Pendahuluan
Paru-paru merupakan salah satu organ vital manusia yang memiliki fungsi untuk
bernapas.Sistem pernapasan pada manusia sangat kompleks sehingga sistem tersebut berkerja
secara efisien. Gangguan yang terjadi pada sistem tersebut akan berpengaruh pada semua
bagian pernapasan dan pada akhirnya juga dapat menganggu organ vital lain. Kerusakan yang
terjadi pada alveolar yang merupakan tempat pertukaran gas, dapat menyebabkan
terhambatnya proses pernapasan yang akan menyebabkan gejala sesak napas, hipoksemia,dll.
Salah satu kerusakan yang dapat terjadi adalah Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
yang dapat mengarah ke gagal pernapasan.ARDS merupakan keadaan gagal nafas secara akut
pada seseorang tanpa adanya kelainan paru yang mendasari sebelumnya, ditandai dengan
hipoksemia, penurunan compliance paru, dispneu, edema pulmonal bilateral tanpa gagal
jantung dengan infiltrate yang menyebar (difus) biasa dikenal juga dengan nama non
cardiogenic pulmonary edema, shock pulmonary, dan lainnya. Walaupun awalnya disebut
dengan sindrom gawat nafas dewasa sekarang digunakan istilah akut karena keadaan ini tidak
terbatas pada orang dewasa.Sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena patogenesisnya
masih belum jelas dan banyaknya factor predisposisi yang bisa menyebabkan ARDS.
1. Airway
a. Peningkatan sekresi pernapasan
b. Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi(wheezing)
2. Breathing
a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
b. Menggunakan otot aksesori pernapasan
c. Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
d. Papiledema
e. Penurunan keluaran urine
4. Disability
5. Exposure.1
Anamnesis
Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta pertolongan
dokter atau petugas kesehatan lainnya.Keluhan utama biasanya dituliskan secara singkat
beserta lamanya.Sering menjadi alasan untuk meminta pertolongan kesehatan, diikuti oleh
mereka mengalami kesulitan untuk bernapas, retraksi dan sianosis.2
Adakahsesak nafas, mual, muntah, takipneu, dispneu dan suara mengi saat bernapas?
biasanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Batuk kering dan demam yang terjadi
lebih dari beberapa jam sampai seharian. Kulit terlihat pucat atau biru.2
Obat-obatan
Obat apa yang sedang dikonsumsi pasien? apakah baru-baru ini ada perubahan
penggunaan obat? adakah respons terhadap terapi terdahulu? Kita perlu tanyakan.2
Alergi
Pemeriksaan Fisik
Perhatikan dengan cermat keadaan-keadaan baik yang langsung terlihat, maupun saat
pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu. Hal-hal yang harus diperhatikan:2,3
1. Kesadaran umum pasien: Apakah pasien tampak sakit ringan atau berat? Compos
mentis, semua normal?
2. Periksa tanda-tanda vital pasien, seperti frekuensi nadi, frekuensi nafas, suhu,tekanan
darah.2
1. Inspeksi
Dimana pada kondisi ini lihat dengan teliti dan menyeluruh, adakah kelainan yang
Nampak jelas (misalnya benjolan,ketidaksadaran) , adakah daerah yang pucat, bisa juga
dilihat dengan maneuver tertentu seperti batuk,bernafas atau pergerakan.
- Jalan nafas
Apakah jalan nafas tidak terhalang?Tampak nafas melemah?
Apakah pasien bernafas dengan muidah dan berbicara dengan nyaman?
- Warna Kulit.1,3
2. Palpasi
- Apakah ada nyeri tekan
Dimulai dengan ringan dan lembut,kemudian tekan lebih kuat.
- Adakah gangguan sirkulasi seperti akral dingin dan lainnya?
- Denyut nadi (takikardi,bradikardi)?
3. Perkusi
Dengar dan rasakan adanya perbedaan, dibandingkan pada kedua sisi.
4. Auskultasi
Pola nafas : Adakah murmur,gallop,ronkhi.3
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Analisa Gas Darah : hipoksemia, hipokapnia (sekunder karena
hiperventilasi ),hiperkapnia ( pada emfisema atau keadaan lanjut ).
