Anda di halaman 1dari 5

DIAGNOSIS KERACUNAN ORGANOFOSFAT

Sebagian besar kasus keracunan organofosfat mudah ditegakkan karena informasi riwayat
minum pestisida sering mudah didapatkan melalui heteroanamnesis. Diagnosis keracunan
organofosfat terkadang sulit untuk dilakukan jika tidak ada informasi "pasti" yang menyatakan
pasien telah minum organofosfat, karena gejala keracunan organofosfat terkadang mirip dengan
keracunan carbamate.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat akan sangat membantu menegakkan
diagnosis.

Anamnesa bertujuan untuk mencari kemungkinan kontak dengan pestisida. Anamnesis


harus dilakukan dengan cermat mulai dari pekerjaan, penggunaan pestisida sampai dengan
kemungkinan kecelakaan/terpapar dengan Pestisida. Anamnesis pekerjaan menjadi penting
mengingat pekerjaan sebagai petani memiliki risiko lebih tinggi untuk terpapar pestisida. Beberapa
faktor risiko yang dilaporkan meningkatkan risiko petani mengalami keracunan organofosfat
adalah

1. Dosis Pestisida yang tidak tepat


2. Penggunaan APD yang tidak lenggkap
3. Menyemprot berlawanan arah angin
4. Jumlah jenis pestisida > 3
5. Umur > 40 tahun
6. Status Gizi yang buruk
7. Mengidap Anemia

Diagnosa keracunan organofosfat dibuat berdasar kecurigaan klinis, anda klinis dengan
karateristik adanya bau pestisida, gejala mual, muntah, diare, pusing (dizziness), nyeri kepala,
hipersalivasi, otot mengalami fasiculasi, tampak agitasi, berkeringat banyak, penurunan kesadaran,
pupil miosis, dan ter-jadi gangguan pernapasan.
Gejala-gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:

Overstimulasi muscarinic:

1. Bradikardia
2. Bronchorrhea
3. bronchospasm
4. diarhea
5. hipotensi
6. lacrimasi
7. miosis
8. hipersalivasi
9. urinasi
10. vomiting.

verstimulasi nicotinic pada saraf perifer:

1. agitasi
2. midriasis
3. berkeringat
4. takikardia

Overstimulasi nicotinic pada neuro muskuler junction:

1. fasiculasi
2. kelemahan otot
3. paralisis

Diagnosa pasti keracunan organofosfat ditegakkan dengan pengukuran aktivitas enzim


butirilkoinesterase atau enzim asetilkolinesterase di darah/pasma atau lebih akurat pada
asetilkolinesterase di eritrosit.

Pemeriksaan EKG dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya aritmia atau prolong QT interval.

TATATALAKSANA DASAR KERACUNAN ORGANOFOSFAT TERDIRI:

1. Tindakan Supportif dan Dekontaminasi (pencegahan kontak selanjutnya dengan bahan


pestisida)
2. Melakukan eliminasi bahan racun
3. Pemberian anti-dotum
4. Pencegahan terhadap kejadian keracunan selanjutnya.

Tindakan supportif berupa ABC (Airway-Breathing-Circulation), yaitu

1. Pemberian oksigenasi dan kalau perlu bantuan ventilasi


2. Pertahankan jalan napas tetap bebas
3. Mengatasi kondisi hemodinamik tidak stabil dan mengatasi gangguan aritmia.

Dekontaminasi gastrointestinal dapat dilakukan dengan melakukan kumbah lambung atau


pemberian activated charcoal (arang aktif) atau melalui tindakan endoskopi/tindakan operatif,
pencucian mata dan pencucian kulit.

