancam hukuman 10 tahun dengan denda Rp 1

miliar.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap dr Bambang Setyono mengatakan pihaknya akan

mengedepankan asas praduga tak bersalah sebelum menjatuhkan sanksi. Kata dia, RD merupakan

dokter senior di Cilacap dan sudah lama membuka praktek. "Kita akan menunggu proses persidangan

untuk menjatuhkan sanksi," katanya.

Ketua RT 01 RW 01 Kelurahan Gunung Simping, Kecamatan Cilacap Tengah, T. Kadi, mengatakan

ia tidak tahu-menahu bahwa RD selama ini melakukan praktek aborsi. “Justru saya baru tahu dari Anda,”

kata dia kepada wartawan.

Kadi mengatakan, selama ini, rumah RD yang digunakan sebagai tempat praktek khusus

kandungan memang terkenal tertutup. RD merupakan dokter yang sering membantu warga yang ingin

berobat tapi tak mempunyai uang.

Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2012/03/16/058390730/30-Tahun-Dokter-RD-Praktek-Aborsi
Reporter : Gusti Eka Sucahya
Juru Kamera : Novi Hartoyo

indosiar.com, Bali - Pertengahan Februari lalu, Bali diguncang kabar tak sedap. Seorang dokter,
ditangkap karena kedapatan membuka praktek aborsi. Selama hampir lima tahun berpraktek,
sang dokter sendiri sudah sulit menghitung, berapa janin yang telah ia gugurkan.

Dalam penangkapan itu, dua orang yang membantu sang dokter, juga ikut diciduk, berikut semua
peralatan yang dipakai dalam setiap kali melakukan aborsi. Dari Denpasar Bali, inilah
laporannya.

Pertengahan Februari lalu, warga Banjar Bekul, Desa Panjer, Denpasar,


Bali, dikejutkan oleh kehadiran serombongan anggota polisi di
lingkungan tempat tinggal mereka. Terlebih ketika kemudian terlihat,
para petugas itu menggelandang dua orang pria dan seorang wanita,
dengan wajah tertutup. Hiruk pikuk dan teriakan histeris mewarnai
pemandangan itu.

Sejak lima tahun terakhir, rumah megah di Jalan Tukad Petanu, Gang Gelatik nomor 5 ini,
memang diketahui telah menjadi tempat praktek seorang dokter gigi. Setiap harinya, banyak
pasien yang datang berobat.

Yang tidak lazim, jumlah pasien itu cukup banyak untuk hitungan seorang dokter gigi.
Belakangan tercium kabar, sang dokter tidak melayani pasien gigi, tapi melakukan praktek
aborsi. Namun tidak ada warga yang berani bersikap, sampai akhirnya mereka melihat, sang
dokter bersama dua orang pembantunya, digelandang polisi.

Dokter yang ditangkap itu bernama Arik Wiantara. Sementara dua pembantunya yang juga ikut
ditangkap, masing-masing bernama Pande Ketut Darmawan dan Susiati. Bersamaan dengan
penangkapan itu, disita pula sejumlah barang bukti, seperti alat penyedot darah, alat pemeriksa
detak jantung, alat untuk melakukan kuret serta alat penjepit yang dipakai untuk menarik janin
bayi dari dalam perut.

Sadar kasus ini mendapat perhatian besar masyarakat, polisi langsung bekerja cepat. Hari itu
ketiga tersangka langsung diperiksa. Dalam pemeriksaan, di luar dugaan, ketiga tersangka secara
terang-terangan mengakui telah membuka praktek aborsi.

Soal kapan praktek itu dimulai, mereka tidak ingat persis, namun diperoleh informasi sang
dokter telah membuka praktek ilegal itu sejak lima tahun terakhir, persisnya, tidak lama setelah
ia selesaikan kuliahnya di sekolah kedokteran gigi. Praktek mereka baru terkuak dan polisi
bertindak, setelah salah seorang dari pasien, meninggal dunia tidak lama setelah menjalani
aborsi.

Di hadapan polisi, Dokter Arik dan kedua pembantunya tidak merasa bersalah. Mereka
mengaku telah dengan sadar membuka praktek aborsi itu, karena niatnya membantu
mereka yang perlu pertolongan.
Di hadapan penyidik, Dokter Arik dan kedua pembantunya secara terbuka, menceritakan
perjalanan usaha mereka, membuka praktek aborsi. Arik mengatakan, sebenarnya ia seorang
dokter gigi.