Hipoksemia ( pe PaO2 ), hipokapnia ( pe PCO2 ) pada tahap awal karena
hiperventilasi, hiperkapnia ( pe PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi,
alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini, asidosis respiratori /
metabolik terjadi pada tahap lanjut.3,4
Leukositosis (pada sepsis), anemia, trombositopenia (refleksi inflamasi)
sistemik dan keruskan endotel, peningkatan kadar amylase (pada pancreatitis).4
2. Pemeriksaan Rontgent Dada :
Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
Gambar 1. Chest radiograph dengan bilateral infiltrate.3
Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan fisik dan penunjang adalah; pasien tampak
sakit berat dengan tekanan darah 120/80 mmHg, pernafasan 33x/ menit, suhu 38,30C disertai
dengan adanya retraksi dada yang positif, ronkhi basah kasar diseluruh lapang paru. Gambaran
radiologi pada foto thorax terdapat infiltrat bilateral dan hasil pemeriksaan analisa gas darah:
PH 7,35, PC02 30 mmol/L, PO2 30 mmol/L dan HCO3 18 mmol/L. Pasien sudah ditindak
dengan oksigen 10 Liter via rebreathing mask.4
Diagnosa Banding
Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi pada salah satu atau kedua paru-paru ,lebih tepatnya
peradangan itu terjadi pada kantung udara (alveolus).Kantung udara akan terisi cairan atau
nanah sehingga menyebabkan sesak nafas,batuk berdahak,demam,menggigil,dan kesulitan
bernafas.Infeksi tersebut bisa disebabkan oleh bakteri,virus , ataupun jamur.5
Penyakit pneumonia ini bisa digolongkan berdasarkan usia,berat atau ringannya dari
suatu penyakit dan juga apa yang menyebabkan penyakit ini menjadi sulit atau komplikasi yang
terjadi.Gejala penyakit infeksi saluran nafas pneumonia ringan seringkali mirip dengan flu atau
common cold (sakit demam,batuk,pilek),namun tak kunjung sembuh atau bertahan lama.5
1. Demam , berkeringat,menggigil
2. Suhu tubuh lebih rendah dari normal pada usia>65 tahun dan pada orang dengan system
kekebalan tubuh yang lemah.
3. Batuk berdahak tebal dan kentel
4. Nyeri dada saat bernafas dalam atau ketika batuk
5. Sesak nafas (nafas cepat)
6. Kelelahan dan nyeri otot
7. Mual, muntah, atau diare
8. Sakit kepala.5
Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat
mengenai beberapa lobus
Diagnosis Kerja
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) pertama kali dikemukakan pada tahun
1967, merupakan sindrom yang mematikan dari penyakit paru akut. Dulunya disebut dengan
adult respiratory distress syndrome, tetapi sekarang disebut dengan Acute respiratory distress
syndrome karena dapat menyerang anak-anak juga.5Acute respiratory distress syndrome
merupakan sindrom dengan sesak napas yang berat dan onsetnya cepat,hipoksemia dan infiltrat
paru-paru difus yang mengarah ke gagal pernapasan.ARDS ini juga merupakan bentuk dari
noncardiogenic pulmonary edema. Trauma pada paru-paru dapat terjadi secara langsungyaitu
dengan menghirup zat beracun atau secara tidak langsung, yang terjadi karena sepsis. Acute
Lung Injury(ALI) sedikit berbahaya namun memiliki potensi untuk berkembang menjadi
ARDS. Arterial PO2(in mmHg)/FIO2(inspiratory O2 fraction) <200mmHg merupakan
karakteristik dari ARDS, dimana PaO2/FIO2 antara 200-300 mengidentifikasikan bahwa
pasien tersebut menderita ALI.6
Etiologi
ARDS ini sendiri dapat disebabkan oleh berbagai sebab yaitu severe sepsis syndrome,
bacterial pneumonia, trauma, transfusi berulang, aspirasi dari konten lambung, dan overdose
obat.Trauma kepala, hampir tenggelam, inhalasi zat beracun, dan luka bakar dapat
menyebabkan ARDS juga tetapi kasusnya sangat jarang. Tingkat kegawatan ARDS ini
berhubungan dengan semakin tua usia semakin gawat,kecanduan alkohol kronik, asidosis
metabolik, dan tingkat keparahan suatu penyakit kritis.ARDS berkembang sebagai akibat
kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun
tidaklangsung. Penyebabnya bisa penyakit apapun,yang secara langsung ataupun
tidaklangsung melukai paru-paru:6,7
1. Trauma langsung pada paru
a. Pneumoni virus,bakteri
b. Contusio paru
c. Aspirasi cairan lambung
d. Inhalasi asap berlebih
e. Inhalasi toksin
f. Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun 1967.Diperkirakan
ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan laju mortalitas tergantung pada
etiologi dan sangat bervariasi.Tingkat mortilitasnya 50 %.Sepsis sistemik merupakan penyebab
ARDS terbesar sekitar 50%, trauma 15 %, cardiopulmonary baypass 15 %, viral pneumoni 10
% dan injeksi obat 5 %.7
Manifestasi Klinis
Dasar definisi yang dipakai konsensus Komite Konferensi ARDS Amerika-Eropa tahun
1994 terdiri dari :
Gejala ARDS biasanya muncul 24-48 jam setelah penyakit yang berat atau trauma.
