Anda di halaman 1dari 5

Peran Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dalam Penanganan

Kasus Sengketa Medis di Indonesia

Majelis Kehormatan Disiplin Indonesia (MKDKI) merupakan lembaga yang otonom dari
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan independen dalam melaksanakan tugasnya, yang
mempunyai wewenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan
dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan
sanksi (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006). Tujuan dibentuknya MKDKI adalah untuk
menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran (KKI,
2006). Berdasarkan Pasal 64 Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, MKDKI bertugas menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus
pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan serta menyusun pedoman dan tata
cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi.

Menurut Pasal 58-59 Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
pimpinan MKDKI terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua dan seorang sekretaris.
Sedangkan untuk keanggotaan MKDKI, terdiri atas tiga orang dokter dan tiga orang dokter
gigi dari organisasi profesi masing-masing, seorang dokter dan seorang dokter mewakili
asosiasi rumah sakit, dan tiga orang sarjana hukum sehingga menjamin netralitas MKDKI
(Mangkey, 2014). Ketua MKDKI masa bakti tahun 2016-2021 adalah dr. Dody Firmanda,
Sp.A, MA yang berasal dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Hubungan pelayanan kesehatan yang baik adalah hubungan pelayanan atas dasar kepercayaan
dan komunikasi yang baik dan efektif antara dokter dan pasien (Ha & Longnecker, 2010).
Pasien percaya terhadap kemampuan dokter untuk berupaya semaksimal mungkin
menyembuhkan penyakit yang dideritanya dan percaya bahwa dokter akan berupaya
semaksimal mungkin selain menyembuhkan penyakitnya juga akan mengurangi
penderitaannya. Besarnya kepercayaan yang terbangun dalam pandangan publik inilah yang
seringkali berbuah kekecewaan ketika harapan tidak terwujud, dan inilah jalan melahirkan
konflik atau sengketa. Biasanya pemicunya adalah ketika kekecewaan tersebut tidak di sertai
komunikasi yang efektif. Jadi sekali lagi komunikasi adalah kata kunci dalam sebab-musabab
sebuah konflik atau sengketa.

Terhitung Maret 2011, MKDKI telah menangani 127 pengaduan kasus pelanggaran disiplin
yang dilakukan dokter atau dokter gigi, rinciannya adalah 119 kasus diantaranya disampaikan
oleh masyarakat, 4 kasus disampaikan oleh Kementrian Kesehatan, 2 kasus oleh tenaga
kesehatan, dan masing-masing 1 kasus pengaduan dari institusi pelayanan kesehatan dan pihak
asuransi yang dari seluruh kasus tersebut, 80 persen disebabkan kurangnya komunikasi antara
dokter dan pasien (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Disebutkan dalam Pasal 29 Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
bahwa dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya,
kelalaian yang menimbulkan sengketa medis tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu
melalui mediasi. Dalam penjelasannya tidak disebutkan dengan jelas proses pelaksanaan
melalui badan apa mediasi itu dilakukan, namun Undang-Undang Praktik Kedokteran sudah
mengatur lembaga penyelesaian disiplin dokter yaitu MKDKI yang bukan merupakan lembaga
mediasi, dalam konteks mediasi penyelesaian sengketa, namun MKDKI adalah lembaga
Negara yang berwenang untuk menentukan ada atau tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter
atau dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dan
menetapkan sanksi bagi dokter atau dokter gigi yang dinyatakan bersalah sesuai Undang-
Undanng RI Nomor 29 Tahun 2004 (Mangkey, 2014).

Tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin kedokteran oleh MKDKI telah diatur dalam
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penanganan
Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi. Penanganan kasus dugaan
pelanggaran tersebut dilakukan setelah adanya pengaduan, dan syarat pengaduan terdapat
dalam Pasal 3 Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 2 Tahun 2011. Setelah
pengaduan terdaftar di MKDKI/MKDKI-P, maka pihak pengadu dapat memberikan data
pendukung pengaduan yang berupa alat bukti yang dimiliki dan pernyataan tentang kebenaran
pengaduan yang dilanjutkan klarifikasi oleh petugas khusus dari MKDKI/MKDKI-P (KKI,
2011). Selanjutnya masuk pada penanganan kasus berupa pemeriksaan awal dimana tahap
pemeriksaan ini pihak MKDKI memeriksa apakah pengaduan tersebut diterima, tidak diterima
atau ditolak yang dilanjutkan pemeriksaan disiplin, investigasi dan sidang (KKI, 2011).

Jika pengaduan diterima maka Ketua MKDKI membentuk MPD yaitu Majelis Pemeriksa
Disiplin yang anggotanya berasal dari MKDKI. MPD dapat memutuskan pengaduan tersebut
tidak dapat diterima, ditolak atau penghentian pemeriksaan. MPD selanjutnya melakukan
investigasi. Investigasi dilakukan untuk mengumpulkan informasi dan alat bukti yang
berkaitan dengan peristiwa yang diadukan. Setelah investigasi, baru dilakukan sidang
pemeriksaan disiplin. Jika sidang pemeriksaan disiplin dokter atau dokter gigi selesai maka
MPD akan menetapkan keputusan terhadap teradu berupa dinyatakan tidak melakukan
pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi, pemberian sanksi disiplin berupa peringatan
tertulis, kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan (reedukasi formal dan non formal),
atau rekomendasi pencabutan STR atau SIP yang bersifat sementara paling lama satu tahun,
tetap atau selamanya atau embatasan tindakan asuhan medis tertentu pada suatu area ilmua
kedokteran atau kedokteran gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran (KKI, 2011)

