Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN TUTORIAL

BLOK KARDIOVASKULAR SKENARIO II


KENAPA JANTUNG SAYA DEG-DEGAN DOK?

KELOMPOK IX
AGUMILAR BAGUS B

G0013009

AMAZIA AURORA

G0013023

ANINDYA TAMA TEDJA DIPUTRI

G0013031

AYATI JAUHAROTUN NAFISAH

G0013051

DEVITA YUNIEKE PUTRI

G0013073

FARAH AMANI

G0013089

IVANDER KENT KURNIAWAN

G0013123

LIVILIA MIFACHUL KARIMAH

G0013139

MUHAMMAD MUSTHAFA H

G0013159

NURUL FADILAH

G0013183

VICTORIA HUSADANI PERMATA S

G0013229

TUTOR :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2015
1

BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO :

KENAPA JANTUNG SAYA DEG-DEGAN DOK?


Seorang laki-laki berusia 25 tahun dating ke puskesmas dengan keluhan berdebardebar. Berdebar-debar dirasakan sejak 1 jam yang lalu. Tidak merasakan sesaknafas. Pasien
juga mengeluh sering merasakan nyeri pada sendi yang berpindah-pindah. Sebelumnya
pernah mengalami penyakit serupa beberapa tahun yang lalu, sejak kecil sering batuk pilek
dan cepat lelah,bibir tidak tampak kebiruan. Nafsu makan sedikit terganggu dan menurut
ibunya anak tersebut lahir prematur.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan data: tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi
140x/menit, irregular. Pada inspeksi dinding dada tidak tampak barrel chest. Pada palpasi
ictus cordis teraba di SIC VI 2cm lateral linea medioclavicularis kiri, tidak teraba thrill.
Pada perkusi batas jantung kiri tidak teraba thrill. Pada perkusi batas jantung kiri di SIC VI
2 cm lateral linea medioclavicularis kiri. Pada auskultasi jantung terdengar sistolik murmur
dengan punctum maximum di SIC VI linea axilaris anterior kiri. Pada extremitas tidak ada
bengkak, tidak terlihat jari-jari tabuh maupun sianosis.
Pemeriksaan hematologi rutin normal. Pemeriksaan ECG menunjukkan irama atrial
fibrilasi dengan HR 100x/menit, LAD, LVH, LAH. Pemeriksaan foto Thorax PA CTR 0.60,
apex bergeser ke lateral bawah. Kemudian dokter puskesmas merujuk pasien tersebut pada
dokter spesialis jantung.
Apa yang sesungguhnya terjadi pada pasien tersebut?

BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA


Langkah I : Membaca scenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam
skenario.
Dalam skenario kedua ini kami mengklarifikasi beberapa istilah sebagai berikut:
1. Barrel Chest: bentuk dada tong. Tanda: sternum terdorong kedepan. Contoh pada
emfisema.
2. Punctum maximum: lokasi bising jantung paling keras pada auskultasi.
3. Batas jantung kiri: SIC V, 1 jari ke medial dari linea midclavicularis sinistra sampai SIC
II linea parasternalis sinistra, dibentuk oleh auricular atrium sinistra dan ventriculus
sinistra.
4. Jari tabuh: kelainan bentuk jari dan kuku tangan yang menjadikan jari tangan dan kaki
membulat yang berkaitan dengan penyakit jantung dan paru-paru. Penyebabnya adalah
penambahan jaringan ikat pada bagian jaringan lunak di dasar kuku yang berkaitan dengan
kekurangan oksigen/hipoksia kronik.
5. Atrial Fibrilasi: irama jantung aritmis, biasanya atrium, ditandai dengan kontraksi lebih
cepat dari normal sehingga ventrikel tidak bisa memompa darah ke pulmo atau seluruh
tubuh karena ventrikel kontaksinya ireguler. Gejalanya: palpitasi, sesak nafas, sulit
olahraga, nyeri dada pusing/pingsan, bingung dan kelelahan.
6. Sistolik murmur: suara tambahan jantung yang terdengar pada fase sistolik dan akan jadi
turbulensi karena stenosis/regurgitasi mitral (terjadi karenaa danya perbedaan tekanan
antar ruang jantung.
7. LAD (Left Axis Deviation) : pergeseran axis jantung karena pembesaran atrium dan
ventrikel kiri
LVH (Left Ventrikel Hipertrofi) : ventrikel kiri jantung membesar, terjadi pada hipertensi,
terganggunya proses diastole.

LAH (Left Atrium Hipertrofi) : atrium kiri jantung membesar, akan menggangu terjadinya
proses systole
8. Sianosis: warna kebiruan pada kulit dan selaput lendir yang terjadi akibat peningkatan
jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak terikat oleh oksigen). Biasanya tidak diketahui
sebelum jumlah absolute Hbtereduksi mencapai 5 gram per 100 ml atau lebih pada
seseorang dengan konsentrasi Hb normal (saturasi oksigen <90%). Normal Hb tereduksi
dalam jaringan kapiler 2,5 gram per 100 ml. Pada orang dengan konsentrasi Hb yang
normal sianosis akan pertama kali terdeteksi pada saturasi oksigen kira-kira 75% dan PaO2
50mmHg atau kurang.
Sianosis sentral : insufisiensi oksigenasi Hb dalam paru, paling mudah diketahui pada
wajah, bibir, cuping telinga, bagian bawah lidah.
Sianosisperifer : bila aliran darah banyak berkurang dengan menurunkan saturasi darah
vena, dan akan menyebabkan suatu daerah menjadi biru. Pada insufisiensi jantung,
sumbatan pada aliran darah, vasokonstriksi pembuluh darah.

Langkah II : Menentukan/mendefinisikan permasalahan


1.

