Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL TUGAS PENGENALAN PROFESI

“TELAAH KOMPONEN VISUM MATI MELALUI REKAM


MEDIK”

KELOMPOK 4
Dosen Pembimbing : dr. Indra Syakti Nasution, Sp.F

1. Muhammad Raihan Afif (702019051)


2. Muhammad Adnan (702019064)
3. Andi Dinda Lady. S Fitri (702017037)
4. Mey Azizah Dhea Rianti (702019026)
5. Fathira Asy Arifa Jabar (702019091)
6. Muhammad Adipati Diwa (702019095)
7. Mareta Aulia (702019053)
8. Khofifah Alqiftiyah (702019088)
9. Nanda Kristania Abelfa (702019031)
10. Permata Puspasyari (702017010)
11. Lidya Zalfa Nabila (702019063)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan proposal TPP yang berjudul “Telaah Komponen Visum
Mati Melalui Rekam Madik“. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada
junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Kami menyadari bahwa proposal ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang. Dalam penyelesaian proposal ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.
2. Kedua orangtua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. dr. Indra Sakti Nasution Sp.F
4. Teman-teman sejawat.
5. Semua pihak yang membantu kami.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan
tutorial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita
selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.
Palembang, Oktober 2019

Penulis
i
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seorang dokter, dalam tugas sehari-harinya, selain melalukan pemeriksaan
diagnostik serta memberikan pengobatan dan perawatan kepada pasien juga
mempunyai tugas melalukan pemeriksaan medik untuk membantu penegakan hukum,
baik untuk korban hidup maupun korban mati antara lain adalah pembuatan Visum et
Repertum (VeR). Pembuatan VeR merupakan salah satu bantuan yang sering diminta
oleh pihak penyidik (polisi) kepada dokter menyangkut perlukaan pada tubuh manusia.
Dokumen ini merupakan alat bukti dalam proses peradilan yang tidak hanya memenuhi
standar penulisan rekam medis, tetapi juga harus memenuhi hal-hal yang disyaratkan
dalam sistem peradilan. Tujuan pemeriksaan medikolegal pada seorang korban adalah
untuk menegakkan hukum pada peristiwa pidana yang dialami korban melalui
penyusunan VeR yang baik (Utama, 2014).
Visum et Repertum merupakan alat bukti yang mampu mengungkapkan kebisuan
seonggok badan manusia yang menjadi korban dalam sebuah tindak pidana. Visum et
Repertum semata-mata merupakan laporan tentang apa yang dilihat dan ditemukan,
tampak dalam pemeriksaan fisik badan manusia yang menggantikan barang bukti yang
ada di tempat kejadian perkara (KUHAP Pasal 187). Visum et Repertum dibuat oleh
dokter sebagai orang yang dianggap kompeten dalam menerjemahkan kebisuan badan
manusia berdasarkan ilmu medik (Afandi, 2010).
Hal ini berarti bahwa dokter dengan kemampuan di bidang medik memberikan
kontribusi dalam penyelesaian perkara pidana terkait dengan keberadaan alat bukti
sebagaimana tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Dokter
yang tidak profesional dalam pembuatan Visum et Repertum akan mempengaruhi
kualitas Visum et Repertum sehingga mengakibatkan pembuktian perkara pidana tidak
sesuai dengan kejadian yang nyata dan akan berpengaruh pula pada putusan (Sutarno,
2014).
Putusan pidana dapat dijatuhkan kepada terdakwa apabila terdapat sekurang
-kurangnya dua alat bukti yang sah, dengan keyakinan penuh dari hakim (KUHAP
Pasal 183). Seringkali dalam mengungkap kebenaran suatu tindak pidana, keahlian
penegak hukum diuji, terutama dalam melengkapi bukti-bukti yang diperlukan guna

1
menunjang penyelesaian perkara pidana. Kesulitan dalam membuktikan perkara
mengakibatkan permasalahan tidak dapat diselesaikan sendiri (Kansil, 2002).
Kebutuhanakan keterlibatan ahli di bidang ilmu di luar ilmu hukum seperti ilmu
kedokteran, menunjang akurasi hasil pemeriksaan, sehingga pengetahuan keilmuan
tersebut digunakan sebagai pertimbangan hukum (Soeparmono, 2002).
Terkait hal tersebut, penulis tertarik mengadakan telaah visum mati melalui rekam
medis di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa landasan hukum yang mengatur tentang visum?


