Anda di halaman 1dari 16

Kejang Demam Kompleks pada Anak

Celina Manna
NIM : 102011047
Kelompok B4

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara no. 6 Jakarta
ninamanna02@gmail.com

Pendahuluan
Kejang (seizures) adalah pelepasan muatan oleh neuron-neuron otak yang mendadak
dan tidak terkontrol, yang menyebabkan perubahan pada fungsi otak. Kejang demam ialah
kebangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang
paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun.
Hampir 3% daripada anak berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam.
Kriteria diagnostik mencakup kejang pertama yang dialami oleh anak dengan suhu lebih
tinggi dari 38C, anak berusia kurang dari 6 tahun,tidak ada tanda infeksi atau peradangan
susunan saraf pusat dan anak tidak menderita gangguan metabolik sistemik akut. Kejang
demam dapat diklasifikasikan sebagai kejang demam jinak apabila berlangsung kurang dari
15 menit, tidak memperlihatkan gambaran fokal yang signifikan, dan tidak berlangsung
dalam suatu rangkaian yang memiliki durasi total lebih dari 30 menit. Kejang demam
kompleks memiliki durasi lebih lama,ada tanda fokal dan terjadi dalam rangkaian yang
berkepanjangan.1
Anamnesis2,3
Pada kasus ini, anamnesis dilakukan secara allo-anamnesis yaitu menanyakan pada
penjaga atau ibu bapak anak hal-hal berkaitan dengan keluhan anaknya. Anamnesis anak
dengan kejang demam biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga
lainnya(ayah,ibu atau saudara kandung).

Identitaspenderita:

Nama, alamat, tempat/tanggal lahir, umur, jenis kelamin,status sosial ekonomi


keluarga serta lingkungan tempat tinggal.

Riwayat penyakit sekarang:


Apakah keluhan utama pasien datang berobat?
Adakah terjadi kejang? Kapan pertama kejang?Berapa lama kejang? Jenis
kejang? Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi kejang?
Demam sejak kapan? Penyebab demam adakah di luar susunan saraf pusat?
Kesadaran anak sebelum/setelah kejang?
Kejang tonik,klonik,fokal,generalisata?

Riwayatpenyakitdahulu:
Adakah pernah menderita kejang demam sebelumnya? Jika ada di usia
berapa? Frekuensi kejang?
Adakah ada riwayat penyakit neurologis yang lain seperti meningitis?
Adakah ada sebarang kelainan pada organ atau sistem tubuh yang lain?

Riwayatpengobatan:
Adakahpernahberjumpadokterlainuntukmendapatkanperawatan?
Adakah ada mangkonsumsi obat-obat yang diresep oleh dokter atau dibeli di
apotek sebelumnya?

Riwayatkehamilan:
Kesehatan ibu saat kehamilan. Apakah mengalami preeklamsia?
Usia kehamilan?
Pernah sakit panas?
Pernah tetanus toxoid?

Riwayat kelahiran:
Tanggal lahir
Tempat lahir
Ditolong oleh siapa
Cara kelahiran
Kehamilan ganda
Keadaan stlh lahir, pasca lahir, hari-hari 1 kehidupan
Masa kehamilan
Berat badan dan panjang badan lahir (apakah sesuai dengan masa kehamilan,
kurang atau besar)
2

Riwayatpenyakitkeluarga:
Adakah ada riwayat kejang demam dalam keluarga?
Adakah ada riwayat epilepsi dalam keluarga?
Adakah ada riwayat penyakit neurologis lain dalam keluarga?

