PENGGUNAAN PEMERIKSAAN
ULTRASONOGRAFI (USG)
PADA SIROSIS HEPATIS
Disusun Oleh :
Satria Adi Putra
G99141062
Yohana Trissya A
G99141063
Totok Siswanto
G99141064
Ivan Setiawan
G99141065
Ibnu Kharisman
G99141066
Pembimbing :
Prof. Dr. dr. Suyono, Sp. Rad. (K)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
asites.
Splenomegali dengan dimensi longitudinal 12,95 cm.
Splenorenal shunt pada USG Doppler.
Kolateral regio perisplenic (tanda panah) menunjukkan terjadinya spl enorenal
shunt.
BAB I
PENDAHULUAN
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi,
dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim
hati. Gambaran histopatologi dari sirosis hati memiliki tiga karakteristik utama
yaitu: (1)distorsi arsitektur hepar, (2) jaringan parut sebagai akibat dari
peningkatan deposisi jaringan fibrosa dan kolagen, (3) nodula regeneratif akibat
nekrosis sel-sel hati yang dikelilingi jaringan parut. Nodula-nodula regeneratif ini
dapat kecil (mikronodular) atau besar (makronodular). Prevalensi sirosis hati di
dunia berdasarkan data WHO (2004), penyakit ini menduduki peringkat 18
penyebab kematian dengan jumlah kematian 800.000 kasus (Longo, 2012).
Sirosis hepatis adalah penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia
termasuk di Indonesia. Pada penelitian yang dilakukan pada RSUD dr. Moewardi
Surakarta, prevalensi terbanyak pada laki-laki dan pada usia 51-60 tahun.
Penderita datang dengan keluhan utama terbanyak adalah ascites, diikuti dengan
gejala ikterik. (Suyono, 2006). Sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000
penduduk yang banyak disebabkan oleh konsumsi alkohol. Di Indonesia 40-50%
penyebab sirosis hati adalah virus hepatitis B, 30-40% disebabkan oleh virus
hepatitis C dan 10-20% penyebabnya tidak diketahui. (WHO, 2013).
Pemeriksaan dengan menggunakan ultrasonografi (USG) sudah secara
rutin digunakan pada kasus sirosis karena pemeriksaanya noninvasif dan mudah
digunakan. Sedangkan pada pemeriksaan USG, yang paling banyak ditemukan
adalah ascites, echostruktur hepar yang kasar, splenomegali, hipertensi porta dan
pembesaran hepar. Nodul, penebalan dinding kandung empedu dan pasir kandung
empedu ditemukan pada kurang dari 50 % kasus (Suyono, 2006)
Penelitian dari Khan (2010) menyimpulkan bahwa gambaran nodulus
pada USG hati adalah metode diagnostik yang cukup akurat dalam mendiagnosa
pasien sirosis. Gambaran USG yang dinilai meliputi sudut hati, permukaan hati,
ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada gambaran USG sirosis hati dapat
ditemukan ekoparenkim hati yang kasar dan hiperkoik, permukaan hati sangat
ireguler karena fibrosis. Ukuran kedua lobus hati mengecil. Terlihat tanda
sekunder berupa asites, splenomegali dan adanya pelebaran vena lienalis dan vena
porta.( Rasad, 2005; Khan, 2010).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI HEPAR
Hepar (liver/hati) merupakan kelenjar terbesar dari tubuh manusia
dengan berat sekitar 1,5 kg pada orang dewasa. Fungsi hepar antara lain:
1. Sebagai organ hematopoiesis pada fetus
2. Berperan dalam metabolism karbohidrat, lemak, dan protein
3. Menyimpan glikogen dan mensekresi empedu (bile)
Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan
darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh
ligamentum falciforme. Lobus kanan hati lebih besar dari lobus kirinya dan
mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus, dan
lobus quadratus.
