Anda di halaman 1dari 51

WRAP UP PBL

SKENARIO III BLOK PANCA INDRA


“BERCAK MERAH & GATAL DI SELANGKANGAN”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK A-10
Ketua : Fiqa Tinfitriya Al Kasie (1102015080)
Sekertaris : Intan Setia Kartikasari (1102015099)
Anggota :
Arya Nugraha Karya (1102014040)
Karina Utari (1102014140)
Amina Nada (1102015020)
Asyifa Nurani (1102015037)
Athaya Salsabila (1102015039)
Elvira Ressa (1102015066)
Gizan Dharmawan (1102015086)

FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM


UNIVERSITAS YARSI
2016/2017
JL.Letjend Suprapto, Cempaka Putih Jakarta 10510
Telp (021) 4244574 Fax (021) 4244574
SKENARIO 3

BERCAK MERAH & GATAL DI SELANGKANGAN


Seorang wanita berusia 28 tahun datang ke Poliklinik dengan keluhan bercak merah & gatal
terutama bila berkeringat di selangkangan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai dengan
beruntus dan kulit yang menebal berwarna gelap. Kelainan ini hilang timbul selama 6 bulan, hilang
apabila diobati dan timbul saat menstruasi atau menggunakan celana berlapis. Riwayat keputihan
disangkal. Kelainan ini dirasakan setelah berat badan penderita bertambah.
Pada pemeriksaan generalis: dalam batas normal
Pada pemeriksaan dermatologis: Regioner, bilateral pada ke-2 sisi medial paha atas tampak lesi
multiple, berbatas tegas, bentuk beraturan, ukuran bervariasi dari diameter 0,03 cm sp 0,1 cm,
kering, permukaan halus dengan efloresensi berupa plak eritem, sebagian likhenifikasi yang
hiperpigmentasi, pada bagian tengah tampak central healing dengan ditutpi skuama halus. Setelah
mendapatkan terapi, penderita diminta untuk kontrol rutin dan menjaga serta memelihara
kesehatan kulit sesuai tuntunan ajaran Islam.
KATA SULIT

1. Likhenifikasi :Daerah kulit dengan garis nyata disertai penebalan kulit akibat
garukan dan gosokkan
2. Skuama :Lepasnya lapisan stratum corneum dari kulit
3. Efloresensi :Kelainan kulit yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau secara
obyektif dan bila perlu diperiksa dengan perabaan
4. Central Healing :Kelainan kulit berupa keadaan tengah bersih dan tepi aktif
5. Regioner :Daerah yang terlokalisir
6. Plak eritem :Lesi kemerahan dengan peninggian permukaan yang datar
dibanding kulit normal dibawahnya, bersifat reversible
7. Hiperpigmentasi :Penimbunan pigmen berlebihan yang mengakibatkan kulit
menggelap
8. Beruntus : kulit yang berisi cairan bernanah maupun kering
PERTANYAAN
1. Apa hubungan penambahan berat badan dengan keluhan yang diderita ?
2. Apa hubungan menstruasi terhadap terjadinya gatal dan bercak merah pada pasien ?
3. Mengapa kelainan ini hilang timbul ?
4. Mengapa keluhan pasien bertambah saat berkeringat ?
5. Adakah hubungan usia dengan penyakit ?
6. Apa yang menyebabkan sebagian likhenifikasi ?
7. Mengapa terjadi beruntus pada pasien?
8. Apa diagnosis pada kasus diatas ?
9. apa penyebab terjadinya penyakit ini ?
10. apakah penyakit ini menular ?
11. apa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis ?
12. apa tatalaksana untuk kasus tersebut ?
13. bagaimana cara pencegahan untuk kasus tersebut ?
14. bagaimana menjaga kesehatan kulit menurut pandangan islam ?

JAWABAN
1. BB Celana menjadi lebih ketat Mengganggu Metabolisme , Keringat

lapisan adiposa tebal Kulit berlipat-lipat Lembab Jamur

2. Menstruasi self hygiene (Tidak mengganti pembalut, Penggunaan pembalut yang


salah, pentiliner) Lembab Menjadi tempat yang cocok untuk tumbuhnya
jamur Gatal digaruk kulit lecet, sehingga timbul bercak merah, menebal
serta menghitam

3. Hilang timbul diakibatkan kebiasaan kebersihan yang tidak baik (self hygiene )

4. dikarenakan keringat yang berlebih menjadikan kondisi yang lembab bagi kulit sehingga
keluhan semakin bertambah

5. Tidak berhubungan, ( berhubungan dengan kebersihan tiap individu)

6. Akibat garukan pada bagian tertentu saja

7. Karena adanya penyumbatan pada kelenjar

8. Diagnosis : Dermatomikosis

9. Infeksi dari jamur (seperti, mikrosporum, tricophyton rubrum, dsb)


10. Dapat menular (karena disebabkan oleh jamur), bila ada media penularan/kontak secara
lansung. contohnya penggunaan handuk bersama, menggunakan pakaian bergantian, dan
berhubungan seksual.

11. Dengan pemeriksaan mikrobiologi menggunakan larutan KOH 10 %, fluoresensi, dsb

12. Farmakologi : berikan anti jamur topikal (infeksi terlokalisir)

Oral ( infeksi yang meluas)

Contoh : flukonazol, itrakonazol, vorikonazol, dsb

13. - menjaga kebersihan diri


- Menjaga kebersihan pakaian
- Tidak bergantian pakaian dg orang lain
- Tidak menggunakan handuk bergantian
- Membersihkan daerah lipatan kulit
- Jika menstruasi memperhatikan kebersihan pembalut dan rajin mengganti
- Jika obesitas, lakukan diet untuk menurunkan berat badan
- Menjaga kebersihan daerah genitalia

14. Islam menganjurkan bahwa selalu memperhatikan kebersihan “kebersihan sebagian dari
iman” dengan cara seperti mandi, berwudlu, menjaga kesehatan, menjaga kebersihan diri
maupun lingkungan, dan menutup aurat
HIPOTESIS

Dermatomikosis ialah infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti tricophyton rubrum,
mikrosporum, dsb. Diakibatkan oleh tidak menjaga kebersihan diri, berat badan berlebih, dan
melalui kontak secara lansung. Sehingga mengakibatkan timbul bercak merah, gatal, beruntusan,
kulit menebal dan berwarna gelap. Untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan
mikrobiologi menggunakan larutan KOH 10 % maupun fluoresensi. Dan diterapi dengan
memberikan anti jamur dengan topikal jika infeksi terlokalisir, oral jika infeksi meluas. Kelainan
ini dapat timbul kembali jika tidak dilakukan pencegahan seperti selalu menjaga kebersihan diri,
kebersihan pakaian, serta organ genitalia dengan mandi teratur, tidak bergantian pakaian maupun
handuk, dan membersihkan daerah lipatan kulit.
SASARAN BELAJAR

LI. 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Kulit


LO 1.1 Mikroskopis
LI. 2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Kulit
LI. 3 Memahami dan Menjelaskan Dermatofitosis
LO 3.1 Definisi
LO 3.2 Etiologi
LO 3.3 Epidemiologi
LO 3.4 Klasifikasi
LO 3.5 Patofisiologi
LO 3.6 Manifestasi Klinis
LO 3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
LO 3.8 Tatalaksana
LO 3.9 Komplikasi
LO 3.10 Prognosis
LO 3.11 Pencegahan
LI.4 Memahami dan Menjelaskan Menjaga Kebersihan dan Kesehatan Kulit menurut Pandangan
Islam
LI 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Kulit
LO 1.1 Mikroskopis
Kulit adalah organ tunggal terberat di tubuh dengan berat sekitar 15% dari berat badan total
dengan luas permukaan sekitar 1,2 - 2,3 m2 pada orang dewasa. Kulit terdiri atas lapisan epidermis
yang berasal dari ektoderm permukaan dan lapisan dermis yang berasal dari mesoderm.

Anatomi Kulit Manusia


Klasifikasi kulit :
1. Kulit tebal
- Telapak tangan
- Telapak kaki
- punggung, bahu dan bokong. (Ganong, 2008)
2. Kulit tipis
- Bagian tubuh lainnya (kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan
atas.)
- Mempunyai tebal berbeda-beda

Adapun ciri-ciri kulit adalah:


 Pembungkus yang elastis yang melindungi kulit dari pengaruh lingkungan.

 Alat tubuh yang terberat : 15 % dari berat badan.

 Luas : 1,50 – 1,75 m.

 Tebal rata – rata : 1,22mm.

 Daerah yang paling tebal (66 mm), pada telapak tangan dan telapak kaki dan
paling tipis (0,5 mm) pada daerah penis.
Secara anatomi, kulit terbagi atas tiga lapisan utama, yaitu: epidermis, dermis, dan
subkutis (subkutan).

1) Epidermis
Terbagi atas 5 lapisan:

keterangan:
A = Melanocyt
B = Langerhans cell
C = Merkels cell
D = Nervända

1 = Stratum corneum
2 = Stratum granulosum
3 = Stratum spinosum
4 = Stratum basale
5 = Basal membran
a. Stratum korneum/Lapisan tanduk
 Terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati dan tidak berinti
 Protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk)
b. Stratum Lusidum
 Lapisan sel gepeng tanpa inti
 protoplasma berubah menjadi protein (eleidin)
 Biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan
 Tidak tampak pada kulit tipis
c. Stratum granulosum / Lapisan Granular
 Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng
 Sitoplasma berbutir kasar yang terdiri atas keratohialin dan terdapat inti
diantaranya
 Mukosa tidak mempunyai lapisan ini
d. Stratum spinosum / lapisan Malphigi
 Lapisan epidermis yang paling tebal
 Terdiri dari sel polygonal, besarnya berbeda-beda karena ada proses mitosis
 Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti terletak
ditengah
 Terdapat jembatan antarsel (intecelluler bridges) yg tdd: protoplasma dan
tonofibril
 Perlekatan antar jembatan membentuk nodulus Bizzozero
 Terdapat juga sel langerhans yang berperan dalam respon – respon antigen
kutaneus. Seperti ditunjukan dibawah
e. Stratum basale
 Terdiri dari sel – sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis
 Tersusun sebagai tiang pagar atau palisade
 Lapisan terbawah dari epidermis
 Mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif
 Terdapat melanosit (clear cell) yaitu sel dendritik yang yang membentuk melanin
melindungi kulit dari sinar matahari. Dengan sitoplasma yang basofilik dan inti
gelap, mengandung butir pigmen (melanosomes)

Setiap kulit yang mati banyak


mengandung keratin yaitu protein fibrous insoluble yang membentuk barier terluar kulit yang
berfungsi:
 Mengusir mikroorganisme patogen
 Mencegah kehilangan cairan yang berlebihan dari tubuh
 Unsur utam yang mengerskan rambut dan kuku.
Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3-4 minggu. Epidermis akan bertambah tebal jika
bagian tersebut sering digunakan. Persambungan antara epidermis dan dermis di sebut rete ridge
yang berfunfgsi sebagai tempat pertukaran nutrisi yang essensial. Dan terdapat kerutan yang
disebut fingers prints.
2) Dermis (korium)
Merupakan lapisan dibawah epidermis. Terdiri dari jaringan ikat yang terdiri dari 2 lapisan:
a. Pars papilare
o Bagian yang menonjol ke epidermis
o Berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah
b. Pars retikulare
o Bagian yang menonjol ke subkutan
o Terdiri atas: serabut-serabut penunjang (kolagen, elastin, retikulin), matiks
(cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat serta fibroblas)
o Terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen dan retikularis yang
terdapat banyak p. darah, limfe, akar rambut, kelenjar kerngat dan k.
sebaseus.
3) Jaringan Subkutan atau Hipodermis / Subcutis
Terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Pada lapisan ini terdapat
ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening.
a. Sel lemak
o Sel lemak dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa
o Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan
banyak lemak. Disebut juga panikulus adiposa yang berfungsi sebagai
cadangan makanan
o Berfungsi juga sebagai bantalan antara kulit dan setruktur internal seperti otot
dan tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan
panas. Sebagai bantalan terhadap trauma. Tempat penumpukan energi
b. Vaskularisasi
Dikulit diatur oleh 2 pleksus:
o Pleksus superfisialis
o Pleksus profunda
Adneksa Kulit
1) Kelenjar-Kelenjar Pada Kulit
Kelenjar keringat (glandula sudorifera)
Terdapat di lapisan dermis. Diklasifikasikan menjadi 2 kategori:
- Kelenjar Ekrin terdapat disemua kulit

 Melepaskan keringat sebgai reaksi penngkatan suhu lingkungan dan suhu


tubuh.