Riwayat pertumbuhan Kurva berat badan terhadap umur

Pemeriksaan Fisik
Tidak ada pemeriksaan fisik yang spesifik pada kejang demam. Umumnya dapat
dilakukan pemeriksaan tanda tanda vital yaitu pemeriksaan suhu, frekuensi pernapasan,
denyut nadi serta tekanan darah pada penderita. Yang menonjol disini biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh.3Pemeriksaan tingkat kesadaran diperlukan pasca kejang untuk
memperhatikan apakah ada defisit neurologis atau tidak. Bentuk pemeriksaan kesadaran yang
digunakan dapat berbentuk pemeriksaan kualitatif maupun kuantitatif. Tingkat kesadaran
kualitatif pasien terbagi atas:
Compos mentis: sadar terhadap diri dan lingkungan
Delirium: gaduh gelisah, kacau, disorientasi
Somnolen: mengantuk, mudah dibangunkan, menangkis nyeri
Stupor: dapat dibangunkan dengan rangsangan kuat, kemudian kesadaran

turun lagi
Koma: tanpa gerakan sama sekali.3

Secara kuantitatif dapat digunakan Glasgow Coma Scale, tabel berikut akan
menjelaskan tentang Glasgow Coma Scale.

Gambar 1. Tabelglasgow coma scale4

Skor terendah ialah 3 yang berarti pasien dalam keadaan koma dalam dan yang
tertinggi 15 berarti pasien dalam keadaan sadar sepenuhnya.Pemeriksaan tanda rangsang
meningial dapat digunakan untuk mengeksklusi adanya meningitis. Bentuk pemeriksaan
tanda rangsang meningeal meliputi kaku kuduk, tanda Kernig, tanda Laseque dan tanda
Brudzinsky.3

Gambar 2. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal4

Diagnosis Kerja
Anak usia 3 tahun dengan keadaan kejang sejak 20 menit yang lalu, disertai demam
0

39 C menderita Kejang Demam Kompleks.


Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak berusia 3 bulan sampai dengan 5
tahun dan berhubungan dengan demam serta tidak didapatkan adanya infeksi ataupun
kelainan di intrakranial.5
Kejang demam dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks.
Tabel 1. Perbedaan Kejang Demam Sederhana dan Kompleks5
No

Klinis

Kejang Demam

Kejang Demam

Sederhana

Kompleks

< 15 menit

>15 menit

1.

Durasi

2.

Tipe kejang

Umum

Umum/fokal

3.

Berulang dalam 1 episode

1 kali

> 1 kali

4.

Riwayat keluarga kejang demam

+/-

+/-

5.

Defisit neurologis

+/-

6.

Riwayat keluarga kejang tanpa demam

+/-

+/-

7.

Abnormalitas neurologis sebelumnya

+/-

+/-

Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis kejang demam
antara lain:5
1. Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung diagnosis ke arah
kejang demam, seperti:

Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum
dan saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang, penyebab demam diluar susunan
saraf pusat.

Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam, seperti genetik,
menderita penyakit tertentu yang disertai demam tinggi, serangan kejang pertama
disertai suhu dibawah 39 C.

Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam berulang adalah


usia< 15 bulan saat kejang demam pertama, riwayat kejang demam dalam
keluarga, kejang segera setelah demam atau saat suhu sudah relatif normal, riwayat
demam yang sering, kejang demam pertama berupa kejang demam akomlpeks.

2. Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah:

Suhu tubuh mencapai 39C.


Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang.
Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan lengan mulai
kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala kejang tergantung pada jenis
kejang.
Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.
Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar

3. Pemeriksaan fisik dan laboratorium


Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik neurologi maupun
laboratorium. Pada kejang demam kompleks, dijumpai kelainan fisik neurologi berupa
hemiplegi. Pada pemeriksaan EEG didapatkan gelombang abnormal berupa gelombanggelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan
gelombang tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostik,
walaupun penderita kejang demam kompleks lebih sering menunjukkan gambaran EEG
abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya
epilepsi di kemudian hari