2. Bagaimana prosedur pelaksanaan visum?
3. Apa hambatan yang dialami saat melakukan visum?
4. Apa landasan hukum yang mengatur tentang visum?
5. Apa saja fungsi rekam medis?
6. Apa landasan hukum rekam medis?

1.3 Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui landasan hukum yang mengatur tentang visum.


2. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan visum.
3. Untuk mengetahui hambatan yang dialami saat melakukan visum.
4. Untuk mengetahui fungsi rekam medis.
5. Untuk mengetahui landasan hukum yang mengatur tentang rekam medis.

1.4 Manfaat penelitian

1. Diharapkan pada penelitian ini mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas


Muhammadiyah Palembang dapat memberikan informasi mengenai hubungan
antara ilmu hukum pidana dengan ilmu kedokteran.
2. Mahasiswa Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang di
harapkan mengetahui manfaat visum bagi bidang kedokteran maupun bidang
hukum.
3. Penelitian ini diharapkan mahasiswa universitas muhammadiyah palembang
dapat menelaah suatu kasus melalui rekam medis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Visum

2.1.1 Definisi Visum et Repertum


Visum et repertum sebagai pengganti corpus delicti, karena apa yang telah
dilihat dan diketemukan dokter(ahli) itu dilakukan seobjektif mungkin, sebagai
pengganti peristiwa/keadaan yang terjadi dan pengganti bukti yang telah diperiksa
dengan menurut kenyataan atau fakta-faktanya, sehingga berdasarkan atas pengetahuan
yang sebaik-baiknya atas dasar keahliannya tersebut, dapat ditarik suatu kesimpul yang
tepat dan akurat.
Visum et repertum adalah istilah yang dikenal dalam Ilmu Kedokteran Forensik,
biasanya dikenal dengan nama Visum. Visumberasal dari bahasa Latin, bentuk
tunggalnya adalah visa. Dipandang dari arti etimologi atau tata bahasa, kata visumatau
visaberarti tanda melihat atau melihat yang artinya penandatanganan dari barang bukti
tentang segala sesuatu hal yang ditemukan, disetujui, dan disahkan, sedangkan
Repertumberarti melapor yang artinya apa yang telah didapat dari pemeriksaan dokter
terhadap korban. Secara etimologi visum et repertum adalah apa yang dilihat dan
diketemukan (Sujadi, 2012).
Visum et Repertum juga memiliki banyak definisi oleh beberapa ahli. Di dalam
pengertian secara hukum Visum et Repertum, adalah suatu surat keterangan seorang
dokter yang memuat kesimpulan suatu pemeriksaan yang telah dilakukannya, misalnya
atas mayat seorang untuk menentukan sebab kematian dan lain sebagainya, keterangan
mana diperlukan oleh Hakim dalam suatu perkara (Tjitrosudibio, 1997).

Sedangkan Visum et Repertum juga dapat didefinisikan sebagai suatu laporan


tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada
barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula kesimpulan dari pemeriksaan
tersebut guna kepentingan peradilan (Mun’im, 1997).

Visum et Repertum biasanya dibuat berdasarkan permintaan penyidik dan


biasanya visum dibuat oleh dokter spesialis forensik. Dokter spesialis forensik adalah
dokter umum yang telah mengambil spesialisasi di bidang forensik dan kedokteran
kehakiman (medikolegal).

