Disusun Oleh:
BYANCA LAUWARDI
NIM :102019061
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Abstrak
Bercita-cita menjadiseorang dokter merupakan cita cita yang mulia,memang realisasinya bukan
menjadi perkara yang mudah. Perlu perjuangan dan kemampuan dari segi ekonomi, intelijen,
etika, disiplin, dan tentu kemauan dari diri sendiri. Dokter merupakan salah satu pekerjaan yang
tidak mudah karena menjadi seorang dokter membutuhkan komitmen dan semangat yang
benar-benar ingin mengobati dan memberikan perawatan kepada pasien.Tidak hanya seorang
dokter harus punya nilai-nilai bioetika agar dia mampu menangani masalah pasien terhadap
aspek hukum dan etika yang berlaku ketika memberikan perawatan kepada pasien. Namun,
seorang dokter juga harus mempunyai cara berkomunikasi dan kepribadian yang baik agar
hubungan dengan pasien lancar, demi kesembuhan pasien. Sifat empati juga harus ada dalam
diri seorang dokter karenasifat tersebut seharusnya sudah di tanamkan sejak dini didalam
keluarga.
Kata kunci: Komunikasi, Empati
Abstract
Dreams of becoming a doctor is a noble aspiration, realization indeed not be an easy matter.
Need struggle and capabilities in terms of economic, intelligence, ethics, discipline, and of
course the willingness by yourself. Physician is one job that is not easy due to become a doctor
requires commitment and passion that really want to treat and provide care to patients. Not
only a doctor should have the values of bioethics so that he is able to deal with patients on legal
and ethical aspects that apply when providing care to patients. However, a doctor must also
have a way of communicating and a good personality for the relationship with the patient
smoothly, for the sake of the patient's recovery. Empathetic nature must also exist inside a
doctor because these properties should be instilled from an early age, within the family
1.2Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu supaya mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Krida Wacana menjadi lebih mampu dalam memahami pentingnya mempunyai
keterampilan dalam berkomunikasi secara efektif, memiliki rasa empati kepada satu sama lain
tanpa membeda-bedakan pasien. Oleh karena itu, dengan mendalami ketiga aspek tersebut,
dokter akan lebih mendapatkan kepercayaan serta dapat melayani pasien dengan lebih baik
secara professional.
A. Empati
Secara umum empati ialah upaya dan kemampuan untuk mengerti, menghayati, dan
menempatkan diri seseorang di tempat orang lain dan harus sesuaidengan identitas, pikiran,
perasaan, keinginan, perilaku, ataupun kondisi fisik yang ada. Empati bisa di definisikan juga
sebagai menerima orang lain sebagaimana adanya tanpaharus membedakan atau
mencampurkan selera pribadi dari orang yang berempati dengannilai ataupun selera pribadi
dengan orang yang diempati dan juga sikap berempati tidakbereaksi secara emosional bila
selera pribadi orang yang berempati berbeda dengan nilaiorang yang diempati jadi, sikap
berempati bisa berarti tidak bersikap menghakimi, baikdalam arti kata menyalahkan,
membenarkan ataupun menyetujui tindakan seseorang. Dimana empati itu berdasarkan kasih
sayang, rasa kemanusiaan, serta pemahaman, penghayatan, dan penerapan diri ditempat orang
lain. Tingkatan empati dalamkomunikasi mulai dari level 0 sampai level 5.
C. Antipati
Antipati merupakan sikap ketidaksukaan terhadap perbuatan orang lain yaitu bisa berfikiran
buruk tetang orang tersebut, atau bisa juga berprasangka buruk terhadap orang lain padahal
belum tentu orang tersebut melakukan perbuatan yang buruk.
Merupakan suatu analisa yang menentukan ego atau sikap yang dominan dalam diri seseorang
saat itu, tidak diukur menurut usia dari lahir sampai dewasa namun diukur sesuai dengan
karakter kepribadian masing-masing baik secara Orang Tua, Dewasa dan Kanak-kanak.
(a) Orang Tua : Karakter ini cenderung bersikap otoriter, memiliki banyak kritik yang ingin
diutarakan, proteksi terhadap lingkungan sekitar yang sangat besar, sifat yang cenderung
membina dan membimbing agar orang disekitarnya bersikap sesuai dengan apa yang ia
inginkan.