Faktor resiko bangkitan kejang demam:5


1. Faktor demam; demam apabila hasil pengukuran suhu tibih mencapai di atas 37,80C
aksila atau di atas 38,30C rektal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi
pada anak tersering disebabkan oleh infeksi. Demam merupakan faktor utama timbul
bangkitan kejang demam.
2. Faktor Usia; sebanyak 4% anak akan mengalami kejang demam, terjadi dalam kelompok
usia antara 3 bulan sampai 5 tahun dengan demam tanpa infeksi intrakranial, sebagian
besar (90%) kasus terjadi pada anak usia antara 6 bulan sampai 5 tahun dengan kejadian
paling sering pada anak usia 18 sampai 24 bulan.
3. Faktor riwayat keluarga; belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait
kejang demam. Tetapi nampaknya pewarisan gen secara autosomal dominan paling
banyak ditemukan. Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah
menderita kejang demam mempunyai resiko untuk bangkitan kejang demam sekitar
20%-22%. Dan apabila ke dua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pernah
menderita kejang demam maka resiko untuk terjadi bangkitan kejang demam meningkat
menjadi 59%-64%, tetapi sebaliknya apabila orang tua tidak mempunyai riwayat pernah
menderita kejang demam maka resiko terjadi bangkitan kejang demam sekitar 9%.
4. Usia saat ibu hamil; usia ibu pada saat hamil sangat menetukan status kesehatan bayi
yang akan dilahirkan. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun dapat
mengakibatkan berbagau komplikasi kehamilan dan persalinan. Komplikasi kehamilan
diantaranya adalah hipertensi dan eklampsia, sedangkan gangguan pada persalinan
diantaranya adalah trauma persalinan. Komplikasi kehamilan dan persalinan dapat
menyebabkan prematuritas, bayi berat lahir rendah, penyulit persalinan dan partus lama.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan janin dengan asfiksia. Pada asfiksia akan terjadi
hipoksia dan iskemia. Hipoksia dapat menyebabkan rusaknya faktor inhibisi dan atau
meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul kejang bila ada rangsangan
yang memadai.
5. Pemakaian bahan toxik; kelianan yang terjadi selama perkembangan janin, seperti ibu
menelan obat-obatan tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi, minum
alkohol, atau mengalami cedera atau mendapat penyinaran dapat menyebabkan kejang.
Merokok dapat mempengaruhi kehamilan dan perkembangan janin.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium; tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain
misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah. Pemeriksaan elektrolit
menunjukkan adanya hipokalsemia, hipomagnesia dan hiperfosfatemia. Selain itu
didapati penurunan kadar glukosa darah / hipoglikemia.6
2. Pemeriksaan cairan serebrospinal; dilakukan untuk me negakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%6,7%.Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin6
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
3. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG); tidak dapat memprediksi berulangnya kejang,
atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak
usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.Pada pemeriksaan EEG didapatkan
gelombang abnormal berupa gelombang-gelombang lambat fokal bervoltase tinggi,
kenaikan aktivitas delta, relatif dengan gelombang tajam. Perlambatan aktivitas EEG
kurang mempunyai nilai prognostik, walaupun penderita kejang demam kompleks lebih
sering menunjukkan gambaran EEG abnormal.6
4. Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema6

Diagnosis Banding
1.

Epilepsi; epilepsi adalah salah satu penyakit akibat adanya kelainan pada otak, dimana
pada otak dapat ditemukan beberapa lokasi yang abnormal yang diyakini sebagai pemicu
kejang. Epilepsi memiliki beberapa tipe yaitu grandma, petitmal. Dll. Kejang pada
epilepsy mirip dengan kejang pada demam, namun ada beberapa hal yang membedakan
yaitu onset serangan, kesadaran, gerakan ekstrimitas, dan tahanan kejang. Pada epilespsi
inset serangan biasanya gradual, kesadaran pasca serangan adalah baik, gerakan
ekstrimitas saat kejang tidak beraturan, dan gerakan kejang bila mendapat tahanan dapat
dihentikan. Pada epilepsy pun jika dilakukan pemeriksaan EEG maka akan menunjukan
adanya gambaran EEG abnormal, yaitu banyak terdapat spike.7

2.