1
2.1.2 Landasan Hukum Mengenai Visum
Dalam undang-undang ada satu ketentuan hukum yang menuliskan langsung
tentang visum et repertum, yaitu pada Staatsblad ( Lembaran Negara ) tahun 1937 No.
350 yang menyatakan :
Pasal 1
Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang diucapkan
pada waktu menyelesaikan pelajaran di Negeri Belanda ataupun di Indonesia,
merupakan alat bukti yang syah dalam perkara-perkara pidana, selama visa reperta
tersebut berisikan keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh dokter
pada benda yang diperiksa.
Pasal 2
Ayat 1
Pada dokter yang tidak pernah mengucapkan sumpah jabatan baik di Negeri Belanda
maupun di Indonesia, sebagai tersebut dalam Pasal 1 diatas, dapat mengucapkan
sumpah sebagai berikut :
“Saya bersumpah ( berjanji ), bahwa saya sebagai dokter akan membuat
pernyatan-pernyataan atau keterangan-keterangan tertulis yang diperlukan untuk
kepentingan peradilan dengan sebenar-benarnya menurut pengetahuan saya yang
sebaik-baiknya. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang melimpahkan
kekuatan lahir dan batin”.
Bila diperinci isi Staatsblad ini mengandung makna :
1) Setiap dokter yang telah disumpah waktu menyelesaikan pendidikannya di
Belanda ataupun di Indonesia, ataupun dokter-dokter lain berdasarkan sumpah
khusus ayat (2)
2) Dapat membuat Visum et Repertum.
3) Visum e tRepertum mempunyai daya bukti yang syah/ alat bukti yang syah
dalam perkara pidana.
4) Visum et Repertum berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat, ditemukan
pada benda-benda/ korban yang diperiksa.

2
2.1.3 Orientasi Dalam Pembuatan Visum et Repertum

Perlu diketahui bahwasanya Visum et Repertum itu dibuat bukan untuk


kepentingan dokter dan bukan pula hanya untuk sekedar pemuas keinginan tahu dari
dokter, misalnya di dalam mengetahui penyebab kamatian, penyebab perlukaan,
adanya persetubuhan dengan kekerasan atau adanya gangguan jiwa pada barang bukti
yang diperiksanya.

Visum et Repertum dibuat dan dibutuhkan didalam kerangka upaya penegakan


hukum dan keadilan, dengan perkataan lain yang berlaku sebagai pengguna Visum et
Repertum adalah perangkat penegak hukum guna membuat terang dan jelas suatu
perkara pidana yang telah terjadi, khususnya yang menyangkut tubuh, kesehatan dan
nyawa manusia.

a. Barang bukti yang diperiksa adalah mayat yang diduga atau diketahui
merupakan akibat dari suatu tindak pidana.
b. Yang diperiksa adalah korban hidup pada kasus perlukaan
(penganiayaan), selain identitas korban perlu diberikan kejelasan perihal
jenis luka dan jenis kekerasan serta kualifikasi luka.
c. Di dalam kasus kejahatan seks, bilamana persetubuhan dapat dibuktikan.
d. Di dalam kasus psikiatrik, maka Visum et Repertum yang dibuat haruslah
dapat memberikan kejelasan.

2.1.4 Peran Visum et Repertum


Visum et Repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis
dalam pasal 184 KUHP. Visum et Repertum turut berperan dalam:

a. Proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa


manusia, dimana Visum et Repertum menguraikan segala sesuatu tentang
pemeriksaan hasil medik yang terdapat di bagian pemberitaan yang di
anggap sebagai pengganti barang bukti.
b. Visum et Repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran
dengan ilmu hukum sehingga dapat membaca Visum et Repertum.
c. Visum et Repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter
mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam
kesimpulan.