 Kecepatan sekresi keringat dikendalkan oleh saraf simpatik. Pengeluaran


keringat pada tangan, kaki, aksila, dahi, sebagai reaksi tubuh terhadap
setress, nyeri dll
- Kelenjar Apokrin

 Terdapat di aksil, anus, skrotum, labia mayora, dan berm,uara pada folkel
rambut
 Kelenjar ininaktif pada masa pubertas,pada wanit a akan membesar dan
berkurang pada sklus haid

 Kelenjar Apokrin memproduksi keringat yang keruh seperti susu yang


diuraikan oleh bajkteri menghasilkan bau khas pada aksila

 Pada telinga bagian luar terdapat kelenjar apokrin khusus yang disebut K.
seruminosa yang menghasilkan serumen (wax)
2) Kelenjar Sebasea
Berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam ruang antara folikel rambut dan batang
rambut yang akan melumasi rambut sehingga menjadi halus lentur dan lunak.

Turunan Kulit :
1. Rambut
Rambut merupakann bangunan berzat tanduk yang diproduksi oleh folikel rambut yang
merupakan pertumbuhan epitel permukaan kedalam lapisan dermis dibawahnya. Pertumbuhan
rambut berlangsung dalam bagian pangkal folikel yang menggelembung dan disebut bulbus pili,
yang terdiri atas sel-sel epitelial yang aktif membelah dan mengitari suatu papila jaringan ikat yang
banyak mengandung pembuluh darah, dan saraf yang penting bagi kelangsungan hidup folikel
rambut. Papila dermis dalam bulbus pili ini disebut papila pili. Batang rambut dibentuk oleh sel
folikel yang paling dalam yang membatasi papila yang disebut sel matriks. Sel-sel folikel rambut
merupakan lanjutan dari startum basal dan spinosum epidermis kulit. Pada permulaan
perkembangan semua sel pada folikel aktif bermitosis akan tetapi seltelah folikel terdiferensiassi
sempurna hanya tinggal sel-sel matriks yang aktif bermitosis dan menghasilkan berbagai bagian
rambut yaitu, medula, korteks, dan kutikula rambut. Pigmen melanin ditemukan terjepit diantara
dan di dalam sel tersebut sehingga mewarnai rambut. M. arector pili melekat ke sarung folikel dan
berinsersi di daerah papila dermis pada epidermis. Kontraksi ini menyebabkan rambut menegak
dan menarik ke dalam daerah tempat insersinya pada papila sehingga terjadi keadaan yang tampak
pada kulit yang merinding. Muskulus arektor pili dipersarafi oleh sistem saraf simpatis dan
penegakan rambut terjadi apabila kedinginan atau ketakutan.
2. Kuku
Kuku berasal dari sel yang sama pada epidermis, mempunyai matriks yang aktif bermitosis
menghasilkan dasar kuku, yang merupakan lanjutan stratum germinatif kulit. Bagian pangkal kuku
diliputi suatu lipatan kulit yang disebut eponikium atau kutikula. Lempeng kuku tumbuh dari dasar
kuku sebagai suatu lempeng zat tanduk.Dasar kuku merupakan lanjutan stratum germinatif, terdiri
atas sel-sel basal di atas membran basal dan dua atau tiga lapisan spinosum. Di bagian proksimal
kuku terdapat daerah putih yang berbentuk bulan , disebut lunula. Stratum korneum yang mengeras
di bawah ujung bebas kuku disebut hiponikium.Pertumbuhan kuku bersifat kontinu dan bisa
digunakan sebagai indikator kesehatan seseorang seperti, adanya lekukan dan kekeruhan sering
ditemukan pada infeksi kuku.Kuku yang tipis, mudah sobek, konkaf atau kuku sendok,
menandakan adanya penyakit seperti anemia kronik, sifilis dan demam rematik. Kuku yang kering
dan rapuh menunjukan defisiensi vitamin atau keadaan hipotiroid.
LI 2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Kulit
RESEPTOR PADA KULIT
Jenis-jenis reseptor berdasarkan stimulus adekuatnya :
 Fotoreseptor : peka terhadap gelombang cahaya
 Mekanoreseptor : peka terhadap energy mekanis
 Termoreseptor : peka terhadap panas dan dingin
 Osmoreseptor : mendeteksi perubahan konsentrasi zat terlarut dalam cairan tubuh
 Kemoreseptor : peka terhadap bahan kimia spesifik yang termasuk untuk reseptor
penciuman dan pengecapan
 Nosiseptor : peka terhadap kerusakan jaringan misalnya cubitan atau luka bakar

Setiap reseptor mempunyai sifat khusus untuk merespon untuk satu jenis rangsangan
contohnya pada mata ada reseptor yang peka terhadap cahaya, pada telinga ada reseptor
yang peka terhdap gelombang suara, dan pada kulit ada reseptor yang peka terhadap energy
panas. Semua ini terjadi karena adanya perbedaan sensitifitas reseptor.

FUNGSI KULIT
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh. Fungsi-
fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi,
pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D.

1. Fungsi proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu berikut:
a. Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia. Keratin
merupakan struktur yang keras, kaku, dan tersusun rapi dan erat seperti batu bata di
permukaan kulit.
b. Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan dehidrasi;
selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh melalui kulit.
c. Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari
kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di
permukaan kulit. Adanya sebum ini, bersamaan dengan ekskresi keringat, akan
menghasilkan mantel asam dengan kadar pH 5-6.5 yang mampu menghambat
pertumbuhan mikroba.
d. Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada stratum
basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya. Pigmen
ini bertugas melindungi materi genetik dari sinar matahari, sehingga materi genetik
dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan pada proteksi oleh melanin,
maka dapat timbul keganasan.
e. Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang pertama
adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap mikroba. Kemudian
ada sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba yang masuk melewati keratin
dan sel Langerhans.

2. Fungsi absorpsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti
vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida. Permeabilitas
kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil
bagian pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material toksik dapat diserap seperti
aseton, CCl4, dan merkuri. Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak, seperti
kortison, sehingga mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat
peradangan.
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban,
metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antarsel
atau melalui muara saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis
daripada yang melalui muara kelenjar.

3. Fungsi ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar eksokrinnya, yaitu
kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:
a. Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut dan
melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen. Sebum dikeluarkan
ketika muskulus arektor pili berkontraksi menekan kelenjar sebasea sehingga sebum
dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum tersebut merupakan
campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolig. Sebum berfungsi
menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi keratin.

b. Kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat keluar dengan
cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari. Seorang yang bekerja dalam ruangan
mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi orang yang aktif jumlahnya
lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas, keringat juga merupakan sarana
untuk mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua molekul organik hasil
pemecahan protein yaitu amoniak dan urea.
Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar
keringat merokrin.
 Kelenjar keringat apokrin
Terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis, serta aktif pada usia pubertas
dan menghasilkan sekret yang kental dan bau yang khas. Kelenjar keringat
apokrin bekerja ketika ada sinyal dari sistem saraf dan hormon sehingga sel-sel
mioepitel yang ada di sekeliling kelenjar berkontraksi dan menekan kelenjar
keringat apokrin. Akibatnya kelenjar keringat apokrin melepaskan sekretnya ke
folikel rambut lalu ke permukaan luar.

 Kelenjar keringat merokrin (ekrin)


Terdapat di daerah telapak tangan dan kaki. Sekretnya mengandung air,
elektrolit, nutrien organik, dan sampah metabolisme. Kadar pH-nya berkisar 4.0
– 6.8. Fungsi dari kelenjar keringat merokrin adalah mengatur temperatur
permukaan, mengekskresikan air dan elektrolit serta melindungi dari agen asing
dengan cara mempersulit perlekatan agen asing dan menghasilkan dermicidin,
sebuah peptida kecil dengan sifat antibiotik.

4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap
rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap
dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis, badan taktil Meissner
terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier
yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di
epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.

5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)


Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua
cara: pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler. Pada saat
suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar
pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya,
pada saat suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan mempersempit
pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh.

6. Fungsi pembentukan vitamin D


Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7 dihidroksi
kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet. Enzim di hati dan ginjal lalu memodifikasi
prekursor dan menghasilkan calcitriol, bentuk vitamin D yang aktif. Calcitriol adalah
hormon yang berperan dalam mengabsorpsi kalsium makanan dari traktus gastrointestinal
ke dalam pembuluh darah.
Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri, namun belum memenuhi
kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap
diperlukan. Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya
pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit.

7. Fungsi pembentukan pigmen


Sel pembentuk pigmen terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf.
Perbandingan jumlah sel basal : melanosit 10:1. Jumlah melanosit sdan jumlah serta
besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu.

8. Fungsi keratinisasi
Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit, sel
Langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan, sel
basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum,
makin ke atas sel menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin
lama inti menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf.

9.Fungsi Ekspresi Emosi


Hasil gabungan fungsi yang telah disebut di atas menyebabkan kulit mampu
berfungsi sebagai alat untuk menentukan emosi yang terdapat dalam jiwa manusia.
Kegembiraan dapat dinyatakan oleh otot kulit muka yang relaksasi dan tersenyum,
kesedihan diutarakan oleh kelenjar air mata yang meneteskan air matanya, ketegangan
dengan otot kulit dan kelenjar keringat, ketakutan oleh kontraksi pembuluh darah kapiler
kulit sehingga kulit menjadi pucat dan rasa erotik oleh kelenjar minyak dan pembuluh
darah kulit yang melebar sehingga kulit tampak semakin merah, berminyak, dan
menyebarkan bau khas.Semua fungsi kulit pada manusia berguna untuk mempertahankan
kehidupannya sama seperti organ tubuh lain.

LI 3 Memahami dan Menjelaskan Dermatofitosis


LO 3.1 Definisi
Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofit disebut
“dermatofitosis”. Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya
Tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan
kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan stratum basalis.

LO 3.2 Etiologi
Menurut Petrus 2005 & Utama 2004 faktor yang mempengaruhi adalah udara yang
lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan
disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang
tidak terkendali.
DERMATOFITOSIS
Dermatofitosis disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang teridiri dari tiga genus,
yaitu genus Microsporum, Trichophyton, dan Epidermofiton. Dari 41 spesies dermatofita yang
sudah dikenal hanya 23 spesies yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang,
yang terdiri dari 15 spesies Trichophyton, 7 spesies Microsporum dan satu spesies Epidermofiton.
Selain sifat keratinofilik, setiap spesies dermatofita mempunyai afinitas terhadap hospes tertentu.
Dermatofita yang zoofilik terutama menyerang binatang, dan kadangkadang menyerang manusia,
misalnya Microsporum canis dan Trichophyton verrucosum. Dermatofita yang geofilik adalah
jamur yang hidup di tanah dan dapat menimbulkan radang yang moderat pada manusia, misalnya
Microsporum gypseum.
Berdasarkan sifat makro dan mikro, dermatofita dibagi menjadi: microsporum,
tricopyton, dan epidermophyton. Yang paling terbanyak ditemukan di Indonesia adalah
T.rubrum. dermatofita lain adalah: E.floccosum, T.mentagrophytes, M. canis, M. gypseum,
T.cocentricum, T.schoeleini dan T. tonsurans.
Microsporum kelompok dermatofita yang bersifat keratofilik, hidup pada tubuh manusia
(antropofilik) atau pada hewan (zoofilik). Merupakan bentuk aseksual dari jamur. Terdiri dari 17
spesies, dan yang terbanyak adalah:

SPECIES CLASSIFICATION (NATURAL RESERVOIR)


Microsporum audouinii Anthropophilic
Microsporum canis Zoophilic (Cats and dogs)
Microsporum cooeki Geophilic (also isolated from furs of cats, dogs, and rodents)
Microsporum ferrugineum Anthropophilic
Microsporum gallinae Zoophilic (fowl)
Microsporum gypseum Geophilic (also isolated from fur of rodents)
Microsporum nanum Geophilic and zoophilic (swine)
Microsporum persicolor Zoophilic (vole and field mouse)
Tabel 2.1 Spesies Microsporum.
Umumnya gejala-gejala klinik yang timbulkan oleh golongan zoofilik dan golongan
geofilik pada manusia bersifat akut dan sedang serta lebih mudah sembuh.
Dermatofita yang antropofilik terutama menyerang manusia karena memilih manusia
sebagai hospes tetapnya.
Golongan jamur ini dapat menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun dan residif
karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan. Contoh jamur yang antropofilik ialah
Microsporum audouinii dan Trichophyton rubrum (Siregar, 2004).
a. Trichophyton (Frey, et al., 1985; Hutabarat, 1999; Rippon, 1988) Mikokonidia banyak,
tumbuh bergerombol atau satu-satu sepanjang hifa. Sedangkan makrokonidia jarang atau tidak
dibentuk sama sekali.
1) T. mentagrophytes Makroskopis : Membentuk 2 jenis koloni. Koloni Cottony berwarna
putih seperti wol. Koloni powder seperti serbuk warna merah anggur. Mikroskopis : Mikrokonidia
sangat banyak berkelompok berbentuk bulat/ menyerupai sekelompok buah anggur pada cabang-
cabang terminalnya dan banyak terdapat hifa yang menyerupai spiral.