Namun secara umum dia yakin bisa mengobati penyakit lain di luar disiplin ilmunya. Namun
keterlibatannya dalam urusan aborsi, terjadi tanpa sengaja, saat ia masih duduk di bangku kuliah.
Ia diminta tolong menggugurkan kandungan bayi pacar temannya.

Setelah berhasil membantu menggugurkan kandungan dimasa kuliah inilah, kepercayaan dirinya
mulai tumbuh. Bahkan setelah selesai kuliah dan mendapat izin praktek, ia lebih banyak
melayani pasien aborsi, ketimbang pasien gigi. Barang bukti yang berhasil diamankan petugas di
tempat prakteknyapun, hampir semuanya peralatan untuk keperluan aborsi. Mulai dari obat bius,
alat suntik, peralatan kuret, penyedot darah, sampai penjepit janin.

Dalam menjalankan aksinya, Dokter Arik dibantu Pande Ketut Darmawan,


pegawai unit gawat darurat milik pemerintah kota Denpasar. Kerjasamanya
dengan sang dokter, terjadi secara kebetulan. Pasien yang datang ke tempat
praktek Dokter Arik, menurut keterangan Pande, biasanya berada dalam
keadaan putus asa, karena telah berusaha menggugurkan kandungannya
dengan segala cara, namun tidak berhasil. Sebagian malah ada yang sudah
pada taraf membahayakan jiwa.

Bermula dari rasa iba inilah, Pande kemudian mau membantu praktek aborsi Dokter Arik,
walaupun ia menyadari, praktek aborsi yang dilakukan Dokter Arik, adalah tindakan ilegal.
Adapun tersangka Susiati, lebih banyak berperan mengantarkan pasien ke tempat praktek.
Keterangan Pande ini, dibenarkan Dokter Arik dan Susiati. Karena itu pula, para tersangka
membantah motivasi praktek aborsi mereka untuk mendapatkan banyak uang.

Namun Pande dan Susi mengakui, hampir semua pasien yang datang, memberikan uang secara
sukarela. Dan dari uang pemberian pasien itu, mereka mendapat bagian, walau jumlahnya tentu
lebih sedikit dibanding yang didapatkan sang dokter. Pande misalnya, mendapatkan 200 hingga
300 ribu setiap satu atau dua minggu. Sedangkan Susi mendapatkan rata-rata 100 ribu untuk
setiap pasien yang dibawanya.

Namun polisi menemukan sejumlah bukti kuat, bahwa praktek aborsi ini dilakukan para
tersangka untuk mendapatkan uang banyak. Aborsi adalah tindakan penuh resiko, karena bila
tidak dilakukan dengan perhitungan akurat, dan tenaga medis yang terlatih, bisa berakibat fatal
bagi pasien.

Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap ketiga tersangka, polisi lalu


menggelar rekonstruksi, untuk melihat lebih jelas, proses aborsi berikut peran dari
masing-masing tersangka.

Pihak Polda Bali seperti berlomba dengan waktu. Tidak lama setelah melakukan pemeriksaan
secara maraton kepada para tersangka, mereka menggelar rekonstruksi, di tempat praktek Dokter
Arik, tempat aborsi ini dilakukan. Polisi berharap, mereka akan mendapatkan gambaran lebih
jelas tentang tindakan aborsi yang dilakukan. Jalannya rekonstruksi ini mendapat perhatian besar
masyarakat. Keluarga tersangka juga hadir dan mendampingi para tersangka.

Dengan mempelajari bukti-bukti dan keterangan para tersangka, diperoleh gambaran bahwa, para
pasien yang datang ke tempat praktek tersangka, umumnya pasien dari kalangan remaja, korban
pergaulan bebas.

Perasaan putus asa, menggiring mereka datang ke tempat tersangka. Sebagian dari mereka
dibawa tersangka Susiati. Setelah identitasnya di data, selanjutnya pasien disuruh masuk ke
ruang praktek. Di situ sudah menunggu tersangka, Dokter Arik.

Setelah mengetahui data kesehatan dan perkembangan janin di perut calon pasien, maka proses
aborsipun mulai dilakukan, diawali dengan pemberian suntikan bius. Proses aborsi berjalan
singkat, hanya sekitar lima menit. Setelah pasien siuman, tersangka memberikan obat dan
suntikan lagi. Sebelum pulang, pasien memberikan uang, yang besarnya sesuai kesepakatan
awal.