Detail praktis tindakan eliminasi dapat dilakukan dengan langkah-langkah di bawah ini:

1. Lavage Lambung
(Kumbah Lambung) dilakukan dengan memberikan 5 ml cairan/kgBB dengan sonde
lambung no. 40 (dewasa) dan no. 28 (anak). Tindakan ini akan menurunkan absorpsi bahan
organofosfat hingga 52% bila dilakukan dalam waktu 5 menit, dan dapat menurunkan
absorbsi bahan organofosfat hingga 26% bila dilakukan dalam 30 menit dan hanya 16%
bila dilakukan 1 jam setelah minum bahan organofosfat. Namun, harus diwaspadai
komplikasi aspirasi (10%) dan perforasi/salah masuk (1%).
2. Arang aktif
Dapat diberikan dalam larutan secara oral, dengan dosis 1 gram/kgBB. Tindakan ini efektif
menurunkan absorpsi bahan organofosfat hingga 73% bila diberikan dalam 5 menit, 51%
bila dilakukan dalam waktu 30 menit, dan 36% bila dilakukan dalam waktu 1 jam. Perlu
diwaspadai efek samping mual, muntah, diare dan konstipasi.

Eliminasi bahan organofosfat juga dapat dilakukan dengan metode forced emesis dan
hemodialisis. Pembahasan lebih lanjut tentang tindakan eliminasi organofosfat dapat dibaca lebih
lanjut di buku EIMED BIRU PAPDI.

Terapi Farmakologis Keracuanan Organofosfat

Pada keadaan darurat, prinsip penanganan keracunan organofosfat adalah

1. Resusitasi
2. Pemberian oksigen
3. Pemberian atropin
4. Asetilkolinerase reactivator (oxime)

Atropin (iv) dapat diberikan secara infus dengan dosis 0.02-0.08 mg/kg selama 30
menit atau dosis intermiten 2 mg tiap 15 menit sampai hipersekresi terkendali. Efek
takikardia dihindari dengan pemberian diltiazem atau propranolol.

Terapi Oxime/Pralidoxime dapat diberikan dengan dosis 4 gram/hari terbagi dalam


4 dosis pemberian.

WHO membuat rekomendasi terkait penggunaan oxime (pralidoxime


chloride/obidoxime) pada penderita simptomatik yang memakai atropin. Dosis loading
diberikan 2 g oxime secara iv lambat (20 menit) dan dilanjutkan dengan 1 gram melalui
infus setiap jam.

Pengobatan lain ialah pemberian magnesium sulfate atau pemberian sodium


bicarbonate untuk melakukan alkanisasi urin dalam rangka eliminasasi bahan beracun.
Diazepam (iv) dapat diberikan bila pasien mengalami kejang atau bila terjadi delirium.

Untuk dokter di Instalasi Gawat Darurat, menguasai prosedur tatalaksana


keracunan organofosfat dengan atropin saja sudah cukup. Prinsipnya adalah membuat
atropinisasi terjadi, dan merujuk pasien ke fasilitas kesehatan dengan sarana yang lebih
lengkap.

STUDI KASUS

1. Periksa ABC (Airway-Breathing-Circulation), Posisikan pasien untuk mencegah aspirasi isi


lambung.
2. Beri oksigen dengan flow tinggi. Pertahankan oksigenasi pasien sebaik mungkin. Jika perlu
dapat dilakukan pemasangan intubasi (bila kondisi memungkinkan).
3. Pasang akses intravena, berikan 1-3 mg Atropin secara bolus. Pasang infus untuk memberikan
cairan NS. Pertahankan tekanan darah sistolik > 80 mmHg dan produksi urin > 0.5
mL/kgBB/jam
4. Catat dan evaluasi frekuensi nadi, frekuensi napas, tekanan darah, diameter pupil, keringat
dan auskultasi jalan napas ketika pertama kali diberikan atropin. Evaluasi setiap 5 menit.
5. Cek setiap parameter di atas (frekuensi nadi, frekuensi napas, tekanan darah, diameter pupil,
keringat dan auskultasi jalan napas) setalah 5 menit pemberian atropin.
6. Jika ada perbaikan klinis, dosis atropin dapat dikurangi hingga didapatkan atropinisasi.
Namun, jika tidak didapatkan perbaikan atropin dapat diberikan setiap 5-15 menit.
7. Stabilisasi hemodinamik pasien dan rujuk ke fasilitas kesehatan dengan sarana yang lebih
lengkap

Anda mungkin juga menyukai