Apa hubungan usia dan jenis kelamin pasien dengan keluhan (epidemiologi)

2. Mengapa pasien :
a. Jantung berdebar
b. Tidak sesak napas
c. Nyeri sendi berpindah
3. Hubungan RPS (pernah mengalami penyakit serupa) dan RPD (sekarang batuk

pilek, cepat lelah, bibir tidak biru)


4. Hubungan keluhan dengan lahir prematur
5. Interpretasi pemeriksaan fisik

6. Pemeriksaan lanjutan dan pemeriksaan hematologi yang perlu dilakukan


7. Interpretasi pemeriksaan EKG dan photo thorax, indikasi dan kontraindikasinya

8. Diagnosis dan diagnosis banding kasus skenario

Langkah

III: Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan sementara

mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)


1

Apa hubungan usia dan jenis kelamin pasien dengan keluhan (epidemiologi,
etiologi, patogenesis, patofisiologi)
Pada kasus ini, kami mencurigai bahwa pasien mengalami penyakit jantung rematik.
Maka pada pembahasan ini kami sedikit mengulas tentang penyakit jantung rematik.
Demam Reumatik
a Definisi Demam Reumatik
Demam reumatik merupakan penyakit autoimun yang menyerang
multisistem akibat infeksi dari Streptococcus -hemoliticus grup A pada faring
(faringitis) yang biasanya menyerang anak dan dewasa muda. Demam reumatik
menyebabkan peradangan yang biasanya terjadi pada jantung, kulit dan jaringan
ikat.
b Epidemiologi
Angka kesakitan Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (PJPD) di Amerika
Serikat pada tahun 1996, dilaporkan hamper mencapai 60 juta penderita, dimana
1,8 juta di antaranya menderita PJR. (Ulfah A., 2000) Statistik rumah sakit di
Negara berkembang pada tahun 1992 menunjukkan sekitar 10%-35% dari
penderita penyakit jantung yang masuk ke rumah sakit adalah penderita DR dan
PJR (Afif A., 2008).
Insidens PJR tertinggi dilaporkan terjadi pada suku Samoan di Kepulauan
Hawaii sebesar 206 penderita per 100.000 penduduk pada periode tahun 19801984. (Boestan I.N., 2007) Prevalens PJR di Ethiopia (Addis Ababa) tahun 1999
adalah 6,4 per 100.000 penduduk pada kelompok usia 5-15 tahun (Asdie A.H.,
2000) Dari klasifikasi PJR, yakni stenosis mitral, ditemukan perempuan lebih
sering terkena daripada laki-laki dengan perbandingan 7:1 (Chandrasoma P, 2006).

Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober1 November


2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000
penduduk di negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang
dan di daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000. Diperkirakan sekitar
2000-332.000 yang meninggal diseluruh dunia karena penyakit tersebut. Angka
disabilitas pertahun (The disability-adjusted life years (DALYs)1 lost) akibat PJR
diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 di negara maju hingga 173,4 per 100.000 di
negara berkembang yang secara ekonomis sangat merugikan. Data insidens DR
yang dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada beberapa negara data yang
diperoleh hanya berupa data lokal yang terdapat pada anak sekolah. Insidens per
tahunnya cenderung menurun di negara maju, tetapi di negara berkembang tercatat
berkisar antara 1 di Amerika Tengah 150 per 100.000 di China. Sayangnya dalam
laporan WHO yang diterbitkan tahun 2004 data mengenai DR dan PJR Indonesia
c

tidak dinyatakan (Afif. A, 2008 & WHO, 2004).


Etiologi Demam Reumatik
Streptococcus adalah bakteri gram positif yang ciri khasnya berpasangan
atau membentuk rantai selama pertumbuhannya. Secara morfologi, Streptococcus
merupakan bakteri berbentuk batang atau ovoid dan tersusun seperti rantai yang
membentuk

gambaran

diplococcus.

Terdapat

sekitar

dua

puluh

spesies

Streptococcus, termasuk Streptococcus pyogenes (grup A), Streptococcus agalactie


(grup B) dan Enterococci (grup D).
Dinding sel Streptococcus mengandung protein (antigen M, R dan T) ,
karbohidrat, dan peptidoglikan. Pada Streptococcus grup A, terdapat juga pili yang
tersusun dari sebagian besar protein M yang dilapisi asam lipoteikoat. Pili ini
berperan penting dalam perlekatan Streptococcus ke sel epitel.
Banyak Streptococcus yang mampu menghemolisa sel darah merah secara
in vitro dengan berbagai derajat. Apabila Streptococcus menghemolisa sempurna
eritrosit yang ditandai dengan adanya area yang bersih atau clear zone disebut
sebagai -hemoliticus. Sedangkan apabila hemolisa eritrosit tidak sempurna dan
menghasilkan pigmen berwarna hijau disebut -hemoliticus. Dan Streptococcus
lain yang tidak mengalami hemolisa disebut -hemoliticus.

Protein M merupakan faktor virulensi utama dari Streptococcus pyogenes.


Apabila tidak ada anti bodi spesifik tipe-M, organisme ini mampu bertahan
d

terhadap proses fagositosis oleh polimorfonuclear.


Patogenesis Demam Reumatik
Terdapat tiga hal yang berperan penting dalam terjadinya demam reumatik,
yaitu agen penyebab penyakit yakni Streptococcus -hemoliticus grup A, host
(manusia) dan faktor lingkungan.
Streptococcus akan menyerang sistem pernafasan atas dan akan melekat
pada jaringan faring. Adanya protein M menyebabkan organisme ini mampu
menghambat fagositosis sehingga bakteri ini dapat bertahan pada faring selama 2
minggu, sampai anti bodi spesifik terhadap Streptococcus selesai dibentuk.
Protein M, faktor virulen yang terdapat pada dinding sel Streptococcus,
secara immunologi memiliki kemiripan dengan struktur protein yang terdapat
dalam tubuh manusia seperti miokardium (miosin dan tropomiosin), katup
jantung (laminin), sinovial (vimentin), kulit (keratin) juga subtalamus dan
nucleus caudatus yang terdapat di otak. Adanya kemiripan pada struktur molekul
inilah yang mendasari terjadinya respon autoimu pada demam reumatik. Kelainan
respon ini didasarkan pada reaktivitas silang antara protein M Streptococcus
dengan jaringan manusia yang akan mengaktivasi sel limfosit B dan T. Sel T yang
telah teraktivasi akan menghasilkan sitokin dan antibodi spesifik yang secara
langsung menyerang protein tubuh manusia yang mirip dengan antigen

Streptococcus.
e Manifestasi Klinis Demam Reumatik
Manifestasi Mayor Demam Reumatik
1 Karditis
Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada demam reumatik akut
dan menyebabkan mortalitas paling seing selama stadium akut penyakit. 4060% pasien demam reumatik akut berkembang menjadi penyakit jantung
reumatik. Karditis mempunyai gejala non-spesifik meliputi mudah lelah,
anoreksia, demam ringan, mengeluh nafas pendekm nyeri dada dan athralgia.
Pemeriksaan dasar, termasuk elektrokardiografi dan ekokardiografi harus
selalu dilakukan.

Miokardium, endokardium dan perikardium juga sering terlibat dalam karditis.