Awalnya terjadi sesak napas, takipnea dan napas pendek, dan terlihat jelas penggunaan otot
pernapasan tambahan. Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan ronkhi dan mengi. Pada
penderita yang tiba-tiba mengalami sesak napas pada 24 jam setelah sepsis atau trauma,
kecurigaan harus ditujukan kepada ARDS. Pemeriksaan analisis gas darah harus segera
dilakukan. Pada jam pertama, hasilnya menunjukkan alkalosis respiratorik dengan PaO2
menurun, sedangkan PaCO2 normal atau sedikit turun. Foto paru menunjukkan edema paru,
tetapi batas jantung tetap normal. Pemberian oksigen suplemen tidak meningkatkan PaO2.8
Patogenesis
Epitelium alveolar dan endothelium mikrovaskular mengalami kerusakan pada
ARDS.Kerusakan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas barier alveolar dan kapiler
sehingga cairan masuk ke dalam ruang alveolar.Derajat kerusakan epithelium alveolar yang
menentukan prognosis.Epitelium alveolar normal terdiri dari 2 tipe sel,yaitu sel pneumosit tipe
I dan tipe II.Permukaan alveolar 90% terdiri dari sel pneumosit tipe I berupa sel pipih yang
mudah rusak.Fungsi utama sel pneumosit tipe I adalah pertukaran gas yang berlangsung secara
difusi pasif.Sel pneumosit tipe II meliputi 10 % permukaan alveolar terdiri atas sel kuboid yang
mempunyai aktivitas metabolic intraseluler,transport ion,memproduksi surfaktan dan lebih
resisten terhadap kerusakan.8
Sistemik
Kebocoran cairan Penurunan
Dalam ruang Defusi Jaringan
Intestisial
Alveolar Hipoksia
Seluler
Permeabilitas
Membran alveolar Pelepasan factor-faktor
Meningkat (enzim tisosom, vasoaktif, sistem
Komplemen, asam metaboli, kolagen, histamine)
Cairan bergerak
Kealveoli
kerusakan kembran alveolar kapiler pertukaran gas
Produksi Surfaktan Edema intestisial Kolaps alveolar pe Komplain
alveolar paru yang progresif Paru
Hipoksia arterial
Gangguan ARDS
pertukaran gas
Perdarahan dispnea
Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanan ARDS ini, perlu diperhatikan keadaan atau penyebab yang
mendasari tercetusnya ARDS ini misalkan sepsis,dll. Prinsip penatalaksaannya adalah
meminimalkan prosedur dan komplikasi yang timbul, profilaksis terhadap venous
thromboembolism, gastrointestinal bleeding, aspirasi, dan infeksi kateter vena
sentral.Dibutuhkan juga kesadaran yang cepat terhadap infeksi nosokomial apabila terinfeksi
dan pemberian nutrisi yang adekuat juga perlu.9
Kateter arteri pulmonal sebaikanya tidak digunakan secara rutin untuk manajemen
ALI.Oxygen delivery dapat ditingkatkan pada pasien yang anemia dengan memperhatikan
bahwa konsentrasi hemoglobin minimal 7g/dL.Penggunaan kortikosteroid pada beberapa studi
menunjukkan adanya perbaikan pada 2 minggu pertama, namun penggunaan kortikosteroid
secara rutin tidak direkomendasikan.9
Pencegahan
Komplikasi
Prognosis
Mortalitas rate pada ARDS adalah 30-40%. Jika ARDS disertai dengan sepsis maka
mortality rate mencapai 90%. Penyebab kematian adalah karena penyakit itu sendiri dan
komplikasi sekunder yang ditimbulkan berupa kegagalan sistem berbagai organ atau sepsis.
Jika dapat ditangani dengan cepat kemungkinan prognosisnya akan lebih baik.6
Kesimpulan
Daftar Pustaka
1. Hess DR,Kacmarek RM.Adult respiratory distress syndrome.In:Navrozov M,Hefta
T,eds.Essen tials of mechanical ventilation.New York:McGraw-Hill;2006:h83-7.
2. Gleadle J.At a glace anamnesis dan pemeriksaan fisik.Jakarta:Erlangga;2007.h.17-21.
3. Welsby P.D. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC., 2009. H142-53.
4. Kee, LeFever J. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2008.h248-65.
5. Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., setiati, S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jilid III. Edisi ke-5. Cetakan pertama. Jakarta: Interna Publishing;
2009.h2553-97
6. Piantadosi CA , Schwartz DA.The acute respiratory distress syndrome.Ann Intern
Med.2005;141;460-70.
7. Sylia A,Price,Wilson LM.Patofisiologi konsep klinik proses-proses penyakit.Ed
IV.Jakarta: EGC;2005:739-40.
8. Parsons P E.Acute respiratory distress syndrome.In:Harleyt ME,Weish CH,eds.Current
diagnosis and treatment in pulmonary medicine.New York:Lange Medical Bppls/Mc
Graw-Hill;2003;161-6.
9. McpheeSJ, Papadakis MA.Current medical diagnosis&treatment.United
State:McGraw-Hill Companies,Inc;2013.p.322-3,407-8.