Meningitis ; merupakan infeksi pada meningen, yaitu selaput pembungkus otak. Infeksi
ini dapat disebabkan oleh bakteri seperti Stereptococcus pneumonia, Eschericia coli, dan
Haemophilus influenzae maupun virus seperti virus herpes zoster dan herpes simplex.
Ada triad klasik dari meningitis, yaitu berupa kaku kuduk, demam tinggi dan perubahan
status mental. Selain itu dapat dijumpai adanya fotofobia dan fonofobia. Jika tidak ada
gejala klasik ini, maka sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis pada seseorang.
Pada anak biasanya terlihat irritabel dan kurang sehat. Pada bayi berusia hingga 6 bulan
biasanya

didapai

penonjolan

fontanella.

Adanya

pemeriksaan

analisa

cairan

serebrospinal dapat digunakan untuk menegakkan adanya meningitis.7


3.

Ensefalitis; merupakan merupakan infeksi pada sistem saraf pusat yang umumnya
disebabkan oleh virus, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri. Mikroorganisme ini
dapat masuk melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna. Gejala yang dialami biasanya
berupa demam tinggi, pusing kepala, kebingungan dan terkadang kejang. Pada pasien
anak umumnya dijumpai demam, tidak nafsu makan dan irritabilitas. Adanya ensefalitis
juga dapat diikuti dengan adanya meningitis. Analisa cairan otak dapat menunjukkan
peningkatan kadar protein dan sel darah putih, sedangkan kadar glukosa darah normal.
Pada beberapa pasien tidak dijumpai perubahan berarti pada analisa cairan
serebrospinal.7

Etiologi
Pencetus terjadinya kejang ialah adanya demam yang disebabkan oleh adanya infeksi
pada bayi dan anak. Bentuk infeksi yang mungkin ditemukan adalah infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Perlu
diperhatikan untuk menyingkirkan infeksi sistem saraf pusat sebagai penyebab kejang, baru
8

memikirkan kemungkinan adanya kejang demam. Pada banyak pasien kejang demam sering
ditemukan riwayat kejang demam pada keluarganya, oleh karena itu dicurigai adanya
kecenderungan genetik pada penyakit ini meskipun belum ada penelitian lebih lanjut
mengenai hal ini.7

Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak usia dibawah 6 tahun. Puncaknya biasanya
terjadi pada usia 14-18 bulan. Sangat jarang ditemukan adanya kejang demam pada anak
berusia diatas 6 tahun. Pada saudara kandung insidensinya berkisar 917%. Angka kejadian
pada kembar monozigot lebih besar daripada kembar dizigot. Adanya epilepsi pada saudara
kandung juga meningkatkan resiko kejang demam begitu pula sebaliknya. Insidensi
komplikasi berupa epilepsi berkisar 9% pada anak yang memiliki faktor resiko berupa
riwayat keluarga epilepsi positif dibandingkan dengan faktor resiko negatif yaitu sekitar 1%.3

Patofisiologi
Untuk mempertahankan kinerja otak diperlukan adanya energi yang didapatkan dari
hasil metabolisme. Bahan yang dibutuhkan mutlak disini adalah glukosa. Proses metabolisme
ini juga membutuhkan oksigen yang dihantar oleh paru-paru ke jantung kemudian ke otak.
Sel syaraf, seperti sel lainnya dikelilingi oleh suatu membrane yang permukaan dalamnya
lipoid sedangkan permukaan luarnya ionik. Dalam keadaan normal permeabilitas sel terhadap
ion kalium lebih tinggi dari ion natrium, sehingga kadar kalium dalam sel tinggi sedangkan
kadar natrium dalam sel rendah. Hal yang sebaliknya berlaku di luar sel saraf. Untuk menjaga
homeostasis ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase. Keseimbangan potensial
membrane ini dapat diubah oleh adanya perubahan konsentrasi ion di ruang ekstrasel,
rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya dan adanya perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena adanya penyakit
atau pengaruh keturunan.4
Pada keadaan demam dengan kenaikan suhu 1o C menyebabkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat hingga 20%. Pada
seorang anak yang berusia 3 tahun sirkulasi darah ke otak mencapai 65%, bandingkan dengan
orang dewasa yang hanya mencapai 30%. Jadi adanya kenaikan suhu tubuh tertentu dapat
terjadi perubahan keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi
difusi ion natrium dan kalium sehingga kesimbangannya tidak terjadi lagi. Lepas muatan ini
9