Dapat salah satu saja, seperti endokarditis, miokarditis, dan perikarditis.
Endokarditis dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada daun
katup yang menyebabkan terdengarnya bising yang berubah-ubah. Ini
menandakan bahwa kelainan yang ditimbulkan pada katup belum menetap.
Miokarditis ditandai oleh adanya pembesaran jantung dan tanda-tanda gagal
jantung. Sedangkan perikarditis adalah nyeri pada perikardial. Bila mengenai
ketiga lapisan sekaligus disebut pankarditis. Gejala dini karditis adalah rasa
lelah, pucat, tidak bergairah, dan anak tampak sakit meskipun belum ada
gejala-gejala spesifik. Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada
DR Akut, dan dapat menyebabkan kematian selama stadium akut penyakit.
Pada auskultasi juga sering dijumpai adanya bising gesek yang terjadi akibat
peradangan pada perikardium parietal dan visceral. Bising gesek ini dapat
didengar saat sistolik maupun diastolik.
Diagnosa karditis ditegakkan dengan menemukan 1 dari 4 kriteria di bawah ini

:
-

Bising jantung organik. Pemeriksaan ekokardiografi yang menunjukkan

adanya insufisiensi aorta atau insufisiensi mitral saja.


Perikarditis (bising gesek, efusi perikardium, nyeri dada dan perubahan

pada EKG)
- Kardiomegali pada foto thoraks
- Gagal jantung kongestif
Arthritis
Merupakan manifestasi yang paling sering ditemukan pada demam reumatik,
terjadi pada sekitar 70% pasien demam reumatik. Arthritis menunjukkan
adanya radang sendi aktif yang ditandai nyeri hebat, bengkak, eritema dan
demam. Nyeri saat istirahat yang menghebat pada gerakan aktif dan pasif
merupakan tanda khas. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi-sendi
besar sperti sendi lutut, pergelangan kaki, siku dan pergelangan tangan.
Arthritis bersifat asimetris dan berpindah-pindah (poliarthritis migrans).
Peradangan sendi ini dapat sembuh spontan beberapa jam sesudah serangan,

namun muncul pada sendi yang lain.


Chorea sydenham
8

Chorea sydenham terjadi pada 13-34% kasus demam reumatik dan dua kali
lebih sering terjadi pada perempuan. Manifestasi ini mencerminkan
keterlibatan proses radang pada susunan saraf pusat, ganglia basal dan nucleus
caudatus otak.
Periode laten dari chorea sydenham ini cukup lama, sekitar 3 minggu sampai 3
bulan setelah infeksi Streptokokkus dan pada waktu seluruh manifestasi DR
lainnya mereda.. Gejala awal biasanya emosi yang labil dan iritabilitas. Lalu
diikuti dengan gerakan tidak sengaja, tidak bertujuan dan inkoordinasi
muskular. Semua otot dapat terkena, namun otot wajah dan ekstremitas adalah
4

yang paling mencolok.


Eritema marginatum
Merupakan ruam khas pada demam reumatik yang terjadi kueang dari 10%
kasus. Ruam ini tidak gatal, makular, berwarna merah jambu atau kemerahan
dengan tepi eritema yang menjalar dari satu bagian ke bagian lain. Lesi ini
berdiameter sekitar 2,5 cm dengan bagian tengan yang terlihat lebih pucat,
muncul paling sering pada batang tubuh dan tungkai proksimal namun tidak

melibatkan wajah.
Manifestasi Minor Demam Reumatik
Demam hampir selalu terjadi pada poliarthritis reumatik. Suhunya jarang
mencapai 40 derajat Celciuss dan biasanya kembali normal dalam waktu 2-3
minggu walau tanpa pengobatan.
Nyeri abdomen dapat terjadi pada demam reumatik akut denngan gagal jantung
oleh karena distensi hati. Anoreksia, mual dan muntah juga sering muncul.
Pada penderita yang belum diobati, biakan usapan faring sering positif bakteri
Streptococcus hemoliticus. Titer anti streptolisin-O (ASTO) akan meningkat.
Kadar antibodi akan mencapai puncak sekitar satu bulan pasca infeksi dan
menurun sampai normal setelah sekitar 2 tahun. Laju endap darah juga hampir
selalu meningkat.
Pada pemeriksaan EKG, sering menunjukkan sinus takikardia, namun terkadang
dapat dijumpai normal. Pemanjangan interval P-R terjadi pada 28-40% pasien.

Hubungan keluhan pasien dengan lahir prematur

Hubungan antara kelahiran bayi prematur dan kelainan jantung kongenital,


terdapat angka prevalensi yang cukup tinggi bahwa bayi yang lahir prematur lebih
sering menderita kelainan jantung bawaan daripada bayi yang lahir tidak prematur.
Seorang anak yang dilahirkan sebagai bayi prematur memang sering kali
bermasalah dengan kesehatan tubuhnya. Banyak faktor yang mendasari hal tersebut
misalnya sistem imun yang belum sempurna atau keadaan organ-organ tubuh yang
dapat diibaratkan belum siap pakai. Salah satu yang cukup sering bermasalah
pada bayi prematur adalah pada organ jantung. Manifestasi klinik yang dirasakan
bisa muncul pada saat masih kecil saja, besar saja atau bahkan sepanjang
kehidupannya. Kelainan pada jantung yang dialami dapat berupa penyakit jantung
bawaan (PJB) atau penyakit jantung didapat. Penyakit jantung bawaan dapat
bersifat sianotik (tetralogi of fallot, dextroposisi aorta, atresia pulmonal, dll) dan
non-sianotik Ventricle Septal Defect (VSD), defect septum atrioventriculare, Patent
Ductus arteriosus (PDA), dll). Mengingat sangat pentingnya pengetahuan mengenai
PJB

tersebut,

maka

dalam

laporan

ini

akan

dibahas

mengenai

PJB,

khususnya Ventricle Septal Defect (VSD).

Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan


sementara mengenai permasalahan pada langkah III
Pasienlaki-lakiusia25tahun

eberapa tahun lalu, serjak


Anamnesis
kecil sering batuk pilek, cepat lelah, bibir tidk tampak kebiruan,PemeriksaanFisik
nafsu makan sedikit terganggu,
Keluhanutama:
TD 120/80 mmHg
Pemeriksaan lab & penunjang
Berdebar-debar sejak 1 jam lalu
Nadi 140x/menit ireguler
Tidak sesak napas
Inspeksi tidak tampak barrel chest
Sering nyeri sendi berpindah
Palpasi iktus cordissic VI 2 cm lateral ln. midclavicularis s

Perkusi batas jantung kiri sic VI 2 cm lateral ln. midclavicular


Auskultasi sistolik murmur punctum maximum sic VI ln. axillaris a
Hematologi rutin normal
ECG atrial fibrilasi, HR 100x/menit,
CTR
LAD,
0.60
LVH,
apex
LAHgeser ke lateral bawah
Tidak ada edema extremitas, tidak terlihat clubbing finger &

DD & Dx

10
Dirujuk ke Sp.JP

Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran


1

Mengapa pasien :
a. Jantung berdebar
b. Tidak sesak napas
c. Nyeri sendi berpindah

Hubungan RPS (pernah mengalami penyakit serupa) dan RPD (sekarang batuk pilek,
cepat lelah, bibir tidak biru)

Interpretasi pemeriksaan fisik

4.