Untuk mengetahui perbedaan bentuk hati normal dan tidak normal
dapat dilihat pada gambar berikut :
untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus
koledokus.Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna
menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri
hepatica kanan.Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena
porta.Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara
hati dan kandung empedu.Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi
lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea.Dari sini,
pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang
perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.Saraf yang
menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang
terletak dekat collum vesica fellea.Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui
nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi
lymphatici coeliacus.Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari
plexus coeliacus.
sebelum memasuki
Gerakan mencampur usus akan memecah butiran lemak menjadi butiran yang
lebih kecil yang akan kembali menyatu bila tidak terdapat garam empedu di
permukaannya yang membentuk selaput bermuatan negatif larut air di
permukaan setiap butir kecil tersebut. Karena muatan yang sama akan tolak
menolak menyebabkan butiran lemak tersebut saling tolak menolak sehingga
tidak menyatu kembali. Tanpa garam empedu maka pencernaan lemak akan
berlangsung sangat lambat.
Garam empedu bersama kolestrol dan lesitin mempermudah penyerapan
lemak melalui pembentukan misel. Lesitin juga memiliki bagian yang larut
lemak dan larut air sedangkan kolestrol hampir sama sekali tidak larut air.
Dalam suatu misel, garam empedu dan lesitin menggumpal dalam kelompokkelompok kecil dengan bagian larut lemak berkerumun di bagian tengah untuk
membentuk inti hidrofobik sementara bagian larut air membentuk selaput
hidrofilik di bagian luar. Misel, karena larut air akibat lapisan hidrofiliknya,
dapat melarutkan zat-zat yang tidak larut air di intinya yang larut lemak,
dengan demikian misel merupakan vehikulum praktis untuk mengangkut
bahan-bahan yang tidak larut air dalam isi lumen yang banyak mengandung
air. Bahan larut lemak yang paling penting yang diangkut adalah pencernaan
lemak (monogliserida dan asam lemak bebas) serta vitamin larut lemak, yang
diangkut ke tempat penyerapannya menggunakan misel. Apabila sekresi
kolestrol oleh hati melebihi sekresi garam empedu atau lesitin , kelebihan
kolestrol dalam empedu akan mengendap menjadi mikrokristal yang dapat
menggumpal menjadi batu empedu. Salah satu pengobatan untuk batu empedu
yang mengandung kolestrol adalah ingesti garam-garam empedu untuk
meningkatkan kandungan garam empedu sebagai usaha melarutkan batu
kolestrol. Namun hanya 75% batu empedu yang berasal dari kolestrol, 25%
sisanya terbentuk akibat pengendapan normal konstituen empedu lainnya
yakni bilirubin.
Bilirubin adalah salah satu produk sisa yang diekskresikan dalam
empedu, merupakan pigmen empedu utama yang berasal dari penguraian sel
darah merah usang yakni produk akhir yang dihasilkan oleh penguraian bagian
hem dari hemoglobin. Bilirubin adalah pigmen kuning yang di dalam saluran
10
Kelelahan
Kelemahan
Mual
Demam
12
Muntah
Diare
5. Diagnosis
13
USG, CTscan, atau radioisotope pemindaian untuk mencari tandatanda dari sirosis dalam atau pada permukaan hati
6. Penatalaksanaan
Terapi medis tertentu dapat diterapkan untukberbagai penyakit hati
dalam upaya untuk mengurangi gejala dan atau mencegah perkembangan
sirosis. Contohnya prednisone dan azathioprine untuk hepatitis autoimun,
interferon dan obat anti virus lainnya untuk hepatitis B dan C, phlebotomi
untuk hemochromatosis, asam ursodeoxycholic untuk PBC, dan trientine
dan seng untuk penyakit Wilson.
Terapi ini menjadi semakin kurang efektif jika penyakit hati kronis
berkembang menjadi sirosis. Setelah sirosis berkembang, pengobatan
ditujukan untuk pengelolaan komplikasi yang muncul. Tentu perdarahan
varises, ascites, dan ensefalopati hati adalah salah satu komplikasi yang
paling serius yang dialami oleh pasien dengan sirosis.Namun, perhatian
juga harus diberikan pada keluhan konstitusional kronis pasien.
Defisiensi Zinc
Defisiensi zinc sering diamati pada pasien dengan sirosis.