{ (Image Courtesy of www.doctorfungus.org., 2005) Morfologi mikroskopis Trichophyton


mentagrophytes Kultur Trichophyton mentagrophytes Gambar 2.1 Gambar 2.2
2) T. rubrum Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, koloni berbentuk kapas. Warna
depan putih sampai merah muda dan dasar koloni warna merah. Mikroskopis : Mikrokonidia
banyak, berkelompok atau satu-satu sepanjang hifa.
3) T. verrucosum Makroskopis : Pertumbuhan sangat lambat, bentuk verrucous warna
abuabu. Mikroskopis : Makrokonidia dan mikrokonidia jarang.

4) T. concentricum Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, permukaan licin dan


berlipatlipat, warna ditengah coklat dan pinggir coklat muda. Morfologi mikroskopis
Trichophyton rubrum Kultur Trichophyton rubrum Morfologi mikroskopis T. verrucosum.
Kultur Trichophyton verrucosum Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6
Mikroskopis : Makrokonidia dan mikrokonidia tidak ada. Ditemukan branching hifa.

5) T. tonsuran Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, permukaan datar/


berbenjolbenjol. Bentuk bubuk sampai beledru. Warna bervariasi cream, abu-abu, kuning, dan
merah coklat dengan dasar kuning sampai merah. Mikroskopis : Mikrokonidia banyak sepanjang
sisi hifa dan makrokonidia jarang.
6) T. violaceum Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, permukaan menonjol dan
verrukosa. Warna violet. Morfologi mikroskopis Trichophyton concentricum Kultur Trichophyton
concentricum Morfologi mikroskopis Trichophyton tonsurans Kultur Trichophyton tonsurans

7) T. schoenleinii Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, bagian tengah berlipat dan


lebih tinggi dari pinggir. Mikroskopis : Makrokonidia/ mirokonidia tidak ada. Banyak ditemukan
hifa Favchandeliers.

b. Microsporum (Frey, et al., 1985; Rippon, 1988) Makrokonidia adalah spora yang paling
banyak ditemukan dan terbentuk pada ujung-ujung hifa, sedangkan mikrokonidia sedikit.
1) M. canis Makroskopis : Pertumbuhan koloni cepat, permukaan halus sampai
bergranuler. Warna depan coklat muda, sedangkan dasar koloni merah coklat. Mikroskopis :
Makrokonidia banyak dijumpai. Ukurannya besar, ujung rucing, dinding tebal serta kasar dan ada
tonjolan-tonjolan kecil. Karakteristik dijumpai adanya klamidospora, bisa juga dijumpai racquet
hifa, pectine bodies dan nodular bodies.
2) M. gypseum Makroskopis : Pertumbuhan cepat, warna kuning sampai coklat ada jalur
jalur radier. Mikroskopis : Makrokonidia besar, bentuk bujur telur, dinding tipis dan bergerigi
kecil.

(Image Courtesy of www.doctorfungus.org., 2005) Morfologi mikroskopis zoophilic


dermatophyte Microsporum canis. Kultur Microsporum canis Kultur Microsporum gypseum
Morfologi mikroskopis Microsporum gypseum Gambar 2.15 Gambar 2.16 Gambar 2.17 Gambar
2.18
3) M. audouinii Makroskopis : Pertumbuhan lambat, permukaan datar. Warna koloni
abuabu kuning sampai coklat keputihan, dan dasar koloni merah coklat. Mikroskopis :
Makrokonidia jarang dan bentuk tidak teratur. Sedangkan mikrokonidia sangat jarang dan
ditemukan adanya racquet hifa.
c. Epidermophyton (Frey, et al., 1985; Hutabarat, 1999; Rippon, 1988) Hanya ditemukan
makroonidia, ukurannya besar dan berbentuk gada.
d. Floccosum Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, bergranuler warna putih dan
berjalur-jalur sentral warna kuning kehijauan. Mikroskopis : Makrokonidia lebar-lebar seperti
gada atau berbentuk bunga, ujung bulat dinding halus dan tipis. Mikronidia tidak ada.

LO 3.3 Epidemiologi
DERMATOFITOSIS
Dermatofita yang menginfeksi manusia diklasifikasikan berdasarkan habitat mereka antara
lain sebagai berikut :
a. Antrophophilic dermatophyta sering dikaitkan dengan manusia dan ditransmisikan baik melalui
kontak langsung atau melalui muntahan yang terkontaminasi
b. Zoophilic dermatophyta sering dikaitkan dengan hewan-hewan, jamur ini ditransmisikan kepada
manusia baik melalui kontak langsung dengan hewan tersebut misalnya hewan peliharaan dan
melalui produksi hewan tersebut seperti wool.
c. Geophilic dermatophyta addalah jamur tanah yang ditransmisikan kepada manusia melalui
paparan langsung ke tanah atau ke hewan yag berdebu.
Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur, sehingga dapat
ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna MS, insidensi penyakit jamur yang terjadi
di berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia bervariasi antara 2,93%-27,6%. Meskipun angka
ini tidak menggambarkan populasi umum.
Dermatomikosis atau mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara tropis.
Di Indonesia angka yang tepat, berapa sesungguhnya insiden dermatomikosis belum ada. Di
Denpasar, golongan penyakit ini menempati urutan kedua setelah dermatitis. Angka insiden
tersebut diperkirakan kurang lebih sama dengan di kota-kota besar Indonesia lainnya. Di daerah
pedalaman angka ini mungkin akan meningkat dengan variasi penyakit yang berbeda.
Sebuah penelitian retrospektif yang dilakukan pada penderita dermatomikosis yang
dirawat di IRNA Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dr. Soetomo Surabaya dalam kurun waktu
antara 2 Januari 1998 sampai dengan 31 Desember 2002. Dari pengamatan selama 5 tahun
didapatkan 19 penderita dermatomikosis. Kasus terbanyak terjadi pada usia antara 15-24 tahun
(26,3%), penderita wanita hampir sebanding dengan laki-laki(10:9). Dermatomikosis terbanyak
ialah Tinea Kapitis, Aktinomisetoma, Tinea Kruris et Korporis, Kandidiasis Oral, dan Kandidiasis
Vulvovaginalis.
Jenis organisme penyebab dermatomikosis yang berhasil dibiakkan pada beberapa rumah
sakit tersebut yakni: T.rubrum, T.mentagrophytes, M.canis, M.gypseum, M.tonsurans,
E.floccosum, Candida albicans, C.parapsilosis, C.guilliermondii, Penicillium, dan Scopulariopsis.
Menurut Rippon tahun 1974 ada 37 spesies dermatofita yang menyebabkan penyakit di dunia.
Di luar seperti India, berdasarkan penelitian di India yang mengambil sampel sebanyak 121
kasus (98 pria & 23 perempuan), dermatomikosis menempati urutan pertama untuk kasus penyakit
kulit, 103 kasus (70,5%), diikuti candidiasis 30 kasus (20,5%) dan pitiriasis versikolor. Di Amerika
endemik dermatomikosis di daerah Utara dan barat Venezuela, brasil, dan beberapa kasus di
laporkan di Columbia dan argentina. Di Eropa infeksi tinea adalah hal yang umum. Perkiraan
insidensi penyakit ini sekitar 10-20%. Di Eropa dermatomikosis merupakan penyakit kulit yang
menempati urutan kedua. Penyakit ini disebabkan oleh tinea pedis, tinea corporis, tinea cruris, dan
tinea rubrum. Tinea rubrum ditemukan pada 76,2% kasus dermatomikosis melalui pemeriksaan
sampel di Eropa.
Onset usia terjadi pada anak kecil yang baru belajar berjalan (toddlers) dan anak usia
sekolah. Paling sering menyerang anak berusia 6-10 tahun dan juga pada usia dewasa.9
Frekuensi infeksi pada spesies tertentu antara lain:
• Sekitar 58% dermatofita yang terisolasi adalah trichophyton rubrum
• 27% Trichophyton mentagrophytes
• 7% Trichophyton verrucosum
• 3% Trichophyton tonsurans
• Kecil dari 1 % yang terisolasi: Epidermophyton floccosum, Microsporum audouinii,
Microsporum canis, Microsporum equinum, Microsporum nanum, Microsporum
versicolor, Trichophyton equinum, Trichophyton kanei, Trichophyton raubitschekii, and
Trichophyton violaceum.

LO 3.4 Klasifikasi
A.Mikosis profunda
Mikosis profunda terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan jamur, dengan gejala
klinis tertetentu yang menyerang alat di bawah kulit, misalnya traktus intestinalis, traktus
respiratorius, traktus urogenitalis, susunan saraf sentral, otot, tulang, susunan kardiovaskular.
Kelainan kulit pada mikosis profunda dapat berupa afek primer, maupun akibat proses dari
jaringan di bawahnya (per kontinuitatum).
Dikenal beberapa penyakit jamur profunda yang klinis dan manifestasinya berbeda satu
dengan yang lain. CONANT dkk. (1977) misalnya mencantumkan dalam bukunya Manual of
Clinical Mycology berbagai penyakit, yaitu :
1. Aktinomikosis
2. Nokardiosis
3. Antinomikosis misetoma
4. Blastomikosis
5. Parakoksidiodomikosis
6. Lobomikosis
7. Koksidiodomikosis
8. Histoplasmosis
9. Histoplasmosis Afrika
10. Kriptokokosis
11. Kandidiosis
12. Geotrikosis
13. Aspergillosis
14. Fikomikosis
15. Sporotrikosis
16. Maduromikosis
17. Rinosporidiosis
18. Kromoblastomikosis
19. Infeksi yang disebabkan jamur Dematiceae ( berpigmen coklat)
Diantara 19 macam penyakit jamur profunda yang disebutkan di atsa aktinomikosis
menurut RIPPON (1974) sudah bukan penyakit jamur asli. Ia cenderung memasukkan
Actinomyces dan Nocardia atau bacteria-like fungi ini di dalam golongan bakteri, walaupun masih
mempunyai sifat – sifat jamur , yaitu branching di dalam jaringan, membentuk anyaman luas
benang jamur pada jaringan maupun pada media biakan, dan menyebabkan penyakit kronik.
Namun Actinomyces dan Nocardia mempunyai sifat khas bakteri , yaitu adanya asam muramik
pada dinding sel, tidak mempunyai inti sel yang karakteristik, tidak mempunyai mitokondria, besar
mikoorganisme khas untuk bakteri, dan dapat dihambat oleh obat – obatan anti bacterial.
Mikosis profunda biasanya dalam klinik sebagai penyakit kronik dan residif. Manifestasi
klinik morfologik dapat ebrupa tumor, infiltasi peradangan vegetatif, fistel, ulkus, atau sinus,
tersendiri maupun bersamaan. Mengingat banyaknya penyakit yang dapat memenuhi kedua syarat
tersebut, misalnya tuberculosis, lepra, sifilis, frambusia, keganasan, sarcoidosis, dan pioderma
kronik, maka pemeriksaan tambahan untuk verifikasi sangat diperlukan.
Pemeriksaan tersebut adalah sediaan langsung dengan KOH, biakan jamur, pemeriksaan
histopatologik dan pemeriksaan imunologik termasuk tes kulit, maupun serologic dan pemeriksaan
imunologik yang lain. Pemeriksaan tambahan ini diperlukan untuk memastikan atau
menyingkirkan mikosis profunda dan penyakit yang disebut sebagai diagnosis banding. Sebagai
contoh, pemeriksaan lapangan gelap, histopatologik, dan pemeriksaan tes serologic untuk sifilis
yang spesifik, maupun yang non spesifik. Demikian pula pemeriksaan pemeriksaan khusus untuk
penyakit tertentu.
MISETOMA
Definisi:
Misetoma adalah penyakit kronik, supuratif granulomatosa yang dapat disebabkan
Actinomyces, Nocardia , dan Eumycetes atau jamur berpigmen.
Etiologi :
 Actinomyces disebut Actinomycotic mycetoma