Pemeriksaan lanjutan dan pemeriksaan hematologi yang perlu dilakukan

Interpretasi pemeriksaan EKG dan photo thorax

Diagnosis dan diagnosis banding kasus skenario

Mengapa pasien dirujuk

Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru

11

Langkah VII : Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh
1

Mengapa pasien :
d. Jantung berdebar
e. Tidak sesak napas
f.

Nyeri sendi berpindah

Penjelasan :
a. Jantung berdebar
Pada penderita yang mengalami demam reumatik dapat timbul jaringan
fibrosa pada katup jantungnya sehingga terjadi stenosis katup jantung, terutama
yang paling sering terjadi adalah pada katup mitral. Terjadinya stenosis pada katup
mitral jantung, akan menyebabkan katup tersebut akan kehilangan elastisitasnya
dan akan sulit membuka pada saat fase diastolik yaitu proses pengisian ventrikel
dari atrium.
Manifestasi klinis yang timbul pada pasien merupakan mekanisme
kompensasi. Jantung berdebar atau takikardia ini akan mengurangi lama diastolik.
Takikardia yang terjadi menyebabkan lama pengisian ventrikel menurun, curah
jantung berkurang dan kongesti paru meningkat.
Demam rematik akut memiliki gejala dan tanda yang tidak khas, dapat
berupa demam, arthritis yang berpindah-pindah, artralgia, ruam kulit, korea dan
takikardia. Takikardi merupakan sebuah keadaan ketika kecepatan denyut jantung
melebihi 100 denyut per menit. Demam rematik akut merapakan sekuele faringitis
akibat streptokokus B hemolitikus grup A. Faringitis atau sakit tenggorokan
merupakan perasaan tidak enak, nyeri pada tenggorokan. Kadang menyebabkan
sakit atau bengkak dan disebabkan karena flu atau pilek. Biasanya dijumpai pada
masa anak dan awal masa remaja. Katup jantung adalah salah satu jaringan yang
paling rentan dalam hal ini. Di sepanjang tepi-tepi yang meradang di katup jantung
yang terkena terbentuk lesi-lesi besar hemoragik fibrosa, menyebabkan katup

12

menjadi kaku, menebal, dan terbentuk jaringan parut. Insiden tertinggi pada katup
mitral kemudian katup aorta. Dua perubahan hemodinamik yang disebabkan oleh
kerja kurang dapat ditoleransi pada stenosis mitralis, yaitu : takikardi dan
peningkatan atrium kiri. Takikardi menyebabkan lama pengisian ventrikel
menurun, curah jantung berkurang, dan kongesti paru- paru meningkat.
b. Tidak sesak napas
Pada pasien tidak terjadi sesak napas, hal ini menunjukkan bahwa pada
pasien belum terjadi kongesti paru yang berarti.
Proses terjadinya kongesti paru, memiliki hubungan dengan terjadinya
stenosis pada katup mitral. Adanya stenosis katup mitral, menyebabkan atrium
berkontraksi lebih kuat untuk mengalirkan darah ke ventrikel. Dengan
meningkatnya kontraksi pada atrium, menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan di dalam atrium, sehingga berdampak terjadinya kongesti pada paru.
Akumulasi darah pada paru menyebabkan pasien merasakan sesak napas, dispnea.
c. Nyeri pada persendian yang berpindah-pindah
Hal ini menunjukkan terjadi reaksi silang pada antibodi spesifik yang telah
dibentuk oleh tubuh. Antibodi yang terbentuk bereaksi dengan jaringan tubuh yang
memiliki kemiripan struktur dengan bakteri Streptococcus sp. salah satunya adalah
cairan sinovial yang terdapat pada persendian. Terjadinya reaksi silang ini memicu
terjadinya reaksi peradangan dimana pada pasien dirasakan sebagai rasa nyeri pada
persendian yang berpindah-pindah.
2 Hubungan RPS (pernah mengalami penyakit serupa) dan RPD (sekarang batuk

pilek, cepat lelah, bibir tidak biru)


Pada skenario ini, selain menduga pasien mengalami penyakit jantung rematik,
kami juga menduga pasien mengalami penyakit jantung bawaan. Hal ini didasarkan
pada hasil anamnesis pasien sering mengalami batuk pilek, cepat lelah, mempunyai
riwayat lahir prematur, bila menangis bibir tidak tampak kebiruan, napsu makan sedikit
terganggu, tumbuh kembang masih dalam batas normal.
Pada penyakit ASD Primer, sesak napas dan rasa capek sering merupakan keluhan
awal, demikian juga pula dengan infeksi napas yang berulang. Hal ini hampir sama

13

seperti keluhan pasien skenario ini, akan tetapi pada penyakit ini pemeriksaan fisik
akan didapatkan splitting bunyi jantung II (walaupun tidak selalu ada), bising sistolik
tipe injeksi pada daerah pulmonal, bising mid diastolik pada daerah trikuspid, pada
pemeriksaan EKG menunjukkan axis ke kanan (menunjukkan adanya pembesaran
atrium dan ventrikel kanan). Pembesaran ruang jantung kiri (ventrikel dan atrium kiri)
akan terjadi apabila derajat penyakit sudah parah.
Kelainan Insufisiensi Mitral (Mitral Regurgitation) mempunyai bising yang khas
yang merupakan tanda utama kelainan ini, yaitu bising holosistolik/pansistolik yang
meliputi bunyi jantung I sampai bunyi jantung II, murmur ini biasanya bersifat blowing
akan tetapi juga bisa bersifat kasar. Punctum maximum bising tersebut terdengar di
apeks dan menjalar ke aksila. Hal ini sama dengan hasil pemeriksaan fisik di skenario
dimana punctum maximum di SIC VI linea axillaris anterior kiri, namun bunyi murmur
nya berbeda.
Penderita VSD dengan aliran pirau yang besar biasanya terlihat takipneu, aktivitas
ventrikel yang meningkat dan dapat teraba thrill sistolik, komponen pulmonal bunyi
jantung kedua mengeras bila telah terjadi hipertensi pulmonal. Pada pemeriksaan
auskultasi akan terdengar bising pansistolik/holosistolik yang terdengar keras (punctum
maximum) di SIC III-IV parasternal kiri yang menyebar sepanjang parasternal dan
apeks.
Berdasarkan hal-hal tersebut, kami mencurigai pasien memiliki riwayat penyakit
jantung bawaan yang gambaran klinisnya mirip seperti keadaan sekarang. Adanya
penyakit jantung bawaan tersebut juga menyebabkan pasien mudah terkena infeksi.
Ketika sudah dewasa pasien terkena infeksi Streptococcus -hemoliticus grup A yang
kemudian berlanjut menjadi penyakit jantung rematik dan memperparah penyakit
jantung bawaan yang pasien miliki.
3 Interpretasi pemeriksaan fisik

a. Tekanan darah 120/80 mmHg = Normal


b. Denyut nadi 140x/menit = Takikardi (N : 60-100x/menit)
c. Inspeksi tidak ditemukan barrel chest = Normal