akan meluas ke seluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter.
Tidak semua jenis neurotransmitter dapat menyebabkan terjadinya perpindahan ini. Hanya
neurotransmitter yang bersifat eksitasi seperti glutamat dan asam aspartat yang dapat
menyebabkan peningkatan penyaluran impuls saraf. Adanya daerah neuron yang mati
(misalnya oleh karena adanya glioma tumbuh lambat, hematoma, gliosis dan malformasi
arterivenosus) juga dapat meningkatkan perkembangan sinaps hipereksitasi yang baru.
Eksitasi berlebih ini yang akan disalurkan menuju motor end plate sehingga menyebabkan
kontraksi secara tiba-tiba dari otot-otot rangka.7 Setiap anak memiliki ambang kejang yang
berbeda-beda. Pada anak dengan ambang kejang rendah, dapat timbul kejang pada suhu 38o
C. Sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, dapat timbul kejang pada suhu
40o C atau lebih. Oleh karena itu perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita
mengalami kejang.Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang demam yang berlangsung lama
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
karena metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur
dan suhu tubuh yang makin meningkat akibat peningkatan aktivitas otot dan selanjutnya
diikuti peningkatan metabolisme. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan pada
neuron otak setelah berlangsungnya kejang pada waktu yang cukup lama. Edema otak juga
dapat terjadi karena adanya gangguan peredaran darah yang menyebabkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler.7

Manifestasi Klinik
Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan
biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 38C atau lebih (rectal). Umumnya kejang
berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi
seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan
berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.Sebagian besar
kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang berlangsung lebih dari 15
menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah
kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi
apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah
beberapa detik atau menit, anak terbangun dan akan mulai berangsur sadar tanpa defisit

10

neurologis.. Biasanya, kesadaran pulih sepenuhnya setelah 10 sampai 15 menit. Dalam masa
ini, anak agak sensitif (irritable) dan mungkin tidak mengenali orang di sekitarnya.Kejang
demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau unilateral dan
kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan kejang) yang
berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti
oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih
sering terjadi pada kejang demam yang pertama.8
Penatalaksanaan Non Medika Mentosa
Seringkali kejang yang terjadi akan berhenti dengan sendirinya. Penting untuk menjaga jalan
napas agar tetap lancar pada pasien yang mengalami serangan kejang demam.9
Jika anak mengalami kejang, posisikan anak miring (semiposisi) dengan leher yang
diekstensikan sehingga sekresi dapat keluar secara lancar melalui mulut.
Jika pernasapan sulit: buka saluran napas dengan ekstensi leher secara hati-hati,
angkat rahang ke depan. Jangan letakkan apapun ke dalam mulut. Berikan O2 jika
tersedia.
Tetap perhatikan keadaan vital pasien seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernapasan dan fungsi jantung. Penting untuk mengetahui pada suhu berapa anak
mengalami kejang sehingga kita dapat mengetahui ambang kejang anak tersebut.
Jangan letakkan apapun (sendok, jari) di mulut pasien.
Suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian
antipiretik. Antipiretik yang dapat digunakan pada anak adalah Paracetamol. Jangan
gunakan asam salisilat sebagai antipiretik karena dapat menyebabkan sindrom Reye.
Setelah kejang berhenti, periksa kadar glukosa dan elektrolit darah. Pada kejang demam
biasanya didapati peningkatan kadar fosfor, penurunan kadar magnesium dan kalsium serta
penurunan kadar glukosa darah.8 Hal yang perlu diperlukan adalah untuk menyingkirkan
penyebab kejang akibat infeksi pada sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis dan
abses otak. Oleh karena itu dapat dilakukan pungsi lumbal pada L4 L5 untuk mengambil
cairan serebrospinal. Cairan ini kemudian dianalisa untuk mengetahui kemungkinan adanya
infeksi pada sistem saraf pusat.8,9 Namun, analisa cairan serebrospinal ini tidak dilakukan
pada semua kasus kejang demam melainkan hanya dilakukan pada: a) Kejang dengan usia
pasien dibawah 1 tahun b) Kejang yang berulang dan c) Adanya gejala-gejala gangguan
sistem saraf pusat seperti adanya defisit neurologis pasca kejang.