 Botryomycosis yang disebabkan oleh bakteri

 Madurromycosis yang disebabkan oleh jamur berfilamen


Gejala klinis :
 Pembengkakan

 Abses

 Sinus, didalamnya ditemukan butir-butir (granula) yang berpigmen kemudian dikeluarkan


melalui eksudat

 Fistel multiple
Gejala klinis biasanya merupakan lesi kulit yang sirkumskrip dengan pembengkakan
seperti tumor jinak dan ahrus disertai butir-butir. Inflamasi dapat menjalar dari permukaan sampai
ke bagian dalam dan dapat menyerang subkutis, fasia, otot dan tulang. Sering terbentuk fistel, yang
mengeluarkan eksudat. Butir – butir sering bersama – sama eksudat mengalir ke luar dari jaringan.
Diagnosis:
Diagnosis dibuat berdasarkan klinis morfologik sesuai dengan uraian diatas. Namun bila
disokong dengan gambaran histologic dan hasil biakan, diagnosis akan lebih mantap. Lagi pula
penentuan spesies penyebab sangat penting untuk terapi dan prognosis
Tatalaksana:
Pengobatan misetoma biasanya harus disertai radikal, bahkan amputasu kadang –kadang
perlu dipertimbangkan. Obat – obat , misalnya kombinasi kotrimoksazol dengan streptomisin
dapat bermanfaat , bila penyakit yang dihadapi adalah misetoma aktinomikotik, tetapi pengobatan
memerlukan waktu lama ( 9bulan-1tahun) dan bila kelainan belum meluas benar. Obat – obat baru
antifungal , misalnya itrakonazol dapat dipertimbangkan untuk misetoma maduromikotik.
Prognosis:
Quo ad vitam umumnya baik. Pada maduromikosis prognosis quo ad sanationam tidak
begitu baik bila dibandingkan dengan aktinomikosis/botriomikosis. Diseminasi limfogen atau
hematogen dengan lesi pada alat – alat dalam merupakan kecualian
SPOROTRIKOSIS
Infeksi koronis yang disebabkan Sporotrichium schenkii dan ditandai dengan pembesaran
kelenjar getah bening. Kulit dan jaringan subkutis di atas nodus sering melunak dan pecah
membentuk ulkus yang indolen. Penyakit jamur ini mempunyai insidens yang cukup tinggi pada
daerah tertentu, dan ditemukan pada pekerja hutan maupun petani (HUTAPEA,1978;SIREGAR
dan THAHA 1978)
Bila tidak terjadi diseminasi melalui saluran getah bening diagnosis agak sukar dibuat.
Selain gejala klinis, yang dapat menyokong diagnosis adalah pembiakan terutama pada mencit
atau tikus, dan pemeriksaan histopatologik. Pernah dilaporkan sekali-sekali selain bentuk kulit
yang khas, beberapa bentuk di paru dan alat dalam lain. Pada kasus-kasus ini rupanya terjadi
infeksi melalui inhalasi.
Pengobatan yang memuaskan biasanya dicapai dengan pemberian larutan kalium yodida
jenuh oral. Dalam hal yang rekalsitran pengobatan dengan amfoterisin B atau itrakonazol dapat
diberikan.
KROMOMIKOSIS
Kromomikosis atau kromoblastomikosis atau dermatitis verukosa adalah penyakit jamur
yang disebabkan bermacam-macam jamur berwarna (dematiaceous). Penyakit ini ditandai dengan
pembentukan nodus verukosa kutan yang perlahan-lahan, sehingga akhirnya membentuk vegetasi
papilomatosa yang besar. Pertumbahan ini dapat menjadi ulkus atau tidak, biasanya ada di kaki
dan tungkai, namun lokalisasi di tempat lain pernah ditemukan, misalnya pada tangan, muka,
telinga, leher, dada, dan bokong. Penyakit ini kadang-kadang dilihat di Indonesia. Sumber penyakit
biasanya dari alam dan terjadi infeksi melalui trauma.
Penyakit tidak ditularkan dari manusia ke manusia dan belum pernah dilaporkan terjadi
pada binatang. Diseminasi dapat terjadi melalui autoinokulasi, ada juga kemungkinan penyebaran
melalui darah dengan terserangnya susunan saraf sentral pernah dilaporkan. Walaupun penyakit
jamur ini biasanya terbatas pada kulit, bila lesinya luas dapat mengganggu kegiatan penderita
sehari-hari.
Pengobatannya sulit. Terapi sinar x pernah dilakukan dengan hasil yang berbeda-beda.
Kadang-kadang diperlukan amputasi. Pada kasus lain reseksi lesi mikotik disusul dengan skin graft
memberi hasil yang memuaskan. Obat-obatan biasanya memberikan hasil yang kurang
memuaskan dan harus diberikan dalam waktu yang lama.
Pada akhir-akhir ini hasil pengobatan yang memuaskan dicapai dengan kombinasi
amfoteresin B dan 5-fluorositosin. Demikian pula pengobatan dengan kantong-kantong panas di
JEpang. Prognosis, seperti diuraikan oada hasil terapi di atas. Itrakonazol pada akhir-akhir ini
memberikan harapan baru pada penyakit ini, terutama bila penyebabnya adalah Cladosporium
carrionii.
ZIGOMIKOSIS, FIKOMIKOSIS, MUKORMIKOSIS
Penyakit jamur ini terdiri atas pelbagai infeksi jamur dan disebabkan oleh bermcam-macam
jamur pula yang taksonomi dan peranannya masih didiskusikan, oleh karena itu di dalam buku-
buku baru diberikan nama umum, yaitu zigomikosis
Zygomycetes meliputi banyak genera, yaitu Mucor, Rhizopus, Absidia, Mortierella dan
Cunning-hamella. Penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur ini dapat disebut sesuai dengan
lokalisasi atau alat dalam yang terserang. Contohnya rinozigomikosis, otozigomikosis,
zigomikosis subkutan, zigomikosis fasiale, atau zigomikosis generalisata. Golongan penyakit
jamur ini dapat dinamakan juga sesuai dengan jamur penyebabnya, misalnya mukomikosis dan
sebagainya.
Oleh karena penyakit ini disebabkan jamur yang pada dasarnya oportunistik, maka pada
orang sehat jarang ditemukan. Diabetes mellitus, misalnya merupakan factor predisposisi.
Demikian pula penyakit primer berat yang lain.
Fikomikosis subkutan adalah salah satu bentuk penyakit golongan ini yang kadang-kadang
dilihat di bagian kulit dan kelamin. Penyakit ini untuk pertama kali dilaporkan di Indonesia pada
tahun 1956. Setelah itu banyak kasus dilaporkan di Indonesia, Afrika, dan India. Kelainan timbul
di jaringan subkutan Antara lain di dada, perut, atau lengan atas sebagai nodus subkutan yang
perlahan-lahan membesar setelah sekian waktu. Nodus tersebut konsistensinya keras dan kadang-
kadang dapat terjadi infeksi sekunder. Penderita pada umumnya tidak demam dan tidak disertai
pembesaran kelenjar getah bening regional.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik dan biakan. Jamur agak khas,
hifa lebar 6-50 miu, seperti pita, tidak bersepta dan coenocytic.
Sebagai terapu fikomikosis subkutan dapat diberikan larutan jernih kalium yodida. Mulai
dari 10-15 tetes 3 kali seharu dan perlahan-lahan dinaikan sampai terlihat gejala intoksikasi,
penderita mual dan muntah. Kemudian dosis diturunkan 1-2 tetes dan dipertahankan terus sampai
tumor menghilang. Itrakonazo; berhasil mengatasi fikomikosis subkutan dengan baik. Dosis yang
diberikan sebanyak 200mg sehari selama 2-3 bulan. Prognosis bentuk klinis ini umumnya baik
B.Mikosis superfisialis
Terbagi menjadi :
1. Dermatofitosis
2. Non-dermatofitosis, terdiri atas pelbagai penyakit:

- Pitriasis versikolor
- Piedra hitam
- Piedra putih

- Tinea nigra palmaris

- Otomikosis

- Keratomikosis
DERMATOFITOSIS
Dermatofitosis adalah infeksi jaringan yang mengandung zat tanduk (keratin) misalnya stratum
korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita
(Madani, 2000; Budimulja, 2002).
Klasifikasi yang paling sering dipakai oleh para spesialis kulit adalah berdasarkan lokasi:
a. Tinea kapitis, tinea pada kulit dan rambut kepala
b. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jengggot.
c. Tinea kruris, dermatofita pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang-
kadang sampai perut bagian bawah.
d. Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.
e. Tinea unguium, tinea pada kuku kaki dan tangan.
f. Tinea facialis, tinea yang meliputi bagian wajah
g. Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk 5 bentuk tinea diatas.
Selain 6 bentuk tinea di atas masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu:
1. Tinea imbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang kosentris dan disebabkan
oleh tricophyton concentricum.
2. Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan oleh tricophyton
schoenleini: secara klinis antara lain berbentuk skutula dan berbau seperti tikus (mousy
odor).
3. Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif dari morfologinya.
4. Tinea incognito: dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah diobati
dengan steroid topical kuat.
LO 3.5 Patofisiologi
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. Penularan langsung
dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang, atau
tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian
debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau
sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum.
Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan
invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam
jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan
epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum
korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi (ringworm).
Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:
a. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik, geofilik.
Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal afinitas
terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum jarang
menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha bagian
dalam.
b. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c. Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi atau
lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling sering terserang
penyakit jamur.
d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden penyakit
jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan daripada
golongan ekonomi yang baik
e. Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)
Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama: perlekatan ke keratinosit, penetrasi melalui
dan diantara sel, dan perkembangan respon host.
1. Perlekatan.
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin
diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang
diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang diproduksi oleh glandula sebasea juga bersifat
fungistatik.
2. Penetrasi.
Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada
kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi
proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma
dan maserasi juga membantu penetrasi jamur kejaringan. Fungal mannan didalam dinding sel
dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul
ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.
3. Perkembangan respons host.
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi
hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang
sangat penting dalam melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi
dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes
hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh
peningkatan pergantian keratinosit.
Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan
dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan
bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba
menjadi inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel
yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh
LO 3.6 Manifestasi Klinis
Timbul akibat substansi-substansi yang dihasilkan oleh jamur seperti :
1. Papul, vesikel, eritema, batas tegas dengan pinggir meninggi
2. Pruritus
3. Likenifikasi (karena garukan berulang)
4. Epidermophyton floccosum: central healing, terbatas pada genitocruris dan medial
paha
5. Trichophyton rubrum: dapat menyebar, mengenai daerah pubis, perianal, gluteal, dan
perut bagian bawah, dapat menjadi Majocchi’s granuloma (infeksi jamur mencapai
dermis dan jaringan subkutan, ditandai dengan nodul subkutan dan abses)
6. Trichophyton mentagrophytes: penyebaran infeksi rendah, inflamasi akut, dan lesi
dapat hilang spontan