14

d. Palpasi ictus cordis teraba di SIC VI 2 cm lateral linea medioclavicularis sinistra =


Abnormal, kemungkinan terdapat hipertrofi ventriculus cordis sinister yang
menyebabkan apeks (ictus cordis) bergeser ke arah caudo-ventro-lateral. (N : ictus
cordis teraba di SIC V 1 cm medial linea medioclavicularis sinistra).
e. Auskultasi jantung terdengar bunyi sistolik murmur = Abnormal. Suatu murmur
yang terjadi antara bunyi jantung I dan II ( lub-murmur-dup, lub-murur-dup )
mengisyaratkan murmur sistolik. Terdapat 2 macam murmur sistolik, yaitu :

Tipe ejeksi ( ejection systolic ) : timbul akibat aliran darah yang dipompakan
(ejected) melalui bagian yang menyempit dan mengisi sebagian fase sistolik,

misal : pada stenosis aorta.


Tipe pansistolik ( pansystolic ) : timbul akibat aliran balik yang melalui bagian
jantung yang masih terbuka dan mengisi seluruh fase sistolik, misal : pada
insufisiensi mitral.

f. Extremitas tidak ada bengkak = menunjukkan belum terjadinya peningkatan


tekanan hidrostatik kapiler yang salah satunya disebabkan oleh gagal jantung
kongestif dimana peningkatan tekanan vena sistemik dikombinasi dengan
peningkatan volume darah.
g. Tidak terlihat jari tabuh = kelainan bentuk jari dan kuku tangan yang berkaitan
dengan penyakit jantung dan paru-paru. Jari-jari tabuh terjadi karena adanya
hipoksia kronik atau bahkan sianosis jangka lama. Sianosis menunjukkan bahwa
kurang kadar O2. Hal ini terjadi di jari-jari sebab terdapat pembuluh perifer di
sana. Kurangnya kadar O2 di perifer khususnya di jari-jari merangsang otak untuk
mendilatasikan pembuluh darah di jari-jari. Dilatasi pembuluh darah ini bersifat
permanen yang mengakibatkan jari-jari tabuh.
h. Tidak terlihat sianosis = Normal. Sianosis dapat terjadi jika konsentrasi
hemoglobin yang tereduksi lebih dari 5g%. Normalnya, hemoglobin yang
mengalir bersama darah akan mengikat O2 sehingga hemoglobin akan teroksidasi.
Jika dalam darah terdapat kandungan CO2 maka hemoglobin disamping berikatan
dengan O2 juga akan berikatan dengan CO2. Hal inilah yang mengakibatkan

15

sianosis. Sianosis yang sering terjadi umumnya pada kuku, lidah, bibir, maupun
membran mukosa.
4

Pemeriksaan lanjutan dan pemeriksaan hematologi yang perlu dilakukan


Pemeriksaan penunjang pendukung diagnosis Demam Rematik Akut :

Kultur Apusan tenggorok, sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotic.


Teknik pengambilan sampel yang benar yaitu usapan pada kedua tonsil dan
faring posterior. Kultur ini

umumnya negative bila gejala DRA/PJR mulai

muncul.

Pemeriksaan darah meliputi :


a. Rapid test antigen streptokokus dapat mendekteksi antigen streptokukokus
grup A secara ceapt; dengan spesifitas 95% dan sensitivitas 50-90%
b. LED dan CRP meningkat pada fase akut (tanda proses inflamasi). Untuk
deteksi DRA, keduanya mempunyai sensitivitas tinggi tapi spesifitas rendah.
c. Tes antibodi streptokokus kadarnya mecapai puncak ketika gejala klinis
DRA muncul. Tes ini sangat bermanfaat bagi pasien DRA yang gejalanya
hanya chorea. Tes antibodi antistreptokokus yang biasanya digunakan adalah
d. Antistreptolisin O/ASO (titer ASO naik >333 unit pada anak-anak, dan >250
unit pada dewasa). Untuk memantau peningkatan titer ASO pemeriksaan
diualng dengan jangka waktu 2 minggu. Umumnya ASO meningkat pada
bulan pertama pasca infeksi SBHGA dan menetap untuk 3-6 bulan, sebelu
normal kembali setelah 6-12 bulan.
e. Anti-deoxyribonuclease B/ anti DNase B (nilai normal titer anti DNase B
=1:60 unit pada anak pra-sekolah dan 1:480 unit pada anak sekolah)
f.

Peningkatan streptokinase

g. Pemeriksaan patologi:
o Lesi veruka pada daun katup yang bocor
o Pada perikard terdapat eksudat fibrinosa dan serofibrinosa
o

Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan juga badan Aschoff

di

pericardium, daerah perivaskular miokardium dan endokardium.


16

5 Interpretasi pemeriksaan EKG dan photo thorax

Axis Jantung
Sesuai dengan sistem konduksi elektiknya, jantung mempunyai axis. Axis
jantung adalah arah dari konduksi elektrik jantung, yang kita cari adalah resultan dari
gaya listrik. Hal ini digunakan misalnya untuk menedeteksi hipertrofi jantung, letak
dari nodus SA, nodus AV, bundle HIS, dan serabut Purkinje berubah. Apabila letaknya
berubah maka arah resultan gayanya juga berubah. Mengetahui axis jantung
bermanfaat untuk melihat apakah ada pergeseran letak jantung. Bisa juga bergeser
karena jantung bertambah besar, atau bisa juga bergeser karena ada tumor di
mediastinum. Axis jantung yang normal adalah -30/d 110. Cara identifikasi axis ada
beberapa macam, yang pertama identifikasi axis dengan cara membentuk gambaran
resultan gaya antara Lead I dengan aVF.
Misalkan leadaVF defleksi positif (ke atas /titik R) sebanyak 5 kotak kecil dan defleksi
negatif (ke bawah /titik S) 10 kotak kecil. Jadi di leadaVF didominasi defleksi negatif
(-10 kotak )- (+5 kotak) = -5 kotak. Sedangkan di lead I misalkan defleksi positif 11
kotak kecil dan defleksi negatif 2 kotak kecil. Jadi di lead I dominasinya defleksi
positif ---> (+11 kotak) - (2 kotak) = + 9mm. Setelah itu, buat garis pada kotak strimin
untuk menentukan resultan gayanya
5 kotak kearah negatif leadaVF, dan 9 kotak kearah positif lead I. Setelah itu tentukan
titik pertemuan kedua lead tersebut, kemudian hubungkan titik pertemuan itu dengan
titik pusat. Terus carilah sudutnya menggunakan busur derajat.
Cara identifikasi axis yang lain adalah sebagai berikut:
1. Pertama carilah dulu lead yang isoelektrik (R/S = 1).
2. Jika tidak ada lead yang isoelektrik, maka carilah yang paling mendekati.
3. Kemudian carilah lead yang tegak lurus dengan lead tersebut.
4. Karena kemungkinan ada dua lead yang tegak lurus dengan leadisoelektrik, maka
harus dipilih yang paling sesuai dengan arah gaya kompleks QRS.