3
2.1.5 Jenis-Jenis Visum
Sebagai suatu hasil pemeriksaan dokter terhadap barang bukti yang
diperuntukkan untuk kepentingan peradilan VeR digolongkan menurut obyek yang
diperiksa sebagai berikut:
1. Visum et Repertum untuk orang hidup
Jenis ini dibedakan lagi dalam:
a. Visum et Repertum biasa.
Visum ini diberikan kepada pihak peminta (penyidik) untuk korban yang
tidak memerlukan perawatan lebih lanjut.
b. Visum et Repertum sementara.
Visum ini sementara diberikan apabila korban memerlukan perawatan
lebih lanjut karena belum dapat membuat diagnosis dan derajat lukanya.
Apabila sembuh dibuat VeR lanjutan.
c. Visum et Repertum lanjutan.
Dalam hal ini korban tidak memerlukan perawatan lebih lanjut karena
sudah sembuh, pindah dirawat dokter lain, atau meninggal dunia.
2. Visum et Repertum untuk orang mati (jenazah)
Pada pembuatan VeR ini, dalam hal korban mati maka penyidik mengajukan
permintaan tertulis kepada pihak Kedokteran Forensik untuk dilakukan bedah mayat
(autopsi).

3. Visum et Repertum tempat

Kejadian Perkara Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan


pemeriksaan TKP.

4. Visum et Repertum penggalian jenazah

Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan penggalian jenazah.

5. Visum et Repertum psikiatri

Visum pada terdakwa yang pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan


menunjukkan gejala-gejala penyakit jiwa.

4
6. Visum et Repertum barang bukti

Misalnya visum terhadap barang bukti yang ditemukan yang ada hubungannya
dengan tindak pidana, contohnya darah, bercak mani, selongsong peluru, pisau.

(Utama, 2014).

2.2 Jenis-Jenis Luka


2.2.1 Berdasarkan Sifat Kejadian

Dibagi menjadi 2, yaitu luka disengaja (luka terkena radiasi atau bedah) dan luka
tidak disengaja (luka terkena trauma). Luka tidak disengaja dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Luka tertutup : luka dimana jaringan yang ada pada permukaan tidak rusak
(kesleo, terkilir, patah tulang, dsb).
b. Luka terbuka : luka dimana kulit atau selaput jaringan rusak, kerusakan
terjadi karena kesengajaan (operasi) maupun ketidaksengajaan
(kecelakaan).

(Taylor, 1997).

2.2.2 Berdasarkan Penyebabnya

Di bagi menjadi :

a. Luka mekanik (cara luka didapat dan luas kulit yang terkena).
b. Luka insisi (Incised wound), terjadi karena teriris oleh instrumen yang
tajam. Luka dibuat secara sengaja, misal yang terjadi akibat pembedahan.
c. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh
pembuluh darah yang luka diikat (ligasi).
d. Luka memar (Contusion Wound), adalah luka yang tidak disengaja terjadi
akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh: cedera
pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak, namun kulit tetap utuh. Pada
luka tertutup, kulit terlihat memar.
e. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda
lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

5
f. Luka tusuk (Punctured Wound), luka ini dibuat oleh benda yang tajam
yang memasuki kulit dan jaringan di bawahnya. Luka punktur yang
disengaja dibuat oleh jarum pada saat injeksi. Luka tusuk/ punktur yang
tidak disengaja terjadi pada kasus: paku yang menusuk alas kaki bila paku
tersebut terinjak, luka akibat peluru atau pisau yang masuk ke dalam kulit
dengan diameter yang kecil.
g. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi bila kulit tersobek secara kasar. Ini
terjadi secara tidak disengaja, biasanya disebabkan oleh kecelakaan akibat
benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat. Pada kasus kebidanan:
robeknya perineum karena kelahiran bayi.
h. Luka tembus/luka tembak (Penetrating Wound), yaitu luka yang
menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk
diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar,
bagian tepi luka kehitaman.
i. Luka bakar (Combustio), yaitu luka yang terjadi karena jaringan tubuh
terbakar.
j. Luka gigitan (Morcum Wound), yaitu luka gigitan yang tidak jelas
bentuknya pada bagian luka.
k. Luka non mekanik, yaitu luka akibat zat kimia, termik, radiasi atau
serangan listrik.