Pengobatan dengan seng sulfat di 220 mg oral dua kali sehari dapat
merangsang nafsu makan.Selain itu, zinc efektif dalam pengobatan kram
otot
dan
terapi
tambahan
untuk
ensefalopati.
Pruritus
Pruritus adalah keluhan umum pada penyakit hati kolestatik
(misalnya,
primary
biliary
cirrhosis)
14
dan
penyakit
hati
kronis
sirosis
dapat
mengembangkan
osteoporosis.
menurun
dapat
aminobisphosphonate
mendorong
(misalnya,
lembaga
terapi
alendronate
dengan
sodium).
Vaksinasi
Pasien dengan penyakit hati kronis harus menerima vaksinasi untuk
melindungi merekat terhadap hepatitis A. Upaya perlindungan lainnya
termasuk vaksinasi terhadap influenza dan pneumokokus (David, 2014).
Sebuah meta-analisis telah menunjukkan bahwa pada pasien dengan
infeksi hepatitis C genotipe 1 dan sirosis terkompensasi baik, pengobatan
dengan kombinasi boceprevir dan peginterferon / ribavirin (PR)
tampaknya
memiliki
profil
manfaat-resiko
yang
menguntungkan.
15
nilai
diagnostik
dalam
membedakan
berbagai
gradasi
16
17
hepar, tekstur hepar maupun kolateral sistem porta. Sedangkan USG Doppler
memberikan informasi bermakna tentang hemodinamik sistem porta ( Taylor,
2009). Melalui pemeriksaan USG abdomen dapat terlihat gambaran spesifik
sirosis hepatis yang dievaluasi melalui hepar, lien dan traktus biliaris sebagai
berikut (Suyono dkk, 2006):
a. Gambaran USG pada hepar
Terdapat gambaran iregularitas penebalan permukaan hepar,
membesarnya lobuskaudatus, rekanalisasi v.umbilikus dan ascites.
Ekhoparenkim sangat kasar menjadihiperekhoik karena fibrosis dan
pembentukan mikronodul menjadikan permukaan hati sangat ireguler,
hepatomegali; kedua lobus hati mengecil atau menger ut atau normal.
Terlihat pula tanda sekunder berupa asites, splenomegali, adanya pelebaran
dan kelokankelokan v.hepatika, v.lienalis, v.porta (hipertensi porta).
Duktus biliaris intrahepatik dilatasi, ireguler dan berkelok-kelok.
b. Gambaran USG pada lien
Tampak peningkatan ekhostruktur limpa karena adanya jaringan
fibrosis, pelebaran diameter v.lienalis serta tampak lesi sonolusen multipel
pada daerah hilus lienalis akibat adanya kolateral.
c. Gambaran USG pada traktus biliaris
Lumpur empedu (sludge) terlihat sebagai material hiperekhoik yang
menempatibagian terendah kandung empedu dan sering bergerak perlahan
-lahan sesuai dengan posisi penderita, jadi selalu membentuk lapisan
permukaan dan tidak memberikan bayangan akustik di bawahnya. Lumpur
empedu tersebut terdiri atas granula kalsium bilirubinat dan kristal - kristal
kolesterol sehingga mempunyai viskositas yang lebih tinggi daripada
cairan empedu sendiri. Dinding kandung empedu terlihat menebal. Duktus
biliaris ekstrahepatik seringkali didapatkan normal.
18
sinistra.
Gambar
9.
Splenorenal
shunt
padaUSG
Doppler.
PENUTUP
19
20
DAFTAR PUSTAKA
at
Caroline
R.
Chirrosis:
Imaging.
2009
Available
at:http://www.emedicine.medscape.com/article/366426 -imaging.Diakses
tanggal 14 September 2014.
Vierling JM, Zeuzem S, Poordad F, Bronowicki JP, Manns MP, Bacon BR, et al.
2014. Safety & Efficacy of Boceprevir/Peginterferon/Ribavirin for HCV
G1 Compensated Cirrhotics: Meta-Analysis of 5 Trials. J Hepatol.
World Health Organization (WHO). 2000. The Global Status Report on Alcohol.
21
22
23