17

Left Ventricular Hipertrophy (LVH)


Berikut ini merupakan beberapa criteria untuk penegakan diagnosis dari LVH

Kriteria lead precordial


S pada V1 + R pada V6 36 kotak kecil
S pada V2 + R pada V6 35 kotak kecil
R pada V5 + R pada V6 27 kotak kecil

Kriteria lead ekstremitas


R di aVL 11 kotak kecil, atau jika ada LAD, R di aVL 18 kotak kecil
R di lead I + S di lead III > 25 kotak kecil
R di aVF> 20 kotak kecil S di aVR> 14 kotak kecil

Kriteria CORNELL
S di V3 + R di aVL> 28 kotak kecil (pada laki-laki)
S di V3 + R di aVL> 20 kotak kecil (pada perempuan)
Adanya left atrial enlargement

Right Ventricular Hipertrophy (RVH)


Berikut ini merupakan beberapa kriteria untuk penegakan diagnosis RVH:

Kriteria lead
R di V1 + S di V5 (atau V6) 10 kotak kecil
Rasio R/S di V1 > 1 kotak kecil atau rasio R/S di V6 > 1 kotak kecil
R di V5 atau V6 < 5 kotak kecil S di V5 atau V6 > 7 kotak kecil

Kriteria khusus pada lead V1


Rasio R/S > 1 dan ada gelombang T negative R > 7 kotak kecil, atau S < 2 kotak
kecil,
Adanya rightaxisdeviation (RAD)
Adanya ST depresi dan inverse dari gelombang T pada V1

Pembesaran Atrium / Right Atrial Enlargement (RAE)


Kriteria untuk penegakan diagnosis:

18

Adanya P pulmonale (lancip), bias terlihat di lead II pada gambar di atas

Amplitudo gelombang P > 2,5 kotak kecil di Lead II dan atau > 1,5 kotak kecil di
V1

Adanya RAD

Adanya morfologi QR, Qr, qR, atau qRS pada lead V1 (tanpa adanya penyakit
jantung koroner)

Voltase QRS di V1 < 5 kotak kecil dan rasio voltase V2/V1 > 6

Left Atrial Enlargement (LAE)


Kriteria penegakkan diagnosis:

Durasi gelombang P 4 kotak kecil pada lead II

Terdapat gelombang p mitrale (ganda seperti huruf M)

Terdapat gelombang P notch(seperti anak panah)

Gelombang P negatif (P terminal) di lead V1

Left Atrial Hypertrophy (LAH)


1. HIPERTROFI ATRIM KANAN
Ditandai dengan gel P pulmonal : gel P yang lancip dan tinggi, paling jelas di lead
I dan II
2. HIPERTROFI ATRIUM KIRI
Ditandai dengan gelombang P mitral: gel P yang lebar dan berlekuk, paling jelas di
lead I dan II
6 Diagnosis dan diagnosis banding kasus skenario

A. Demam Rematik
Demam rematik disebabkan oleh infeksi grup A streptococcus beta
haemolyticus yang biasanya akan timbul sebagai caries dentis atau infeksi
tenggorokan. Faktor faktor yang mendukung terjadinya demam rematik antara lain
adalah:

Gizi buruk

19

Higiene dan sanitasi rendah

Tingkat hunian rumah padat

Sosial ekonomi yang rendah

Usia 5 15 tahun

Penegakan diagnosis dari demam rematik dilakukan apabila memenuhi syarat


berupa 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor. Adapun
kriteria mayor dari demam rematik adalah:

Karditis (perikarditis, miokarditis, ataupun epikarditis)

Poliartritis migrains

Chorea sidenham

Eritema marginatum

Subkutaneus nodul

Sedangkan kriteria minor dari demam rematik terdiri dari:

Demam

Artralgia

Riwayat demam rematik sebelumnya

PR interval memanjang

Anemia

Lekositosis

LED meningkat

CRP positif

Etiologi Demam Reumatik

Streptococcus adalah bakteri gram positif yang ciri khasnya berpasangan atau
membentuk rantai selama pertumbuhannya. Secara morfologi, Streptococcus
merupakan bakteri berbentuk batang atau ovoid dan tersusun seperti rantai
yang membentuk gambaran diplococcus. Terdapat sekitar dua puluh spesies
Streptococcus, termasuk Streptococcus pyogenes (grup A), Streptococcus
20

agalactie (grup B) dan Enterococci (grup D).

Dinding sel Streptococcus mengandung protein (antigen M, R dan T) ,


karbohidrat, dan peptidoglikan. Pada Streptococcus grup A, terdapat juga pili
yang tersusun dari sebagian besar protein M yang dilapisi asam lipoteikoat.
Pili ini berperan penting dalam perlekatan Streptococcus ke sel epitel.

Banyak Streptococcus yang mampu menghemolisa sel darah merah secara in


vitro dengan berbagai derajat. Apabila Streptococcus menghemolisa sempurna
eritrosit yang ditandai dengan adanya area yang bersih atau clear zone disebut
sebagai -hemoliticus. Sedangkan apabila hemolisa eritrosit tidak sempurna
dan menghasilkan pigmen berwarna hijau disebut -hemoliticus. Dan
Streptococcus lain yang tidak mengalami hemolisa disebut -hemoliticus.

Protein M merupakan faktor virulensi utama dari Streptococcus pyogenes.


Apabila tidak ada anti bodi spesifik tipe-M, organisme ini mampu bertahan
terhadap proses fagositosis oleh polimorfonuclear.