(Taylor, 1997).

2.2.3 Berdasarkan Tingkat Kontaminasi

a. Clean Wounds (luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana
tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem
pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih
biasanya menghasilkan luka yang tertutup, jika diperlukan dimasukkan
drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
b. Clean-contamined Wounds (luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau
perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi,
kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.

6
c. Contamined Wounds (luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh,
luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik
aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna. Pada kategori ini juga
termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka
10% – 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.

(Taylor, 1997).

2.2.4 Berdasarkan Kedalaman dan Luasnya Luka

a. Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema), yaitu yaitu luka


yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness”, yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial
dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness”, yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya
sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot.
Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau
tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness”, yaitu luka yang telah mencapai
lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang
luas.

(Taylor, 1997).

2.2.5 Berdasarkan Waktu Penyembuhan Luka

a. Luka akut yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.

b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses


penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

7
(Taylor, 1997).

2.3 Rekam Medis


2.3.1 Definisi Rekam Medis
Istilah rekam medis sudah sejak tahun 1998 resmi sebagai terjemahan medical/
health record yang ditetapkan oleh pusat pembinaan dan pengembangan Bahasa
Indonesia Pendidikan Nasional, dan Departemen Kesehatan telah menetapkan
penggunaan tersebut. Namun demikian, dilingkungan kesehatan masih banyak
menyebut dengan status, dokumen, dan catatan.
Rekam medis diartikan sebagai keterangan atau catatan baik yang tertulis maupun
yang terekam tentang identitas, keadaan pasien dan segala tindakan yang diberikan
termasuk pengobatan yang diterima oleh pasien. Secara lebih mendalam, rekam medis
mempunyai makna yang luas karena didalam catatan tersebut sudah tercermin segala
informasi yang menyangkut seseorang pasien yang akan dijadikan dasar dalam
menentukan tindakan lebih lanjut dalam upaya pelayanan maupun tindakan medis
lainnya yang diberikan kepada seseorang pasien yang datang di sarana pelayanan
kesehatan.
Menurut Bambang Poernomo (2000), rekam medis adalah catatan yang
mencerminkan segala informasi yang menyangkut seseorang pasien yang akan
dijadikan dasar dalam menentukan tindakan lebih lanjut dalam upaya pelayanan
medis maupun tindakan medis lainnya yang diberikan kepada seorang pasien. Atau
menurut teknis medis, rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun yang
terekam tentang identitas, anamnesis, penentuan fisik laboratorium, diagnosis segala
pelayanan dan tindakan medik yang diberikan kepada pasien serta pengobatan yang
rawat inap, rawat jalan, dan pelayanan gawat darurat.
Berdasarkan Permenkes Nomor 269/Menkes/Per/III/2008, rekam medis adalah
berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

2.3.2 Landasan Hukum Mengenai Rekam Medis


a. Peraturan pemerintah No. 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran.
b. Peraturan pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

8
c. Keputusan menteri kesehatan No. 034 / Birhub / 1972 tentang Perencanaan dan
Pemeliharaan Rumah Sakit di mana rumah sakit diwajibkan: 1).Mempunyai
dan merawat statistik yang up to date.
d. Membina rekam medis yang berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan.
e. Peraturan menteri kesehatan No. 749a / Menkes / Per / xii / 89 tentang Rekam
Medis

2.3.3 Fungsi Rekam Medis

Menurut Mc. Gibony, John R (dalam Siswati,2000) :