(b) Dewasa : Karakter ini cenderung memperhatikan dan mencerna dengan logika, kemudian
menganalisis dan mengumpulkan data sebelum mengambil keputusan (Bio-Komputer).
(c) Kanak-kanak : Karakter ini cenderung memiliki intuisi serta perasaan dalam merespon suatu
hal. Ia mudah tersentuh dan memiliki sifat yang mudah diatur oleh lingkungan sekitarnya.
Setiap komunikasi yang diberi Orang Tua kepada Anak pastilah berbeda dan tak ada yang sama.
Semua itu tergantung pada faktor tradisi, lingkungan, tingkat pendidikan, kesibukan Orang Tua
yang berkaitan pekerjaan sehari-hari, karakter Anak itu sendiri juga faktor pola asuh yang
didapatkan Orang Tua tersebut di masa lampau.
4. Komunikasi Dokter-Pasien:
• Komunikasi satu arah
Komunikasi ini berlangsung dimana pengirim pesan tersebut tidak dapat mengetahui
apakahpenerima telah menerima pesan yang telah di sampaikan oleh pengirim atau bisa di
sebutjuga tidak ada respon dari sang penerima.
III. PEMBAHASAN
Dokter dalam skenario tersebut telah melakukan pelanggaran kode etik kedokteran pasal 4
yaitu menghindari perbuatan memuji dan mengiklankan diri secara berlebihan melalui
tindakan dokter diatas yang mengiklankan kemampuan atau pelayanan yang dimilikinya secara
berlebihan dan juga dokter memberi kepastian palsu agar pasien segera melakukan
pengobatan untuk keuntungan pribadinya dengan mengatakan bahwa pasien menderita
penyakit tumor payudara dan memastikan bahwa hanya dengan 3 kali suntikan maka pasien
akan sembuh. Dokter pun tidak melakukan anamnesis kepada pasiennya dengan benar. Dokter
tersebut juga tidak melakukan komunikasi dua arah. Karena hanya diberitahukan bahwa dokter
langsung memastikan si pasien terkena penyakit tumor payudara dan hanya dengan 3 kali
suntikan dapat di pastikan sembuh dan mengatakan tumor ini bila tidak cepat diobati dapat
menimbulkan kematian dalam waktu yang tidak lama.
Dalam analisa transaksional, dokter berperan sebagai oknum orang tua (O) yang sifatnya
langsung mengetahui dan memberi solusi terhadap penyakit pasien, atau bisa juga di katakan
bahwa dokter telah menggurui pasien karena Dokter langsung memastikan diagnosis,
prognosis, dan terapi tanpa melakukan anamnesis terhadap pasien. Dan dalam kasus tersebut
juga di analisa bahwa pasien berperan sebagai oknum kanak-kanak (K) yang terlihat jelas dalam
scenario bahwa ia hanya menuruti dan percaya tentang semua perkataan si dokter tanpa di
lakukannya pemeriksaan terhadap dirinya.
IV. KESIMPULAN
Dari analisa pada skenario tersebut dapat di simpulkan bahwa terjadi pelanggaran kode etik
kedokteran pasal 4 dan komunikasi yang tidak efektif antara dokter dengan pasien. Dokter
tersebut mengiklankan kemampuan atau pelayanan yang dimilikinya secara berlebihan serta
memberi kepastian palsu agar pasien segera melakukan pengobatan dengan mengatakan
bahwa pasien menderita penyakit tumor payudara dan memastikan bahwa hanya dengan 3 kali
suntikan saja maka pasien akan sembuh, tidak adanya komuikasi dua arah dan dokter tidak
melakukan anamnesis dalam penentuan diagnosis, prognosis, dan terapi sehingga hanya terjadi
komunikasi satu arah saja. Serta dokter tidak memberikan informasi yang jelas terhadap
penyakit apa yang diderita oleh pasienya. Dokter juga menunjukan state orang tua dan pada
pasien tidak menunjukan state dewasa. Di dalam skenario tersebut di dokter juga tidak
menjalankan etika kedokteran dengan baik, karena ia hanya mendengarkan keluhan pasien dan
langsung mengatakan bahwa si pasien terkena penyakit tumor payudara, tetapi tidak
melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.
Daftar Pustaka