Tinea Pedis
Infeksinya anthropophilic dermatophytes biasanya disebabkan oleh adanya elemen hifa
dari jamur yang mampu menginfeksi kulit. Skala desquamasi kulit bisa terinfeksi di lingkungan
selama berbulan-bulan atau tahun. Oleh karena itu transmisi bisa terjadi dengan kontak tidak
langsung lama setelah infeksi terjadi.Bahan seperti karpet yang kontak dengan kulit vektor
sempurna. Begitu, transmisi dermatophytes suka Trichophyton rubrum, T. interdigitale dan
Epidermophyton floccosum yang biasnya pada kaki. infeksi di sini sering kronis dan tidak
menimbulkan keluhan selama beberapa tahun dan hanya ketika menyebar kebagian lain, biasanya
di kulit.
Tinea unguium (dermatophytic onycomicosis, ringworm of the nail)
Trichophyton rubrum dan T. interdigitale adalah spesies yang sering menyebabkan tinea
unguium. Dermatofita jenis unguium digolongkan menjadi dua bagian utama: (1). Superficial
white-onycomycosis yang menempel atau membuat lubang pada permukaan kuku. (2). Invasif,
subungual dermatofita yang lateral dari proximal atau pun distal. Diikuti dengan menetapnya
infeksi pada dasar kuku. Onycomycosis subungual distal adalah bentuk umum dari onycomycosis
dermatofita. Jamur menyerang bagian distal bantalan jari yang menyebabkan hiperkeratosis dari
bantalan kuku dengan onycolisis dan menyebabkan penebalan lempeng kuku.
Seperti namanya onycomycosis subungual lateral dimulai dari bagian lateral kuku dan
sering menyebar melibatkan semua lempeng kuku. Pada onycomycosis subungual proximal jamur
menginvasi kebawah kutikula dan menginfeksi bagian proximal daripada bagian distal karena spot
yellow-white akan menyerang lunula terlebih dahulu kemudian meluas ke lempeng kuku.
Tinea kruris (eczema marginatum, dhobie itch, ringworm of the groin)
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus.
Kelainan ini dapat bersifat akut ataupun menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang
berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat berbatas pada daerah genito-krural saja, atau meluas
ke daerah sekitar anus, daerah gluteus, dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain.
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada
tepi lebih nyata daripada daerah di tengahnya. Fluoresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk
yang primer dan sekunder (polimorfik). Bila menahun dapat disertai bercak hitam dan bersisik.
Erosi dan keluarnya cairan terjadi akibat garukan. Dan tinea kruris merupakan bentuk klinis
tersering di Indonesia.
Dermatofit T rubrum menjadi penyebab yang paling umum untuk tinea cruris. T rubrum
menjadi dermatofit yang lazim 90% dari kasus tinea cruris, diikuti T tonsurans ( 6%) dan T
mentagrophytes ( 4%). Organisme lain, termasuk E floccosum dan T verrucosum, menyebabkan
suatu kondisi klinis yang serupa. Infeksi T rubrum dan E floccosum lebih cenderung untuk menjadi
kronis dan non-inflamatori, sedangkan infeksi oleh T mentagrophytes sering dihubungkan dengan
suatu presentasi klinis merah, menyebabkan peradangan akut.
Agen yang pada umumnya menyebabkan tinea kruris antara lain: T. rubrum, T.
interdigitale dan E. floccosum.
Tinea kapitis
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies
dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerahan, alopesia dan kadang-
kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yang disebut kerion. Ada tiga bentuk tinea kapitis:
1. Gray patch ring-worm, merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus
microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai dengan papul merah
yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi pucat
dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu dan tidak
berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya sehingga mudah dicabut
dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur dan
menyebabkan alopesia setempat. Tempat-tempat terlihat sebagai gray patch, yang pada
klinik tidak menunjukan batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan lampu wood
terlihat fluoresensi hijau kekuningan pada rambut yang sakit, melampaui batas dari gray
patch tersebut. Tinea kapitis disebabkan oleh microsporum audouini biasanya disertai
tanda peradangan, hanya sesekali berbentuk kerion.
2. Kerion, merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh Microsporum canis
(Mulyono, 1986). Bentuk yang disertai dengan reaksi peradangan yang hebat. Lesi berupa
pembengkakan menyerupai sarang lebah, dengan sebukan radang di sekitarnya. Kelainan
ini menimbulkan jaringan parut yang menetap.
3. Black dot ring-worm, merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh
Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum (Mulyono, 1986). Gambaran klinis
berupa terbentuknya titik-titik hitam pada kulit kepala akibat patahnya rambut yang
terinfeksi tepat di muara folikel. Ujung rambut yang patah dan penuh spora terlihat sebagai
titik hitam. Diagnosis banding pada tinea kapitis adalah alopesia areata, dermatitis seboroik
dan psoriasis (Siregar, 2005). 13
Tinea korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, scherende flechte, kurap, herpes sircine
trichophytique)
Merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh yang tidak berambut (glabrous skin).
1. Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atu lonjong, berbatas tegas terdiri
dari eritema, squama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah tengah
biasanya tenang. Kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya
merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Dapat terlihat sebagai lesi
dengan tepi polisiklik, karena beberapa lesi kulit menjadi satu.
2. Tinea korporis yang menahun tanda radang yang mendadak biasanya tidak terlihat lagi.
Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada
sela paha. Dalalm hal ini disebut tinea korporis et kruris atau sebaliknya tinea kruris et
korporis. Bentuk menahun dari trichophyton rubrum biasanya dilihat bersama-sama
dengan tinea unguium.
3. Bentuk khas dari tinea korporis yang disebabkan oleh trichophyton concentricum disebut
tinea imbrikata. Tinea imbrikata dimulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang
perlahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan
melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga
terbentuk lingkaran-lingkaran berskuama yang kosentris.
Bentuk tinea korporis yang disertai kelainan pada rambut adalah tinea favosa atau favus.
Penyakit ini biasanya dimulai dikepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwarna merah
kuning dan berkembang menjadi krusta berbentuk cawan (skutula) dengan berbagai ukuran.
Krusta tersebut biasanya tembus oleh satu atau dua rambut dan bila krusta diangkat terlihat dasar
yang cekung merah dan membasah. Rambut tidak berkilat lagi dan terlepas. Bila tidak diobati,
penyakit ini meluas keseluruh kepala dan meninggalkan parut dan botak. Berlainan dengan tinea
korporis yang disebabkan oleh jamur lain, favus tidak menyembuh pada usia akil balik. Biasanya
tercium bau tikus (mousy odor) pada para penderita favus. Tiga spesies dermatofita yang
menyebabkan favus, yaitu trichophyton schoenleini, trichophyton violaceum, dan microsporum
gypseum. Berat ringan bentuk klinis yang tampak tidak bergantung pada spesies jamur penyebab,
akan tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat kebersihan, umur, dan ketahanan penderita
penderita.

3.7 Diagnosis dan Diagnosis banding

Anamnesis :
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan dapat meluas
ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke supra pubis dan abdomen
bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat. Riwayat pasien
sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada pada tempat yang beriklim
agak lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian dengan orang lain, aktif berolahraga,
menderita diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menyerang pada tahanan penjara, tentara, atlit
olahraga dan individu yang beresiko terkena dermatophytosis.

Pemeriksaan Fisik dan Lab :


Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder. Makula
eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Jika kronis atau
menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya
dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran likenifikasi.
1. Dengan Lampu Wood (Wood’s Lamp)
 Suatu lampu UV (3500 Ao) yang dilengkapi dengan filter khusus terbuat dari nickel
oxyde & silica, shg. sinar yang keluar hanya mempunyai gelombang 320-400 nm
 Kalau sinar tsb. mengenai kulit yang mengandung jamur / miselium maka kulit
tersebut akan timbul fluoresensi.
Cara: kulit atau rambut yg akan diperiksa harus bersih, pemeriksaan dilakukan di
kamar gelap, lampu Wood diletakkan dg jarak 10-15 cm dari permukaan kulit.
2. Dengan mikroskopis
 Untuk melihat elemen jamur (skuama,kuku & rambut)
 Menggunakan KOH 10-30 %
 Bahan pemeriksaan: kulit, kuku & rambut , dibersihkan dg alkohol 70% utk
mengangkat kotoran.
 Bahan pemeriksaan kulit: skuama diambil dari daerah pinggir lesi yg > aktif, bukan
dari tengah lesi
 Bahan pemeriksaan kuku: diambil dari bagian kuku yg diduga terinfeksi dg skalpel /
kuret kulit, diambil fragmen kuku
 Bahan pemeriksaan rambut: dipilih rambut yg tidak mengkilap atau kusam
Skuama :
 Skuama + KOH (10-20%) biarkan 5` - 10`
 Dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran lemah & diapragma ditutup atau
dikecilkan
 (+) : berarti ada jamurnya
Terlihat :
- batang-batang seperti pita panjang
- beruas-ruas
- bercabang
- pada ujungnya ada budding
- fluorescensi kuning kehijauan
- tidak terikat pada batas2 sel str. Corneum
Rambut
 Potongan rambut + KOH 10-20% biarkan 10` - 15`
 sesudah 15` dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran lemah diapragma
ditutup atau dikecilkan.
 Kalau (+) akan tampak spora :
- Endothrix spora berderet-deret diantara cuticula dalam rambut.
- Ectothrix spora menempel pada rambut.
Kuku
 Potongan-potongan kuku direndam dengan KOH 30 % dalam tabung kecil, biarkan
selama 48 jam dalam suhu kamar, kuku akan hancur jadi bubur.
 Dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran lemah dan diapragma ditutup /
dikecilkan.
 Kalau (+) : didapat spora dan atau mycelium
3. Dengan cara kultur/biakan
 Biakan diperlukan untuk identifikasi > akurat
 Skuama, kuku & rambut yang telah dipotong kecil, diletakkan media dengan alat
(ose) kemudian tempatkan dalam ruang dengan suhu kamar (udara kamar), kalau (+)
akan ada koloni dengan bentuk & warna yang berbeda tergantung dermatofitanya.
 Kemudian koloni diambil sedikit dilihat dengan mikroskop untuk mencari
makrospora.
 Spesifisitas mencapai 98%.
4. Dengan biopsi  histopatologi
 Dilakukan untuk penyakit jamur yang mengenai kulit & jaringan di bawah kulit,
seperti misetoma, kromomikosis & fimomikosis subkutis
 Kulit berpenyakit dibiopsi, kemudian dikirim ke PA
 Dengan pulasan hematoksilin eosin dapat dilihat adanya spora atau miselium dalam
stratum korneum
5. Dengan tes kulit
 Bahannya untuk test : Trichophytin
 disuntikkan secara intra kutan
 Hasil :
(-) berarti tidak menderita atau baru saja terkena infeksi
(+) berarti menderita penyakit atau baru saja sembuh
 Tanda (+) : ada urtika pada tempat suntikan
Diagnosis Banding
Gejala Tinea capitisAllopecia Trikotilomania Dermatitis
Areata Seboroik
Allopecia + + + +
(pd kepala) (Pd kepala, alis,
janggut)
Batas Tegas, Tegas, Tidak tegas Tegas, tidak
eromatous bulat/lonjong erimatous
Rambut Kusam, mudah Patah putus tidak tepat Tidak patah
patah pd kulit kepala
Skuama + - - Berminyak
dan
kekuningan
Nyeri -/+ - - -
Gatal + - - -
Papul eritem + - - eritema

1. Allopecia Areata kebotakan rambut yang penyebabnya belum diketahui. Dengan gejala
adanya bercak kerontokan/kebotakan rambut pada daerah kulit kepala, alis, janggut.
Batasnya tegas bulat/lonjong, tapi tidak ada sisik/skuama.
2. Trikotilomania  kelainan berupa keinginan atau kesenangan menarik rambut sendiri
sehingga terjadi kebotakan rambut. Hal ini diduga dipengaruhi oleh faktor psikis.
3. Dermatitis Seboroik  peradangan kulit pada daerah yang banyak terdapat kelenjar
sebasea. Gejalanya dapat berupa eritema, skuama yang berminyak berwarna kekuningan,
dan batasnya tidak tegas.
3.8 Tatalaksana
Untuk pengobatan dermatofitosis sering tergantung pada klinis. Sebagai contoh lesi
tunggal pada kulit dapat diterapi secara adekuat dengan antijamur topikal. walaupun pengobatan
topikal pada kulit kepala dan kuku sering tidak efektif dan biasanya membutuhkan terapi sistemik
untuk sembuh. Infeksi dermatofitosis yang kronik atau luas, tinea dengan implamasi akut dan tipe
"moccasin" atau tipe kering jenis t.rubrum termasuk tapak kaki dan dorsum kaki biasanya juga
membutuhkan terapi sistemik. Idealnya, konfirmasi diagnosis mikologi hendaknya diperoleh
sebelum terapi sistemik antijamur dimulai. Pengobatan oral, yang dipilih untuk dermatofitosis
adalah:

Infeksi Rekomendasi Alternatif


Tinea unguium Terbinafine 250 mg/hr 6 Itraconazole 200 mg/hr /3-5 bulan atau 400
(Onychomycosis) minggu untuk kuku jari mg/hr seminggu per bulan selama 3-4 bulan
tangan, 12 berturut-turut.
minggu untuk kuku jari Fluconazole 150-300 mg/ mgg s.d sembuh (6-
kaki 12 bln) Griseofulvin 500-1000 mg/hr s.d
sembuh (12-18 bulan)
Tinea capitis Griseofulvin 500mg/day Terbinafine 250 mg/hr/4 mgg
(≥ 10mg/kgBB/hari) s/d Itraconazole 100 mg/hr/4mgg
sembuh (6-8 minggu) Fluconazole 100 mg/hr/4 mgg
Tinea corporis Griseofulvin 500 mg/hr Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 minggu
sampai sembuh (4-6 Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr atau
minggu), sering 200mg/hr selama 1 mgg.
dikombinasikan dengan Fluconazole 150-300 mg/mggu selama 4 mgg.
imidazol.
Tinea cruris Griseofulvin 500 mg/hr Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg
sampai sembuh (4-6 Itraconazole 100
minggu) mg/hr selama 15 hr atau 200 mg/hr selama 1
mgg.
Fluconazole 150-300 mg/hr selama 4 mgg.
Tinea pedis Griseofulvin 500mg/hr Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg
sampai sembuh (4-6 Itraconazole 100
minggu) mg/hr selama 15 hr atau 200mg/hr selama 1
mgg.
Fluconazole 150-300 mg/mgg selama 4 mgg.

Chronic and/or Terbinafine 250 mg/hr Itraconazole 200 mg/hr selama 4-6 mgg.
widespread selama 4-6 minggu Griseofulvin 500-
non-responsive 1000 mg/hr sampai sembuh (3-6 bulan).
tinea.