Apabila terbukti melakukan pelanggaran disiplin, maka setelah keputusan dokter atau dokter
gigi yang diadukan dapat mengajukan keberatan terhadap keputusan MKDKI kepada Ketua
MKDKI dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari sejak dibacakan atau diterimanya keputusan
tersebut dengan mengajukan bukti baru yang mendukung keberatannya (KKI, 2011). Salah
satu contoh kasus yaitu MKDKI telah menjatuhkan sanksi berupa 6 bulan dicabut STR karena
dr. Boyke dalam sidang MKDKI tidak dapat menunjukkan SIP (Dewi, 2014).
Dari berbagai paparan di atas, dapat disimpulkan peranan Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia (MKDKI) dalam penanganan kasus sengketa medis yaitu sebagai
lembaga yang berwenang memeriksa dan memberi keputusan terhadap pengaduan yang
berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi. Dengan adanya MKDKI juga, hal tersebut
menjadi perlindungan pertama bagi para tenaga kesehatan yang dilaporkan walaupun
sebenarnya telah menerapkan standar profesi. Karena penyelesaian sengketa medis melalui
pengadilan artinya mempertaruhkan reputasi yang telah dicapainya dengan susah payah, dan
dapat menyebabkan kehilangan nama baik dokter atau sarana pelayanan kesehatan karena
sudah terbuka di media diberitakan telah diduga melakukam kesalahan dan akan menjadi nilai
yang buruk dimata masyarakat dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap dokter
(Nasser, 2011). Dapat disimpulkan juga penyebab utama terjadinya kasus sengketa medis
adalah kurang baiknya komunikasi antara dokter dengan pasien.

Keyword
MKDKI - Majelis disiplin kedokteran Medical disclipinary board
UUPK
KKI
Sengketa Medis Konflik Medis
Perkonsil
Ilmu disiplin kedokteran medical disclipinary
Komunikasi
Praktik kedokteran Medical practice

Search engine :
http://www.google.co.id
http://scholar.google.co.id
http://www.bing.com/health
http://www.medscape.com
http://www.ncbi.nlm.nih.gov
http://www.sciencedirect.com/
Daftar Pustaka
Dewi, Sumartini 2014, http://jurnal.untagsmg.ac.id/index.php/hdm/article/view/3
Penyelesaian Hukum dalam 43/395
Malpraktik Medik, Hukum dan
Dinamika Masyarakat, vol. 12,
no. 1, pp. 92-100, diakses pada
10 November 2016,
<http://jurnal.untagsmg.ac.id/ind
ex.php/hdm/article/view/343/39
5>.
Ha, J. F. & Longnecker, N. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3096184/
2010, Doctor-Patient ?report=reader
Communication: A Review,
The Ochsner Journal, vol. 10,
no. 1, pp. 38-43, diakses pada 10
November 2016,
<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pmc/articles/PMC3096184/?rep
ort=reader>.
Kementrian Kesehatan Republik http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=1519
Indonesia 2011, Dugaan
Pelanggaran Disiplin Terbanyak
Akibat Kurangnya Komunikasi
Dokter dan Pasien, diakses pada
11 November 2016,
<http://www.depkes.go.id/pdf.p
hp?id=1519>.
Konsil Kedokteran Indonesia http://www.kki.go.id/assets/data/arsip/Buku_MKDKI.pdf
2006, Peraturan Konsil
Kedokteran Indoneisa Nomor
15/KKI/PER/VIII/2006 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja
Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia dan
Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia di Tingkat
Provinsi, diakses pada 10
November 2016,
<http://www.kki.go.id/assets/dat
a/arsip/Buku_MKDKI.pdf>.
Konsil Kedokteran Indonesia http://www.kki.go.id/assets/data/arsip/Perkonsil_No_2_T
2011, Salinan Peratutan Konsil ahun_2011[smallpdf.com]_2.pdf
Kedokteran Indonesia Nomor 2
Tahun 2011 Tentang Tata Cara
Penanganan Kasus Dugaan
Pelanggaran Disiplin Dokter dan
Dokter Gigi, diakses pada 10
November 2016,
<http://www.kki.go.id/assets/dat
a/arsip/Perkonsil_No_2_Tahun_
2011[smallpdf.com]_2.pdf>.

Mangkey, M. D. 2014, http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/articl


Perlindungan Hukum Terhadap e/viewFile/6180/5705
Dokter dalam Memberikan
Pelayanan Medis, Lex et
Societatis, vol. 2, no. 8, pp. 14-
21, diakses pada 11 November
2016,
<http://ejournal.unsrat.ac.id/inde
x.php/lexetsocietatis/article/view
File/6180/5705
Nasser, M. 2011, Sengketa http://kebijakankesehatanindonesia.net/sites/default/files/f
Medis dalam Pelayanan ile/2011/M%20Nasser.pdf
Kesehatan, diakses pada 11
November 2016,
<http://kebijakankesehatanindon
esia.net/sites/default/files/file/20
11/M%20Nasser.pdf>.
Republik Indonesia 2004, http://www.idionline.org/wp-
Undang-Undang Republik content/uploads/2010/03/UU-No.-29-Th-2004-ttg-
Indonesia Nomor 29 Tahun Praktik-Kedokteran.pdf
2004 Tentang Praktik
Kedokteran, diakses pada 11
November 2016,
<http://www.idionline.org/wp-
content/uploads/2010/03/UU-
No.-29-Th-2004-ttg-Praktik-
Kedokteran.pdf>.

Anda mungkin juga menyukai