11

Penatalaksanaan Medika Mentosa6


Penatalaksanaan saat kejang

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah
berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam
waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam
rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak
dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau
diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg
untuk anak di atas usia 3 tahun.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan
cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah
sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.

Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 1020 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang
berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.

Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat
intensif.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.

Pemberian obat pada saat demam

Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang
demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
12

Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari. Meskipun jarang,
asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18
bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.
Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis
0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.
Pemberian obat rumat

Indikasi pemberian obat rumat


Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
a. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
b. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
c. kejang demam >4 kali per tahun
Penjelasan:

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi
pengobatan rumat

Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan


merupakan indikasi pengobatan rumat

Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus
organik.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat

13

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat
hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital
setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50%
kasus.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.
Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per
hari dalam 1-2 dosis.
Lama pengobatan rumat

Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.

Edukasi pada orang tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini
harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping obat.

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

1. Tetap tenang dan tidak panik


2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu kedalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang
14

6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

Vaksinasi
Sejauh in tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang
mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka
kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi sedangkan
setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral
atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter
anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian

Komplikasi
Epilepsi; Anak yang menderita kejang demam beresiko lebih besar mengalami epilepsi

dibandingkan dengan yang tidak. Besarnya resiko ini dipengaruhi banyak faktor, namun
yang terpenting adalah kelainan status neurologik sebelum kejang, timbulnya kejang
demam yang kompleks dan riwayat kejang afebris pada keluarga. Seorang anak normal
yang mengalami kejang demam memiliki resiko 2x lipat lebih besar dibandingkan
populasi kontrol.6Apabila kejang pertamanya kompleks, atau bila anaknya abnormal,
resiko dapat meningkat hingga 5 kali lipat. Bila kedua faktor ada maka resikonya menjadi
18 kali lipat dan insidensi epilepsi dapat mencapai 10% dalam kelompok ini. Anak dengan
serangan kejang demam fokal, berkepanjangan, dan berulang dengan penyakit yang sama
memiliki 50% kemungkinan menderita epilepsi saat ia berusia 25 tahun.

Prognosis
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.


Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis
pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang
lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.
Kemungkinan mengalami kematian

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan


15

Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam
hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun
pertama.

DaftarPustaka
1.

Schwarts MW. Pedomanklinispediatric. Jakarta: PenerbitBukuKedokteran ECG; 2005.h.


660.

2.

Bickley L.S. Anamnesis. Bates Guide to Physical Examination and History Taking.
International edition. 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer
Health; 2009.

3.

Santoso M, Kurniadhi D, Tendean M, Oktavia E, Ciulianto R. Kejang demam. Panduan


Kepaniteraan Klinik Pendidikan Dokter. Jakarta: Fakultas Kedokteran Ukrida; 2009.p.
831-3.

4.

Tabelgalsgow

coma

scale

danpemeriksaantandarangsang

meningeal.

Diunduhdarihttp://www.pinterest.com/pin/48554502205936825/, 22 November 2014.


5.

Krisna

E.

Definisi

dan

klasifikasi

kejang

demam.

Diunduh

dari

http://eprints.undip.ac.id/29064/2/Bab_2.pdf, 22 November 2014.


6.

Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus penatalaksanaan kejang demam.


Jakarta; Badan Penerbit IDAI: 2006.h. 5-13.

7.

Richard EB, Robert MK, Ann MA. Ilmukesehatananak nelson.Volume 3. Jakarta: EGC;
2004.h.2059-60.

8.

Staf Pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Volume 3.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.h.1190-2.

9.

Annegers JF, Hauser WA, Shirts SB, et al. Factor prognostic of unprovoked seizures
after febrile convulsions. Englamd: N Eng J Med; 2005.p.493.
16

Anda mungkin juga menyukai