Pilihan terapi oral untuk infeksi jamur pada kulit


I. OBAT ANTI JAMUR TOPIKAL

Obat anti jamur topikal digunakan untuk pengobatan infeksi lokal pada kulit tubuh yang
tidak berambut (glabrous skin), namun kurang efektif untuk pengobatan infeksi pada kulit kepala
dan kuku, infeksi pada tubuh yang kronik dan luas, infeksi pada stratum korneum yang tebal seperti
telapak tangan dan kaki. Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat anti jamur topikal lebih
sedikit dibandingkan obat anti jamur sistemik.

GOLONGAN AZOL – IMIDAZOL

Golongan azol – imidazol ditemukan setelah tahun 1960, relatif berspektrum luas, bersifat
fungistatik dan bekerja dengan cara menghambat sintesis ergosterol jamur yang mengakibatkan
timbulnya defek pada membran sel jamur. Obat anti jamur golongan azol seperti klotrimazol,
ketokonazol, ekonazol, oksikonazol, sulkonazol dan mikonazol, mempunyai kemampuan
menggangu kerja enzim sitokrom P-450 lanosterol 14-demethylase yang berfungsi sebagai
katalisator untuk mengubah lanosterol menjadi ergosterol.

Klotrimazol : Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan klotrimazol cream 1%, dosis
dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu
dan dioleskan 2 kali sehari.

Ekonazol :Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan ekonazol cream 1%, dosis dan
lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan
dioleskan 2 kali sehari.

Mikonazol :Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan mikonazol cream 2%, dosis dan
lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan
dioleskan 2 kali sehari.

Ketokonazol :Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan ketokonazol 1% cream, dosis
dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu
dan dioleskan sekali sehari.

Sulkonazol :Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan sulkonazol 1% cream Dosis
dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea korporis,
tinea kruris dioleskan 1 atau 2 kali sehari selama 3 minggu dan untuk tinea pedis dioleskan 2 kali
sehari selama 4 minggu.

Oksikonazol :Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan oksikonazol 1% cream ataau
lotion. Dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan
tinea korporis dan tinea kruris dioleskan 1 atau 2 kali sehari selama 2 minggu, untuk tinea pedis
dioleskan 1 tatau 2 kali sehari selama 4 mingggu.

Tiokonazol :Untuk infeksi pada kulit digunakan tiokonazol 1% cream, dosis dan lamanya
pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea korporis dioleskan 2
kali sehari selama 2-4 minggu, untuk tinea pedis dioleskan 2 kali sehari selama 6 minggu, untuk
tinea kruris dioleskan 2 kali sehari selama 2 minggu.

GOLONGAN ALILAMIN / BENZILAMIN

Golongan alilamin yaitu naftifin, terbinafin dan golongan benzilamin yaitu butenafin,
bekerja dengan cara menekan biosentesis ergosterol pada tahap awal proses metabolisme dan
enzim sitokrom P-450 akan mengambat aktifitas squalene eposidase. Dengan berkurangnya
ergosterol, akan menyebabkan penumpukan squalene pada sel jamur dan akan mengakibatkan
kematian sel jamur. Alilamin dan benzilamin bersifat fungisidal terhadap dermatofit.

Naftifine :Untuk pengobatan digunakan naftifine hydrochloride 1% cream dioleskan 1 kali sehari
selama 1 minggu.

Terbinafin :Digunakan terbinafin 1% cream yang dioleskan 1 atau 2 kali sehari, untuk pengobatan
tinea korporis dan tinea kruris digunakan selama 1-2 minggu, untuk tinea pedis selama 2-4 minggu,
untuk kandidiasis kutaneus selama 1-2 minggu.

Butenafin

Butenafin merupkan golongan benzilamin dimana struktur kimia dan aktifitas anti
jamurnya sama dengan golongan alilamin. Butenafine bersifat fungisidal terhadap dermatofit dan
dapat digunakan untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris dan tinea pedis dan bersifat
fungisidal. Dioleskan 1 kali sehari selama 4 minggu.

GOLONGAN ANTI JAMUR TOPIKAL YANG LAIN

Amorolfin

Amorolfine merupakan derivat morpolin, bekerja dengan cara menghambat biosintesis


ergosterol jamur. Aktifitas spektrumnya yang luas, dapat digunakan untuk pengobatan tinea
korporis, tinea kruris, tinea pedis. Untuk infeksi jamur pada kulit amorolfin dioleskan satu kali
sehari selama 2-3 minggu sedangkan untuk tinea pedis selama > 6 bulan.

Siklopiroks

Siklopiroks merupakan anti jamur sintetik hydroxypyridone, bersifat fungisida, sporosida


dan mempunyai penetrasi yang baik pada kulit dan kuku. Siklopiroks efektif untuk pengobatan
tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis. Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit harus dioleskan
2 kali sehari selama 2-4 minggu.

II. OBAT ANTI JAMUR SISTEMIK

Pemberian obat anti jamur sistemik digunakan untuk pengobatan infeksi jamur superfisial
dan sistemik (deep mikosis), obat-obat tersebut yaitu :

1. GRISEOFULVIN

Griseofulvin merupakan antibiotik antijamur yang berasal dari spesies Penicilium mold. Pertama
kali diteliti digunakan sebagai anti jamur pada tumbuhan dan kemudian diperkenalkan untuk
pengobatan infeksi dermatofita pada hewan. Pada tahun 1959, diketahui griseofulvin ternyata
efektif untuk pengobatan infeksi jamur superfisial pada manusia. Griseofulvin merupakan obat
anti jamur yang pertama diberikan secara oral untuk pengobatan dermatofitosis.

Mekanisme kerja :Griseofulvin merupakan obat anti jamur yang bersifat fungistatik, berikatan
dengan protein mikrotubular dan menghambat mitosis sel jamur.

Aktifitas spectrum :Griseofulvin mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas hanya untuk spesies
Epidermophyton floccosum, Microsporum spesies dan Trichophyton spesies, yang merupakan
penyebab infeksi jamur pada kulit, rambut dan kuku.

Farmakokinetik :
Pemberian griseofulvin secara oral dengan dosis 0,5 - 1 gr, akan menghasilkan konsentrasi
puncak plasma sebanyak 1 mikrogram / ml dalam waktu 4 jam dan level dalam darah bervariasi.
Griseofulvin mempunyai waktu paruh di dalam plasma lebih kurang 1 hari, dan ± 50 % dari dosis
oral dapat di deteksi di dalam urin dalam waktu 5 hari dan kebanyakan dalam bentuk metabolit.

Griseofulvin sangat sedikit diabsorpsi dalam keadaan perut kosong. Mengkonsumsi


griseofulvin bersama dengan makanan berkadar lemak tinggi, dapat meningkatkan absorpsi
mengakibatkan level griseofulvin dalam serum akan lebih tinggi. Ketika diabsorpsi, griseofulvin
pertama kali akan berikatan dengan serum albumin dan distribusi di jaringan di ditentukan dengan
plasma free concentration. Selanjutnya menyebar melalui cairan transepidermal dan keringat dan
akan dideposit di sel prekusor keratin kulit (stratum korneum) dan terjadi ikatan yang kuat dan
menetap. Lapisan keratin yang terinfeksi, akan digantikan dengan lapisan keratin baru yang lebih
resisten terhadap serangan jamur. Pemberian griseofulvin secara oral akan mencapai stratum
korneum setelah 4 - 8 jam.

Griseofulvin di metabolisme di hepar menjadi 6 – desmethyl griseofulvin, dan akan di


ekskresikan melalui urin. Eliminasi waktu paruh 9-21 jam dan kurang dari 1% dari dosis akan di
jumpai pada urin tanpa perubahan bentuk.

Dosis

Griseofulvin terdiri atas 2 bentuk yaitu mikrosize (mikrokristallin) dan ultramikrosize


(ultramikrokristallin). Bentuk ultramikrosize, penyerapannya pada saluran pencernaan 1,5 kali
dibandingkan dengan bentuk mikrosize. Pada saat ini, griseofulvin lebih sering digunakan untuk
pengobatan tinea kapitis. Tinea kapitis lebih sering dijumpai pada anak-anak disebabkan oleh
Trychopyton tonsurans.

Dosis griseofulvin (pemberian secara oral) yaitu dewasa 500 -1000 mg / hari (mikrosize)
dosis tunggal atau terbagi dan 330 – 375 mg / hari (ultramikrosize) dosis tunggal atau terbagi.
Anak - anak ≥ 2 tahun 10 - 15 mg / kg BB / hari (mikrosize), dosis tunggal atau terbagi dan 5,5 -
7,3 mg / kg BB / hari (ultramikrosize) dosis tunggal atau terbagi. Lama pengobatan untuk tinea
korporis dan kruris selama 2 - 4 minggu, untuk tinea kapitis paling sedikit selama 4 - 6 minggu,
untuk tinea pedis selama 4 - 8 minggu dan untuk tinea unguium selama 3 - 6 bulan.


Efek samping

Efek samping griseofulvin biasanya ringan berupa sakit kepala, mual, muntah dan sakit
pada abodominal. Timbunya reaksi urtikaria dan erupsi kulit dapat terjadi pada sebagian pasien.

Interaksi obat

Absorbsi griseofulvin menurun jika diberikan bersama dengan fenobarbital tetapi efek
tersebut dapat di kurangi dengan cara mengkonsumsi griseofulvin bersama makanan. Griseofulvin
juga dapat menurunkan efektifitas warfarin yang merupakan antikoagulan. Kegagalan kontrasepsi
telah dilaporkan pada pasien yang mengkonsumsi griseofulvin dan oral kontrasepsi.

2. KETOKONAZOL
Ketokonazol diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tahun 1977 dan di Amerika Serikat
pada tahun 1981. Ketokonazol merupakan antijamur golongan imidazol yang pertama diberikan
secara oral.

Mekanisme kerja

Ketokonazol bekerja menghambat biosintesis ergosterol yang merupakan sterol utama


untuk mempertahankan integritas membran sel jamur. Bekerja dengan cara menginhibisi enzim
sitokrom P-450, C-14-α-demethylase yang bertanggungjawab merubah lanosterol menjadi
ergosterol, hal ini akan mengakibatkan dinding sel jamur menjadi permiabel dan terjadi
penghancuran jamur.

Aktifitas spektrum

Ketokonazol mempunyai spekrum yang luas dan efektif terhadap Blastomyces


dermatitidis, Candida spesies, Coccidiodes immitis, Histoplasma capsulatum, Malassezia furfur,
Paracoccidiodes brasiliensis. Ketokonazol juga efektif terhadap dermatofit tetapi tidak efektif
terhadap Aspergillus spesies dan Zygomycetes.


Farmakokinetik

Ketokonazol yang diberikan secara oral, mempunyai bioavailabilitas yang luas antara 37%
- 97% di dalam darah. Puncak waktu paruh yaitu 2 jam dan berlanjut 7-10 jam. Ketokonazol
mempunyai daya larut yang optimal pada pH dibawah 3 dan akan lebih mudah diabsorbsi.
Ketokonazol mempunyai ikatan yang kuat dengan keratin dan mencapai keratin dalam waktu 2
jam melalui kelenjar keringat eccrine. Penghantaran akan menjadi lebih lambat ketika mencapai
lapisan basal epidermis dalam waktu 3 - 4 minggu. Konsentrasi ketokonazol masih tetap dijumpai,
sekurangnya 10 hari setelah obat dihentikan.

Ketokonazol mempunyai distribusi yang luas melalui urin, saliva, sebum, kelenjar keringat
eccrine, serebrum, cairan pada sendi dan serebrospinal fluid (CSF). Namun, ketokonazol 99%
berikatan dengan plasma protein sehingga level pda CSF rendah. Ketokonazol dimetabolisme di
hati dan diubah menjadi metabolit yang tidak aktif dan diekskresi bersama empedu ke dalam
saluran pencernaan.

Dosis

Dosis ketokonazol yang diberikan pada orang dewasa 200 mg / hari, dosis tunggal dan
untuk kasus yang serius dapat ditingkatkan hingga 400 mg / hari sedangkan dosis untuk anak-anak
3,3 – 6,6 mg / kg BB, dosis tunggal. Lama pengobatan untuk tinea korporis dan tinea kruris selama
2 - 4 minggu.

Efek samping

Anoreksia, mual dan muntah merupakan efek samping yang sering di jumpai. Ketokonazol
juga dapat menimbulkan efek hepatotoksik yang ringan tetapi kerusakan hepar yang serius jarang
terjadi. Peninggian transaminase sementara dapat terjadi pada 5-10% pasien. Efek samping yang
serius dari hepatotoksik adalah idiosinkratik dan jarang ditemukan yaitu 1:10000 dan 1:15000,
biasanya djumpai pada pasien yang mendapat pengobatan lebih dari 2 minggu. Untuk pengobatan
jangka waktu yang lama, dianjurkan dilakukan pemeriksaan fungsi hati. Dosis tinggi ketokonazol
(>800 mg/hari) dapat menghambat sintesis human adrenal dan testikular steroid yang dapat
menimbulkan alopesia, ginekomasti dan impoten.