Patogenesis Demam Reumatik

Terdapat tiga hal yang berperan penting dalam terjadinya demam reumatik,
yaitu agen penyebab penyakit yakni Streptococcus -hemoliticus grup A, host
(manusia) dan faktor lingkungan.

a. Streptococcus akan menyerang sistem pernafasan atas dan akan melekat pada
jaringan faring. Adanya protein M menyebabkan organisme ini mampu
menghambat fagositosis sehingga bakteri ini dapat bertahan pada faring
selama 2 minggu, sampai anti bodi spesifik terhadap Streptococcus selesai
dibentuk.
b. Protein M, faktor virulen yang terdapat pada dinding sel Streptococcus, secara
immunologi memiliki kemiripan dengan struktur protein yang terdapat dalam
tubuh manusia seperti miokardium (miosin dan tropomiosin), katup
jantung (laminin), sinovial (vimentin), kuliy (keratin) juga subtalamus dan
nucleus caudatus yang terdapat di otak. Adanya kemiripan pada struktur
molekul inilah yang mendasari terjadinya respon autoimu pada demam
reumatik. Kelainan respon ini didasarkan pada reaktivitas silang antara protein
21

M Streptococcus dengan jaringan manusia yang akan mengaktivasi sel


limfosit B dan T. Sel T yang telah teraktivasi akan menghasilkan sitokin dan
antibodi spesifik yang secara langsung menyerang protein tubuh manusia
yang mirip dengan antigen Streptococcus.
Manifestasi Klinis Demam Reumatik
Manifestasi Mayor Demam Reumatik
Karditis
Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada demam reumatik
akut dan menyebabkan mortalitas paling seing selama stadium akut penyakit.
40-60% pasien demam reumatik akut berkembang menjadi penyakit jantung
reumatik. Karditis mempunyai gejala non-spesifik meliputi mudah lelah,
anoreksia, demam ringan, mengeluh nafas pendekm nyeri dada dan athralgia.
Pemeriksaan dasar, termasuk elektrokardiografi dan ekokardiografi harus
selalu dilakukan.
Miokardium, endokardium dan perikardium juga sering terlibat dalam
karditis. Miokarditis biasanya terjadi dengan adanya takikardia, pembesaran
jantung dan adanya tanda gagal jantung. Perikarditis sering dialami dengan
adanya nyeri pada jantung dan nyeri tekan. Pada auskultasi juga sering
dijumpai adanya bising gesek yang terjadi akibat peradangan pada
perikardium parietal dan visceral. Bising gesek ini dapat didengar saat sistolik
maupun diastolik.
Diagnosa karditis ditegakkan dengan menemukan 1 dari 4 kriteria di
bawah ini :

Bising jantung organik. Pemeriksaan ekokardiografi yang menunjukkan


adanya insufisiensi aorta atau insufisiensi mitral saja.

Perikarditis (bising gesek, efusi perikardium, nyeri dada dan perubahan


pada EKG)

Kardiomegali pada foto thoraks

Gagal jantung kongestif

22

Arthritis
Merupakan manifestasi yang paling sering ditemukan pada demam
reumatik, terjadi pada sekitar 70% pasien demam reumatik. Arthritis
menunjukkan adanya radang sendi aktif yang ditandai nyeri hebat, bengkak,
eritema dan demam. Nyeri saat istirahat yang menghebat pada gerakan aktif
dan pasif merupakan tanda khas. Sendi yang paling sering terkena adalah
sendi-sendi besar sperti sendi lutut, pergelangan kaki, siku dan pergelangan
tangan. Arthritis bersifat asimetris dan berpindah-pindah (poliarthritis
migrans). Peradangan sendi ini dapat sembuh spontan beberapa jam sesudah
serangan, namun muncul pada sendi yang lain.
Korea sydenham
Korea sydenham terjadi pada 13-34% kasus demam reumatik dan dua kali
lebih sering terjadi pada perempuan. Manifestasi ini mencerminkan
keterlibatan proses radang pada susunan saraf pusat, ganglia basal dan nucleus
caudatus otak.
Periode laten dari korea sydenham ini cukup lama, sekitar 3 minggu
sampai 3 bulan dari terjadinya demam reumatik. Gejala awal biasanya emosi
yang labil dan iritabilitas. Lalu diikuti dengan gerakan tidak sengaja, tidak
bertujuan dan inkoordinasi muskular. Semua otot dapat terkena, namun otot
wajah dan ekstremitas adalah yang paling mencolok.
Eritema marginatum
Merupakan ruam khas pada demam reumatik yang terjadi kueang dari
10% kasus. Ruam ini tidak gatal, makular, berwarna merah jambu atau
kemerahan dengan tepi eritema yang menjalar dari satu bagian ke bagian lain.
Lesi ini berdiameter sekitar 2,5 cm dengan bagian tengan yang terlihat lebih
pucat, muncul paling sering pada batang tubuh dan tungkai proksimal namun
tidak melibatkan wajah.
Manifestasi Minor Demam Reumatik
o Demam hampir selalu terjadi pada poliarthritis reumatik. Suhunya jarang
mencapai 40 derajat Celciuss dan biasanya kembali normal dalam waktu 2-3
23

minggu walau tanpa pengobatan.


o Nyeri abdomen dapat terjadi pada demam reumatik akut denngan gagal
jantung oleh karena distensi hati. Anoreksia, mual dan muntah juga sering
muncul.
o Pada penderita yang belum diobati, biakan usapan faring sering positif bakteri
Streptococcus hemoliticus. Titer anti streptolisin-O (ASTO) akan meningkat.
Kadar antibodi akan mencapai puncak sekitar satu bulan pasca infeksi dan
menurun sampai normal setelah sekitar 2 tahun. Laju endap darah juga hampir
selalu meningkat.
o Pada pemeriksaan EKG, sering menunjukkan sinus takikardia, namun
terkadang dapat dijumpai normal. Pemanjangan interval P-R terjadi pada 2840% pasien.
Stadium jantung rematik
1. Stadium pertama : berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman beta
streptococcus hemoliticus grup A. Gejalanya berupa demam, batuk, rasa sakit
waktu menelan dan peradangan pada tonsil
2. Stadium kedua : disebut juga periode laten. Biasanya berjalan antara gejala
infeksi saluran nafas atas dengan gejala jantung rematik
3. Stadium ketiga : disebut juga dengan fase akut demam reumatik. Pada saat
inilah muncul gejala gejala dari demam reumatik.
4. Stadium keempat atau juga disebut dengan stadium inakftif.
B. Penyakit kelainan jantung dibagi 2 kelompok besar yaitu penyakit jantung
kongenital
(Congenital Heart DiseaseslCHD) yang ada sebelum kelahiran dan penyakit
jantung dapatan yang terjadi setelah lahir. Keparahannya bervariasi luas, 2/3
penderita menunjukkan gejala pada tiga tahun pertama kehidupan.Congenital Heart
Deseases (CHD) berhubungan dengan abnormalitas struktur jantung dan dapat
menjadi salah satu gejala dan sindrom atau abnormalitas kromosom. 70% pasien