1. Sebagai alat komunikasi antara tenaga kesehatan ahli lainya yang ikut ambil
bagian dalam upaya memberikan pelayanan, pengobatan dan perawatan
kepada pasien.
2. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/ perawatan yang harus di
berikan kepada seorang pasien.
3. Sebagai bukti tertulis tentang perkembangan penyakit dan pengobatan selama
seseorang pasien berkunjung/dirawatdirumahsakit
4. Sebagaibahan yang berguna untuk analisis, penelitian, dan evaluasi terhadap
kualitas pelayanan yang didirikan kepada pasien (data statistik kesehatan)
5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit, maupun tenaga
kesehatan, karena rekam medis isinya menyangkut masalah adanya jaminan
kepastian hukum atas dasar keadilan dalam rangka usaha penegakan hukum
serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakan keadilan.
6. Menyediakan data-data khusus yang berguna untuk kepentingan penelitian dan
pendidikan.
7. Sebagai dasar dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan media pasien,
serta dapat dipakai sebagai sumber perencanaan keuangan rumah sakit di masa
yang akan datang.
8. Menjadi sumber ingatan yang harus di dokumentasikan, serta sebagai bahan
pertanggung jawaban dan laporan.

9
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Pelaksanaan


Tugas Pengenalan Profesi (TPP) Blok II ini telah dilaksanakan di Rumah Sakit
Bhayangkara Palembang di Jalan Jendral Sudirman Km. 4,5 Ario Kemuning,
Palembang Sumatera Selatan.

3.2 Waktu pelaksanaan


Waktu : Pukul 10.00 s/d selesai.

3.3 Objek Tugas Mandiri


Objek yang akan kami observasi untuk tugas mandiri ini adalah Visum et
Repertum, rekam medik dan hasil wawancara dari perwira administrasi yang bertugas
diurusan pelayanan kedokteran kepolisian.

3.4 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam pelaksanaan TPP ini antara lain :
1. Kamera
2. Catatan
3. Alat tulis

3.5 Langkah Kerja


1. Membuat proposal tugas pengenalan profesi
2. Mengonsultasikan proposal pada pembimbing TPP
3. Meminta surat izin untuk melakukan TPP
4. Membuat janji pada pihak terkait
5. Melakukan telaah visum melalui rekam medik
6. Melakukan wawancara seperlunya
7. Membuat laporan hasil telaah komponen visum mati melalui rekam
medik.

10
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, D. 2010. Visum et Repertum Perlukaan: Aspek Medikolegal dan Penentuan


Derajat Luka. Fakultas Kedokteran Universitas Riau: Majalah Kedokteran Indonesia,
Volum, 60.

Bambang Poernomo. 2000. Hukum Kesehatan Pertumbuhan Hukum eksepsional di


Bidang Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta : Aditya Media.

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Indonesia.


2005. Pedoman teknik pemeriksaan dan interpretasi luka dengan orientasi
medikolegal atas kecederaan. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Indonesia

Kansil. CST. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:Balai
Pustaka.

Mun’in, Idries Abdul dan Agung Legowo Tjiptomartono. 2002. Penerapan Ilmu
Kedokteran Kehakiman Dalam Proses Penyidikan. Jakarta:Karya Unipres.

Soeparmono. R. 2002. Keterangan Ahli dan Visum et Repertum dalam Aspek Hukum
Acara Pidana. Bandung: CV. Mandar Maju.

Sujadi. 2012. Visum Et Repertum Pada Tahap Penyidikan Dalam mengungkap Tindak
Pidana Pemerkosaan.

Taylor, C. et al i. 1997. Fundemental of Nursing The Art and science of Nursing care.
4thedition. Philadelpia. JB Lippincoff hal 69 9-705..

Utama, W.T. 2014. VISUM ET REPERTUM: A MEDICOLEGAL REPORT AS A


COMBINATION OF MEDICAL KNOWLEDGE AND SKILL WITH LEGAL
JURISDICTION. Departement of Forensic Medicine and Medicolegal, Faculty of
Medicine, Universitas Lampung

11

Anda mungkin juga menyukai