Interaksi obat

Konsentrasi serum ketokonazol dapat menurun pada pasien yang mengkonsumsi obat yang
dapat menurunkan sekresi asam lambung seperti antasid, antikolinergik dan H2-antagonis
sehingga sebaiknya obat ini di berikan setelah 2 jam pemberian ketokonazol. Ketokonazol dapat
memperpanjang waktu paruh seperti terfenadin, astemizol dan cisaprid sehingga sebaiknya tidak
diberikan bersama dan juga dapat menimbulkan efek samping kardiovaskular seperti pemanjangan
Q-T interval dan torsade de pointes. Ketokonazol juga dapat memperpanjang waktu paruh dari
midazolam dan triazolam dan dapat meningkatkan level siklosporin dan konsentrasi serum dari
warfarin. Pemberian bersama ketokonazol dengan rifampicin dapat menurunkan efektifitas ke dua
obat.

3. ITRAKONAZOL

Itrakonazol diperkenalkan pada tahun 1992 merupakan sintesis derivat triazol.

Mekanisme kerja

Mekanisme kerja itrakonazol dengan cara menghambat 14-α-demethylase yang merupakan


suatu enzim sitokrom P-450 yang bertanggung jawab untuk merubah lanosterol menjadi ergosterol
pada dinding sel jamur.

Aktifitas spektrum

Itrakonazol mempunyai aktifitas spektrum yang luas terhadap Aspergillosis spesies,


Blastomyces dermatitidis, Candida spesies, Coccidiodes immitis, Cryptococcus neoformans,
Histoplasma capsulatum, Malassezia furfur, Paracoccidiodes brasiliensis, Scedosporium
apiospermum dan Sporothrix schenckii. Itrakonazol juga efektif terhadap dematiaceous moulds
dan dermatofit tetapi tidak efektif terhadap Zygomycetes.

Farmakokinetik

Absorbsi itrakonazol tidak begitu sempurna pada saluran gastrointestinal (55%) tetapi
absorbsi tersebut dapat ditingkatkan jika itrakonazol dikonsumsi bersama makanan. Pemberian
oral dengan dosis tunggal 100 mg, konsentrasi puncak plasma akan mencapai 0,1-0,2 mg/L dalam
waktu 2-4 jam. Itrakonazol mempunyai ikatan protein yang tinggi pada serum melebihi 99%
sehingga konsentrasi obat pada cairan tubuh seperti pada CSF jumlahnya sedikit. Namun
sebaliknya konsentrasi obat di jaringan seperti paru-paru, hati dan tulang dapat mencapai 2 atau 3
kali lebih tinggi dibandingkan pada serum. Konsentrasi itrakonazol yang tinggi juga ditemukan
pada stratum korneum akibat adanya sekresi obat pada sebum. Itrakonazol tetap dapat ditemukan
pada kulit selama 2-4 minggu setelah pengobatan dihentikan dengan lama pengobatan 4 minggu
sedangkan pada jari kaki itrakonazol masih dapat ditemukan selama 6 bulan setelah pengobatan
dihentikan dengan lama pengobatan 3 bulan.
Kurang dari 0,03% dari dosis itrakonazol akan di ekskresi di urin tanpa mengalami perubahan
tetapi lebih dari 18% akan di buang melalui feces tanpa mengalami perubahan. Itrakonazol di
metabolisme di hati oleh sistem enzim hepatik sitokrom P- 450. Kebanyakan metabolit yang tidak
aktif akan di ekskresi oleh empedu dan urin. Metabolit utamanya yaitu hidroksitrakonazol yang
merupakan suatu bioaktif.

Dosis

Dosis pengobatan untuk dermatofitosis adalah 100 mg/hari. Lama pengobatan untuk tinea
korporis atau tinea kruris adalah selama 2 minggu tetapi untuk tinea manus dan tinea pedis adalah
selama 4 minggu.

Efek samping

Efek samping yang sering dijumpai adalah masalah gastrointestinal seperti mual, sakit pada
abdominal dan konstipasi. Efek samping lain seperti sakit kepala, pruritus dan ruam allergi. Efek
samping yang lain yaitu kelainan test hati yang dilaporkan pada 5% pasien yang ditandai dengan
peninggian serum transaminase, ginekomasti dilaporkan terjadi pada 1% pasien yang
menggunakan dosis tinggi, impotensi dan penurunan libido pernah dilaporkan pada pasien yang
mengkonsums itrakonazol dosis tinggi 400 mg /hari atau lebih.

Interaksi obat

Absorbsi itrakonazol akan berkurang jika diberikan bersama dengan obat-obat yang dapat
menurunkan sekresi asam lambung seperti antasid, H2-antagonis, omeprazol dan lansoprazol.
Itrakonazol dan metabolit utamanya merupakan suatu inhibitor dari sistem enzim human hepatic
sitokrom P-450-3A4 sehingga pemberian itrakonazol bersama dengan obat lain yang
metabolismenya melalui sistem tersebut dapat meningkatkan konsentrasi azol, interaksi obat
ataupun ke duanya. Itrakonazol dapat memperpanjang waktu paruh dari obat-obat seperti
terfenadin, astemizol, midazolam, triazolam, lovastatin, simvastatin, cisaprid, pimozid, quinidin.
Itrakonazol juga dapat meningkatkan konsentrasi serum digoxin, siklosporin, takrolimus dan
warfarin.

4. FLUKONAZOL

Flukonazol merupakan suatu hidrofilik dari sintetik triazol, terdapat dalam bentuk oral dan
parenteral. Ditemukan pada tahun 1982 dan di perkenalkan pertama kali di Eropa kemudian di
Amerika Serikat.

Mekanisme kerja

Flukonazol mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan triazol lain yaitu merupakan
suatu inhibitor yang poten terhadap biosintesis ergosterol, bekerja dengan menghambat sistem
enzim sitokrom P-450 14-α-demethylase dan bersifat fungistatik.

Aktifitas spektrum

Flukonazol paling aktif terhadap Candida spesies, Coccidioides imminitis dan


Cryptococcus neoformans. Mempunyai aktifitas yang terbatas terhadap Blastomyces dermatitidis,
Histoplasma capsulatum dan Sprothrix schenckii. Flukonazol juga efektif terhadap dermatofit
tetapi tidak efektif untuk moulds termasuk Aspergillus spesies dan Zygomycetes. Walaupun
flukonazol efektif terhadap Candida spesies tetapi resisten untuk Candida krusei dan Candida
glabrata.

Farmakokinetik

Flukonazol secara cepat dan sempurna diserap melalui saluran gastrointestinal.


Bioavailabilitas oral flukonazol melebihi 90 % pada orang dewasa. Konsentrasi puncak plasma
dicapai setelah 1 atau 2 jam pemberian oral dengan eliminasi waktu paruh plasma ± 30 jam (20-
50 jam) setelah pemberian oral. Absorbsi flukonazol tidak dipengaruhi oleh kadar asam lambung
(pH). Pemberian secara oral dengan dosis tunggal ataupun multiple lebih dari 14 hari maka
flukonazol akan mengalami penetrasi yang luas ke dalam cairan dan jaringan tubuh. Flukonazol
bersifat hidrofilik sehingga lebih banyak ditemukan di dalam cairan tubuh dan dijumpai di dalam
keringat dengan konsentrasi tinggi. Ikatan flukonazol dengan protein biasanya rendah (12%)
sehingga sirkulasi obat yang tidak berikatan tinggi. Metabolisme flukonazol terjadi di hepar dan
diekskresi melalui urin dimana 80 % dari dosis obat akan di ekskresi tanpa perubahan dan 11% di
ekskresi sebagai metabolit.

Efek samping

Efek samping yang sering di jumpai adalah masalah gastrointestinal seperti mual, muntah,
diare, sakit pada abdominal dan juga sakit kepala. Efek samping lain yaitu hipersensitiviti,
agranulositosis, exfoliatif skin disoders seperti Steven Johnson- sindrom, hepatotoksik,
trombositopenia dan efek pada sistem saraf pusat.

Interaksi obat

Flukonazol dapat meningkatkan efek atau level dari obat yaitu astemizol, amitriptilin,
kafein, siklosporin, fenitoin, sulfonilureas, terfenadin, theofilin, warfarin dan zidovudin.
Pemberian bersama flukonazol dengan cisapride ataupun terfenadin merupakan kontra indikasi
oleh karena dapat menimbulkan disaritmia jantung yang serius dan torsade de pointes. Flukonazol
juga dapat berinteraksi dengan tolbutamid, glipizid dan gliburid yang menimbulkan efek
hipoglikemi. Level atau efek flukonazol dapat menurun oleh karbamazepin, isoniazid,
phenobarbital, rifabutin dan rifampin dan akan meningkat oleh simetidin dan hidroklorothiazid.

5. TERBINAFIN

Terbinafin merupakan anti jamur golongan alilamin yang dapat diberikan secara oral.
Pertama kali ditemukan pada tahun 1983, di gunakan di Eropa sejak tahun 1991 dan di Amerika
Serikat pada tahun 1996.

Mekanisme Kerja

Terbinafin bekerja menghambat sintesis ergosterol (merupakan komponen sterol yang


utama pada membran plasma sel jamur), dengan cara menghambat kerja squalene epoxidase
(merupakan suatu enzim yang berfungsi sebagai katalis untuk mengubah squalene menjadi
squalene-2,3 epoxide). Dengan berkurangnya ergosterol yang berfungsi untuk mempertahankan
pertumbuhan membran sel jamur sehingga pertumbuhan akan berhenti, disebut dengan efek
fungistatik dan dengan adanya penumpukan squalene yang banyak di dalam sel jamur dalam
bentuk endapan lemak sehingga menimbulkan kerusakan pada membran sel jamur disebut dengan
efek fungisidal.

Aktifitas spectrum

Terbinafin merupakan anti jamur yang berspektrum luas. Efektif terhadap dermatofit yang
bersifat fungisidal.

Farmakokinetik

Terbinafin di absorbsi dengan baik jika diberikan dengan cara oral yaitu 70% dan akan
tercapai konsentrasi puncak dari serum berkisar 0,8-1,5 mg/L setelah pemberian 2 jam dengan 250
mg dosis tunggal. Pemberian bersama makanan tidak mempengaruhi absorbsi obat. Terbinafin
bersifat lipofilik dan keratofilik, terdistribusi secara luas pada pada dermis, epidermis, jaringan
lemak dan kuku. Konsentrasi plasma terbinafin terbagi dalam tiga fase dimana waktu paruh
terbinafin yang terdistribusi di dalam plasma yaitu 1,1 jam ; eliminasi waktu paruh yaitu 16 dan
100 jam setelah pemberian 250 mg dosis tunggal ; setelah 4 minggu pengobatan dengan dosis 250
mg /hari terminal waktu paruh rata-rata yaitu 22 hari di dalam plasma. Di dalam dermis- epidermis,
rambut dan kuku eliminasi waktu paruh rata-rata yaitu 24-28 hari.

Terbinafin dapat mencapai stratum korneum, pertama kali melalui sebum kemudian
bergabung dengan basal keratinosit dan selanjutnya berdifusi ke dermis- epidermis tetapi
terbinafin di dalam kelenjar keringat ekrine tidak terdeteksi. Terbinafin yang diberikan secara oral
akan menetap di dalam kulit dengan konsentrasi di atas MIC untuk dermatofit selama 2-3 minggu
setelah obat di hentikan. Terbinafin dapat terdeteksi pada bagian distal dari nail plate dalam waktu
1 minggu setelah pengobatan dan level obat yang efektif dicapai setelah 4 minggu pengobatan.
Terbinafin tetap akan dijumpai di dalam kuku untuk jangka waktu yang lama setelah pengobatan
dihentikan. Terbinafin di metabolisme di hepar dan metabolit yang tidak aktif akan di ekskresi
melalui urin sebanyak 70% dan melalui feces sebanyak 20%.

Dosis

Terbinafin tersedia dalam bentuk tablet 250 mg tetapi tidak tersedia dalam bentuk
parenteral.Oral terbinafin efektif untuk pengobatan dermatofitosis pada kulit dan kuku. Dosis
terbinafin oral untuk dewasa yaitu 250 mg/hari tetapi pada pasien dengan ganguan hepar atau
fungsi ginjal (kreatinin clearence < 50 ml/menit atau konsentrasi serum kreatinin > 300 μmol/ml)
dosis harus diberikan setengah dari dosis diatas. Pengobatan tinea pedis selama 2-6 minggu, tinea
korporis dan kruris selama 2-4 minggu sedangkan infeksi pada kuku tangan selama 3 bulan dan
kuku kaki selama 6 bulan atau lebih.