24

dengan sindrom down mengalami CHD. CHD mengenai 8-10 kasus per 1000 anak
lahir hidup dengan gender yang seimbang. Mayoritas kasus menunjukkan bahwa
tidak ada faktor genetik tertentu sebagai penyebab, tetapi faktor yang berisiko tinggi
untuk terjadinya penyakit jantung bawaan ini diantaranya maternal rubela diabetes,
alcoholism, konsumsi obat-obatan selama hamil seperti phenitoin dan warfain.
Keparahan penyakit tergantung dari hemodinamik lesi. Gangguan aliran darah
disebabkan oleh abnormalitas struktur atau defek obstruktif yang mengakibatkan
shunting aliran darah.
Ada 2 golongan besar, yaitu sianotik dan asianotik. Karena di scenario pasien
asianotik maka kami hanya focus pada PJB asianotik. Dibagi menjadi 2 yaitu:

PJB dengan lesi atau lubang sehingga terjadi aliran pirau dari kiri ke kanan.
Misalnya VSD, ASD dan PDA.

PJB dengan lesi obstruktif tanpa aliran pirau. Misalnya Aortal stenosis, pulmonal
stenosis dan Coartatio Aorta (CoA).
VSD (Ventricular Septal Deffect)
Besarnya aliran pirau tergantung dari besarnya lubang dan tahanan vaskuler
paru. Pada bayi baru lahirdimana maturasi belum sempurna, tahanan vaskuler paru
masih tinggi akibatnya aliran pirau dari kiri ke kanan terhambat, walaupun lubang
yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 2-3 bulan dimana proses maturasi paru mulai
baik, terjadi penurunan tahanan vaskuler paru maka terjadi pirau dari kiri ke kanan.
Pada VSD yang kecil umumnya asimptomatik. Bila lubangnya sedang, keluhan
muncul saat usia 2-3 bulan saat tahanan vaskuler paru menurun. Gejalanya antara
lain bayi mengalami penurunan aktivitas fisik, tidak mampu menghisap susu dengan
kuat dan banyak serta penambahan berat badan berlangsung lambat.
ASD (Atrial Septal Deffect)
Terjadi aliran pirau dari kiri ke kanan menyebabkan aliran darah ke paru
menjadi berlebihan, sehingga beban jantung kanan bertambah. Keluhan baru

25

muncul saat usia dewasa. Pada auskultasi terdengar bunyi jantung 2 terpisah lebar.
Bila alirannya deras akan terdengar bising diastolic di SIC 4 linea parasternalis
sinistra akibat aliran deras melalui katup tricuspid.
PDA (Patent Ductus Arteriaosus)
PDA yang kecil umumnya asimptomatik dan jantung tidak membesar. Sering
ditemukan secara kebetulan dengan adanya bising yang khas seperti suara mesin
(machinery murmur) di area pulmonal yaitu SIC 2 linea parasternalis sinistra.
Penutupan PDA secara spontansegera setelah lahir sering tidak terjadi pada bayi
premature karena otot polos duktus belum terbentuk sempurna sehingga tidak
responsive terhadap vasokontriksi dan kadar PGE2 masih tinggi. Pada bayi
premature, otot polos vaskuler paru belum sempurna sehingga proses penurunan
tahanan vaskuler paru lebih cepat diabnding bayi aterm.
BAB III
KESIMPULAN
Pada skenario kedua, pasien seorang laki-laki berusia 25 tahun datang ke puskesmas
dengan keluhan berdebar-debar sejak 1 jam lalu tanpa sesak nafas. Selain itu, pasien juga
sering merakasan nyeri sendi yang berpindah-pindah. Nyeri sendi berpindah kemungkinan
diakibatkan oleh PJR Melalui anamnesis juga diperoleh riwayat penyakit dahulu pasien
bahwa sebelumnya pernah mengalami penyakit yang serupa beberapa tahun lalu, sejak
kecil sering batuk pilek dan cepat lelah, bibir pasien tidak tampak kebiruan. Nafsu makan
sedikit terganggu dan menurut ibunya anak tersebut lahir prematur. Berdasarkan keterangan
tersebut, pasien dapat dicurigai memiliki penyakit jantung bawaan (PJB).
Berdasarkan pemeriksaan fisik pasien, didapatkan tekanan darah pasien normal.
Denyut nadi 140x/menit, irregular menandakan terjadinya aritmia. Pada pasien juga tidak
terdapat barrel chest. Pada palpasi ictus cordis teraba di SIC VI 2 cm lateral linea
medioclavicularis kiri, tidak teraba thrill. Pada batas jantung kiri di SIC VI 2 cm lateral
linea medioclavicularis kiri. Pada auskultasi jantung terdengar sistolik murmur dengan
punctum maximum di SIC VI linea axillars anterior kiri. Hal ini, mengindikasikan adanya
26

gangguan pada katup mitral jantung yang menandakan adanya hipertrofi atrium ventrikel
kiri

pasien yang didukung oleh hasil pemeriksaan foto thorax yang menunjukkan

pergeseran apeks ke arah lateral bawah serta tampak LVH dan LAH pada pemeriksaan
ECG.
Pasien kemudian dirujuk ke dokter spesialis jantung untuk pemeriksaan lebih lanjut
sehingga dapat diketahui diagnosis kelainan yang dialami pasien, apakah berasal dari
penyakit jantung bawaan maupun penyakit jantung rematik

BAB IV
SARAN

Pada tutorial skenario II blok kardiovaskular , tutor kelompok A-IX berhalangan


untuk hadir dalam diskusi tutorial. Dan tidak digantikan oleh tutor pengganti pada
pertemuan pertama. Hal tersebut menyebabkan kelompok kami kurang mendapatkan
arahan saat berdiskusi sehingga terdapat beberapa hal penting yang tidak terbahas saat
pertemuan pertama.
Untuk tutorial skenario berikutnya diharapkan, tutor dapat hadir sehingga
mahasiswa bisa mendapatkan bimbingan dalam diskusi tutorial dan tujuan pembelajaran
dalam skenario berikutnya bisa dicapai dengan baik.

27

DAFTAR PUSTAKA
Hanafiah, Asikin., dkk. 1998. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Rilantono LI. 2013. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Robbins, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2013/05/pustaka_unpad_perawatan_dental_p
ada_anak.pdf
http://eprints.undip.ac.id/44522/3/BAB_II.pdf

28

Anda mungkin juga menyukai