Menurut Dokter Erik, banyaknya pasien yang datang kepadanya, membuat ia tidak ragu lagi
melakukan tindakan-tindakan dalam proses aborsi itu. Ia yakin, dirinya memiliki kemampuan
sepadan dengan mereka yang membidangi masalah ini.

Namun di mata Made Suyasa, salah seorang dokter Ahli Kandungan dan
Kebidananh di Bali, melihat latar belakang keilmuannya, apa yang
dilakukan tersangka ini, sangat riskan dan dapat membahayakan pasien.

Infertilitas atau kemandulan, adalah salah satu efek jangka panjang dari
aborsi, jika dilakukan tidak dengan kemampuan yang memadai. Sedangkan
jangka pendeknya, pasien aborsi bisa mengalami pendarahan hebat, yang
bukan tidak mungkin berujung pada kematian mereka. Tersangka tidak
sependapat dengan pemikiran itu.

Akibat aksi tersangka ini, ribuan janin tak berdosa telah menjadi korban. Usia pasien yang
datang kepada Dokter Arik bervariasi, dari yang masih berusia 15 tahun, hingga 38 tahun.
Namun praktek aborsi tersangka juga menelan korban.

Satu orang pasien, dikabarkan tewas setelah menjalani aborsi, sementara satu pasien lainnya
harus menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Sanglah, Denpasar. Dari munculnya korban
inilah, akhirnya praktek ilegal sang dokter terungkap dan ia ditangkap. Sepak terjang Dokter
Arik, bukannya tidak pernah diketahui. Tempatnya praktek bahkan pernah disantroni petugas
Dinas Kesehatan. Itu terkait dengan ijin praktek tersangka.

Hasil dari pemeriksaan ketika itu, Dinas Kesehatan melayangkan surat peringatan pertama bagi
tersangka. Namun surat peringatan itu seperti tak berarti di mata tersangka. Ia tetap saja jalan
dengan prakteknya. Ketika surat peringatan kedua siap dilayangkan, sang dokter keburu
ditangkap aparat kepolisian.
Begitu bebasnya pergaulan masyarakat di Pulau Dewata, tetap saja, masyarakat setempat
miris, saat mendengar sepak terjang Dokter Arik dalam menjalankan praktek aborsinya.
Mereka berharap, tersangka dihukum berat.

Warga sekitar tempat praktek Dokter Arik, mengaku sudah lama mencurigai tersangka membuka
praktek aborsi. Setidaknya itu dilihat dari banyaknya pasien yang datang, dan sebagian besar
gadis remaja. Karena itu sudah lama mereka resah dengan keberadaan tempat praktek itu.

Namun tak urung, ketika Dokter Arik dan dua pembantunya ditangkap dengan tuduhan
melakukan aborsi, mereka, terutama kalangan ibu rumah tangga, mengaku kaget. Pernyataan
kedua warga Denpasar ini, seolah menyiratkan telah terjadinya pergeseran pola pergaulan di
Bali. Dan hal ini perlu segera mendapat perhatian serius dari semua pihak.

Karena itu Sudewa sangat setuju jika terhadap tersangka, kelak diberikan
hukuman berat, mengingat perbuatan yang telah dilakukannya. Namun kuasa
hukum tersangka, punya pandangan lain. Menurut mereka, bagaimanapun niat
tersangka membuka praktek aborsi untuk menolong mereka yang kesulitan,
patut dipertimbangkan.

Pihak berwenang sendiri telah mempersiapkan beberapa pasal berlapis untuk


menjerat tersangka, berkaitan dengan aktifitas aborsi ilegalnya. Mulai dari
sengaja merampas nyawa orang lain, sengaja menggugurkan kandungan yang menyebabkan
matinya si ibu, serta dokter yang membantu kejahatan aborsi.

Adapun Dokter Arik, tetap yakin dan teguh dengan pendirian, bahwa yang dilakukannya selama
ini tidak melanggar hukum, bahkan banyak bermanfaat bagi orang lain. Namun, aborsi tanpa
izin, tetaplah tidak dibenarkan.

Pelakunya harus dinilai sebagai pelaku kejahatan dan karenanya harus diberi ganjaran demi
tegakknya hukum. Tanpa tindakan tegas, akan terjadi pergeseran nilai di masyarakat, bahwa
aborsi lumrah dalam kehidupan masyarakat maju. Pendidikan moral dan agama, menjadi kunci
utama agar kita tetap dapat mengontrol diri. (Sup)

Anda mungkin juga menyukai