Efek samping

Efek samping pada gastrointestinal seperti diare, dyspepsia, sakit di abdominal sering
dijumpai. Jarang dijumpai pasien yang menderita kerusakan hepar dan meninggal akibat
mengkonsumsi terbinafin untuk pengobatan infeksi kuku. Terbinafin tidak direkomendasikan
untuk pasien dengan penyakit hepar yang kronik atau aktif.

Interaksi obat

Terbinafin tidak mempunyai efek clearance terhadap obat lain yang metabolismenya
melalui hepatik sitokrom P-450. Namun konsentrasi darah akan menurun jika terbinafin di berikan
bersama rifampicin yang merupakan suatu inducer yang poten terhadap sistem enzim hepatik
sitokrom P-450. Level darah pada terbinafin dapat meningkat jika pemberiannya bersama
cimetidin yang merupakan sitokrom P-450 inhibitor.

3.9 Komplikasi

1. Selulitis. Infeksi tinea pedis, terutama tipe interdigital dapat mengakibatkan selulitis. Selulitis
dapat terjadi pada daerah ektermitas bawah. Selulitis merupakan infeksi bakteri pada daerah
subkutaneus pada kulit sebagai akibat dari infeksi sekunder pada luka. Faktor predisposisi
selulitis adalah trauma, ulserasi dan penyakit pembuluh darah perifer. Dalam keadaan lembab,
kulit akan mudah terjadi maserasi dan fissura, akibatnya pertahanan kulit menjadi menurun
dan menjadi tempat masuknya bakteri pathogen seperti β-hemolytic streptococci (group A, B
C, F, and G), Staphylcoccus aureus, Streptococcus pneumoniae, dan basil gram negatif.
Apabila telah terjadi selulitis maka diindikasikan pemberian antibiotik. Jika terjadi gejala yang
sifatnya sistemik seperti demam dan menggigil, maka digunakan antibiotik secara intravena.
Antibiotik yang dapat digunakan berupa ampisillin, golongan beta laktam ataupun golongan
kuinolon.
2. Tinea Ungium. Tinea ungium merupakan infeksi jamur yang menyerang kuku dan biasanya
dihubungkan dengan tinea pedis. Seperti infeksi pada tinea pedis, T. rubrum merupakan jamur
penyebab tinea ungium. Kuku biasanya tampak menebal, pecah-pecah, dan tidak berwarna
yang merupakan dampak dari infeksi jamur tersebut.

Komplikasi Dermatofid biasanya terkena pada pasien dengan edema kronik, imunosupresi,
hemiplegia dan paraplegia, dan juga diabetes. Tanpa perawatan profilaksis penyakit ini dapat
kambuh kembali.

3.10 Pencegahan
 Perkembangan infeksi jamur diperberat oleh panas, basah dan maserasi. Jika faktor-faktor
lingkungan ini tidak diobati, kemungkinan penyembuhan akan lambat. Daerah intertrigo
atau daerah antara jari-jari sesudah mandi harus dikeringkan betul dan diberi bedak
pengering atau bedak anti jamur.
 Alas kaki harus pas betul dan tidak terlalu ketat.
 Pasien dengan hiperhidrosis dianjurkan agar memakai kaos dari bahan katun yang
menyerap keringat, jangan memakai bahan yang terbuat dari wool atau bahan sintetis.
 Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih-bersih dengan air panas.

Tinea capitis
 Jaga kebersihan diri, terutama terhadap lembab
 Jaga imun tubuh dengan konsumsi makanan bergizi dan hidup sehat
 Hindari kontak dengan pernderita/hewan piaraan.
Tinea Cruris
 Menjaga berat badan ideal
 Mengeringkan badan setelah mandi
 Hindari memakai pakaian yang terlalu ketat
 Bedak antijamur untuk mengurangi resiko berulang
Tinea Manus
 Menjaga kebersihan tangan dan kaki dengan sering mencucinya
 Menjaga kaki agar tetap kering, dan tidak lembab

3.11 Prognosis
Infeksi jamur pada umumnya berlangsung kronis pada dermatofitosis terutma bila
disebabkan oleh T.rubrum. rekurensi dapat terjadi terutama bila faktor predisposisinya sulit diatasi
(Verma & Heffernan, 2008; Hay & Moore, 2004).
Perkembangan penyakit dermatofitosis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan penyebab
penyakitnya disamping faktor-faktor yang memperberat atau memperingan penyakit. Apabila
faktor-faktor yang memperberat penyakit dapat dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat hilang
sempurna.

LI. 4 Memahami dan Menjelaskan Menjaga Kebersihan dan Kesehatan Kulit menurut
Pandangan Islam

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan kebersihan, tidak hanya kebersihan
batiniah, tetapi juga kebersihan lahiriah (fisik). Dalam Al Quran serta hadits Rasulullah saw.
bertebaran perintah, langsung maupun tidak langsung, yang memerintahkan seorang muslim untuk
senantiasa menjaga kebersihan.

Salah satu hadits yang terkait dengan hal itu adalah sebagai berikut.

“Bersihkanlah dirimu karena sesungguhnya Islam itu bersih.” (Riwayat Ibnu Hibban).

Kebersihan bahkan merupakan salah satu prasyarat dari hadirnya cinta Allah Swt. kepada seorang
hamba, ”Innallâha yuhibbul mutathahirîna; sesungguhnya Allah sangat mencintai orang-orang
yang membersihkan dirinya.”

Bagian tubuh manusia yang sangat diperhatian Islam untuk dibersihkan adalah kulit. Kulit
dapat diibaratkan sebagai kertas pembungkus ajaib yang memiliki kemampuan melindungi tubuh
dari mikroorganisme penyebab penyakit. Jika tubuh dianggap sebagai kastil yang dikepung musuh,
kita bisa menyebut kulit sebagai dinding kastil yang kuat. Wudlu merupakan salah satu mekanisme
canggih yang Allah Swt. tetapkan atas orang beriman untuk menjaga kebersihan kulit ini. Apabila
ada najis atau kotoran yang menempel pada kulit, ibadah shalat yang dilaksanakan bisa menjadi
batal. Itulah mengapa Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kita untuk berwudu menjelang shalat.
Penemuan-penemuan ilmiah terbaru semakin menguatkan pandangan bahwa wudu sangat efektif
untuk menjaga kesehatan kulit manusia.

Pakaian gaya Barat dirancang bukannya untuk menutup aurat, tetapi untuk mendatangkan
syahwat. Akibatnya, pergaulan antara pria dan wanita cenderung tidak mengenal kehormatan diri
dan tidak lagi didasari oleh iman dan akhlaq yang terpuji. Sikap dan perilaku tidak terhormat
seperti digambarkan di atas sangat dibenci oleh Islam. Sehingga untuk mencegah dan
menangkalnya, Islam telah mensyariatkan pemakaian jilbab bagi wanita muslim.

Allah SWT berfirman :

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri orang-orang
mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah dikenal sehingga mereka tidak diganggu.” (Al-Ahzab: 59)

Ayat ini menegaskan bahwa wanita-wanita mukmin diperintah untuk menjulurkan


jilbabnya, yakni memakai hijab untuk menutup auratnya. Adapun yang dimaksud dengan jilbab
atau hijab itu adalah sejenis baju kurung dengan kerudung yang longgar bentuknya, yang didesain
supaya dapat menutup kepala, muka, dan dada. Model pakaian seperti itu sudah umum dipakai
oleh kaum muslimah karena merupakan simbol penampilan wanita pribadi yang shalihah.

Rasulullah saw bersabda, “Wahai Asma’, sesungguhnya wanita itu bila sudah menstruasi
(baligh) tidak pantas terlihat tubuhnya kecuali ini dan ini. Dan beliau menunjukkan muka dan
telapak tangannya.” (HR Abu Dawud dan Aisyah)

Syariat Islam mewajibkan wanita mengenakan jilbab, yakni berpakaian yang benar-benar menutup
aurat, tidak lagi agar kaum wanita tidak terjerumus menjadi alat penggoda bagi setan untuk
melecehkan akhlaq dan nilai-nilai kemanusiaan.. Dengan kata lain, jilbab dapat dikategorikan
sebagai pengontrol perilaku wanita guna menyelamatkan kehormatan dirinya dari berbagai macam
godaan dan rongrongan setan.

Islam telah menggariskan batasan aurat pada lelaki dan wanita.Aurat asas pada lelaki
adalah menutup antara pusat dan lutut. Manakala aurat wanita pula adalah menutup seluruh badan
kecuali muka dan tapak tangan.

1. Aurat Ketika Sembahyang


Aurat wanita ketika sembahyang adalah menutup seluruh badan kecuali muka dan tapak tangan.

2. Aurat Ketika Sendirian


Aurat wanita ketika mereka bersendirian adalah bahagian anggota pusat dan lutut. Ini bererti
bahagian tubuh yang tidak boleh dilihat antara pusat dan lutut.

3. Aurat Ketika Bersama Mahram


Pada asasnya aurat seseorang wanita dengan mahramnya adalah antara pusat dan lutut. Walau pun
begitu wanita dituntut agar menutup mana-mana bahagian tubuh badan yang boleh menaikkan
syahwat lelaki walaupun mahram sendiri. Perkara ini dilakukan bagi menjaga adab dan tatsusila
wanita terutana dalam menjaga kehormatan agar perkara-perkara sumbang yang tidak diingini
tidak akan berlaku.

Syarak telah menggariskan golongan yang dianggap sebagai mahram seseorang wanita :
1.Suami
2.Ayah mertua
3.Anak-anak lelaki termasuk cucu sama ada dari anak lelaki atau perempuan
4. Saudara lelaki kandung atau seibu atau sebapak
5. Anak saudara lelaki karena mereka ini tidak boleh dinikahi selama-lamanya
6. Anak saudara dari saudara perempuan
7. Sesama wanita sama ada kaitan keturunan atau seagama
8. Hamba sahaya
9. Pelayan yang tidak ada nafsu syahwat
10. Anak-anak kecil yang belum mempunyai syahwat terhadap wanita. Walau pun begitu, bagi
kanak-kanak yang telah mempunyai syahwat tetapi belum baligh,wanita dilarang menampakkan
aurat terhadap mereka.
DAFTAR PUSTAKA

Bennet, J.E.: Antumicrobial agents; in: Goodman & Gilman’s. Brunton, L.L: Lazo, J.S. and
Parker, K.L: The Pharmacological Basis of Therapeutics; 11th ed.pp. 1232 (McGraw-Hill,
Medical Publishing Division, New York 2006)
Budimulja, U.: Penyelidikan dermatofitosis di RS Dr.Cipto Mangunkusomo Jakarta. Tesis
(Jakarta 1980)
Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003
Conant, N.F.: Smith, D.T.: Baker, R.D. and Callaway, J.L: Manual of clinical mycology; 3rd ed.
(W.B. Saunders Company, Philadelphia, London, Tronto 1971)
Grunwald, M.H.: Adverse drug reacions of the new oral antifungial agents-terbinafine,
gluconazole, and itraconazole. Int. J. Derm. 37: 410-4315
Harjandi: Widaty, S.: Bramono K.: Folikulitis pitisporum. Laporan kasus Kongres PMKI,2000.
Hutapea, O.N,: LAporan pendahuluan mengenai cutaneous sporothricosis pada para petani di
Sumetera Utara, KONAS PADVI, Surabaya, 1976, 1: 340-348
http://www.bekamhijamah.com/index.php?Sehat_secara_Islam_dengan_dr.Aldjoefrie:Menjaga_
kesehatan_kulit_badan_dan_wajah_dengan_sistem_Islam
Indraini : Pravelensi folikulitis pitisporum diantara pasien akne vulgaris dan erupsi di Poliklinik
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUPN Dr.Cipto Mangunkusomo, Jakrta: tesis, Program
Pendidikan Dokter Spesialis FKUI, Jakarta (2001)
Jacinto-JAmora, S.: Tamesis, J; Katigbak, M.L.: Ptyrosporoum folikulitis in the Philippines;
Diagnosis prevalence and management. J. Am. Acad. Dermatol;695-6 (1991)
Rippon, J.W.: Medical Mycology. The Pathogenic Fungi and the Pathogenic Actinomycetes
(W.B. Sauders Company, Philadelphia, London, Toronto 1982)
Siregar, R. dan Thaha, M.A.: Sporothricosis kulit pada RSUP Palembang, jilid I, hal 334-339
(KONAS PADVI,Surabaya 1976)

Anda mungkin juga menyukai